[Jawa Pos, Senin, 13 April 2009 ] Harapan Baru yang Diamanahkan Kamis Lalu Oleh Karim Raslan * Saya seorang penulis Malaysia. Sepuluh tahun lalu, saat saya berkunjung ke Indonesia, hati saya menangis. Waktu itu Indonesia sedang gonjang-ganjing, dilalui masa yang sangat kritis. Orang-orang ketakutan dan kelaparan. Krisis ekonomi dan politik membuat republik ini seperti bangsa yang tak berdaya, bangsa yang gagal, apalagi kalau dibandingkan dengan tetangganya, Malaysia dan Singapura, yang lebih stabil dan makmur. Namun, seiring dengan perjalanan saya keliling Indonesia meliput proses Pemilu 2009, saya mulai menyadari bahwa negara ini sedang berangsur-angsur pulih. Ironisnya, negara seperti Thailand dan Malaysia justru sedang kewalahan terkena imbas krisis keuangan global dan ketegangan politik dalam negeri. Dibanding mereka, Indonesia tampak adem ayem. Suka atau tidak, perubahan ini sebagian besar karena pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang stabil dan kadang terlalu berhati-hati. Kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau tampak dari pemilu legislatif Kamis (9/4) lalu. Sebab, bagaimanapun, kemenangan legislatif adalah miliknya, dan bukan Partai Demokrat. Rakyat memilih Bapak Presiden, bukan si bintang biru. *** Saya mulai mendapat gambaran mengenai besarnya dukungan terhadap SBY sejak sebelum pemilu berlangsung. Yaitu, waktu saya berbincang-bincang dengan sekelompok orang di posko Golkar di Makassar, kampung halaman Pak Jusuf Kalla. Ternyata, banyak dari mereka yang akan memilih Partai Demokrat. Kemudian di Gianyar, Bali, saya bertemu para petani yang mengatakan bahwa mereka tidak akan mencoblos PDIP, walaupun di situ adalah basis massa PDIP. Mereka mau memilih Pak SBY. Tentu saja PDIP dan Golkar masih terang sinarnya di beberapa bagian Indonesia yang lain. Di Purwokerto dan Wonogiri, Jawa Tengah, saya bertemu pengikut setia partai-partai tersebut. Salah satunya bahkan menunjukkan kartu anggota PNI-nya mulai 60-an yang sudah tampak pudar. Hal serupa saya temui di Pariamanan, Sumatera Barat dan juga di Riau; para petani minyak kelapa sawit di Program Inti Rakyat, sekitar dua jam dari Pekanbaru, jelasjelas mengaku mereka 100 persen Golkar. Meski begitu, dalam perjalanan saya, saya juga menemui banyak petani, pedagang kaki lima, dan tukang ojek dari Sumenep, Bandung, dan Medan yang bilang mereka tidak peduli siapa yang bakal menjadi RI 1. Ya, mereka menghargai adanya program BLT (bantuan langsung tunai). Tapi, buat mereka, pemilihan kepala daerah -wali kota atau bupati- jauh lebih penting. Seorang tukang becak di Probolinggo, Jawa Timur berujar, "Jikalau ada bupati yang bagus kinerjanya, kami sebagai wong cilik bisa benar-benar menerima manfaat. Pak Presiden terlalu jauh..." Walaupun ada banyak kelemahan, memang, program desentralisasi menuai sukses. Kotakota seperti Surabaya, Makassar, dan Jogjakarta (semua kota yang saya kunjungi dan saya temui wali kota atau wakilnya) menjadi bukti pembaruan wilayah urban (perkotaan). Di Surabaya, saya melihat tepi jalan ditanami bunga; padahal beberapa tahun sebelumnya, pinggir jalan itu hanya diisi preman atau pengamen yang cukup berani atau nekat untuk menguasai daerah tersebut.
Banyak pegawai negeri sipil (PNS) dan terutama guru menjadi pendukung pro-SBY paling setia, sedikit banyak karena kenaikan gaji cukup besar yang mereka terima. Di Purbalingga, Jawa Tengah, saya bertemu seorang ibu guru SD di tengah daerah abangan (PDIP) yang bersumpah akan terus mendukung SBY. "Saya penggemar berat, lho!" serunya dengan antusias, "Beliau membuat saya bersemangat untuk menyelesaikan kuliah S-2 paruh waktu saya." *** Semangat keterbukaan dan niat baik yang saya temui di semua tempat yang saya kunjungi benar-benar mengagumkan. Orang-orang tampak toleran tentang perbedaan pandangan, gaya hidup, dan filosofi politik. Sebagian besar partai juga semakin mendekatkan diri ke level tengah. Di Solo, saya bertemu seorang anggota "Sahabat Hidayat" yang mengatakan bahwa misinya adalah memperluas daya tarik kandidatnya, Pak Hidayat Nurwahid, ke luar basis utama partainya, PKS. Namun, ekonomi tetap menjadi kekhawatiran utama bagi rakyat Indonesia yang memikirkan pekerjaan mereka, juga harga minyak dan makanan. Banyak dari mereka yang menerima BLT juga mendukung SBY, walaupun taraf hidup mereka mungkin hanya meningkat sedikit sekali sejak SBY naik pada 2004. Para ahli dan pengamat mengatakan bahwa semua politik itu lokal sifatnya; dan ya, saya melihat adanya keragaman yang terus berubah setelah saya menjelajahi kepulauan Indonesia yang luas ini, di mana budaya dan permasalahan berbeda dari kabupaten ke kabupaten, dari kota ke kota. Tetap saja, salah satu hal terpenting yang diinginkan semua orang adalah kepemimpinan yang jujur dan berprinsip -seorang pria atau perempuan yang tidak korup- dan membuat rakyatnya bangga menjadi orang Indonesia. Kerelaan SBY untuk tidak membiarkan besannya luput dari penjara telah memenangkan kepercayaan yang sangat besar dari rakyat Indonesia. Hanya waktu yang menentukan apakah Partai Demokrat dan Pak SBY akan menjawab harapan Indonesia. Indonesia di bawah SBY, terutama setelah Konferensi G-20 di London, telah merebut kembali posisinya sebagai salah satu bangsa utama di dunia. Indonesia telah kembali! *. Karim Raslan, kolumnis asal Malaysia sedang melakukan perjalanan jurnalistik di Indonesia.