Kala 4 Fix.docx

  • Uploaded by: nurma aulia margana
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kala 4 Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,783
  • Pages: 13
ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN KALA IV A. PENDAHULUAN 1.

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan, atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002)

2.

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002) Tahap persalinan adalah : 1. Kala I

: Pembukaan serviks – 10 cm (lengkap)

2. Kala II

: Pengeluaran janin

3. Kala III

: Pengeluaran & pelepasan plasenta

4. Kala IV

: Dari lahirnya uri selama 1-2 jam

Kala IV adalah masa selama 1-2 jam setelah pengeluaran uri. Dua jam masa pertama pasca persalinan merupakan masa krisis bagi ibu dan neonates (bayi baru lahir). Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa di mana ibu baru melahirkan bayi dari dalam perutnya dan neonatus sedang menyesuaikan kehidupan dengan dunia luar. Petugas medis harus tinggal bersama ibu dan neonatus untuk memastikan bahwa keduanya berada dalam kondisi stabil dan mampu mengambil tindakan yang tepat dan cepat untuk mengadakan stabilisasi. Sebagian dari asuhan kebidanan selama kala IV ini ialah memberikan konseling kepada ibu dan anggota keluarganya mengenai tanda-tanda bahaya dan asuhan pada masa post-partum. B. FISIOLOGI KALA IV 1. Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk meamantau kondisi ibu 2. Kala IV terjadi sejak plasenta lahir 1-2 jam sesudahnya, hal-hal yang perl diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali ke bentuk normal. Itu dapat dilakukan dengan melakukan rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. Perlu juga diperhatikan bahwa plasenta telah

lahir lengkap dan tidak ada yang tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut. Perkiraan pengeluaran darah, laserasi atau luka episiotomy serta pemantauan dan evaluasi lanjut juga perlu diperhatikan. C. EVALUASI UTERUS Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus ke bentuk normal. Kontraksi uterus yang tidak kuat dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri, yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan. Untuk membantu uterus berkontraksi, bisa dilakukan dengan masase agar uterus tidak lembek dan mampu berkontraksi secara kuat. Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus, akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan. Bila dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (masase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan kompresi Bimanual. Dapat diberikan obat oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya perdarahan post-partum. D. PEMERIKSAAN SERVIKS, VAGINA DAN PERINIUM Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet. Segera setalah kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyelurruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan. Serviks, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta karena ti dak ada perdarahan rahim yang mengaburkan pandangan. Pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam waktu 5-10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan,

karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran plasenta, perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang mungkin berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi perdarahan dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. Kalau pasien mnghadapi perdarahan nifas (misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar, atau hidramnion), diperlukan pembuangan plasenta secara manual. Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemorrhoid yang keluar, periksa anus dengn rectal toucher. Laserasi dapat dikategorikan dalam: 1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit. 2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit) 3. Derjat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan sfingter ani. 4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, dan sfingter ani yang meluas hingga ke rectum. Rujuk segera. E. PEMANTAUAN DAN EVALUASI LANJUT KALA IV Sebagian besar kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklamsia. Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting. Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang telah mereka lakukan selama kala I, II, III untuk memastikan ibu tidak menemui masalah apapun. Mereka kemudian mengevaluasi rencana asuhan dengan cara mengumpulkan data lebih banyak. Karena terjadi perubahan fisiologis, pemantauan dan penanganan yang dilakukan oleh tenaga medis adalah: 1. Vital sign Tekanan darah <90/60 mmHg, jika denyut nadinya normal, tekanan darah yang rendah seperti ini tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi, jika tekanan darah <90/60 dan nadinya >100x/menit, ini mengidentifikasi adanya suatu masalah.

Bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk membuat diagnosis. Mungkin ibu sedang mengalami demam atau terlalu banyak mengeluarkan darah. 2. Suhu Suhu tubuh yang normal adalah <38OC. Jika suhunya >38OC,, bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk memungkinkan identifikasi masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin disebabkan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau ada infeksi. 3. Tonus uterus dan ukuran tinggi uterus Tonus uterus dan tinggi fundus uteri-Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau di bawah pusat; uterus lembek (lakukan masase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin). Perdarahan: perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari ja;lan lahir, kontraksi atau kandung kencing). 4. Perdarahan Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut perempuan per jam, selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab perdarahan berat harus diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah kandung kencing kosong. 5. Kandung kencing Jika kandung kencing penuh dengan air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping,ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung kencingnya penuh. Bantulah ibu anak bangun coba apakah ia bisa buang air kecil. Jika tidak bisa buang air kecil, bantulah ia agar merasa rileks dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat, mengucurkan air ke atas perineum, dengan menjaga privasinya. Jika ia tetap tidak dapat kencing, lakukan katerisasi. Setelah kandung kencingnya kosong, uterus akan dapat berkontrasksi dengan baik. 6. Lochea

a. Lochea rubra (cruenta) = berisi darah segar,s el-sel decidua dan chorion. Terjadi selama 2 hari pasca persalinan b. Lochia sanguinolenta = warna merah kuning berisi darah dan lender. Terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan c. Lochia serosa = berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi. Terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan d. Lochia alba = cairan pitih terjadi pada hari setelah 2 minggu 7. Pemantauan keadaan umum ibu a. Setelah lahirnya plasenta: 1) Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi 2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang antar pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau lebih bawah misalnya jika dua jari bisa diletakkan dibawah pusat dan di atas fundus uteri, disebut dua jari bawah pusat. 3) Perkiraan kehilangan darah secara keseluruhan 4) Periksa perineum dari perdarahan aktif, misalnya apakah dari laserasi atau episiotomy 5) Evaluasi kondisi ibu secara umum 6) Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan b. Asuhan dalam 2 jam post-partum, antara lain: 1) Melanjutkan

pemantauan

kontraksi

uterus

dan

perdarahan

pervagina a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan d) Jika uterus tidka berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri

e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan lakukan penjahitan dengan anestesi local dan gunakan teknik yang sesuai 2) Mengajarkan pada ibu dan keluarga melakukan massase uterus dan memeriksa kontraksi 3) Mengevaluasi kehilangan darah 4) Memriksa tekanan darah, nadi, keadaan kandung kemih tiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan 5) Memriksa temperatyr tubuh ibu seklai setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan 6) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal F. PERKIRAAN DARAH YANG HILANG Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darag secara tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban dan mungkin terserap handuk, kain dan sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah sarung karena ukuran sarung bermacam macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah juga tidak mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakkan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan tekanan darah). Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, tachicardi dan hipotensi (sistolik turun ≥ 30 mmHg dari kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan500 ml–1000ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan darah 50% (2000-2500 ml). Penting sekali untuk selalu memantau keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan konraksi uterus. G. MELAKUKAN PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI 1. Prinsip penjahitan luka episiotomy/laserasi perineum

a) Indikasi episiotomy 1) Gawat janin 2) Persalinan per vaginam dengan penyulit (sungsang, tindakan vakum ataupun forceps) 3) Jaringan parut (perineum dan vagina) yang menghalangi kemajuan persalinan b) Tujuan penjahitan 1) Untuk menyatukan kembali jaringan yang luka 2) Mencegah kehilangan darah c) Keuntungan teknik jelujur Selain teknik jahit satu-satu, dalam penjahitan digunakan teknik dengan model jelujur. Adapun keuntungannya adalah: 1) Mudah dipelajari 2) Tidak nyeri 3) Sedikit jahitan d) Hal yang perlu diperhatikan: Dalam melakukan penjaitan, perlu diperhatikan tentang: 1) Laserasi derajat satu, yang tidak memngalami perdarahan, tidak perlu dilakukan penjahitan 2) Menggunakan sedikit jahitan 3) Menggunakan selalu teknik aseptic 4) Menggunakan anastesi local, untuk memberikan kenyamanan ibu e) Keuntungan Penggunaan Anastesi Lokal 1) Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu) 2) Bidan lebih leluasa dalam penjahitan 3) Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah) 4) Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi) 5) Cairan yang digunakan: Lidocain 1% f) Tidak dianjurkan penggunaan pada:

1) Lidocain 2% (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan) 2) Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan memperpanjang efek kerjanya) g) Nasehat untuk Ibu (pasien) Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasihat kepada ibu. Ini berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasihat yang diberikan dintaranya: 1) Menjaga perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih 2) Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya 3) Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersihs esering mungkin 4) Menyarankan ibu mengonsumsi makanan dengan gizi tinggi 5) Menganjurkan banyak minum 6) Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu setelah melahirkan untuk memeriksa luka jahitan h) Tanda bahaya kala IV Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dna keluarga tentang tanda bahaya: 1) Demam 2) Perdarahan aktif 3) Bekuan darah banyak 4) Bau busuk dari vagina 5) Pusing 6) Lemas luar biasa 7) Kesulitan dalan menyusui 8) Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa i) Deteksi dini patologi kala IV 1) Atonia uteri Atonia uteri

merupakan kegagalan myometrium

untuk

berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan

relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atobia uteri adalah terjadiya perdarahan. Perdarahan dari atonia uteri berasal dari pembuluh darah yang terbuka, pada bekas menempelnya plasenta yng lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Myometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengan merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Myometrium lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut di atas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan myometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari perdarahan pasca persalinan. Sekitar 50-60% darahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. Faktor-faktor predisposisi atonia uteri antara lain: 

Grandemultipara



Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar (BB>4000gram))



Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)



Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan antepartum)



Partus lama (exhausted mother)



Partus precipitatus



Hipertensi dalam kehamilan



Infeksi uterus-anemia berat



Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)



Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat plasent manual



Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong uterus sebelumplasenta terlepas.



IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)



Tindakan operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam

2) Penanganan Atonia Uteri a. Masase uterus + pemberian uterotonika (infus oksitosin 10 iu s/d 100 iu dalam 500ml dextrose 5%, 1 ampul ergometrin IV, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin b. Kompresi bimanual. Jika tindakan point satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada uterus. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri memakai telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain di belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan, tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekaligus menekannya terhadap tangan kiri. c. Tampon utero vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian. Tindakan ini oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya dengan usaha tersebut, perdarahan yang disebabkan oleh atonis uteri sudah dapat diatas. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka. Selain itu,

tekanan

tersebut

menimbulkan

rangsangan

pada

myometrium untuk berkontraksi. d. Tindakan operatif Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya di atas tidak dapat menghentikan perdarahan. Tindakan operatif yang dilakukan adalah: 1) Ligasi arteri uterine 2) Ligasi arteri hipogastrika dan arterina uterine, dilakukan untuk yang masih menginginkan anak. 3) Histerektomi j) Bentuk Tindakan dalam Kala IV Tindakan baik: 1) Mengikat tali pusat 2) Memeriksa tinggi fundus uteri 3) Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi 4) Membersihkan ibu dari kotoran 5) Memberikan cukup istirahat 6) Menyusui segera 7) Membantu ibu ke kamar mandi 8) Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi Tindakan yang Tidak Bermanfaat: 1) Tampon vagina-menyebabkan sumber infeksi 2) Pemakaian gurita-menyulitkan memeriksa kontraksi 3) Memisahkan ibu dan bayi 4) Menduduki sesuatu yang panas-menyebakan vasidolatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi. k) Langkah-langkah penatalaksanaan persalinan kala IV 1) Periks afundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

2) Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua 3) Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan 4) Bersihkan perineum dan kenakan pakaisn ibu yang bersih dan kering 5) Biarkan ibu istirahat 6) Biarkan ibu berada di dekat neonatus 7) Berikan kesempatan agar ibu membantu kontraksi uterus 8) Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi dan BAK. Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan. 9) Berikan petunjuk kepada ibu atau anggota keluarga mengenai: a) Cara mengamati kontraksi uterus b) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus Ibu-ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2 jam, dan sebelum dipindahkan ke ruang nifas, petugas medis harus yakin bahwa: (1) Keadaan umum ibu baik (2) Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan (3) Cedera perineum sudah diperbaiki (4) Pasien tidak mengeluh nyeri (5) Kandung kemih kosong H. SIMPULAN Asuhan kebidanan pada kala IV (pengawasan 2 jam setelah kelahiran) merupakan masa penting, dimana pada fase ini sering terjadi kondisi patologis pada ibu maupun bayi. Komplikasi paling sering pada saat ini adalah terjadinya perdarahan post-partum. Pada bayi, bisa terjadi asfiksia atau hipotermi pada saat ini. Oleh karena itu diperlukan pengawasan terhadap ibu dan bayi secara terjadwal. Observasi kala IV meliputi evaluasi terhadap kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar. Tanda-tanda vital meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi juga harus

dipantau. Bayi harus dipastikan sudah berhasil menyusu pada ibunya, dalam keadaan hangat serta tidak mengalami gangguan pernafasan.

I. TABEL PEMANTAUAN KALA IV

Related Documents

Kala 4.docx
May 2020 1
Kala 4 Fix.docx
May 2020 1
Kala
December 2019 33
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Kala - Uni
June 2020 18
Kala Paisa
May 2020 25

More Documents from "bharati"

Pi.docx
May 2020 0
Kala 4.docx
May 2020 1
Fix.docx
December 2019 1
Kala 4 Fix.docx
May 2020 1
Askep_dermatitis.docx
June 2020 8