Jiwa Edan (kelompok 3).rtf

  • Uploaded by: Ma Hendra
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jiwa Edan (kelompok 3).rtf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,773
  • Pages: 22
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

GANGGUAN MENTAL ORGANIK Dosen Pengampu: Agung Eko H, S.Kep Ns., M.Kep

Di Susun Oleh: Anda Mar’atussolihah

(201701003)

Bintoro Krisdyanto

(201701010)

Daila Rahayu Man Dewi

(201701011)

Dian Citra Prihatini

(201701012)

Endah Melati Suci

(201701015)

Fitria Angelica Andriyani

(201701019)

Galih Ekky Sapta Pratiwi

(201701021)

Tria Nurfitasari

(201701034)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG KAMPUS 6 PONOROGO 2018 / 2019

1

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Shawalat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya. Makalah ini dirancang agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Gangguan Mental Organik”, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan datang menjadi lebih baik. Terima Kasih

Ponorogo, 17 Januari 2019

Penyusun

2

DAFTAR ISI Halaman cover

..................................................................................... i

Kata pengantar

..................................................................................... ii

Daftar isi

..................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1 A.

Latar Belakang............................................................

B. C.

1 Rumusan Masalah....................................................... 1 Tujuan......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2 A.

.....................................................................................

Definisi B.

..................................................................................... 2 Etiologi.......................................................................

C. D.

2 Manifestasi Klinis...................................................... 3 Klasifikasi.................................................................. 3

BAB III PENUTUP

..................................................................................... 19

A.

Kesimpulan.................................................................

B.

19 Saran........................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

3

4

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Psikosa (Psychosis) merupakan bentuk gangguan mental yang

ditandai dengan adanya diorganisasi kognitif, diorientasi waktu, ruang, orang serta adanya gangguan dalam emosionalnya, keadaan tersebu tmenyebabkan penderita yang mengalami disintegrasi kepribadian, yang dapat menyebabkan terputusnya hubungan dirinya dengan realita, bahkan dapa tmenganggu fungsi sosialnya. Pada beberapa kasus disertai adanya halusinasi dan delusi. Menurut Kartini Kartono (1989), psikosa dibagi dalam dua golongan, yaitu organic psychosis (psikosa organic) dan functional psychosis (psikosafungsional). Organic psychosic disebabkan oleh adanya gangguan padafaktor fisik / organic dan faktor intern, yang menyebabkan penderita mengalami kekalutan mental, maladjustment, dan inkompeten secara sosial. Pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh adanya gangguan otak (terjadi organic brain disorder).Hal ini mengakibatkan berkurangnya/ rusaknya fungsi – fungsi pengenalan, ingatan, intelektual, perasaan dan kemauannya. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari Gangguan Mental Organik ? 2. Bagaimana etiologi dari Gangguan Mental Organik ? 3. Bagaimana manifestasi dari Gangguan Mental Organik ? 4. Bagaimana klasifikasi dari Gangguan Mental Organik ? C. Tujuan 1. Mengatahui definisi dari Gangguan Mental Organik 2. Mengatahui etiologi dari Gangguan Mental Organik 3. Mengatahui manifestasi dari Gangguan Mental Organik 4. Mengatahui klasifikasi dari Gangguan Mental Organik

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi 1

Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan mental yang memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll. Secara umum, ganguan mental seperti ini bisa diklasifikasikan menjagi 3 kelompok berdasarkan kepada gejala utamanya yang merupakan gangguan berbahasa, gangguan kognitif seperti halnya penurunan daya ingat, dan juga gangguan perhatian. Ketiga kelompok gangguan mental itu adalah delirium, dimensia, serta gangguan amnestik. Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh. Dalam sumber lain, gangguan mental organik meliputi juga gangguan mental organik selektif yang mencakup gangguan kepribadian organik antara lain seperti sindroma lobus frontalis, sindroma amnesia organik, sindrom waham organik, halusinosis organik, sindroma afektif organic B. Etiologi 1. PRIMER : Langsung pada otak a. Rudapaksa b. Infeksi c. Gangguan vaskular d. Tumor 2. SEKUNDER : Tidaklangsung melalui gangguan sistemik a. Gangguan metabolit b. Gangguan toxin c. Gangguan hypoxia C. Manifestasi Klinis 1. Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir, dayabelajar) 2. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian) 3. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi 4. (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan suasana perasaan 5. (depresi, gembira, cemas) D. Klasifikasi 2

I.Delirium Delirium adalah kejadian akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel. Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis berupa kelainan neuropsikiatri. Tanda yang khas adalah penurunan kesadaran dan gangguan kognitif. Adanya gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku merupakan gejala dari defisit kejiwaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala defisit neurologis. a)

Etiologi Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya

mempunyai pola gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti epilepsi, penyakit sistemik, intoksikasi atau reaksi, dan putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis. Selain

itu

diakibatkan

metabolik/defisiensi

vitamin

juga

karena

(thiamin),

adanya

hipoksia,

gangguan

hipcarbamia,

hipoglikemia, gangguan mineral, pasca bedah, kejang, cedera kepala, ensefalopati

hipertensif,

gangguan

fokal

lobus

parietal,

inferomedial lobus oksipital. b) Manifestasi Klinis Gejala-gejala Utama : 1. Kesadaran berkabut 2. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian 3. Diorientasi 4. Ilusi 5. Halusinasi 6. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi Gejala-gejala neurologis : 1. Disfrasia 2. Disartria 3. Tremor 4. Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia 3

dan

5. Kelainan motorik c) Gambaran klinis a. Gambaran mencolok adanya defisit untuk memusatkan, mempertahankan, memindahkan perhatian b. Halusinasi visual sering ditemukan c. Gangguan irama tidur d. Fluktuasi kesadaran disorientasi, amnesia, tidak kooperatif d) Patofisiologi Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru menunjukkan defi siensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor penyebab delirium.

Delirium yang diakibatkan oleh

penghentian substansi seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium karena penyebab lain. Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan eksitasi pada sistem neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat menyebabkan inhibisi reseptor NMDA (Nmethyl-D-aspartate)

dan

aktivasi

reseptor

GABA-A

(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan perubahan neurotransmiter yang memperkuat transmisi dopaminergik dan noradrenergik, adapun perubahan ini memberikan manifestasi karakteristik delirium, termasuk aktivasi simpatis dan kecenderungan kejang epileptik. Pada kondisi lain, penghentian benzodiazepin menyebabkan delirium melalui jalur penurunan transmisi GABA - ergik dan dapat timbul kejang epileptik. Delirium yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul melalui berbagai mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik dikombinasikan dengan hiperaktivitas dopaminergik. Perubahan

transmisi

neuronal

yang

dijumpai

pada

delirium

melibatkan berbagai mekanisme, yang melibatkan tiga hipotesis utama, yaitu 1. Efek Langsung Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter, dopaminergik.

khususnya Lebih

lanjut, 4

agen gangguan

antikolinergik metabolik

dan seperti

hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung mengganggu fungsi neuronal 2. Inflamasi Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Pada beberapa kasus, respons inflamasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk memproduksi reaksi infl amasi pada otak. Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. Proses inflamasi berperan menyebabkan delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama penyakit neurodegeneratif ). 3. Stres Faktor stres menginduksi sistem saraf simpatis untuk melepaskan

lebih

banyak

hipotalamuspituitari-adrenokortikal

noradrenalin, untuk

dan

melepaskan

aksis lebih

banyak glukokortikoid, yang juga dapat mengaktivasi glia dan menyebab kan kerusakan neuron. e) Terapi Delirium Prinsip terapi pada pasien

dengan

delirium

yaitu

mengobati gejala-gejala klinis yang timbul (medikasi) dan melakukan intervensi personal danlingkungan terhadap pasien agar timbul fungsi kognitif yang optimal.Medikasi yang dapat diberikan antara lain : 1. Neuroleptik (haloperidol,risperidone,olanzapine) Haloperidol (haldol) Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium. Risperidone (risperdal) Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikitdibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamine D2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor 2. Short acting sedative (lorazepam) Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi nafas, terutama pada pasien dengan usia tua, pasien dengan masalah paru.

5

Vitamin,

thiamine

(thiamilate)

(nascobal, cyomin, crystamine) Bahwa defisiensi vitamin B6

dancyanocobalamine

dan

vitamin

B12

dapat

menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya diberikan preparat vitamin B per oral. 3. Terapi Cairan dan Nutrisi Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium jugasangat berguna untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan sekitar untuk dapat berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa tergantung orang lain. Intervensi personal yang dapat dilakukan antara lain a. Kebutuhan Fisiologis Prioritasnya adalah menjaga keselamatan

hidup-

Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan. Jika pasien sangat gelisah perlu pengikatan untuk

menjaga

therapi,

tapi

sedapat

mungkin

harusdipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri.\ Gangguan tidur -

Kolaborasi pemberian obat tidur

-

Gosok punggung apabila pasien mengalami

sulit tidur -

Beri susu hangat

-

Berbicara lembut

-

Libatkan keluarga

-

Temani menjelang tidur

-

Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur

-

Hindari tidur diluar jam tidur

-

Mandi sore dengan air hanngat

-

Hindari minum yang dapat mencegah tidur

seperti : kopi dsb. -

Lakukan methode relaksasi seperti : napas

dalam Disorientasi 6

-

Ruangan yang terang

-

Buat jam, kalender dalam ruangan

-

Lakukan kunjungan sesering mungkin

-

Orientasikan pada situasi lingkungan

-

Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada

ruangan/ kamar -

Orientasikan

pasien pada

barang

milik pribadinya ( kamar, tempat tidur,lemari, photo keluarga, pakaian, sandal ,dll) -

Tempatkan

alat-alat

yang membantu

orientasi massa -

Ikutkan dalam terapi aktifitas kelompok

dengan program orientasi(orang, tempat, waktu). b. Halusinasi Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri- Ruangan Hindari dari benda-benda berbahaya Barang-barang seminimal mungkinPerawatan 1 – 1 dengan pengawasan yang ketatOrientasikan pada realita- Dukungan dan peran serta keluarga- Maksimalkan rasa aman- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten) c. Komunikasi Pesan jelas Sederhana Singkat dan beri pilihan terbatas d. Pendidikan kesehatan -

Mulai saat pasien bertanya tentang yang

terjadi pada keadaansebelumnya -

Seharusnya perawat harus tahu sebelumnya

tentang :  Masalah pasien  Stressor  Pengobatan

7

 Rencana perawatan  Usaha pencegahan  Rencana perawatan dirumah -

Penjelasan diulang beberapa kali

-

Beri petunjuk lisan dan tertulis

-

Libatkan

anggota

keluarga

agar

dapat

melanjutkan perawatan dirumahdengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan 2.

Dimentia Merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan

oleh proses degeneratif yang progresif yang mengenai fungsi kognitif. Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif (biasanya tanpa gangguan kesadaran) yang mempengaruhi kepribadian pasien. Sebuah sindrom yang ditandai denagn berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa adanya gangguan pada kesadaran. Gangguan pada fungsi kognitif itu dapat berupa gangguan pada intelegensi secara umum, ingatan, belajar, orientasi, bahasa, konsentrasi, perhatian, dan juga kemampuan sosial. Gangguannya pun dapat berupa progresif, statis, permanen dan juga reversible jika diberikan pengobatan tepat pada waktunya. Penyebab dari gangguan mental ini adalah 75 persen demensia Alzheimer serta demensia vaskular, sisanya dikarenakan oleh penyakit Huntington, Pick, serta truma kepala. Gambaran dari gangguan awalnya adalah berupa gangguan daya ingat yang baru, selanjutnya ingatan yang sudah lama pun juga akan mengalami gangguan pula. Selain itu ditemukan juga gangguan bahasa serta gangguan orientasi di masalah ini. Bila salah satu anggota keluarga kita mengalami gangguan mental ini, maka mungkin kita akan sangat terganggu jika ia mengalami perubahan kepribadian menjadi lebih introvert, gampang marah, serta sering mengalami halusinasi. a) Gambaran Klinik Pasien penderita demensia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut : a. Gangguan Daya Ingat Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai 8

korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat terjadi secara ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Selama perjalanan penyakit demensia, pasien terganggu dalam orientasi terhadap orang, waktu, maupun tempat. Sebagai contoh, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran. b. Gangguan Bahasa Proses demensia dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samarsamar, stereotipik tidak tepat, atau berputarputar. c. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien, hal ini dikarenakan pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan yang terjadi pada lobus frontal dan temporal dimungkinan menjadi penyebab perubahan keperibadian pasien. Pasien jadi lebih mudah marah dan emosinya meledak-ledak. Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa penyebab yang terlihat. d. Psikosis Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer mengalami halusinasi, dan 30-40% mengalami waham, terutama dengan sifat paranoid. e. Etiologi Demensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer dengan kemungkinan 60%, dapat juga disebabkan karena gangguan neurologis (seperti chorea huntington, parkinsonism, multiple sklerosis), gangguan toksik

metabolik (anemia

pernisiosa,

defisiensi asam folat, hipotiroidime, intoksikasi bromida), trauma (cedera kepala), dan obat toksin (termasuk demensia alkoholik kronis). Demensia yang masih mungkin disembuhkan (reversible) adalah yang disebabkan oleh gangguan kelebihan atau kekurangan hormon tiroid, dan vitamin B12 (Depkes, 2001) 9

b) Jenis-jenis Demensia a. Demensia Vaskular Gejala umum dari dementia vascular adalah sama dengan tipe demensia alzheimer, tetapi diagnosis dari vascular demensia membutuhkan pemerikasaan klinis dimana vascular demensia lebih menunjukkan penurunan dan deteriorasi dari penyakit alzheimer. Demensia vaskuler juga merupakan demensia yang terjadi akibat penyakit ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko demensia sama dengan penyakit aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperlipidemia. Demensia vaskuler yaitu demensia yang timbul akibat keadaan atau penyakit lain seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan metabolik, toksik, trauma otak, infeksi, tumor dan lain-lain. Dimana demensia vaskuler dapat terjadi apabila lansia memiliki penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi dengan cepat. Perjalanan penyakit ini pasien akan mendadak merasa membaik kemudian memburuk. Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terja dinya demensia”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler. Kelainan ini dihubungkan dengan penyakit vaskular sistemik dan serebral, yang mungkin terlihat pada pemeriksaan fisik. Umumnya disertai dengan hipertensi. Deteriorasi diperkirakan dapat terjadi sebagai respons terhadap infark otak berulang. Usia awitan nampaknya lebih awal dari demensia degeneratif primer tipe Alzheimer dan lebih umum pada pria dibandingkan pada wanita.

10

Penyebab demensia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi

pembuluh

darah

oleh

plaq

arteriosklerotik

atau

tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung b. Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis

11

setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Demensia degeneratif primer tipe Alzheimer adalah PMO kronis yang mempunyai awitan tersembunyi dan membahayakan serta secara umum progresif, menjadi semakin buruk. Gambaran khusus meliputi kehilangan berbagai-bagai segi kemampuan intelektual, seperti memori, penilaian, pikiran abstrak, dan fungsi kortikal lebih tinggi lainnya, serta perubahan pada kepribadian dan perilaku (DSM-III-R, 1987). Gejalagejala yang dihubungkan dengan sindrom demensia terlihat. Bisa juga terdapat tanda delirium, delusi atau depresi. Perubahan-perubahan patopsikologis meliputi atrofi otak, dengan pelebaran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral

1. Etiologi  Genetik Dipengaruhi sebanyak 40%, keluarga yang memiliki latar belakang demensia dengan tipe Alzheimer. Sehingga dapat dikatakan genetik memiliki peran dalam munculnya penyakit tersebut  Amyloid Precursor Protein Genetik yang menjadi dasar protein amyloid terdapat pada lengan kromosom 21. Proses ini berlanjut pada pembentukan of amyloid precursor protein. Protein ini nantinya akan membentuk plak senilis.  Neuro transmitter

12

Barties etal (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neuro transmiter dgn cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase 2. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu : a. Stadium I Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami. b. Stadium II Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya, antara lain:  Disorientasi  Gangguan bahasa (afasia)  Penderita mudah bingung Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”. c. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain : a. Penderita menjadi vegetatif b. Tidak bergerak dan membisu c. Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak

3.

mengenal keluarganya sendiri d. Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil e. Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain f. Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma. [15] Perjalanan Penyakit a. Stadium Awal Perilaku berubah dapat diamati keluarga à  semangat & kemauan, dorongan untuk melakukan aktifitas rutin seharihari, tak mampu melakukan aktifitas multipel, depresi ringan. b. Stadium Menengah : Gangguan memori & kognitif 13

Deteriorasi intelektual : orientsi, memori, berhitung, percakapan

kurang

efisien,

pemahaman

misinterpretasi,

penderita murung, menarik diri, menjauhi teman lama, obsesi, kebiasaan pramorbid, daya nilai menurun. c. Stadium Lanjut : Kemunduran psikologik & perilaku  Apati  Gangguan kepribadian menyeluruh, mengurus diri (-)  

Tak mampu mengingat, komunikasi Gejala neurologik à afasia, apraksia, agnosia, buta

kortikal  Pasien meninggal 2-5 tahun, komplikasi terbanyak karena infeksi  Demensia multi-infark adalah PMO kronis dimana ada indikasi deteriorasi intermiten. Dari pada awitan yang tersembunyi dan berbahaya serta kemajuan yang sama terlihat pada demensia degeneratif primer tipe Alzheimer, awitan dari demensia multi-infark secara khas bersifat mendadak dan jalannya selangkah demi selangkah serta berfluktuasi. Defisit yang terlihat tergantung pada bagian otak yang rusak. Fungsi-fungsi kognitif tertentu dapat dipengaruhi secara dini, sedangkan bagian lainnya relatif tetap tidak rusak. Secara khusus, gangguan-gangguan pada memori, pikiran abstrak, penilaian, kontrol impuls, dan gangguan kepribadian terlihat. Tanda-tanda neurologis fokal umumnya terlihat termasuk kelemahan pada anggota badan, tidak simetrisnya refleks, respons-respons ekstensor plantar, disartria dan berjalan dengan langkah yang pendek. Mungkin juda terdapat tanda delirium, delusi, atau depresi (DSM-III-R,1987) Secara mikroskopik, plak-plak senil, kekacauan neurofibrilaris, dan degenerasi granulovakuolar neuron-neuron dapat terlihat. Perubahan-perubahan ini terjadi pada 2% sampai 4% dari populasi pada usia lebih dari 65 tahun serta meningkat dengan bertambahnya usia. Kelainan perilaku ini sedikit lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria. 14

4. Prognosis dan Patogenesis Pada umumnya demensia dimulai pada umur 50 sampai 60 tahun dengan deteriorasi selama 5-10 tahun yang berujung kematian. Onset dan kecepatan dari deteriorasi berbeda pada tiap jenis dementia dan kategori diagnosis individu. Rata-rata tingkat survival expectation untuk pasien demensia dengan tipe alzheimer adalah 8 tahun dari range 1-20 tahun. Data menunjukkan bahwa orang yang memiliki onset lebih awal atau memiliki latar belakang keluarga yang mungkin pernaj memiliki dementia akan memiliki perjalanan penyakit yang lebih cepat. Segera setelah demensia di diagnosis, pasien harus menjalani tes medis dan neuropsikologis karena 10-15% dari seluruh pasien dengan demensia memiliki potensi reversibel jika treatment diberikan sebelum munculnya kerusakan otak secara permanen 5. Pemeriksaan Diagnostik Demensia Menurut Arif muttaqin, (2008) : a. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan laboratorium hanya

dilakukan

begitu

diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan

laboratorium

rutin

sebaiknya

dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat. b. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan

demensia

dipertanyakan. c. Pemeriksaan EEG Electroencephalogram

walaupun

(EEG)

hasilnya

tidak

masih

memberikan

gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah 15

normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik. d. Pemeriksaan cairan otak Fungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus

normotensif,

tes

sifilis

meningeal pada CT scan. e. Pemeriksaan genetika Apolipoprotein E (APOE)

(+),

adalah

penyengatan

suatu

protein

pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat. f. Pemeriksaan neuropsikologi Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis

penting

untuk

sebagai

penambahan

pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau

proses

depresi.

Sebaiknya

syarat

pemeriksaan

neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut: i. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi ii. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test yang paling banyak dipakai, tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. 6. Terapi

16

Bantuan yang baik mereka yang membantu pasien berjuang dengan perasaan bersalah, berduka, marah, dan kelelahan sebagaimana mereka menyaksian anggota keluarga mereka sendiri menderita. Pasien yang

mendapat

dukungan

dan

psikoterapi

edukasional

dimana

penyakitnya secara terang dijelaskan. Mereka juga mendapat keuntungan dari dukungan yang diberikan oleh keluarganya dalam menghadapi penyakit yang membuat mereka memiliki disfungsi.

BAB III PENUTUP A.

Kesimpulan Gangguan mental organik merupakan sebuah gangguan

mental yang memiliki dasar organik yang patologis yang juga bisa diidentifikasi seperti halnya penyakit serebral vaskular, tumor otak, intoksikasi obat-obatan, dll. PRIMER : Langsung pada otak a. Rudapaksa 17

b. Infeksi c. Gangguan vaskular d. Tumor SEKUNDER : Tidak langsung melalui gangguan sistemik a. Gangguan metabolit b. Gangguan toxin c. Gangguan hypoxia Manifestasi Klinis : a.

Adanya gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir,

dayabelajar) b. Adanya gangguan sensorium (gangguan kesadaran dan perhatian) c. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham / delusi), dan suasana perasaan B.

(depresi, gembira, cemas) Saran Kesadaran perawat tentang gangguan mental, baik proses terjadi,

factor penyebab, keterbatasan, tingkat kemampuan klien dan asuhan keperawatan yang spesifik akan memotivasi perawat melakukan praktek keperawatan yang berkualitas

DAFTAR PUSTAKA Anonumous. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1 hal 189-192. Jakarta: Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi Maslim.1993. hal 3 Balas MC, Rice M, Chaperon C, et al. Management of delirium in critically ill older adults. Critical Care Nurse 2012; 32 (4): 15-25. Joosse LL, Palmer D, Lang NM. Caring for elderly patients with dementia: nursing interventions. Nursing: Research and Reviews 2013; 3: 107–117.

18

Related Documents

Kelompok 2 Jiwa Silva
October 2019 36
Wong Edan
June 2020 24

More Documents from "astikha"