Jurnal Kohayati 21 Juni 2018 Fix_laili Dkk._revisi Luty (1).docx

  • Uploaded by: Thania Budianto
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Kohayati 21 Juni 2018 Fix_laili Dkk._revisi Luty (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,501
  • Pages: 14
SKRINING FITOKIMIA TANAMAN Althernantera sp Teresa Febriyanti1,*, Thania Budianto1,Mitra Krisdayanti1, Laili Nurrohmah1 Program Studi Kimia – Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro52-60, Salatiga 50711,Jawa Tengah - Indonesia * Email :[email protected] ABSTRAK Altenanthera sp merupakan salah satu genus dari keluarga Amaranthaceae yang diperkaya dengan kandungan flavonoid, saponin, vitamin, glikosida dan senyawa metabolit sekunder lainnya. Maka dari itu dilakukan penelitian skrining Fitokimia Daun Altenanthera sp yang bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam daun Altenanthera sp. Metode yang digunakan adalah ekstraksi, fraksinasi berdasarkan kepolaran dan skrining fitokimia. Hasil fraksinasi yang diperoleh yaitu heksan, etil asetat, kloroform suasana asam, kloroform suasana basa dan metanol. Dengan rendemen fraksi heksan 1,84%; fraksi etil asetat 15,3 %; fraksi kloroform asam 0,34 %; dan fraksi kloroform basa 3,85%. Sedangkan nilai rendemen fraksi metanol tidak terkuantitasi. Hasil menunjukan bahwa dalam daun Altenanthera sp mengandung senyawa fenol, tannin, flavonoid, triterpenoid, steroid, kumarin dan alkaloid dan negatif terhadap identifikasi saponin dan minyak atsiri. Dilakukan juga prosedur uji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil uji KLT yang diperoleh yaitu nilai Rf fase gerak kloroform dari fraksi heksan sebesar 0,1429; 0,3143 dan 0,5714. Nilai Rf dari fraksi etil asetat sebesar 0,1429; 0,2857; 0,5429. nilai Rf dari fraksi kloroform asam sebesar 0,1143; 0,2857; 0,5429. Kata Kunci: Altenanthera sp, KLT, skrining fitokimia. ABSTRACT Altenanthera sp is one of the genera of the Amaranthaceae’s family enriched with flavonoids, saponins, vitamins, glycosides and other secondary metabolites. Therefore, the research of Alleanthera sp. Phytochemical screening is aimed to identify the chemical content contained in Altenantherasp’s leaves.The method used is extraction, fractionation based on polarity and phytochemical screening. The fractionation results obtained were hexane, ethyl acetate, chloroform acid, chloroform alkaline and methanol. With yield of 1.84% hexane fraction; fraction of ethyl acetate 15,3%; chloroform acid fraction 0.34%; and a 3.85% base chloroform fraction. While the value of methanol fraction rendement is not quantized. The results show that in leavesof Altenanthera sp contains phenol compounds, tannins, flavonoids, triterpenoids, steroids, coumarins and alkaloids and negative to the identification of saponins and essential oils. There is also a test procedure with Thin Layer Chromatography (TLC). The result of KLT test obtained is the Rf value of chloroform motion phase of the hexane fraction of 0.1429; 0.3143 and 0.5714. The Rf value of the ethyl acetate fraction is 0.1429; 0.2857; 0.5429. The Rf value of the acid chloroform fraction is 0.1143; 0.2857; 0.5429. Keywords: Altenanthera sp, phytochemical screening, TLC.

PENDAHULUAN Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan kerusakan terhadap jaringan dan organ tubuh. Oksidasi yang berlebihan terhadap asam nukleat, protein, lemak dan DNA sel dapat menginisiasi terjadinya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian 60% juta orang di seluruh negara

Jurnal Kimia Organik Hayati

berkembang. Jumlah prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia menunjukkan angka pravalensi sebesar 12,1 % penyakit stroke, 9,4 % penyakit hipertensi, dan 1,5 % penyakit jantung koroner (Jessica, 2013). Penyakit-penyakit degeneratif di atas disebabkan karena radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu molekul, atom atau

Page 1

grup atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas terbentuk dalam tubuh secara terus menerus, baik melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, serta akibat respons terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), dan asap rokok (Erik, 2005) Pembentukan radikal bebas secara alami terjadi di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari proses metabolisme tubuh. Radikal bebas yang ada pada tubuh adalah berupa hidroksil (OH•), anion superoksida (O2•), hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorid (HOCl), oksigen singlet (IO2) dan peroksil (•OOH) (Mely, 2012). Oleh sebab itu, tubuh membutuhkan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya. Antioksidan sangat berkaitan dengan penangkalan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dengan memperlambat proses oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif atau nitrogen reaktif (ROS/RNS) (Hery, 2013; Marmi, 2013). Antioksidan dapat berupa antioksidan enzimatis misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase, dan glutation peroksidase, dan antioksidan non-enzimatis misalnya vitamin A, C, E, β-karoten, flavonoid, isoflavin, flavon, antosianin, katekin, dan isokatekin. Antioksidan dari luar tubuh (non-enzimatis) dapat diperoleh dalam bentuk sintesis dan alami. Antioksidan sintesis seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT), buthylated hidroksianisol (BHA), dan tersbutylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat menghambat oksidasi. Antioksidan sintesis bersifat karsinogenik dalam jangka tertentu dapat menyebabkan racun dalam tubuh, sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang lebih aman (Lie dkk., 2012).

Jurnal Kimia Organik Hayati

Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayur-sayuran yang mengandung fitokimia, seperti flavonoid, isoflavin, flavon, antosianin, dan vitamin C. Salah satu tanaman yang mengandung antioksidan alami yaitu Altenanthera sp. Genus Alternanthera merupakan salah satu genus yang berasal dari keluarga Amaranthaceae. Genus ini terdiri dari sekitar 80 spesies yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dunia.Beberapa spesies yang tergolong ke dalam genus Alternanthera sp.yaitu:A. Philoxeroides, A. Pungens, A. Brasiliana, A. Lanceolata, A. Repens, A. Brasiliana, A. pungens, A. Sessilis, A. Tenella Colla,A. Repens,A. Maritima, A. pungens dan A. Sessilis. Genus Alternanthera diperkaya dengan flavonoid, saponin, vitamin, glikosida dan metabolit sekunder lainnya (Rudravarapu Shridhar and Lakshminarayana Gollamudi, 1993). Banyaknya manfaat yang terkandung dalam tanaman Altenanthera sp menjadikan para peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam mengekstrak tanaman ini terutama dalam bidang anti-inflamasi, imunomodifying, antitumor, dan antibakteri (Zavala MA, Perez C, Vergas R, and Perez Z, 1998). Oleh sebab itu, dilakukan penelitian ini dengan judul “Skrining Fitokimia Tanaman Althenatera sp” yang bertujuan untuk menentukan kandungan senyawa metabolit sekunder (antioksidan) yang terdapat pada tanaman Altenanthera sp. ALAT DAN BAHAN ALAT Spatula, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, corong, kertas saring, neraca analitik, vacum rotary evaporator, cawan porselen, lampu UV 254 dan UV 365, hot plate, tabung reaksi, rak tabung reaksi, plastic warp, beacker glass, erlenmeyer, kolf, pillius, penjepit, moisture analyzer, KLT,

Page 2

pipa kapiler, pisau, telenan, waterbath, dan kaca arloji.

BAHAN Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Althenatera sp yang diperoleh dari Salatiga. Untuk pelarut yang digunakan adalah hexan, etil asetat, kloroform, metanol, asam asetat anhidrat, asam sulfat, etanol, NH3 pekat, NH3 10%, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, aquades, HCl pekat, HCl 10%, NaOH 10%, gelatin, FeCl3, serbuk Mg dan butanol.

Daun Althenatera sp dianginanginkan pada suhu ruang kemudian dipotong kecil-kecil, lalu dimasukkan daun bayam yang sudah dipotong-potong ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan campuran metanol dan akuades sebanyak 350 mL. Ditutup mulut tabung dengan plastic warp dan di maserasi selama 1 hari. KADAR AIR 0,5 gram daun Althenatera sp ditimbang kemudian diukur kadar air sampel dengan alat moisture analyzer. EKSTRAKSI (Harborne, JB. 1987) Langkah kerja ekstraksi daun Altenanthera sp disajikan dalam gambar berikut.

METODE PENELITIAN PREPARASI SAMPEL

Gambar 1.Skema Ekstraksi Daun Altenanthera sp UJI SKRINING FITOKIMIA Flavonoid Masing-masing ekstrak sampel diteteskan sebanyak 2-3 tetes pada cawan porselin. Lalu ditambahkan sedikit serbuk Mg dan HCl 10% sebanyak 2-3 tetes. Jurnal Kimia Organik Hayati

Diamati perubahan yang terjadi. Hasil positif ditunjukkan dengan berubahnya warna larutan menjadi jingga/merah (Ciulei, J. 1988). Kumarin

Page 3

Masing-masing ekstrak sampel diteteskan sebanyak 2-3 tetes ke dalam tabung reaksi lalu dilarutkan dalam air panas dan didinginkan. Dibagi larutan menjadi dua tabung (tabung 1 sebagai blanko dan tabung 2 ditambahkan NH3 10%). Diamati perubahan yang terjadi dibawah sinar UV. Hasil positif ditunjukkan dengan munculnya pijaran kuat (Ciulei, J. 1984). Tanin Masing-masing ekstrak sampel dilarutkan dalam 10 mL air panas pada tabung reaksi, ditambahkan 5 tetes NaOH 10%. Dibagi filtrat menjadi 3 tabung reaksi (tabung 1 sebagai kontrol, tabung 2 ditambah 3 tetes larutan gelatin dan tabung 3 ditambah 1-2 larutan FeCl3). Pada tabung kedua jika muncul endapan di dasar tabung maka sampel tersebut memiliki kandunga tanin, jika tidak muncul endapan di dasar tabung maka sampel mengandung polifenol. Pada tabung ketiga jika muncul warna biru kehitaman maka sampel tersebut memiliki kandungan hydrolisatetanin sedangkan jika muncul warna hijau kecokelatan maka sampel tersebut memiliki kandungan katekol (tanin terkondensasi) (Ciulei, J. 1988). Triterpenoid dan Steroid Masing-masing ekstrak diteteskan sebanyak 2-3 tetes ke dalam tabung reaksi. Ditambahakan 0,5 mL kloroform dan 0,5 mL asam asetat anhidrat pada masingmasing tabung reaksi. Kemudian ditambahakan 1 pipet asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Diamati perubahan apa yang terjadi. Jika terdapat cincin kecokelatan atau violet maka sampel tersebut memiliki kandungan triterpenoid, jika terdapat cincin biru kehijauan maka sampel tersebut memiliki kandungan steroid (Ciulei, J. 1984). Alkaloid Masing-masing ekstrak diteteskan sebanyak 2-3 tetes ke dalam tabung reaksi.

Jurnal Kimia Organik Hayati

Ditambahkan 3 tetes NH3 pekat, 10 mL kloroform dan 3 tetes HCl 10% pada masing-masing tabung reaksi kemudian dikocok tabung reaksi. Dibagi filtrat menjadi 2 tabung (tabung 1 ditetesi 3 tetes pereaksi Meyer dan tabung 2 ditetesi 3 tetes pereaksi Dragendorff). Diamati perubahan apa yang terjadi. Hasil positif ditunjukkan dengan munculnya endapan kekuningan pada tabung 1 dan endapan orange/jingga pada tabung 2 menunjukkan adanya alkaloid (Ciulei, J. 1988). Minyak Atsiri Disiapkan kaca arloji kemudian diisi dengan masing-masing ekstrak sampel sebanyak 2-3 tetes, kemudian diuapkan pada waterbath. Diamati bau yang muncul kemudian ditambahkan 2-3 tetes etanol pada masing-masing kaca arloji lalu diuapkan kembali. Diamati bau yang timbul dari hasil penguapan, jika terdapat bau khas maka sampel tersebut positif memiliki kandungan minyak atsiri (Ciulei, J. 1984). Saponin Masing-masing ekstrak sampel diteteskan sebanyak 2-3 tetes ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 pipet akuades kedalam masing-masing tabung reaksi. Dikocok tabung reaksi selama 5 menit. Diamati perubahan apa yang terjadi. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya busa yang muncul dan dapat bertahan (Ciulei, J. 1988). KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Pada uji KLT dibuat 2 jenis fase gerak berupa BAA atau butanol:asetat:aqudes dengan perbandingan 4:1:5 dan 100% kloroform, kemudian dilakukan penotolan masing-masing hasil fraksi pemisahan ke plat silika gel F240. Dimasukan masing-masing fase gerak kedalam dua erlenmeyer yang berbeda secuukupnya (tidak menutupi batas awal KLT), kemudian diamsukkan kertas saring

Page 4

kedalam beaker dengan posisi berdiri dan beaker ditutup dengan cawan petri. Ditunggu sampai kertas saring terbasahi dengan fase gerak. Dimasukkan plat KLT kedalam beaker dengan posisi berdiri, ditunggu sampai fase gerak menyentuh batas atas KLT. Diambil plat KLT lalu dilihat hasil pemisahan dengan menyinari plat KLT dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi sampel daun Altenanthera sp ditimbang sebanyak 37,9 gram dan dibersihkan dengan air yang mengalir. Pembersihan daun bertujuan untuk membersihkan kotoran yang terdapat pada daun. Daun bayam merah yang sudah bersih dikeringkan dengan cara dianginanginkan di suhu ruang. Pengeringan dilakukan pada suhu 25º C agar senyawasenyawa metabolit sekunder yang terdapat pada daun Altenanthera sp tidak rusak akibat suhu yang tinggi. Daun Altenanthera sp yang telah dikeringkan, kemudian dipotong-potong kecil untuk memperluas permukaan sehingga difusi sampel dengan pelarut pada saat ekstraksi dapat berjalan dengan optimal. Sebelum diekstraksi, sampel daun yang telah dipotong dan dikeringkan diukur kadar airnya. Setelah dilakukan pengukuran kadar air daun Altenanthera sp sebanyak 4 kali pengulangan, hasil yang diperoleh yaitu 62%, 61,17%, 72,28%, 69,31%. Rata-rata kadar air daun Altenanthera sp yaitu 66,19%. Sampel diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan akuades. Perendaman dilakukan selama 1 hari agar semua senyawa metabolit sekunder dapat terekstrak sempurna. Daun Althenatera sp diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan akuades dengan perbandingan metanol:akuades sebesar 4:1. Maserasi

Jurnal Kimia Organik Hayati

dilakukan dengan cara merendam potongan daun Althenatera sp di dalam erlenmeyer berisi pelarut metanol dan akuades sebanyak 350 mL. Proses perendaman sampel akan menyebabkan pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik yang digunakan. Metanol digunakan sebagai pelarut maserasi karena mampu melarutkan hampir semua senyawa organik, baik polar, semi polar maupun non polar. Selain itu, metanol mempunyai titik didih yang cukup rendah (64,5 °C), sehingga lebih mudah untuk memisahkannya. Ekstraksi dengan pelarut metanol dan air dievaporasi pada suhu 40°C dengan tekanan 0,8 atm. Tujuan evaporasi pada tekanan tersebut adalah agar proses penguapan pelarut terjadi lebih cepat pada suhu rendah karena tekanan berbanding lurus dengan suhu sehingga saat tekanan rendah suhu yang dibutuhkan pelarut untuk menguap lebih rendah pula. Proses evaporasi dihentikan saat pelarut metanol berhenti menetes sehingga hasil evaporat diperoleh secara murni. Waktu evaporasi tidak boleh terlalu lama karena dapat mengakibatkan terjadinya degradasi senyawa bioaktif yang terkandung dalam sampel, sehingga dikawatirkan senyawa bioaktif dalam sampel pelarut etil asetat akan rusak. Semakin lama waktu yang digunakan untuk evaporasi dengan rotary evaporator dapat mengakibatkan terjadinya degradasi antosianin, hal inilah yang menyebabkan lebih rendahnya kadar antosianin yang diperoleh. Hasil maserasi diperoleh ekstrak metanol yang kemudian difraksinasi dengan pelarut kloroform menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan komponen penyusun daun Althenatera sp berdasarkan tingkat kepolarannya menjadi fraksi yang lebih sederhana. Proses fraksinasi dengan pelarut

Page 5

organik yang berbeda tingkat kepolarannya akan mempengaruhi jenis dan kadar senyawa yang terekstrak. Setelah dilakukan fraksinasi, diperoleh fraksi kloroform OH- sebesar 14,1 gram dengan rendemen 3,85% dan kloroform H+ sebesar 11,61 gram dengan rendemen 0,34%. Sedangkan pada fraksi metanol, nilai rendemennya tidak terkuantitasi (tidak dapat dihitung dengan teliti) karena metanol tidak dapat dikeringkan sehingga massa ekstrak metanol yang diperoleh tidak murni (masih mengandung pelarut). Residu Altenanthera sp dari hasil maserasi dengan metanol air kemudian dimaserasi dengan pelarut etil asetat

sebanyak 300 mL. Residu Altenanthera sp dari hasil maserasi dengan etil asetat kemudian dimaserasi lagi dengan n-heksan sebanyak 300 mL. Hasil ekstrak etil asetat berupa cairan pekat berwarna hijau tua kehitaman dengan berat 11,61 g dan rendemen sebesar 15,3%. Hasil ekstraksi diperoleh fraksi heksan sebesar 3,93 g dan rendemen sebesar 1,84%. Setelah diperoleh 5 fraksi hasil fraksinasi, kemudian masing-masing fraksi diuji kandungan senyawa metabolit sekundernya yaitu uji flavonoid, kumarin, tanin, triterpenoid, steroid, dan alkaloid. Hasil uji skrining fitokimia daun Altenanthera sp disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Skrining Fitokimia Daun Altenanthera sp

1. 2. 3. 4. 5. 6. -

Flavonoid Kumarin Tanin Gelatin FeCl3 Triterpenoid Steroid Alkanoid Meyer Dragendroff

Hexan

Etil Asetat

Asam

Basa

Metanol

+

+ -

+

+

++

+ + +

+ -

++ + -

+ -

+ + -

+

+ -

+ +

-

-

Golongan tanin merupakan senyawa fenolik yang cenderung larut dalam pelarut semi polar dan polar. Apabila tanin menunjukkan hasil positif maka fenolik juga sama, karena tanin termasuk senyawa fenolik, tetapi kalau fenolik positif, tanin belum tentu positif (Harbone,1987). Pada uji tanin terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel dilakukan dua jenis pengujian yaitu dengan penambahan gelatin dan FeCl3. Uji positif terhadap penambahan gelatin menunjukkan adanya kandungan tanin pada sampel sedangkan uji negatif pada penambahan gelatin menunjukkan adanya kandungan polifenol.

Jurnal Kimia Organik Hayati

Pada uji tanin hasil positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi hitam. Perubahan warna tersebut disebabkan adanya ikatan kovalen antara ion Fe3+ dengan atom O- dari gugus fungsi OH senyawa tanin yang melepaskan atom H dan menghasilkan senyawa kompleks berwarna hijau kehitaman, ungu, biru, atau hitam. Sampel kloroform H+ dan heksan positif mengandung tanin, sedangkan untuk sampel metanol, etil asetat dan kloroform OH- mengandung polifenol. Uji positif terhadap penambahan FeCl3 menunjukkan

Page 6

adanya kandungan tanin terkondensasi pada sampel, hasil yang diperoleh semua sampel mengandung tanin terkondensasi.Alkaloid jika dalam bentuk garam cenderung bersifat polar. Tetapi jika alkoloid dalam bentuk bebas, akan larut dalam fraksi non polar. Oleh karena itu alkaloid dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat semi polar, polar dan non polar (jika alkoloid dalam

bentuk bebas). Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Harborne, 1996). Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih kekuning-kuninganyang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar2.Hasil Positif Uji Meyer Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium(II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron

Jurnal Kimia Organik Hayati

bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada Gambar 3.

Page 7

Gambar 3.Reaksi Uji Meyer Hasil percobaan membuktikan + bahwa sampel kloroform H dan etil asetat positif mengandung alkanoid, sedangkan untuk sampel metanol, heksan dan kloroform OH- negatif mengandung alkanoid. Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kaliumalkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+). Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan,

maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan pada Gambar 4. (Miroslav, 1971).

Gambar 4. Reaksi Uji Dragendorff Setelah dilakukan uji meyer, hasil membuktikan bahwa sampel kloroform H+ dan heksan positif mengandung alkanoid, sedangkan untuk sampel metanol, etil asetat dan kloroform OH- negatif mengandung alkanoid.Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone, 1987). Pada uji saponin terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel, semua sampel negatif mengandung saponin dikarenakan semua sampel tidak

Jurnal Kimia Organik Hayati

menghasilkan busa setelah dikocok selama 5 menit. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne, 1987). Triterpenoid bersifat non polar dan cenderung larut dalam fraksi non polar atau semi polar. Setelah dilakukan pengujian pada masing-masing fraksi, sampel metanol positif mengandung triterpenoid, hasil

Page 8

positif dilihat dari munculnya cincin kecokelatan pada sampel. Sedangkan untuk sampel heksan, etil asetat, kloroform OHdan kloroform H+ negatif mengandung triterpenoid. Pada hasil skrining terlihat bahwa terpenoid juga terdapat pada fraksi pelarut polar. Hal ini mungkin terjadi karena terdapat subsituen hidroksil yang terikat pada rantai hidokarbon sehingga akan mempengaruhi polaritas dari triterpenoid ini. Secara sederhana steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan (siklopentanofenantren), mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu (Harbone, 1987).

Senyawa ini bersifat non polar dan akan larut dalam pelarut yang bersifat nonpolar atau semipolar. Pada uji steroid terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel, sampel heksan positif mengandung steroid, hasil positif dilihat dari munculnya cincin kehijauan pada sampel. Sedangkan untuk sampel metanol, etil asetat, kloroform OHdan kloroform H+ negatif mengandung steroid.Flavonoid umumnya lebih mudah larut dalam air atau pelarut polar dikarenakan memiliki ikatan dengan gugus gula (Markham, 1988). Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan senyawa aktifnya dapat diektraksi dengan alkohol (Harbone, 1987). Pada uji flavonoid hasil positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah jingga padapenambahan pereaksi Mg-HCl seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Positif Uji Flavonoid Perubahan warna tersebut disebabkan oleh terjadinya hidrolisis flavonoid glikosida menjadi aglikon flavonoid dengan penambahan asam kuat yang selanjutnya akan membentuk kompleks dengan serbuk magnesium dan menghasilkan perubahan warna menjadi merah atau jingga (Dewick, 2002). Pada uji flavonoid terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel, sampel etil asetat positif mengandung flavonoid, sedangkan untuk sampel heksan, kloroform H+, kloroform OH- dan metanol negatif mengandung Jurnal Kimia Organik Hayati

flavonoid. Dari hasil percobaan tersebut, flavonoid dapat larut dalam pelarut semipolar, hal ini diperkirakan adanya senyawa aglikon flavonoid polihidroksi yang larut dalam pelarut semi polar (Markham, 1988). Kumarin merupakan 2H-1benzopyran-2-on yang kemudian menjadi lakton berupa 2-hidroksi-Z-asam sinamat. Kumarin dalam bentuk bebas larut dalam alkohol dan pelarut organik seperti eter dan pelarut terklorinasi, sehingga dengan pelarut

Page 9

inilah kumarin dapat diekstrak. Bentuk glikosidanya larut dalam air. Pada uji kumarin terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel, sampel kloroform OH-, kloroform H+, heksan dan metanol positif mengandung kumarin. Sedangkan untuk

sampel etil asetat negatif mengandung kumarin. Hasil positif dilihat dari munculnya pijaran berwarna hijau pada sampel dibawah sinar UV 254 nm seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Positif Uji Kumarin Pada uji minyak atsiri terhadap hasil masing-masing ekstrak sampel, semua sampel negatif mengandung minyak atsiri dikarenakan semua sampel tidak menghasilkan bau khas setelah diuapkan. Pada penelitian selanjutnya, bertujuan untuk menegaskan hasil yang didapat dari skrining fitokimia maka dilakukan prosedur uji dengan KLT. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT F240. Plat KLT tersebut berarti dapat berpendar (mengeluarkan cahaya) pada saat disinari sinar UV 240 nm. Beberapa sistem pemisahan dengan KLT dari bahan alam (Gibbons, 2006), eluen BAA dapat memisahkan senyawa flavonoid dan glikosida. Sehingga digunakan fase gerak berupa campuran larutan butanol : asetat : aqudes dengan perbandingan 4:1:5. Selain itu digunakan pula fase gerak dengan komposisi 100% kloroform untuk

Jurnal Kimia Organik Hayati

membandingkan hasil pemisahan dengan fase gerak BAA. Hal ini dapat dibuktikan dengan mendeteksi bercak pada KLT yang dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas (Gandjar & Rohman, 2007). Deteksi kimia menggunakan metode uap pada serbuk I2. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007). Sinar yang digunakan pada panjang gelombang 254 nm dan 360 nm. Pada plat KLT dengan pelarut BAA menghasilkan bercak kurang baik pada cahaya visible karena berekor panjang dan tidak terpisah, sehingga sulit untuk menentukan secara pasti senyawa murni yang terkandung dalam sampel. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kepolaritasan fase gerak dengan sampel tidak sesuai Page 10

sehingga sampel tidak dapat terpisah dengan sempurna. Hasil pemisahan dengan KLT

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7. Fase gerak kloroform

Gambar 8. Fase gerak BAA

Namun, pada plat KLT dengan pelarut kloroform, pemisahahan terjadi dengan bagus terlihat dari terbentuknya

bercak-bercak bulat. Berikut merupakan tabel hasil Rf dari masing-masing fraksi.

Tabel 2. Nilai Rf KLT Daun Altenanthera sp Fraksi Kloroform + OHKloroform + H+

Rf BAA -

Etil Asetat

-

Heksan

-

Metanol

-

Pada fraksi kloroform basa dan fraksi methanol tidak menghasilkan bercak sehingga nilai Rf nya tidak dapat dihitung. Pada fraksi metanol, tidak ada senyawa yang terelusi karena dimungkinkan tidak adanya senyawa polar flavonoid glikosida yang terelusi oleh pelarut kloroform karena kloroform bersifat nonpolar sedangkan metanol bersifat polar (perbedaan kepolaritasan terlalu tinggi). Sedangkan pada fraksi kloroform basa juga tidak ada senyawa yang terelusi oleh pelarut kloroform dimungkinkan karena kloroform bersifat asam sehingga sampel yang ditotolkan larut dalam pelarut. Pada fraksi

Rf Kloroform 0,1143 0,2857 0,5429 0,1429 0,2857 0,5429 0,1429 0,3143 0,5714 -

kloroform asam, fraksi etil asetat, dan fraksi heksan masing-masing menghasilkan 3 nilai Rf dengan nilai yang hampir mendekati sama. Untuk mengidentifikasi senyawa berdasarkan nilai Rf nya, terlebih dahulu dicari nilai Rf standar dari senyawa yang akan diidentifikasi. Senyawa dapat dikatakan serupa (sejenis) jika nilai Rf nya mendekati atau sama dengan nilai Rf standarnya. Berikut ini merupakan nilai Rf standar dari beberapa senyawa metabolit skunder yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rf Standar Beberapa Jenis Senyawa Metabolit Sekunder Jurnal Kimia Organik Hayati

Page 11

Senyawa Alkaloid Tanin Saponin

Dari tabel nilai Rf standar beberapa senyawa metabolit sekunder di atas, tidak ditemukan kecocokan antara nilai Rf hasil percobaan dengan nilai Rf standar dari beberapa senyawa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hasil KLT tidak

RfStandar 0,4 0,61 0,42-0,47

ditemukan jenis senyawa alkaloid, tanin, dan saponin. Dari literatur yang lain, pada KLT dengan fase gerak kloroform dan metanol (9:1) dengan nilai Rf tersaji pada gambar berikut.

Gambar 9. Tabel Rf Senyawa-senyawa Golongan Steroid dengan Fase Gerak Kloroform dan Metanol (9:1) (Cahyaningsih dkk., 2017) Berdasarkan gambar di atas, dimungkinkan spot yang muncul pada fraksi kloroform asam, fraksi etil asetat, dan fraksi heksan merupakan senyawa golongan steoroid di mana terdapat kesesuaian pada hasil percobaan yaitu Rf 0,1429 tampilan visual orange mendekati literatur 0,17 dengan tampilan visual merah, dan nilai Rf 0,2857 tampilan visual hijau sesuai dengan literatur 0,29 dengan tampilan visual hijau. Serta nilai Rf 0,5429 dengan tampilan visual orange mendekati literatur 0,48 dengan tampilan visual merah. Hal tersebut menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan uji skining fitokimia di mana hanya fraksi heksan yang mengandung senyawa golongan steroid. Hal ini di mungkinkan karena pada literatur Jurnal Kimia Organik Hayati

tidak fase gerak yang digunakan adalah kloroform dan metanol (9:1) sedangkan pada percobaan fase gerak yang digunakan 100% kloroform. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan didapat rendemen untuk tiap fraksi Heksan, etil asetat, kloroform asam, dan kloroform basa secara berurutan adalah 1,84% ; 15,3 % ; 0,34 % ; 3,85%. Sedangkan fraksi metanol tidak terkuantitasi. Dengan menggunakan metode skrining fitokimia pada sampel daun Altenanthera sp, menunjukan bahwa dalam daun sampel mengandung senyawa fenol, tannin, flavonoid, triterpenoid, steroid, kumarin, dan alkaloid. Prosedur uji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), hasil yang

Page 12

ditunjukan bahwa fraksi kloroform asam, fraksi etil asetat, dan fraksi heksan mengandung senyawa golongan steroid. Hal DAFTAR PUSTAKA Cahyaningsih, Erna., dkk. 2017. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.). Bali: Akademi Farmasi Saraswati Denpasar. Dewick, P. M. 2002. Medical Natural Product: A Biosynthetis Approach. England: John Wiley & Sons, Ltd. Erik Tapan. 2005. Kanker, Antioksidan, dan Terapi Komplementer, Jakarta: PT Gramedia, 2005 hlm. 116. Gandjar, G.H., dan Rohman, A., (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta: hal.120, 164, 166. Gibbons, S. 2006. An Intoduction to Planar Chromatography. Totowa New Jersey: Humana Press. Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan Edisi Kedua. Alih Bahasa: Padmawinata K. Bandung: ITB. Harborne, J.B., 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasis Padmawinata dan Imam Sudiro Edisi 1. Bandung: ITB. Hery Winarsi. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 19. Jessica Oeinitan Sie. 2013. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Gracinia mangostana Linn) Hasil Pengadukan Dan Refluk. Jurnal Ilmiah Mahasiswa , (Vol.2, No.1, 2013) hlm. 1. Lie Jin,dkk. 2012. Phenolic Compound and Antioksidan Activity of Bulb Extract of Six Lilium Species Native to China, Molecules hlm. 9362 4.

Jurnal Kimia Organik Hayati

ini menunjukan hasil yang berbeda dengan skrining fitokimia.

Kristianti, A, N, N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas Airlangga. Marmi. 2013. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hlm 117-118. Markham, K. R., 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB Bandung. McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. Mc Murry Fay Chemistry. 4thedition. Belmont,CA.: Pearson Education International. Mely Meliendari. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Gracia kyda Roxb. Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang Aktif. Jakarta: Progam Studi Strata Satu Universitas Indonesia , hlm. 1. Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of Organic Compound. New York: Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical Literatur. Rudravarapu Shridhar and Lakshminarayana Gollamudi. 1993.Lipid classes, Fatty acids, and Tocopherols of leaves of six edible plant species, J. Agric.Food Chem. 41. 61-63. Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. Zavala MA, Perez C, Vergas R, and Perez Z.1998. Antidiarrhoeal activity of Waltheria americana, Commelina coelestis and Alternanthera repens, J. Ethnopharmacol. 61(1). 41-47.

Page 13

Jurnal Kimia Organik Hayati

Page 14

Related Documents


More Documents from "mahendra"