Journal Reading
Aritmia Perioperatif
Oleh. Imam Surkani
1840312451
Rasyida Rumaisya
1840312464
Preseptor: dr. Dedy Kurnia, Sp.An
BAGIAN ANESTESIOLOGI & REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2019
Aritmia Perioperatif Abstrak Aritmia merupakan temuan komplikasi kardiovaskular terbanyak selama pemberian anestesi. Aritmia perioperatif mengganggu hemodinamik pasien dan diketahui menjadi sebagai penyebab mortalitas dan morbiditas. Agen dan metode dari anestesi dapat mempengaruhi konduksi jantung dan menyebabkan aritmia. Di saat yang bersamaan, pasien dengan tambahan penyakit jantung dan penyakit sistemik
lainnya
juga
mempengaruhi
sistem
kardiovaskular
sehingga
menyebabkan semakin meningkatnya risiko aritmia perioperatif. Bagi pasien, terlepas apakah karena prosedur operasi atau jenis anestesi, efek paling penting aritmia intraoperatif adalah ketidakstabilan hemodinamik. Hal ini memungkinkan untuk timbulnya serangkaian irama yang serius dan gangguan hemodinaik dari ventrikuler ekstrasistol yang jarang hingga aritmia ganas dan henti jantung mendadak. Perubahan temperatur yang terjadi selama periode intraoperatif, hipoksia, gangguan asam basa, dan variasi dari elektrolit merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi keajdian aritmia. Karena banyaknya faktor dan mekanisme pada etiologi aritmia, pengidentifikasian aritmia di bawah pengaruh anestesi dan melakukan intervensi sesegera mungkin menjadi sangat penting. Ulasan ini menjelaskan pentingnya kejadian aritmia saat periode perioperatif dan metode pendekatan untuk aritmia. Key words : Aritmia, periode perioperatif, anestesi
2
PENDAHULUAN Aritmia merupakan komplikasi kardiovaskular yang umum ditemui saat perioperatif yang bisa menjadi sangat serius. Diketahui bahwasanya persentase temuan aritmia dengan anestesi umum mencapai 70% (Erdemli and Cekmen 2010; Yapici and Azizoglu, 2015; Kwon and Kim, 2017). Sejak pasien tinggal di rumah sakit sebelum operasi, bila anestesi dan klinisi reanimasi menemukan aritmia maka harus diintervensi. Aritmia perioperatif
diketahui memperlama
masa rawatan dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas (Polanczyk et al., 1998; Thompson and Balser, 2004). Properti klinis pasien, prosedur operasi, dan metode anestesi memainkan peran penting terjadinya aritmia perioperatif. Saat pemeriksaan fisik, pasien tanpa gangguan irama bisa saja memiliki gangguan atau gejala
yang
menyebabkan
aritmia
(Timurap,
2010).
Aritmia
biasanya
teridentifikasi saat penilaian preoperatif dan dapat dikendalikan dengan metode pendekatan yang bisa ditemukan beberapa kali di luar perkiraan selama intraoperatif dan postoperatif. Secara umum, aritmia ini, keajadiannya berkaitan dengan penyakit dasar, tidak selalu terjadi karena faktor predisposisi kasus operasinya (Tyler, 2015). Lokasi dan demensi dari prosedur operasi dapat memfasilitasi kejadian aritmia. Sebagai contoh, operasi strabismus adalah faktor risiko bradikardi, saat operasi jantung bisa mencetuskan aritmia yang berbeda (Kwon
dan
Kim,
2017).
Agen
anestesi
dapat
mempengaruhi
sistem
kardiovaskular dengan mekanisme berbeda dan menyebabkan aritmia berat. Sebagaimana yang diketahui, konduksi jantung normal dimulai dari impuls pada sinoatrial (SA) node. Dari sini impuls pertama diteruskan ke atrioventrikular (AV) node, lalu mencapai bundle His dan serabut Purkinje ditransformasikan menjadi konduksi yang menyebabkan kontraksi ventrikel (Beton dan Tandogan, 2011). Detak jantung normal dewasa berkisar 60-100 kali/menit. Kejadian aritmia tergantung pada pembentukan gangguan dari impuls ini dan/atau saat konduksi (Zoghi dan Duygu, 2006).
3
ARITMIA PERIOPERATIF Untuk mengidentifikasi aritmia, anestesiologis perlu mengatahui bagaimana interpretasi dasar prosedur EKG (Gambar 1).
Gambar 1. Prosedur dasar analisis irama jantung
Sinus Bradikardia : Ini didefinisikan sebgai irama reguler dengan denyut jantung kurang dari 60 kali/menit (Gambar 2). Ini dapat dikatakan normal pada pasien tua yang sehat dan orang muda olahragawan. Sebagai tambahan, ini dapat diamati pada penggunaan anti aritmia (beta bloker, dll), efek dari obat-obatan anestesi (opioid, agen inhalasi, suksinilkolin), peningkatan rangsangan refleks vagal dan peningkatan tekanan intrakranial. Gejala bradikardi dapat diobati dengan atropin; bila tidak respon, berikan adrenalin atau dapat dipilih penggunaan pacemaker. Risiko klasifikasi American Society of Anesthesiologists (ASA) meningkat, diketahui probabilitas bradikardia meningkat (Erdemli and Cekmen 2010; Tumuralp, 2010; Yapici and Azizoglu, 2015).
Gambar 2. Sinus Bradikardia
4
Sinus Takikardia : Merupakan irama reguler dengan denyut jantung secara umum di atas 100 kali/menit (Gambar 3). Ini paling sering ditemui pada keadaan hipovolemi, peningkatan suhu tubuh, sensasi nyeri, hiperkarbia, anemia, dan hipertiroid. Takikardi yang menyertai anestesi dapat terkait pada keadaan bahaya seperti hipetermia ganas dan iskemik miokard. Aritmia ini biaasnya ditangani dengan intervensi penyebab, serta gejala takikatdia yang mengganggu hemodinaik sebaiknya segera ditatalaksana. (Yapici and Azizoglu, 2015; Kwon and Kim, 2017). Pengobatan pilihan mencakup non-dihydropyridine calcium channel blokers (diltiazem, verapamil), beta bloker, dan digitalis.
Gambar 3. Sinus Takikardi
Sinus aritmia : Ini adalah aritmia yang secara umum berhubungan dengan pernafasan tanpa kepentingan klinis dan hemodinamik. Ada pola yang meningkat dengan inspirasi dan berkurang dengan ekspirasi. Ini terjadi saat SA node dipengaruhi oleh stimuli vagal (Timurlap, 2010; Yapici and Azizoglu, 2015). Secara umum dapat ditemui pada anak-anak dan orang muda, tidak perlu tatalaksana. Sick sinus syndrome : Ini didefinisikan sebagai kombinasi dari bradikardi dan blok SA. Ini dapat terjadi pada pasien tua di bawah pengaruh anestesi yang dapat berkembang menjadi bradikardi mendadak. Tatalaksana menggunakan pacemaker adalah tatalaksana terpenting (Erdemli dan Cekmen, 2010). AV Blok : Penyakit AV node yang terjadi dengan peningkatan tonus vagal,
penyakit
arteri
koroner,
infeksi,
penyebab
endokrin,
penyakit
neuromuskular, dan beberapa obat (Gambar 4).
5
Gambar 4. AV blok
Pada AV blok derajat 1, tampak pemanjangan PR interval. Ini dapat terjadi pada individu normal dan tidak membutuhkan terapi. AV blok derajat 2 bisa dibagi menjadi Mobitz tipe 1 (Wenckebach) dan Mobitz tipe 2. Pada Mobitz tipe 1, PR interval semakin lama semakin memanjang. Pada beberapa kasus Mobitz tipe 2 tidak terdapat gelombang P yang melalui ventrikel dan 2:1 atau 3:1 bentuk blok yang terjadi. Apabila bergejala, atropin IV atau pacemaker menjadi pilihan. Pada AV blok derajat 3, tidak terdapat impuls yang melewati serabut Purkinje. Atrium
dan
ventrikel
berkontraksi
masing-masing
dan
jantung
gagal
memproduksi cardiac output. Kasus ini menjadi indikasi penggunaan pacemaker (Erdemli dan Cekmen, 2010; Timuralp, 2010).
6
Blok Sinoatrial : Ini terjadi ketika rangsangan dari SA node tidak menstimulasi atrium. Untuk terapi dapat diberikan atropin. Pada kasus dengan hemodinamik tidak stabil, sebaiknya lakukan penilaian untuk pacemaker. Blok intraventrikular : Ini terjadi karena terdapat hambatan atau perlambatan konduksi pada cabang bundle His kiri atau kanan. Tampak komplek QRS melebar. a. RBBB : R’ (gelombang R kedua) tampak pada lead V1-3 dan gelombang S dalam pada lead I, aVL, V5, dan V6. Selain variasi individu normal, juga terdapat pada penyakit jantung iskemik, penyakit jantung rematik, dan hipertensi (Akyel dan Tavil, 2010). b. LBBB : Durasi kompleks QRS lebih dari 0.12 s, pada V5, V6, I, dan aVL, gelombang R monofasik di lead I, II, V5, dan V6 serta gelombang S yang dalam pada V1-3. LBBB sering menyertai penyakit jantung seperti penyakit jantung iskemik, stenosis aorta, hipertensi, kardiomiopati, dan penyakit jantung rematik. Terapi dari penyebab adalah prioritas (Akye dan Tavil, 2010). Atrial ekstrasistol : Ini terjadi pada depolarisasi dini dan abnormal atrium dan diikuti komplek QRS normal. Ini bersumber dari fokus ektopik pada atrium selain dari SA node. Umumnya tidak membutuhkan terapi, bagaimanapun ini dapat menjadi pertanda dati aritmia atrial lain seperti atrial fibrilasi (Yapici Azizoglu, 2015; O’Neal et al,, 2017). Irama junctional (irama nodal) : Ini terjadi saat aktivitas pacemaker AV node melewati SA node dengan rangsangan yang kembali dari atrium. Ini dapat dibagi menjadi 3 grup yaitu lambat, sedang, dan cepat. Umunya kecepatannya sekitar 50-180 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan pada tekanan darah dan cardiac output. Jika bergejala maka atropin dan efedrin diberikan ( Erdemli dan Cekmen, 2010; Timuralp, 2010). Supraventricular takikardi : Ini dapat ditemukan pada penyakit jantung, penyakit sistemik, tirotoksikosis, toksisitas digital, emboli paru, dan kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang serius.
7
Paroxysmal supraventrikular takikardi (PSV) : Ini adalah aritmia reguler dan cepat dengan QRS sempit mendekati bentuk normal. Tiba-tiba diawali dengan kecepatan 150-250 kali/menit. Durasi dari serangan bervariasi, dan pada indivisu sehat tidak masalah. Bagaimanapun, situasi ini bila dengan jantung iskemik dapat menyebabkan gangguan hemodinaik berat dan distres pernafasan. Pijat karotis
dan manuver vagal efektif untuk menghentikan serangan;
bagaiamanapun juga pada situasi lain dengan obat-obatan seperti adenosin, verapamil, edrofonium, dan digitalis atau kardioversi dapat digunakan. Atrial takikardi : Ini merupakan tipe aritmia yang berumber dari atrium dan dapat mengindikasikan beberapa penyakit dasar (Gambar 5). Penyebab paling penting aritmia ini adalah peningkatan automatisasi. Denyut jantung bervariasi. Untuk terapi, beta bloker dan adenosin dapat digunakan (Erdemli dan Cekmen, 2010; Yapici dan Azizoglu, 2015).
Gambar 5. Atrial takikardi
Atrial fibrilasi (AF) : Ini adalah tipe aritmia yang bersumber pada lebih dari satu fokus di atrium. Kontraksi yang tidak cukup menyebabkan pengurangan pengisian ventrikel. Laju ventrikel lebih rendah dari atrium dan tidak teratur. Pada EKG tidak ada gelombang P dan pulse defisit. Gelombang QRS umumnya sempit dan tidak beraturan (Gambar 6). Sementara laju atrium adalah 350-500 denyut / menit, laju ventrikel berada dalam interval 60-170 denyut / menit. AF diamati pada hampir 10% pasien geriatri pada populasi umum dan merupakan tipe aritmia paling umum pada lansia. Ini menyertai situasi seperti penyakit katup mitral, infark miokard, gagal jantung, HT, diabetes, obesitas, hipertiroidisme dan COPD. Ini menyebabkan emboli serebrovaskular dan sistemik karena trombus atrium. Tujuan utama pengobatan adalah mengendalikan respons ventrikel dan secara khusus memulai profilaksis antikoagulan karena risiko stroke tromboemboli.
8
Untuk perawatan medis, verapamil, beta blocker, amiodarone, dan digoxin adalah tepat. Untuk AF yang baru mulai, pilihan perawatan yang paling tepat adalah kardioversi medis atau listrik yang disertai dengan antikoagulan (Erdemli dan Cekmen, 2010; Melek, 2010; Yapıcı dan Azizoglu, 2015).
Gambar 6. Atrial Fibrilasi
Ventricular extrasystole (VES) : VES mungkin disebabkan fokus pada ventrikel. Hal ini umumnya terkait dengan iskemia miokard dan menunjukkan prognosis buruk untuk penyakit jantung iskemik. Dalam pemeriksaan EKG terdapat gelombang QRS lebar abnormal dan mengikuti gelombang T dalam arah terbalik saat diaamati. Tidak ada gelombang P dalam EKG sebelum gelombang QRS (Gbr 7). Pilihan pertama untuk perawatan medis adalah lidocaine. Quinidine, bretylium, propranolol, dan verapamil adalah pilihan lain yang sesuai dalam pengobatan (Erdemli dan Cekmen, 2010; Hasdemir, 2010, Yapıcı dan Azizoglu, 2015).
Gambar 7: VES
Ventrikel Takikardi : Ventrikel takikardi muncul sebagai kompleks QRS yang cepat dan teratur pada EKG; Namun, rasio P / QRS tidak tetap. Ada sumber takikardia di ventrikel dengan kecepatan dalam interval 120-220 denyut / mnt. Pijat karotis biasanya tidak memberikan respons. Ventrikel takikardi adalah aritmia yang sangat serius. Sebagian besar VT dapat terjadi sebagai komplikasi hipoksia, perdarahan, beberapa obat (seperti adrenalin dan atropin) dan penyakit jantung yang serius. Namun, penyebab paling umum adalah penyakit jantung iskemik. Serangan kadang-kadang bisa berlangsung berjam-jam. Dalam situasi 9
dengan ketidakstabilan hemodinamik dan kolaps, pasien harus segera meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi , iv lidokain harus diberikan dan kardioversi sinkron darurat dilakukan. Pilihan medis lainnya mungkin amiodarone dan propafenone. Selain itu, perlu untuk menghentikan operasi dan anestesi (Erdemli dan Cekmen, 2010; Hasdemir, 2010; Yapıcı dan Azizoglu, 2015). Ventricular Fibrillation (VF) : Aktivitas listrik yang cepat dan tidak teratur menyebabkan situasi di mana ventrikel tidak berkontraksi secara serempak menyebabkan hilangnya curah jantung secara tiba-tiba (Gbr 8). Ini adalah aritmia ganas yang terjadi dengan iskemia miokard, hipoksia, hipotermia, ketidakseimbangan elektrolit, dan efek pengobatan. Pasien hanya akan bertahan hidup dengan resusitasi dan defibrilasi kardiopulmoner. Ini harus diterapkan bersama dengan perawatan suportif (Erdemli dan Çekmen, 2010; Hasdemir, 2010; Yapıcı dan Azizoglu, 2015).
Figure 8: Ventrikular Fibrilasi Sindrom Wolf Parkinson White : Kejadian ini dapat diidentifikasi secara kebetulan pada EKG selama pemeriksaan pra operasi. Gelombang P memiliki bentuk normal dan interval PR pendek. Ada gelombang yang disebut "gelombang delta" di awal gelombang R yang memanjang di kompleks QRS. Biasanya diamati bersama dengan ST depresi atau inversi gelombang T. Ketika disertai dengan fibrilasi atrium ada risiko kematian mendadak. Untuk pengobatan, ablasi kateter frekuensi radio harus digunakan. Dalam kelompok pasien ini, obat antiaritmia seperti beta blocker menekan AV node dan nondihydropyridine group Ca channel blockers dikontraindikasikan (Erdemli dan Cekmen, 2010; Yapıcı dan Azizoglu, 2015).
10
Cardiac arrest / asystole : Ini adalah tipe aritmia tanpa aktivitas ventrikel. EKG dalam bentuk garis lurus sepenuhnya. Hal ini membutuhkan intervensi segera. Satu-satunya pengobatan adalah resusitasi kardiopulmoner (Erdemli dan Cekmen, 2010).
Penyebab aritmia perioperatif Penyebab umum aritmia perioperatif ditunjukkan pada Tabel 1 dan metode pengobatan primer ditunjukkan pada Tabel 2. Insiden aritmia perioperatif untuk pasien dengan predisposisi patologis lebih tinggi dibandingkan dengan pasien lain (Flegal et al., 2009; Erdemli dan Cekmen, 2010). Table 1. Penyebab umum aritmia perioperatif
Anesthetic agents (volatile or intravenous agents, neuromuscular blockers,
opioids)
Local anesthetics
Hypotermia
Acid - base or electrolyte imbalance
Hypoxia - hypercarbia
Anesthesia depth
Surgery types (ocular - cranial interventions, peritoneal traction…)
Comorbidities (cardiac, endocrin, others)
Laryngoscopy, intubation, other irritating factors
Alternative drugs (adrenaline…)
Artifacts
11
Table 2. Pendekatan pengobatan primer aritmia perioperatif umum Sinus bradycardia Sinus tachycardia Sick sinus syndrome Paroxysmal supraventricular Tachycardia Atrial tachycardia Atrial fibrillation
Ventricular extrasystole
Ventricular fibrillation
Atropine, adrenalin or pacemaker Calcium channel blockers (diltiazem, verapamil), beta blockers and digitalis Pacemaker Carotid massage, adenosine, verapamil, edrophonium, digitalis, cardioversion Beta blockers and adenosine Anticoagulant prophylaxis, verapamil, beta blockers, amiodarone, cardioversion Lidocaine, quinidine, bretylium, propranolol and verapamil Cardiopulmonary resuscitation and defibrillation
Gangguan keseimbangan asam-basa atau elektrolit mempengaruhi sistem konduksi, terutama menyebabkan aritmia dengan mekanisme re-entry. Penyebab aritmia terkait anestesi yang paling umum adalah gangguan oksigenisasi dan ekskresi karbon dioksida. Pada periode awal, aritmia terjadi dengan efek stimulasi dari aorta dan reseptor karotid, sedangkan pada periode selanjutnya mekanisme penghambatannya efektif. Pada oksigenasi yang terganggu, kadar saturasi oksigen yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan normal memiliki efek stimulasi, sementara nilai oksigen yang lebih rendah menyebabkan efek depresan. Peningkatan kadar karbon dioksida meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan menyebabkan asidosis, bradikardia, dan penurunan curah jantung (Trappe et al., 2003; Erdemli dan Cekmen, 2010). Faktor penting lain yang menyebabkan aritmia adalah apakah anestesi sedikit atau dalam. Sementara blok dan asistol dapat disebabkan oleh anestesi dalam, anestesi sedikit adalah penyebab paling umum dari takikardia (Balser, 2002). Anestesi umum, laringoskopi, dan prosedur intubasi yang terkait dengannya menyebabkan aktivasi simpatik dan memicu takikardia dan disritmia
12
khususnya. Intervensi okuler, operasi kranial dan operasi lain di mana peritoneum ditarik menyebabkan aritmia dan bradikardia karena mekanisme yang berbeda (Balser, 2002; Trappe et al., 2003; Erdemli dan Cekmen, 2010). Seperti diketahui, salah satu efek paling penting dari agen anestesi pada sistem kardiovaskular adalah aritmia. Agen inhalasi mengubah sistem saraf otonom atau kecepatan konduksi dalam siklus jantung yang menyebabkan aritmia. Agen dengan struktur hidrokarbon halogen menyebabkan pembentukan aritmia dengan mekanisme re-entry. Halotan mempengaruhi sensitivitas miokardium terhadap katekolamin yang menunjukkan efek aritmogenik. Nitrous oksida adalah agen dengan efek depresan jantung. Anestesi intravena menghalangi pengambilan noradrenalin dari ujung saraf adrenergik seperti ketamin yang menyebabkan stimulasi simpatis dan memfasilitasi terjadinya aritmia (Balser, 2002; Erdemli dan Cekmen, 2010). Tiopental menyebabkan takikardia dan aritmia yang signifikan selama induksi. Peningkatan terjadi pada denyut jantung dan konsumsi oksigen miokardium. Selama apnea pada induksi tiopental, pemberian oksigen konsentrasi tinggi kepada pasien dilaporkan bermanfaat untuk mencegah aritmia (Erdemli dan Cekmen, 2010). Propofol jelas mengurangi tekanan darah, menyebabkan efek variabel pada detak jantung. Dengan stenosis aorta yang parah dan hipertensi, tidak boleh dilupakan bahwa propofol mengurangi perfusi koroner yang menyebabkan iskemia miokard. Etomidate adalah agen dengan efek samping jantung paling sedikit di antara agen induksi iv dan merupakan agen induksi yang paling tepat untuk pasien dengan kelainan jantung tambahan. Di antara benzodiazepin, diazepam menyebabkan refleks takikardia sementara midazolam menunjukkan efek inotropik negatif. Opioid menekan SA node dengan efek langsung, sementara mereka secara tidak langsung meningkatkan pelepasan asetilkolin dan menyebabkan bradikardia. Fentanyl menyebabkan bradikardia terkait dengan stimulasi vagal, sementara morfin memiliki efek chronotropic positif dengan peningkatan katekolamin endogen terkait dosis. Meperidine menyebabkan
13
pelepasan histamin yang signifikan yang menyebabkan takikardia. Blocker neuromuskuler dari suksinilkolin diketahui memiliki efek aritmogenik dan bradikardiak. Terutama dengan peningkatan kalium yang disebabkannya, kejadian aritmia meningkat. Dosis suksinilkolin yang berulang memicu aritmia. Vecuronium memiliki efek bradikardiak, sementara atrakurium menyebabkan takikardia melalui pelepasan histamin. Mivacurium dan rocuronium memiliki lebih sedikit efek samping jantung yang ditemui (Hunter 2002). Efek aritmia dari anestesi lokal terbentuk karena pengikatan saluran natrium voltage-gated pada membran sel saraf. Toksisitas anestesi lokal adalah peristiwa serius yang bisa berkembang menjadi kolaps kardiovaskular. Semua pekerja anestesi harus diberitahu tentang topik ini dan pemantauan ketat terhadap pasien adalah penting. Dilaporkan bahwa pemberian larutan lipid sebelum kolaps kardiovaskular terjadi meningkatkan kelangsungan hidup (Suzer et al., 2011).
Pendekatan perioperatif Pertama harus dinyatakan bahwa perlu untuk menyelesaikan evaluasi pra operasi pasien secara efektif dan terkait dengan ini, untuk menentukan manajemen anestesi yang paling tepat. Dimungkinkan untuk menemukan faktor predisposisi atau patologi jantung pada setiap kelompok umur; Namun, semua situasi ini tidak selalu menyebabkan perubahan EKG pada periode pra operasi dan sayangnya sebagian besar aritmia terjadi secara tak terduga (Mandim et al., 2004). Penilaian pra operasi harus menentukan terlebih dahulu riwayat pasien, obat yang digunakan, nilai biokimia dan faktor predisposisi untuk aritmia (Duncan dan Wijeysundera, 2016). Pasien dalam kelompok risiko harus memiliki penilaian terperinci dan kemudian berkonsultasi dengan kardiologi dan penting untuk mempersiapkan pasien dalam kondisi terbaik untuk pembedahan dan berbagi risiko berdasarkan rekomendasi
ini.
Situasi
seperti
gangguan
keseimbangan
asam-basa,
ketidakseimbangan elektrolit, patologi jantung, hipoksia dan variasi suhu tubuh yang mempersiapkan jalan untuk aritmia harus diselesaikan pada tingkat optimal untuk memastikan pasien stabil (Rafiq et al., 2017). Dengan anestesi regional,
14
pasien harus dipantau lebih dekat untuk hipotensi, bradikardia dan serangan jantung mendadak, dengan pasien dipantau untuk irama, respirasi dan hemodinamik selama setiap jenis pemberian anestesi. Pemantauan irama yang cermat pada periode perioperatif tidak diragukan lagi merupakan metode yang paling penting untuk diagnosis. Salah satu topik yang harus disebutkan berkaitan dengan analisis ritme adalah artefak. Gambar-gambar ini diamati pada EKG yang tidak dapat ditafsirkan harus diidentifikasi oleh ahli anestesi dan dikonfirmasi sebagai artefak. Jika konfirmasi tidak memungkinkan, pemantauan harus dilakukan dengan perangkat yang berbeda dan konfirmasi ketidakcocokan antara pencitraan aritmia simultan dan temuan klinis dan hemodinamik pasien yang dibuat.
KESIMPULAN Diketahui bahwa kemungkinan menghadapi aritmia pada setiap tahap praktik anestesi rutin cukup tinggi. Pasien harus dinilai dengan cermat untuk kemungkinan setiap jenis aritmia dan analisis EKG harus diselesaikan secara akurat. Untuk topik ini, praktisi spesialisasi anestesiologi harus diberikan pelatihan analisis ritme yang cukup. Jelas bahwa pelatihan simulasi yang melibatkan skenario aritmia termasuk resusitasi kardiopulmoner akan bermanfaat. Semua ruang operasi harus memiliki monitor, defibrillator, dan semua bahan yang diperlukan untuk menangani aritmia yang ada dan siap digunakan dan ini harus diperiksa setiap hari. Ruang operasi dan ruang bersalin harus memiliki 20% larutan lipid untuk digunakan dalam toksisitas anestesi lokal. Selain itu, rencana tindakan harus dibuat untuk situasi darurat dengan personil yang diberitahu tentang tanggung jawab mereka untuk prosedur dalam rencana tersebut. Diagnosis dini dan intervensi dini menyelamatkan nyawa aritmia.
15
DAFTAR PUSTAKA 1. Akyel A, Tavil Y. Arrhythmias in Acute Myocardial Infarction; Reasons and Treatment Approaches. Bülent Görenek. Arrhythmias; Reasons, Current Diagnosis and Treatment Methods (Aritmiler; Nedenleri, Güncel Tanı ve Tedavi Yöntemleri). İstanbul: Nobel Medical Publishers; 2010. p.445-49. 2. Balser JR. Perioperative arrhythmias: incidence, risk assessment, evaluation, and management. Card Electrophysiol Rev. 2002 Feb;6(12):96-9. 3. Beton O, Tandoğan İ. Conduction system of the heart. Türkiye Klinikleri J Cardiol-SpecialTopics 2011;4(6):1-8. 4. Duncan D, Wijeysundera DN. Preoperative cardiac evaluation and management of the patient undergoing major vascular surgery. Int Anesthesiol Clin 2016;54(2):1-32. 5. Erdemli Ö, Çekmen N. Arrhythmias and anesthesia. Türkiye Klinikleri J Anest Reanim 2010;3(1):43-53. 6. Flegal MC, Fox LK, Kuhlman SM. Principles of anesthesia monitoring and electrocardiogram. J Invest Surg. 2009 Jul-Aug;22(4):316-7. 7. Hasdemir C. Ventricular Arrhythmias: Definitions, Reasons and Formation Mechanisms. Bülent Görenek. Arrhythmias; Reasons, Current Diagnosis and Treatment Methods (Aritmiler; Nedenleri, Güncel Tanı ve Tedavi Yöntemleri). İstanbul: Nobel Medical Publishers; 2010. p.297-306. 8. Hunter JM. Neuromuscular blocking and reversal agents. In: Hutton P, Cooper GM, James F, Butterworth JF (eds). Fundamental principles and practice of anaesthesia. 1 st ed. London: Martin Dunitz Ltd, The livery House 2002:633- 44. 9. Kwon CH, Kim SH. Intraoperative management of critical arrhythmia. Korean J Anesthesiol. 2017 Apr;70(2):120-126. 10. Mandim BL, Achá RE, Fonseca NM, Zumpano F. Cardiac arrhythmias and ST
changes
in
the perioperative period of elderly patients
submitted to transurethral prostatectomy under spinal anesthesia: comparative study. Rev Bras Anestesiol. 2004 Apr;54(2):190-203.
16
11. Melek M. Atrial Fibrillation; Clinical Significance, Reasons. Bülent Görenek. Arrhythmias; Reasons, Current Diagnosis and Treatment Methods (Aritmiler; Nedenleri, Güncel Tanı ve Tedavi Yöntemleri). İstanbul: Nobel Medical Publishers; 2010. p.227-247. 12. O'Neal Howard
WT, Kamel
H, Judd
SE, Safford MM, Vaccarino
V,
VJ, Howard G, Soliman EZ. Usefulness of Atrial Premature
Complexes on Routine Electrocardiogram to Determine the Risk of Atrial Fibrillation (from the REGARDS Study). Am J Cardiol. 2017 Sep 1;120(5):782-785. 13. Polanczyk CA, Goldman L, Marcantonio ER, Orav EJ, Lee TH. Supraventricular arrhythmia in patients having noncardiac surgery: clinical correlates and effect on length of stay. Ann Intern Med. 1998 Aug 15;129(4):279-85. 14. Rafiq A, Sklyar E, Bella JN. Cardiac Evaluation and Monitoring of Patients Undergoing Noncardiac Surgery. Health Serv Insights 2017; doi: 10.1177/1178632916686074 15. Süzer MA, Özhan MÖ, Eşkin MB, Atik B, Çaparlar C. Local Anesthetic Toxicity Managed Successfully with Lipid Infusion (Case Report) Türk Anest Rean Der Dergisi 2011; 39(3):159- 63. 16. Thompson A, Balser J.R. Perioperative cardiac arrhythmias. Br J Anaesth 2004; 93(1):86-94. 17. Timuralp B. Physical Examination in Diagnosis of Arrhythmias. Bülent Görenek. Arrhythmias; Reasons, Current Diagnosis and Treatment Methods (Aritmiler; Nedenleri, Güncel Tanı ve Tedavi Yöntemleri). İstanbul: Nobel Medical Publishers; 2010. p. 9-17. 18. Trappe HJ, Brandts B, Weismueller P. Arrhythmias in the intensive care patient. Curr Opin Crit Care. 2003 Oct;9(5):345-55. 19. Tyler CL. Intraoperative cardiac emergencies. Crit Care Nurs Clin North Am. 2015 Mar;27(1):17- 31. 20. Yapıcı D, Azizoğlu M. Arrhythmias and Anesthesia. Section 19. A. Dönmez, Z. Özer, A. Kararmaz. Anesthesia and Heart (Anestezi ve Kalp). Türkiye:
2015:
p.
379-402.
Available
from:
URL:
17
http://www.tard.org.tr/akademi 21. Zoghi M, Duygu H. Electrophysiology of rhythm disorders and classification of arrhythmias. Türkiye Klinikleri J Int Med Sci 2006;2(33):60- 5.
18