Karakteristik Dan Analilis Komparatif Investasi Kelapa Sawit

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Karakteristik Dan Analilis Komparatif Investasi Kelapa Sawit as PDF for free.

More details

  • Words: 5,543
  • Pages: 18
5.1

Agroekologis Komoditi Kelapa Sawit

Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, pertama kali yang harus dilakukan mengetahui persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai. 5.1.1. Persyaratan Tumbuh Komoditi Kelapa Sawit Komoditas yang mempunyai nilai ekonomis dan potensial untuk dikembangkan salah satunya adalah adalah kelapa sawit. Berikut ini disajikan peryaratan tumbuh dari tanaman kelapa sawit: a. Tanah/lahan •

Tinggi tempat: tanaman sawit dapat tumbuh sampai ketinggian tempat >1000 meter di atas permukaan laut (mdpl), tapi secara ekonomis diusahakan sampai dengan ketinggian 400 m dpl



Topografi: kemiringan lereng 0-250



Drainase: drainase harus baik, kondisi tanah tergenang akan menyebabkan kelapa sawit kekurangan oksigen dan menghambat penyerapan unsur hara.



Jenis tanah: kelapa sawit tumbuh pada tanah podsolik, latosol, hidromorf kelabu, Regosol, Andosol dan tanah alluvial, bahkan pada tanah gambut pun dapat tumbuh dengan syarat ketebalan gambut tidak lebih dari 1 meter.

Komoditi Kelapa Sawit

V-1

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia



Sifat fisik tanah: solum > 80 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur lempung atau liat dengan komposisi pasir 20 – 60 %, debu 10 – 40 %, liat 20 – 50 %. Konsistensi gembur sampai agak teguh dengan permeabilitas sedang sampai baik. Permukaan air tanah berada di bawah 80 cm, makin dalam makin baik.



Sifat kimia tanah: sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur - unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0 – 6,5 sedangkan pH optimum 5 – 5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran tetapi membutuhkan biaya tinggi. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 di mana C 1 % dan N 0,1 %. Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu Mg 0,4 – 10 me/100 gram, sedangkan K 0,15 – 1,20 me/100 gram.

b. Iklim Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar 120 Lintang Utara – 120 Lintang Selatan. Secara alami, kelapa sawit tumbuh di tanah berawa di sepanjang bantaran sungai dan di tempat sangat basah. Tanaman ini tidak dapat tumbuh karena terlalu lembab dan tidak mendapat sinar matahari karena ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi. •

Curah hujan: keadaan iklim baik (kelas 1) mensyaratkan curah hujan 2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata. Tapi masih ditoleransi sampai dengan 1500 mm/tahun. Lebih besar dari 2500 mm akan menstimulasi terjadinya erosi yang akan menurunkan kesuburan tanah, sedangkan bulan kering yang signifikan akan mengakibatkan terjadinya defisit air dan dapat menekan produksi. Klasifikasi defisit air tahunan pada budidaya kelapa sawit dapat dilihat berikut ini: Klasifikasi (mm)

Keterangan

 0 – 150

Optimum

 150 – 250

Masih sesuai

 250 – 350

Intermedier

 350 – 400

Limit

Komoditi Kelapa Sawit

V-2

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

 400 – 500

Kritis

 > 500

Tidak sesuai



Temperatur: temperatur kelas 1 untuk sawit adalah 22 – 330 C



Penyinaran matahari: sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pertumbuhan bunga dan buah. Untuk itu intensitas, kualitas dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5 – 7 jam per hari, rata-rata penyinaran 6 jam per hari, minimum 1600 jam per tahun dengan intensitas di atas 60 %.



Kelembaban dan angin: kelembaban udara optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80 %. Tanaman kelapa sawit tidak mudah dirusak angin karena bentuk daun yang sedemikian rupa, kecepatan angin 5 - 6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan.

5.1.2. Sebaran Wilayah Agroekologis Kelapa Sawit Secara umum persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, yaitu pada zona dataran rendah beriklim basah. Zona dataran rendah beriklim basah yang cocok untuk pengembangan tanaman kelapa sawit mencapai luasan 44,12 juta ha menyebar di Sumatra, Kalimantan, Papua, Maluku, Jawa, dan Sulawesi. Lahannya bervariasi mulai dari dataran pantai, gambut, volkan, dan karst. Topografinya mulai dari datar, berombak, bergelombang sampai berbukit. Tanah terbentuk dari bahan alluvium, batuan sedimen masam, batuan volkan, dan batu gamping, sehingga tanahnya bervariasi. Di Sumatera zona dataran rendah beriklim basah mencapai luasan 15,65 juta ha menyebar dari Provinsi NAD (Aceh Timur, Aceh Barat dan Sebulussalam), Sumatera Utara (Labuhan batu, Asahan, Gunung Sitoli, Natal, Simalungun dan Langkat), Riau (Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Kampar dan Riau Kepulauan), Jambi (Muara Bulian, Bangko, Muarabungo, Bungotebo), Sumatera Barat (Lunang, Tiku, Pasaman, Sawahlunto Sijunjung dan Kepulauan Mentawai), Bengkulu (memanjang dari Bengkulu Utara sampai Bengkulu Selatan), Sumatera Selatan (OKI, Muba, Muara Enim, Lahat, dan Muara Dua) dan Lampung ( Sukadana, Kotabumi, dan Talang Padang) Zona dataran rendah beriklim basah di pulau Kalimantan seluas 14,34 juta ha meliputi Kalimantan Barat (Pontianak, Singkawang, Sanggau, Sambas, Mepawah dan Ketapang), Kalimantan Tengah (Sebanggou, Kahayan, Kotawaringin Barat, Kota Waringin Timur, Barito Utara dan Kapuas), Kalimantan Selatan (Kutai Barat, Kutai Timur, Pasir, Kutai Kartanegara, Bulungan, dan Berau). Di Sulawesi seluas 2,83 juta ha meliputi Sulawesi Selatan ( Bone, Bulukumba dan Barru), Sulawesi Tenggara (Kendari, dan Kolaka), dan Sulawesi Tengah (Poso memanjang dari Tomata hingga Kolonedale). Di Kepulauan Maluku seluas 2,12 juta ha terdapat di pulau Seram dan pulau

Komoditi Kelapa Sawit

V-3

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Halmahera. Sedangkan di Papua seluas 5,57 juta ha meliputi Kimaam, dataran pantai Kasuari, Marauke, Arso, Senggi, Yapen Maropen, Nabire, Manowari, dan Sorong. Sedangkan di pulau jawa sendiri zona dataran rendah beriklim basah seluas 3,57 juta ha meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 5.2

Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditi Kelapa Sawit

Potensi lahan untuk pengembangan perkebunan pada dasamya ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan lingkungan yang mencakup: tanah, topografi/bentuk wilayah, hidrologi dan iklim. Kecocokan antara sifat-sifat fisik dengan persyaratan penggunaan suatu komoditas yang dievaluasi akan memberikan gambaran atau informasi bahwa tahan tersebut potensial untuk pengembangan komoditas tersebut. Hal tersebut juga memiliki pengertian bahwa jika lahan digunakan untuk penggunaan tertentu dengan memberikan masukan (input) yang diperlukan maka akan memberikan hasil (ouput) sesuai dengan yang diharapkan. 5.2.1. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), penilaian klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya, yaitu sebagai berikut: Ordo : Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergotong sesuai (S) dan tidak sesuai (N). Kelas : Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara sangat sesuai (S1). cukup sesuai (S2) dan marginal sesuai (S3). Lahan kelas sangat sesuai (S1) adalah lahan yang relatif tidak memiliki faktor pembatas yang berarti/nyata terhadap penggunaannya secara berketanjutan. Lahan kelas cukup sesuai (S2) adalah tahan mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktifitasnya, sehingga memerlukan tambahan (input) untuk meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum. Lahan kelas sesuai marginal (S3) adalah lahan mempunyal faktor pembatas yang berat sehingga berpengaruh terhadap produktifitasnya dan memerlukan input lebih besar dari pada lahan kelas S2. Lahan kelas tidak sesuai (N) adalah lahan yang tidak sesuai karena memiliki faktor pembatas yang berat. Lahan ketas ini dibedakan menjadi lahan kelas tidak sesuai sementara (N1), dan lahan kelas tidak sesuai permanen (N2). Lahan kelas N1 mempunyai faktor pembatas yang sangat berat tapi sifatnya tidak permanen, sehingga dengan input pada tingkat tertentu masih dapat ditingkatkan produktifitasnya. Sedangkan tahan kelas N2 mempunyai faktor pembatas sangat berat dan sifatnya permanen sehingga tidak mungkin diperbaiki.

Komoditi Kelapa Sawit

V-4

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Dalam evaluasi ini dikenal ’Kesesuatan Lahan Aktual’ dan ’Kesesuaian Lahan Potenslal'. Kesesuaian Lahan Aktual (atau kesesuatan saat ini/saat survai dilakukan) adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada. Sedangkan Kesesuaian Lahan Potensial adalah keadaan lahan yang dicapai setelah adanya usaha-usaha perbaikan (Improvement). Usaha perbaikan yang dilakukan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang akan dilakukan. 5.2.2. Kriteria Kesesuaian Lahan Kriteria

kesesuaian

lahan

yang

dimaksud

adatah

pedoman

yang

digunakan

dalam

menentukan/mengevaluasi lahan yang disurvai bagi keperluan pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam kegiatan ini digunakan pedoman/kriteria kesesuaian lahan menurut Pusat Penelitian Tanah, 1993. Berikut ini adalah uraian dari setiap faktor yang dapat mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan di lokasi: •

Iklim, unsur iklim terpenting adalah curah hujan.



Hidrologi, unsur yang penting adalah ketersediaan air pengairan dan dampak keberadaan air tanah terhadap kondisi drainase, serta bahaya banjir. Masalah hidrologi di sebagian lokasi lebih berupa teknis pengaturan tata air/drainase yang berdampak langsung terhadap proses pertumbuhan tanaman, khususnya di lahan-lahan yang saat ini sering atau selalu tergenang.



Kemiringan Lereng. Kemiringan lereng merupakan salah satu masalah serius di sebagian lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan lereng lebih dari 40 %. Faktor kemiringan lereng lebih sebagai kendala dalam teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen, Tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 % juga beresiko besar mengalami erosi permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) sebaiknya tidak terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng di atas 15 %.



Tanah. Retensi hara pada sebagian besar jenis tanah yang ada memberikan indikasi bahwa pemupukan dengan dosis yang tepat merupakan kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman. Beberapa jenis tanah juga memiliki karakteristik sangat buruk, seperti tanah Regosol dan Podsol yang memiliki tekstur sangat kasar di seluruh lapisan.

Standar penilaian kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa sawit Tabel 5.1.

Komoditi Kelapa Sawit

V-5

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.1. Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit Kualitas Karakteristik Lahan Temperatur (t) Rata-rata tahunan (C0) Ketersediaan Air: (w) Bulan Kering (>75mm Curah Hu|an (mn/th) LGP (hari) Kondisi perakaran (r) Kelas Drainase Tanah Tekstur Tanah Keadaan efektif (cm) Gambut Kematangan Kedalamam (cm) Retensi Hara: (f) KTK(me/100gr tanah PH (H20)

Kelas Kesesuaian Lahan S1

S2 >28-32 22< 25

S3 Td 20<22

N1

<2 2000-3000

2-3 1750-<2000

>3-4 1250-<1750

300-330

270-300

<270

Td Td Td <270-

Sedang, Baik

agak terhambat

Cepat, agak , terhambat

LS.L..SCL, SiL, Si, CL,SiCL.

LS,S, SiC, SC

SiC.

25 -28

>100

75-100

51-75

-

Saprik <100

Hemik 100-150

>-Sedang 5,0-6,0

Rendah >6,0-7,0 4,5 – 5,0

-

<1 >3000 <1250 <270-

Sangat terhambat, Sangat cepat, cepat Td

Kerikil, pasir <50

Hemik-fibrik >150-200

Sgt rendah >7,0 - 8,5 4,0-<4,5

C- organik Ketersediaan Hara: (n) N-to1al (%) Sedang Rendah Sgt rendah P205 tersedia Sedang Rendah Sgt rendah K20 tersedia Sedang Rendah Sgt rendah Toxicitas : x) Salinitas (mmhos/cm <2 2-3 >3-4 Kej. Alumunium (%) Kedalaman Sulfidik (cm) >125 95-125 80-95 Medan (terain): Lereng (%) <8 8-15 >15-45 Batuan Permulaan (%) >3 3-15 >15-40 Singkapan Batuan (%) <2 2-10 >10-25 Bahaya Erosi SR R S Banjir dan Genangan F1 F2 F3 Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklilmat, 1993 Dep. Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, 1993/1994 Keterangan Td = Tidak Berlaku L = Lempung Sir C = Liat berstruktur S = Pasir Si = Debu

N2 > 35 < 20

Fibrik >200

>8,5 <3,5

4-6

>6

70- <80

<70

>25-45 Td 25-40 B F4

>45 >40 > 40 SB F5

5.3. Kesesuaian Agroekologis Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan hasil penelusuran pada peta Tata Ruang Pertanian yang diterbitkan Departemen Pertanian tahun 2001 dan hasil analisis kesesuaian lahan, sehingga dapat ditentukan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit. Sehubungan data yang tersedia sangat terbatas dan peta yang ada mempunyai sekala yang tinggi, maka kesesuaian agroekologis hanya sampai tingkat Ordo. Pada Tabel 5.2. disajikan hasil evaluasi kesesuaian agroekologis tingkat ordo untuk tanaman kelapa sawit dan untuk masing-masing wilayah pengembangan. Walaupun demikian tidak semua Kecamatan bahkan Kabupaten yang diusulkan dapat diketahui zona agroekologisnya. Hal ini dikarenakan

Komoditi Kelapa Sawit

V-6

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

adanya daerah pemekaran hususnya untuk tingkat kabupaten, sedangkan untuk tingkat Kecamatan maupun Desa disebabkan peta skala 1 : 1.000.000 dianggap kurang detail. Dengan demikian beberapa Kecamatan bahkan Kabupaten yang diusulkan tidak dapat dideteksi zona agroekologisnya. Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit PROVINSI /KABUPATEN/ KECAMATAN SUMATERA UTARA 1.TEBING TINGGI 2.NATAL 3.PADANG SIDEMPUAN 4.TANJUNG BALAI 5.TARUTUNG 6. SIMALUNGUN RIAU 1.KAMPAR a.Bangkinang b. Bangkinang Barat c.Koto Kampar d.Siak Hulu e.Tapung f.Kampar Kiri g.Tambang h.Tapung Hulu i.Tapung Hilir j.Kampar Kiri k.Kampar Kiri Hulu 2.ROKAN HILIR a. Tanah Putih b. Kubu c. Sinembah d.Rimba Melintang e.Bangka

Luas Lahan Tersedia (ha) 2.380 40.000 4.900 3.100 11.200 4.386

5.510 1.103 22.976 22.381 28.093 90.037 1.923 21.876 6.940 24.566 22.054 50.000

Zona Agroekologis

Kelas Kesesuaian

1B1,1B3 1B1 2B2 1B1,1B3 2B2 1B3

S N N S N S

1B2,1B3 1B1, 1B3 1B1, 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3 1B3

S N S S S S S S S S S S S S S S S S

S

-

SUMATERA BARAT 1. AGAM 2.PASAMAN

18.722

3.50 KOTA 4.TANAH DATAR 5.PADANG PARIAMAN 6. SOLOK 7.PESISIR SELATAN 8.SAWAHLUNTO 9. DHARMAS RAYA

15.491 14.701 61.245 36.036 43.753 29.382 1.500

1B1,1B3 1B1,1B2, 1B3,2B3 1B1,1B3. 2B3 2B1 1B1,1B2, 1B3 1B1,1B3,2B1 1B1,1B3, 1B1,1B3 ND

JAMBI 1.BATANGHARI 2.MUARO JAMBI 3.BUNGO 4.TEBO 5.MERANGIN

NR NR NR NR 58.011

ND

70.955

S S S S S S S -

Komoditi Kelapa Sawit

V-7

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit (lanjutan) PROVINSI /KABUPATEN/ KECAMATAN 6.SOROLANGUN 7.TJ.JABUNG B 8.TJ.JABUNG T

Luas Lahan Tersedia (ha) 50.977 110.284 40.000

Zona Agroekologis 1B3,2B2, 2B3 1B3,2B2, 2B3 1B3,2B2, 2B3

Kelas Kesesuaian S S S

SUMATERA SELATAN 1.LAHAT a. Kota Lahat b. Kikim Timur c. Kikim Selatan d. Merapi

15.400 21.530 3.500 10.000

1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3

S S S S

2. MUARA ENIM a. Benakat b.Gelumbang c.Penukal Utara d.Sungai Rotan e.Gunung Megang f.Tanjung Agung

10.000 9.160 27.371 9.400 13.615 25.605

1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B3,H1 1B2,1B3 1B3

S S S S S S

443 51 111 5 33 206 494

1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3 1B2 1B1,1B3 1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3 1B1,1B2,1B3

S S S S S S

4.570 7.854 75.000 21.137 6.626

1B2,1B3,H1 1B1,1B3 1B1,1B3 1B1,1B3 1B1,1B3

S S S S S

4.300 19.170 11.063

1B2,1B3

S

1B1,1B3 1B1,1B3

S S

4.300 7.000

1B1,1B3

S

3.MUSI BANYUASIN a. Sungai Lilin b.Bt.Harileko c.Babat Toman d.Sekayu e.Sungai Keruh f.Keluang g. Bayung Lencir KALIMANTAN SELATAN 1.TABALONG 2.BALANGAN 3.TABALONG &TAPIN 4.BARITO KUALA 5.TAPIN 6.TANAH LAUT a.Kintap b.Jorong,Kintap 7.TANAH BUMBU & LAUT 8.TANAH BUMBU 9. KOTA BARU a.Pantai b.Pudi KALIMANTAN BARAT 1.BENGKAYANG a. Capkala 2.LANDAK a. Darit b. Kuala Behe 3. SAMBAS

20.000 10.000 10.000 6.395,7

1B3

S

1B1, 1B2, 1B3

S

1B1, 1B2, 1B3

S

Komoditi Kelapa Sawit

V-8

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit (lanjutan) PROVINSI /KABUPATEN/ KECAMATAN KALIMANTAN TENGAH Barito Selatan Barito Utara Barito Timur Kapuas Murung raya KALIMANTAN TIMUR KUKAR a. Tenggarong b.Tenggarong Seberang c. Loa Kulu d. Loa Janan e.Muara Jawa f. Samboja g. Sanga-sanga h.Anggana i. Muara badak j. Marang Kayu k. Muara Kaman p. Kenohan l. . Sebulu m. Muara Wis n. Kota Bangun o. Muara Muntai q. Kembang janggut r. Tabang SULAWESI SELATAN LUWU UTARA a. Masamba b. Sabbang c. Baebunta d. Limbong e. Seko f. Rampi g. Malangke h. Malangke Barat i. Mappedeceng j. Sukamaju k.Bone-bone SULAWESI TENGGARA 1 KONAWE a.Asera b.Wiwirano 2. KONAWE SELATAN a.Angata

Luas Lahan Tersedia (ha)

Zona Agroekologis

Kelas Kesesuaian

-

1B1, 1B3 1B2, 1B3 1B2, 1B3

S S S

-

S

-

1B3 1B2, 1B3

S

432.671 1.199 3.418 25.790 299 18.830 4.833 2000 9.000 2.000 115.864 54.818 140 17.778 31.966 3.021 56.508 85.202

1B2, 1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3 1B2,1B3

S S S S S S S S S S S S S S S S S S

27.818 16.280 10.000 13.750 13.587 18.750 3.534 420 7.000 10.653 8.550

ND ND ND 2B3 ND ND ND ND ND ND ND

N -

86.000

1B1,1B3, H1

S

30.000

1B1,1B3, H1

S

Komoditi Kelapa Sawit

V-9

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit (lanjutan) PROVINSI /KABUPATEN/ KECAMATAN 3.KOLAKA a.Mowewe b.Mowewe Selatan 4.BUTON a. Rarowatu b. Kabaena Timur c. Kabaena

Luas Lahan Tersedia (ha) 8.163 3.500 500 500

PAPUA 1.YAPEN,WAROPEN 2.NABIRE,MANOKWARI 3. SORONG, FAKFAK 4. MERAUKE

49.600 70.000 40.000 >10.000

P. Komdum

>10.000

MALUKU KAB. HALMAHERA UTARA a. Morotai Utara b. Morotai Selatan c. Loloda Utara d. Galela e.Tobelo f. Kao g. Maliput

10.160 3.879 11.800 15.178,5 12.392 4.400 5.425

Zona Agroekologis

Kelas Kesesuaian

1B1,1B3

S

1K2,

N

1B2,1B3, H1 1B3, H2 1B3, H1 1K1

S S S N

1K1

N

1B1, 1B3 1B1, 1B3 IB3 1B1, 1B3 IB3 1B1, 1B3 1B1, 1B3 1B1, 1B3

S S S S S S S S

Keterangan : ND : nama tempat tidak ditemukan di peta NR. : Lahan Kehutanan Tidak direkomendasikan untuk alih fungsi S : Suitable (sesuai ) untuk pengembangan N : Tidak sesuai untuk pengembangan H : Peruntukan Hutan (-) : Tidak dapat diinformasikan 1B3 : Sesuai untuk pengembangan kelapa sawit (termasuk karet dan kakao) 1K2 : Sesuai untuk pengembangan tebu

Berdasarkan pada tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hampir semua lahan yang teridentifikasi masih belum digunakan potensial dan relatif sesuai untuk pengembangan kelapa sawit. Untuk pengembangan lebih lajut perlu dilakukan pengkajian lebih detail sampai kesesuaian lahan tingkat famili. Pada dasarnya zona lahan-lahan yang dapat dikelompokan sebagai lahan dataran rendah beriklim basah merupakan lahan-lahan yang sesuai dan dapat dikembangkan untuk tanaman kelapa sawit. Dalam pengembangan suatu komoditi perkebunan tidak hanya melihat kesesuaian lahan saja tetapi harus dilihat ketersediaan lahan. Sebagaimana diketahui dalam pengembangan suatu komoditi perkebunan agar menguntungkan harus memenuhi batas minimal luasan yang ekonomis. Untuk pengembangan kelapa sawit yang ekonomis adalah dengan luasan kebun 10.000 ha, yaitu setara dengan pabrik pengolahan kelapa sawit kapasitas 60 ton/jam, namun demikian lahan kebun dengan

Komoditi Kelapa Sawit

V - 10

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

luasan minimal 6000 ha atau setara dengan kapasitas pabrik pengolahan kelapa sawit 30 ton per jam masih memberikan keuntungan.

5.4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Di Wilayah Indonesia Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam peningkatan dan pengembangan komoditi kelapa sawit. Seperti misalnya prasarana transportasi jalan serta jaringan telekomunikasi. Di Indonesia, masih banyak Provinsi yang belum begitu memadai kondisi prasarana transportasi jalannya. Untuk peningkatan komoditi kelapa sawit terutama untuk skala menengah dan skala besar, keberadaan jalan dengan fungsi dan kelas tertentu sangat diperlukan seperti misalnya jalan nasional dengan fungsi arteri primer dan jalan Provinsi dengan fungsi kolektor primer. Pada Tabel 5.3. di bawah ini memperlihatkan panjang jalan nasional dan jalan Provinsi di sebagian wilayah di Indonesia. Tabel 5.3. Rekapitulasi Jalan Nasional & Jalan Provinsi di Beberapa Wilayah di Indonesia Tahun 2002 No.

Provinsi

Jalan Nasional (Km)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung DKI Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kallimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Irian Jaya

2,511.26 3,346.19 1,428.81 1,709.54 1,159.89 1,366.63 2,661.71 2,450.14 -2,930.55 2,589.61 624.45 3,731.80 846.89 1,863.40 3,151.75 2,036.92 523.51 1,542.43 954.23 938.09 1,799.29 1,884.84 1,489.07 2,011.97 218.39 1,676.08

Jalan Provinsi (Km) 2,024.19 2,754.32 1,472.94 1,607.35 992.11 921.61 2,716.38 1,097.86 1,097.86 1,942.25 2,580.06 638.54 2,000.83 674.83 1,532.11 3,254.42 1,885.24 906.72 980.24 745.96 916.66 1,566.89 1,559.55 1,178.58 1,890.70 824.57 961.84

Total Jalan Nasional + Jalan Provinsi (Km) 4,535.45 6,100.51 2,901.75 3,316.89 2,152.00 2,288.24 5,378.09 3,548.00 1,097.86 4,872.80 5,169.67 1,262.99 5,732.63 1,521.72 3,395.51 6,406.17 3,922.16 1,430.23 2,522.67 1,700.19 1,854.75 3,366.18 3,444.39 2,667.65 3,902.67 1,042.96 2,637.92

Luas Wilayah (km2) 51,937 73,587 42,899 94,560 53,437 19,789 93,083 35,384 664 34,597 32,549 3,186 47,922 5,633 20,153 47,351 146,807 153,564 43,546 230,277 15,273 63,678 62,365 38,140 46,975 30,895 365,466

Rasio Panjang Jalan Nasional + Provinsi per Luas Wilayah (Km/Km2) 0.09 0.08 0.07 0.04 0.04 0.12 0.06 0.10 1.65 0.14 0.16 0.40 0.12 0.27 0.17 0.14 0.03 0.01 0.06 0.01 0.12 0.05 0.06 0.07 0.08 0.03 0.01

Sumber : Diolah dari Data Departemen Pekerjaan Umum dan BPS.

Komoditi Kelapa Sawit

V - 11

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Dari Tabel 5.3., dapat dilihat beberapa Provinsi di Indonesia yang terlihat menonjol keberadaan jalan nasional dan jalan Provinsi dengan dibandingkan terhadap luasan wilayahnya. ProvinsiProvinsi tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, seluruh Provinsi di Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Untuk prasarana penunjang lainnya, yaitu telekomunikasi, pada umumnya di setiap wilayah Indonesia sudah terdapat prasarana telekomunikasi. Hanya saja mungkin belum menjangkau wilayah keseluruhan, terkecuali wilayah yang terdapat di Pulau Jawa yang hampir sudah terjangkau semua wilayahnya oleh prasarana telekomunikasi. Untuk lebih jelasnya, seberapa jauh keberadaan prasarana ini dapat dilihat pada Tabel 5.4. di bawah. Rasio sambungan telepon terhadap luas wilayah dapat menunjukkan kerapatan pelayanan prasarana telekomunikasi di wilayah, sedangkan rasio telepon terhadap penduduk menunjukkan tingkat pelayanan parasarana telekomunikasi terhadap penduduk wilayah. Untuk kepentingan investasi rasio yang lebih dilihat adalah rasio terhadap luas wilayah, tetapi paling tidak rasio terhadap jumlah penduduk juga dapat memberi gambaran seberapa besar pelayanan eksisting dan tingkat kemajuan rata-rata wilayah. Tabel 5.4. Prasarana Telekomunikasi Telepon di Beberapa Wilayah Indonesia Tahun 2001/2002

No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Provinsi

NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung DKI Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kallimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

Telepon (Satuan Sambungan Telepon) 88,740 400,452 142,255 204,794 54,053 28,800 124,940 115,632 3,478,896 879,004 770,234 127,957 1,829,803 218,664 53,666 24,832 99,298 36,105 288,386

Populasi (ribu)

Luas Wilayah (km2)

4,240,000 11,642,000 4,249,000 5,596,000 2,407,000 1,525,000 6,522,000 6,963,000 8,640,000 38,138,000 32,175,000 3,211,000 36,270,000 3,363,000 4,025,000 4,094,000 3,969,000 1,838,000 2,720,000

51,937 73,587 42,899 94,560 53,437 19,789 93,083 35,384 664 34,597 32,549 3,186 47,922 5,633 20,153 47,351 146,807 153,564 43,546

Rasio Sambungan Telepon terhadap Jumlah Penduduk 0.02 0.03 0.03 0.04 0.02 0.02 0.02 0.02 0.40 0.02 0.02 0.04 0.05 0.07 0.01 0.01 0.03 0.02 0.11

Rasio Sambungan Telepon terhadap Luas Wilayah 1.71 5.44 3.32 2.17 1.01 1.46 1.34 3.27 5,239.30 25.41 23.66 40.16 38.18 38.82 2.66 0.52 0.68 0.24 6.62

Komoditi Kelapa Sawit

V - 12

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.4. Prasarana Telekomunikasi Telepon di Beberapa Wilayah Indonesia Tahun 2001/2002 (lanjutan)

No.

Provinsi

20 Kalimantan Selatan 21 Sulawesi Utara 22 Sulawesi Tengah 23 Sulawesi Selatan 24 Sulawesi Tenggara 25 Maluku 26 Maluku Utara 27 Irian Jaya Sumber : Badan Pusat Statistik.

Telepon (Satuan Sambungan Telepon)

Populasi (ribu)

103,198 64,017 74,759 244,515 33,370 43,390 14,685 38,104

3,188,000 2,136,000 2,221,000 8,253,000 1,887,000 1,224,000 858,000 2,366,000

Luas Wilayah (km2) 230,277 15,273 63,678 62,365 38,140 46,975 30,895 365,466

Rasio Sambungan Telepon terhadap Jumlah Penduduk 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02 0.04 0.02 0.02

Rasio Sambungan Telepon terhadap Luas Wilayah 0.45 4.19 1.17 3.92 0.87 0.92 0.48 0.10

Dari Tabel 5.4., terlihat bahwa wilayah-wilayah yang menonjol keberadaan prasarana telekomunikasinya terhadap luas wilayah selain wilayah-wilayah yang terdapat di Pulau Jawa adalah Sumatera Utara, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Namun apabila dihubungkan antara jumlah satuan sambungan telepon dengan jumlah penduduk, terlihat bahwa ketersediaan prasarana telekomunikasi hampir merata di tiap Provinsi. Dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia, Tabel 5.4. juga menunjukkan bahwa ketersediaan yang sangat signifikan terdapat di wilayah yang berada di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Bali dan Sulawesi Selatan. Namun masalah sumber daya manusia pada wilayah lainnya dapat diatasi dengan mendatangkan dari wilayah yang berlebih sumber dayanya, seperti misalnya dari wilayah di Pulau Jawa. Selain prasarana telekomunikasi dan prasarana jalan, faktor ketersediaan juga energi listrik juga menjadi pertimbangan dalam usaha investasi pengembangan komoditi kelapa sawit. Berdasarkan Statistik Indonesia tahun 2003, energi listrik yang didistribusikan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dapat dilihat pada Tabel 5.5. di bawah ini. Tabel 5.5. Listrik yang Didistribusikan oleh PT PLN di masing-masing Wilayah di Indonesia Wilayah I II III IV

Wilayah PLN Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat, Riau Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung

Distribusi Listrik (MWH) 479 3876 2671 3209

Komoditi Kelapa Sawit

V - 13

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.5. Listrik yang Didistribusikan oleh PT PLN di masing-masing Wilayah di Indonesia (lanjutan) Wilayah V VI VII VIII IX X XI Distribusi Distribusi Distribusi Distribusi Distribusi

Wilayah PLN Provinsi Kalimantan Barat

Distribusi Listrik (MWH) 738

Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur

2178

Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara Maluku, Maluku Utara Papua Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat, Banten Jakarta, Tangerang Batam

854 1904 219 352 2220 14640 10987 25713 19178 661

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003.

Dari Tabel 5.5. menunjukkan bahwa distribusi listrik yang signifikan terdapat di Pulau Jawa. Sedangkan untuk wilayah di luar Pulau Jawa, distribusi yang cukup besar adalah wilayah II (Sumatera Utara), III (Sumatera Barat dan Riau), IV (Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung), VI (Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur), VIII (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara) , dan XI (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur). Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Barat juga mengkonsumsi listrik yang cukup signifikan. Dari berbagai kekurangan dan kelebihan pada wilayah-wilayah seperti yang telah dijabarkan di atas, maka pada sub bab berikut akan disajikan analisis investasi berkaitan dengan komoditi kelapa sawit untuk mengetahui wilayah mana yang memiliki nilai potensi investasi yang besar dengan memberikan suatu penilaian komparatif pada tiap Provinsi di Indonesia. 5.5. Keunggulan Komperatif Komoditi Kelapa Sawit di Wilayah Pengembangan Untuk melihat keunggulan komperatif di suatu wilayah digunakan analisis perbandingan keunggulan masing-masing komoditas. Parameter yang digunakan adalah kesesuaian agroekologis wilayah pengembangan tersebut, ketersediaan lahan untuk pengembangan, ketersediaan SDM di lokasi pengembangan, dan ketersediaan infrastruktur di lokasi pengembangan. Masing-masing parameter tersebut terdiri dari 5 tingkatan yaitu : (a) sangat rendah nilai 1, (b) rendah dengan nilai 2, (c) sedang dengan nilai (3), (d) tinggi dengan nilai 4, dan (e) sangat tinggi dengan nilai 5. Penilaian parameter untuk kesesuaian lahan bagi kelapa sawit berdasarkan kriteria seperti yang tertera pada Tabel. 5.6.

Komoditi Kelapa Sawit

V - 14

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.6. Kriteria Penilaian Kesesuaian lahan: Nilai 1 2 3 4 5

Kriteria Lahan tidak sesuai untuk pengembangan komoditas, menurut RTRWK merupakan kawasan hutan Lahan sesuai untuk pengembangan komoditas, menurut RTRWK merupakan kawasan hutan Lahan kurang sesuai untuk pengembangan komoditas, menurut RTRWK bukan merupakan kawasan hutan Lahan sesuai untuk pengembangan komoditas, menurut RTRWK bukan merupakan kawasan hutan Lahan sangat sesuai, menurut RTRWK bukan merupakan kawasan hutan

Penilaian ketersediaan lahan di wilayah pengembangan ditentukan oleh lahan yang tersedia untuk pengembangan suatu komoditas. Kriteria penilaian ketersediaan lahan untuk masing-masing komoditas bisa disimak pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Penilaian Ketersediaan Lahan Nilai 1 2 3 4 5

Luas Lahan yang Tersedia untuk Pengembangan (ha) < 3000 3001 – 5000 5001 – 8000 8001 -10000 >10000

Penilaian sarana prasarana didasari oleh tersedia tidaknya sarana jalan, sarana telekomunikasi dan sarana listrik. Lebih rinci kriteria penilaian ketersediaan saran dan parasarana dapat dilihat pada Tabel 5.8., sedangkan kriteria ketersediaan SDM dapat disimak pada Tabel 5.9. Tabel 5.8. Kriteria Penilaian Sarana dan Prasarana Nilai 1 2 3 4 5

Kriteria Tidak ada sarana transportasi, tidak ada sarana telekomunikasi, tidak ada sumber listrik Hanya terdapat sarana transportasi air, tidak ada sarana telekomunikasi, tidak ada ada sumber listrik Hanya terdapat sarana transportasi darat, tidak terdapat sarana telekomunikasi, dan sumber listrik Terdapat sarana tranportasi air dan darat, tidak terdapat sarana telekomunikasi, dan sumber listrik Terdapat sarana transportasi air dan darat. Terdapat sarana telekomunikasi anumber listrik

Tabel 5.9. Kriteria Penilaian Ketersediaan SDM Nilai 1 2 3 4 5

Kriteria SDM kurang dan jauh SDM dapat terpenuhi dari kawasan sekitar (dekat lokasi) SDM cukup tersedia di lokasi SDM tersedia (non educative) SDM tersedia (educative dan non educative)

Komoditi Kelapa Sawit

V - 15

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Sehubungan ketersediaan lahan merupakan parameter yang paling penting dalam pengembangan suatu komoditi, maka parameter ini dibri bobot 40 %. Adapun bobot untuk parameter kesesuaian lahan adalah 30 % dan parameter ketersediaan sarana prasarana serta ketersediaan SDM diberi bobot masing-masing 15 %. Nilai rata-rata tertinggi mempunyai makna mempunyai keunggulan komperatif paling tinggi. Secara logis nilai rata-rata > 2.5 dapat diartikan bahwa komoditi tersebut dapat dikembangkan dan mempunyai nilai komperatif. Analisis komperatif untuk komoditi kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 2. Secara umum, pada ketersedian lahan lebih dari 5.000 ha tanaman kelapa sawit mempunyai nilai komparatif yang tinggi untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. Untuk lahan yang kurang dari 5.000 ha, lebih baik ditanami tanaman perkebunan lainnya. Kondisi demikian dapat difahami karena dalam pembobotan ketersediaan lahan mempunyai nilai paling tinnggi yaitu 40 % dan untuk pengembangan komoditas kelapa sawit memerlukan lahan yang ralatif luas (sebaiknya lebih dari 10.000 ha). Pengembangan kelapa sawit mempunyai nilai kompreratif yang tinggi di kabupaten Natal dan Tarutung Provinsi Sumatera Utara. Hampir semua wilayah yang diusulkan di daerah kabupaten Kampar dan Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau merupakan daerah yang mempunyai nilai komperatif tinggi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit. Kondisi demikian terjadi juga di kabupaten-kabupaten pada Provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Seperti halnya di pulau Sumatera, di Kalimantan pun pada umumnya mempunyai nilai kompreratif yang tinggi untuk tanaman kelapa sawit. Selain itu, pengembangan perkebunan kelapa sawit di kawasan Timur Indonesia yang mempunyai nilai komparatif tinggi, dapat dikembangkan di Sulawesi (Kabupaten Luwu Utara, Konawe, Kolaka), Maluku (Kabupaten Halmahera Utara) dan Papua (Yapen, Waropen, Nabire, Manokwari, Sorong, Fak-Fak). Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran, diperoleh nilai rata-rata untuk masing-masing Provinsi yang dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing Provinsi Provinsi/Kabupaten/Kecamatan Sumatera Barat Riau Kalimantan Barat Maluku Kalimantan Selatan Sumatera Utara Kalimantan Timur Jambi Papua Sumatera Selatan

Kesesuaian Lahan 30 % 4,56 5,00 5,00 5,00 4,80 4,67 5,00 2,88 3,20 4,82

Ketersediaan Lahan 40 % 4,56 4,08 4,00 3,86 3,60 3,00 3,29 5,00 5,00 2,94

Ketersediaan SDM 15 % 3,22 3,08 2,25 2,43 3,00 3,83 2,67 2,65 1,40 2,59

Ketersediaan Infrastruktur 15 % 2,56 2,08 2,25 2,14 2,50 2,83 2,56 2,13 1,80 2,00

Nilai Komperatif 4,06 3,91 3,78 3,73 3,71 3,60 3,60 3,58 3,44 3,31

Komoditi Kelapa Sawit

V - 16

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing Provinsi Provinsi/Kabupaten/Kecamatan Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Kalimantan Tengah

Kesesuaian Lahan 30 % 2,91 2,83 5,00

Ketersediaan Lahan 40 % 3,91 3,00 0,00

Ketersediaan SDM 15 % 2,00 2,83 2,80

Ketersediaan Infrastruktur 15 % 2,09 2,17 2,80

Nilai Komperatif 3,05 2,80 2,34

Menurut nilai komperatif kesesuaian lahan, tiga Provinsi teratas yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Menurut nilai komperatif ketersediaan lahan, tiga Provinsi teratas yaitu Provinsi Jambi, Papua, dan Sumatera Barat. Menurut nilai komperatif ketersediaan SDM, lima Provinsi teratas yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau. Menurut nilai komperatif ketersediaan infrastruktur, tiga Provinsi teratas yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Sumatera Barat. Dilihat dari nilai rata-rata komperatif setiap Provinsi, maka Provinsi Sumatera Barat menempati urutan teratas diikuti oleh Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Jambi, Papua, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah.

Komoditi Kelapa Sawit

V - 17

Penyusunan Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar serta Peluang Investasinya di Indonesia

5.1 Agroekologis Komoditi Kelapa Sawit 5.1.1. Persyaratan Tumbuh Komoditi Kelapa Sawit 5.1.2. Sebaran Wilayah Agroekologis Kelapa Sawit 5.2 Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditi Kelapa Sawit 5.2.1. Klasifikasi Kesesuaian Lahan 5.2.2. Kriteria Kesesuaian Lahan Kelas Kesesuaian Lahan 5.3. Kesesuaian Agroekologis Tanaman Kelapa Sawit 5.4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Di Wilayah Indonesia 5.5. Keunggulan Komperatif Komoditi Kelapa Sawit di Wilayah Pengembangan

1 1 3 4 4 5 6 6 11 14

Tabel 5.1. Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit .................... 6 Tabel 5.2. Hasil Evaluasi Agroekologis untuk Tanaman Kelapa Sawit .................... 7 Tabel 5.3. Rekapitulasi Jalan Nasional & Jalan Provinsi di Beberapa Wilayah di Indonesia Tahun 2002................................................................................................11 Tabel 5.4. Prasarana Telekomunikasi Telepon di Beberapa Wilayah Indonesia Tahun 2001/2002........................................................................................................12 Tabel 5.5. Listrik yang Didistribusikan oleh PT PLN di masing-masing Wilayah di Indonesia....................................................................................................................13 Tabel 5.6. Kriteria Penilaian Kesesuaian lahan: ........................................................15 Tabel 5.7. Penilaian Ketersediaan Lahan ..................................................................15 Tabel 5.8. Kriteria Penilaian Sarana dan Prasarana ..................................................15 Tabel 5.9. Kriteria Penilaian Ketersediaan SDM .......................................................15 Tabel 5.10. Rata-rata Nilai Komparatif Komoditi Kelapa Sawit di masing-masing Provinsi.......................................................................................................................16

Komoditi Kelapa Sawit

V - 18

Related Documents