LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA SEPARASI Ekstraksi Tunggal dan Berulang
Disusun Oleh:
Yoga Andhika Putra Thania Budianto
(652016012) (652016009)
KIMIA 2016/2017 FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA 1) Tujuan 1. Menentukan proses ekstraksi yang lebih efektif antara ekstraksi tunggal dan berulang. 2. Menghitung konsentrasi iod sampel yang diperoleh dengan metode ekstraksi tunggal maupun berulang.
3. Menghitung koefisien distribusi dari metode ekstraksi langsung dan ekstraksi berulang. 2) Bahan dan Metode Alat dan bahan : 1. Sampel ( I 2 X M) 2. Diklorometan Na 2 S2 O3 (0,02 M) 3. 4. Indikator amilum 5. Erlenmeyer 6. Corong pisah 7. Buret 8. Klem dan statif 9. Pipet tetes Metode : A. Pembuatan Larutan Na2 S2 O3 (0,02 M) Perhitungan Pembuatan Larutan : gr 1000 M= × Mr v gr 1000 mL 0,02 M = × 158,11 500 mL 0,02× 158,11 gr= 2 gr=1,5811 gram Pembuatan Larutan : 1. Ditimbang sebanyak 1,5811 gram Na 2 S2 O3 . 2. Dilarutkan dalam akuades. 3. Dimasukkan dalam labu takar. 4. Digenapkan hingga garis tera dan dihomogenkan. B. Stanarisasi Titran 1. Ditimbang dengan teliti 0,9 gram Kristal KIO 3, dilarutkan dalam labu ukur hingga tepat menjadi 250ml 2. Di pipet 25ml larutan kedalam Erlenmeyer dan tambahkan 1 gram KI dan 3ml asam sulfat 3M 3. Dititrasi dengan larutan Na2S2O30,1 N sampai kuning jerami, kemudian ditambahkan indicator amilum dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. 4. Dihitung normalitas Na2S2O3dengan rumus berat yang ditimbang 1000 x 35,67 250 5. Kemudian digunakan rumus N KIO3 ¿
V1.N1 = V2.N2 6. Untuk menentukan normalitas dari Natrium Tiosulfat
C. Pembuatan Titran 1. Dimasukkan 10 mL sampel ke dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggunakan
Na 2 S2 O3
(0,02 M)hingga warna kuning hampir
hilang. 2. Ditambahkan indikator amilum dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. 3. Dilakukan titrasi sebanyak 3x (triplo) D. Proses Ekstraksi Tunggal(A) 1. Dimasukkan 45 mL sampel ke dalam corong pisah kemudia ditambahkan diklorometan 45 mL. 2. Digoyang perlahan corong pisah selama ± 5 menit. 3. Dipisahkan bagian diklorometan kemudian diambil 10 mL dan dititrasi menggunakan Na 2 S2 O3 (0,02 M)hingga warna kuning hampir hilang. 4. Ditambahkan indikator amilum dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. 5. Dilakukan titrasi sebanyak 3x. 6. Dititrasikan juga fase air untuk mengetahui iod yang tersangkut (secara triplo).
E. Proses Ekstraksi Berulang (B) 1. Dimasukkan 45 mL sampel kedalam corong pisah kemudian ditambahkan diklorometan 15 mL. 2. Digoyang perlahan corong pisah selama ± 5 menit. 3. Diulangi hingga volume total diklorometan 30 mL. 4. Dipisahkan dan ditampung bagian diklorometan
(masing-masing
pengulangan jangan dicampur). 5. Dititrasi masing-masing ulangan dengan menggunakan
Na 2 S2 O 3
(0,02
M)hingga warna kuning hampir hilang. 6. Ditambahkan indikator amilum dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. 7. Dilakukan titrasi sebanyak 3x. 8. Dititrasikan juga fase air (terakhir) untuk mengetahui iod yang tidak terangkat (secara triplo).
3) Hasil dan Pembahasan Hasil A. Pembuatan dan Standarisasi Titran Sampel 1 Vol. awal (mL) 0 Vol. Akhir (mL) 10,2 Vol. Ditambah (mL) 10,2 B. Titrasi fase organik (Ekstraksi A) Sampel (A) Vol. awal (mL) Vol. Akhir (mL) Vol. Ditambah
1 31,2 37
5,8 (mL) C. Titrasi fase air (Ekstraksi A) Fase air A 1 Vol. awal (mL) 29,4 Vol. Akhir (mL) 33,5 Vol. Ditambah (mL) 4,1 D. Titrasi fase organik (Ekstraksi B) Sampel (B) Vol. awal (mL)
1 0,3
2 10,2 20,1 9,9
3 20,1 31,2 11,1
2 37 44,7
3 9 21,3
4 21,3 29,4
7,7
12,3
8,1
2 33,5 38,6 5,1
3 38,6 43,2 4,6
2 19
3 26,7
Vol. Akhir (mL) 19 Vol. Ditambah (mL) 18,7 E. Titrasi fase air (Ekstraksi B)
37,3 18,3
39 17,2
Fase air B Vol. awal (mL) Vol. Akhir (mL) Vol. Ditambah (mL)
2 4,2 6,6 2,4
3 6,5 8,7 2,2
1 1,6 4,2 2,8
Dari data tersebut maka dapat dihitung nilairata-rata V ditambah :
Untuk tabel A nilai Vol. ditambah yang dirata-rata adalah sampel 1 dan 2. 10,2 mL+ 9,9 mL V rata−rata = 2 20,1 mL V rata−rata = 2 V rata−rata =10,05 mL Untuk tabel B nilai Vol. ditambah yang dirata-rata adalah sampel (A) 2 dan 4. 7,7 mL +8,1 mL V rata−rata = 2 15,8 mL V rata−rata = 2 V rata−rata =7,9 mL Untuk tabel C nilai Vol. ditambah yang dirata-rata adalah fase air (A) 2 dan 3. 5,1 mL+ 4,6 mL V rata−rata = 2 9,7 mL V rata−rata = 2 V rata−rata =4,85 mL Untuk tabel D nilai Vol. ditambah yang dirata-rata adalah sampel (B) 1 dan 2. 18,7 mL +18,3 mL+17,2 V rata−rata = 3 54,2 mL V rata−rata = 3 V rata−rata =18,06 mL Untuk tabel E nilai Vol. ditambah yang dirata-rata adalah fase air (B) 2 dan 3. 2,4 mL+2,2 mL+2,8 mL V rata−rata = 3 7,4 mL V rata−rata = 2 V rata−rata =2,46 mL
4) Pembahasan Ekstraksi adalah pemisahan zat target dan zat yang tidak berguna, dimana teknik pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi zat terlarut antara dua pelarut atau lebih yang saling bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau sedikit larut dalam suatu pelarut , tetapi mudah larut dengan pelarut lain (Harbone, 1987) Faktor yang mempengaruhi terjadinya ekstraksi, yaitu ukuran partikel yang akan diekstrak, temperatur udara, jenis bahan pelarut dan teknik yang digunakan. Berdasarkan proses dalam melakukannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : -
Ekstraksi cair – cair (ekstraksi pelarut)
-
Ekstraksi padat – cair (Leaching)
-
Ekstraksi super kritis
Macam-macam metode ekstraksi antara lain : -
Maserasi Metode maserasi merupakan proses yang paling sederhana yakni dengan menggunakan pelarut dan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar
-
Digesti Ekstraksi ini merupakan maserasi kinetik (pengadukan kontiniu) pada suhu sekitar 4050 derajat
-
Sokletasi Ekstraksi ini menggunakan pelarut yang selalu baru dengan bantuan alat khusus dan pengaduan yang berkelanjutan
-
Perkolasi Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut pada bahan yang akan diekstrak
-
Refluks Ekstraksi ini menggunakan air sebagai pelarut dalam proses pemanasan
-
Destilasi uap Dilakukan dengan cara penguapan
-
Fraksinasi Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar .( Wonoraharjo, 2013) Metode
yang
digunakan
dalam
ekstraksi
ini
ialah
metode
fraksinasi.
Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar (Harborne 1987). Fraksinasi umumnya dilakukan dengan menggunakan metode corong pisah atau kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom (Trifany 2012). Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponenkomponen dalam campuran antara dua fase pelarut yang memiliki massa jenis berbeda yang tidak tercampur (Haznawati 2012). Adanya pengocokan oleh sampel yang dimasukkan kedalam corong pisah beserta pelarut organiknya, akan terbentuk 2 layer, dimana senyawa yang memiliki densitas lebih besar akan berada pada layer bawah dan sebaliknya. Pada Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi, hal ini dikarenakan sifat higroskopis zat yang menyebabkan konsentrasi larutan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pada sampel I2 10 mL dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,02 M kemudian di tambahkan 5 tetes indikator amilum hingga warna biru tepat hilang dengan pengujian secara triplo. Dihasilkan volume rata-rata penambahan sebesar 10,5 mL. Dari perhitungan tersebut didapatkan konsentrasi sebesar 10,5 x 10-3 M, dengan reaksi: I2+ 2Na2S2O3→ 2NaI + Na2S4O6 Setelah dilakukan ekstraksi pada sampel, dilakukan ekstraksi tunggal dan berulang dengan penambahan diklorometan, dimana ekstraksi tersebut untuk membedakan ekstraksi manakah
yang
lebih
efektif.
Pada
ekstraksi
tunggal
dilakukan
dengan
mengocok/menggoyangkan corong pisah yang didalamnya terdapat pelarut air dan pelarut organik secara perlahan. Dengan volume I2 45mL dan diklorometan 45 mL. Dilakukan pengocokan beberapa kali, dan kemudian dilakukan pembukaan pada corong pisah, agar gas yang ditimbulkan dari reaksi dapat terbuang keluar. Gas yang timbul tersebut adalah uap diklorometan. Dilakukan pengocokan dan pembuangan gas hingga tidak ada gas diklorometan yang terbentuk, setelah gas diklormetan tersebut tidak ada, dapat terlihat
terbentuknnya 2 fase, dimana warna larutan I2 yang memudar saat pengocokan menandakan telah terjadi proses ekstraksi antara iod dan kloroform. Kemudian pada fase organik (iodoleh klorofom) dipisahkan dari fase air, setelah itu di ambil 10 mL untuk di titrasi kemudian di dapatkan volume rata-rata penambahan 7,9 mL, dengan konsentrasi 0,0079 M.
Pada Ekstraksi berulang dilakukan percobaan hampir sama dengan ekstraksi tunggal, namun pada percobaan ini memiliki perbedaan yaitu penambahan fase organik yang dilakukan secara bertahap yaitu 15mL ditambahkan 3 kali hingga total volume diklorometan yang di tambah 45 ml. Hasil ekstraksi tiap diklorometan di masukan kedalam erlenmeyer yang berbeda kemudian diambil 10 ml fase organik dan dilakukan titrasi, dengan konsentrasi 0,01806 M. Untuk mengetahui iod yang tersisa dilakukan pengujian terhadap fase air 10 mL 0,0002 M, menghasilkan konsentrasi total 8,2 x 10-3 M. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa konsentrasi sampel lebih besar daripada konsentrasi A, karena proses pada sampel yang terjadi adalah titrasi, sedangkan pada proses A ekstraksi, dimana menghasilkan fase organik dan fase air, akan tetapi untuk hal tersebut yang diambil B karena konsenstrasi B lebih besar daripada konsentrasi sampel yaitu 0,01005< 0,01806, namun seharusnya konsentrasi sampel lebih besar dari konsentrasi B. Hal tersebut terjadi dikarenakan tidak tepatnya penentuan titik akhir titrasi perbedaan konsentrasi antara konsentrasi sampe dan konsentrasi A. Didapatkan pula, bahwa konsentrasi B lebih kecil daripada konsentrasi A, hal inidisebabkan karena, pada proses A menggunakan ekstraksi tunggal sedangkan B ekstraksi berulang . Banyaknya hasil yang diperoleh konsentrasi dari ekstraksi dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan, dalam hal ini pada proses A dan B menggunakan pelarut yang sama. Pada ekstraksi tunggal didapatkan ekstrak yang rendah, sedangkan pada ekstraksi berulang didapatkan ekstrak yang lebih banyak . Dapat dikatakan bahwa lama ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat dan ekstrak juga akan semakin bertambah hingga larutan mencapai titik jenuhnya. Pada proses esktraksi yang dilakukan, didapatkan dua jenis larutan yaitu larutan fase organik dan fase air. Pada proses ekstraksi larutan fase organik menghasilkan larutan yang
kaya dengan solut yang diinginkan dan sering disebut ekstrak sedangkan larutan fase air menghasilkan larutan yang miskin dengan solut (Tarwita,1981) . Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi fase air lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi fase organik, hal ini disebabkan karena diklormetan yang diharapkan seluruhnya berada pada fase organik, akan tetapi pada percobaan tidak semua diklormetan terdapat pada fase organik yang terdapat
sisa pada fase air dengan konsentrasi yang rendah. Untuk
menentukan efektivas proses ekstraksi dihitung KD Koefisien distribusinya dengan persamaan : Kd=
[ Sampel ] Fase organik [ Sampel ] Fase air
Pada percobaan kali ini, didapatkan hasil Kd pada metode A yaitu 1,628 dan pada metode B yaitu 7,341. Hal tersebut membuktikan bahwa metode ekstraksi berulang lebih efesien daripada ekstraksi tunggal, hal tersebut terjadi karena nilai Kdnya lebih besar.
5) Jawab Pertanyaan 1. Hitung: a
Konsentrasi iod sampel [S2O32- ]
= 0,02 M
Mol S2O32-
= 0,02 M x 10,05 ml = 0,201 mmol
2S2O32- + I2
→ 2I- + S4O62-
I-+ amilum
→ Iod amilum
mol I2
= ½ x Mol S2O32= ½ x 0,201 mmol = 0,1005 mmol
[I2] dalam 10 ml larutan
= mol I2 : volume I2 = 0,1005 mmol : 10 ml = 0,01005 M (dalam erlenmeyer)
b Konsentrasi iod yang diperoleh dengan metode A [S2O32- ]
= 0,02 M
Volume S2O32-
= 7,9 ml
Mol S2O32-
= [S2O32- ] x Volume S2O32= 0,02 M x 7,9 ml = 0,158 mmol
2S2O32- + I2
→ 2I- + S4O62-
I-+ amilum
→ Iod amilum
mol I2
= ½ x Mol S2O32= ½ x 0,158 mmol = 0,079 mmol
[I2] dalam 10 ml larutan
= mol I2 : volume I2 = 0,079 mmol : 10 ml = 0,0079 M (dalam erlenmeyer)
[I2] dalam 45 ml larutan
= 45:10 x 0,0079 = 0,0355 M (dalam corong pisah)
Fase air [S2O32- ]
= 0,02 M
Volume S2O32-
= 4,85ml
Mol S2O32-
= [S2O32- ] x Volume S2O32= 0,02 M x 4,85 ml = 0,097 mmol
2S2O32- + I2
→ 2I- + S4O62-
I-+ amilum
→ Iod amilum
mol I2
= ½ x Mol S2O32= ½ x 0,097 mmol = 0,0485 mmol
[I2] dalam 10 ml larutan
= mol I2 : volume I2 = 0,0485mmol : 10 ml = 0,00485 M (dalam erlenmeyer)
[I2] dalam 45 ml larutan
= 45 ml : 10 ml x 0.00485M = 0,021825M (dalam corong pisah)
c. Konsentrasi Iod yang diperoleh dari masing-masing ulangan metode B - Fase Diklormetan [S2O32-] = 0,02 M Volum S2O32- = 18,06 mL n S2O32= [S2O32-] x v S2O32= 0,02 M x 18,06 ml = 0,3612mmol Dengan reaksi sebagai berikut: 2 S2O32-+ I2 ( I- + amilum) → 2I-+ S4O62- ( Iod Amilum) mol I2 = ½ x n S2O32= ½ x 0,3612 mmol = 0,1806 mmol Di Erlenmeyer : [I2] dalam 10mL larutan = 0,1806mmol/(10 ml) = 0,01806 M Di Corong Pisah: [I2] dalam 15mL larutan = 15/(10 ) x 0,01806M = 0,02709 M
Fase Air [S2O32-] Volum S2O32n S2O32-
= 0,02 M = 2,46 mL = [S2O32-]x v S2O32= 0,02 M x 2,46 ml = 0,0492 mmol
Dengan reaksi sebagai berikut: 2 S2O32-+ I2 ( I- + amilum) → 2I-+ S4O62- ( Iod Amilum) mol I2
= ½ x n S2O32= ½ x 0,0492 mmol = 0,0246 mmol
Di Erlenmeyer : [I2] dalam 10mL larutan = 0,0246mmol/(10 ml) = 0,00246 M Di Corong Pisah: [I2] dalam 15mL larutan = 15/(10 ) x 0,00246 M = 0,00369M 2. Hitung: a. Koefisien distribusi metode A KD=
Konsentrasi organik Konsentrasi air
KD=
0,0079 M 0 , 00485 M
KD=1,628 b. Koefisien distribusi metode B Konsentrasi organik Konsentrasi air 0,01806 M KD= 0,00246 M KD=7,341 KD=
c. Dapat dilihat dari nilai koefisien distribusi, untuk metode ekstraksi tunggal diperoleh nilai koefisiennya sebesar 1,628 dan untuk metode ekstraksi berulang diperoleh nilai koefisiennya sebesar 7,341. Jadi dapat dikatakan metode berulang lebih efektif dikarenakan nilai koefisien distribusinya lebih besar.
6) Kesimpulan
1. Dapat ditentukan proses ekstraksi yang lebih efektif antara ekstraksi tunggal dan berulang adalah ekstraksi berulang. 2. Dapat dihitung konsentrasi iod sampel yang diperoleh dengan metode ekstraksi tunggal adalah 0,0079 M dan berulang adalah 0,01806 M. 3. Dapat dihitung koefisien distribusi dari metode ekstraksi langsung sebesar 1,628 dan ekstraksi berulang sebesar 7,341. 7) Lampiran -
Laporan sementara
8) Daftar Pustaka Harborne J B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung. Penerbit ITB Trifany, A.W. 2012. Kromatografi kolom.http://data-farmasi.blogspot.com. Diakses pada 10 Desember 2013 Wonoraharjo, Sujarni. 2013. Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta : Akademia