Model Integrasi Rencana Pembangunan Daerah Dengan RTRW Berkekuatan Hukum Tetap (Perda) Dan RTRW Yang Belum Memiliki Kekuatan Hukum Tetap (Perda) Terdapat 2 model integrasi, yaitu (1) model integrasi Rencana Pembangunan Daerah dengan RTRW berkekuatan hukum tetap (Perda); dan (2) Model integrasi Rencana Pembangunan Daerah dengan RTRW yang belum berkekuatan hukum tetap. Pengintegrasian RTRW dalam proses penyusunan RPD, sudah dimulai pada saat penyusunan rancangan awal RPJPD dan RPJMD. Bila pada saat penyusunan RPJPD dan RPJMD, RTRW sudah berkekuatan hukum tetap, maka RTRW digunakan sebagai acuan. Sedangkan, pada prinsipnya bila proses penyusunan RTRW telah melalui prosedur yang benar, sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, maka RTRW tersebut dapat dipandang sah secara hukum, sehingga dapat dijadikan pedoman awal dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD. Sedangkan untuk integrasi Rencana Pembangunan Daerah dengan RTRW yang belum berkekuatan hukum tetap, dapat di kaji dari proses penyusunan RTRW apakah telah melalui prosedur yang benar atau kah tidak, yang mana proses penyusunan RTRW itu sendiri didasarkan dalam perundangan yang berlaku. Ketika dalam penyusunan RTRW telah sesuai dengan perundangan yang berlaku, secara langsung dokumen RTRW tersebut dapat dijadikan pedoman awal dalam penyusunan RPJMD. RTRW Provinsi yang telah mendapatkan persetujuan substansimenteri sudah dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dan RPJMD, dikarnakan penyusunan RTRW tersebut telah melalui prosedur seperti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu telah memerhatikan (1) RTRW di atasnya; pedoman bidang penataan ruang; (3) RPJPD; (4) aspirasi pembangunan; (5) RTRW wilayah yang berbatasan; dan (6) KLHS. Ke-6 acuan dan konsideran dalam proses penyusunan RTRW provinsi diatas merupakan persyaratan minimal untuk terbitnya surat Rekomendasi Gubernur dan Persetujuan Substansi dari Menteri Pekerjaan Umum. Dengan demikian, suatu Raperda RTRW yang telah mendapatkan 2 (dua)
surat tersebut dapat dijadikan sebagai Pedoman Awal untuk penyusunan dan penetapan RPJPD dan RPJMD, sebelum Perda RTRW terbit.
Perda RTRWP
Rancangan Awal RPJMD
Lampiran 1. Materi Teknis
1. RTRWP yang telah
mendapatkan Persuratan Menteri
RTRW yang memiliki kekuatan hukum
Rancangan Awal Renstra SKPD
Rancangan RPJMD
Rancangan Akhir RPJMD
Musrenbang JMD
Penetapan Perda RPJMD
Renstra SKPD
RTRW yang belum memiliki kekuatan hukum
Sumber: Diadopsi dari Kemendagri, 2011 Gambar Model Integrasi dalam Perumusan RPJMD Dengan RTRW Berdasarkan Status Legalitas/Kekuatan Hukum
Integrasi Periodisasi Waktu Pada prinsipnya, integrasi dapat dipermudah bila pentahapan dalam penyusunan RTRW sesuai dengan periode RPJMD. Namun, pada kenyataannya hal tersebut sulit dicapai. Hal ini disebabkan karena adanya variasi kondisi penyusunan dokumen-dokumen perencanaan (RPJMD, dan RTRW) yang
mengakibatkan adanya perbedaan periodisasi waktu. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, periode untuk RTRW dan RPJMD diatur sebagai berikut:
Periode RPJMD terikat dan mengikuti masa jabatan kepala daerah terpilih; sementara
Periode RTRW relatif lebih fleksibel, karena tidak diatur di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Oleh karena itu, integrasi periodisasi waktu antara RTRW dan RPJMD didasarkan pada beberapa variasi kemungkinan kondisi yang dapat terjadi dalam penyusunan dokumen RTRW dan RPJMD, yaitu:
Kondisi 1 : Dokumen Rencana yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
Kondisi 2: Dokumen yang disusun di akhir periode per 5 tahun dari dokumen rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Tabel Integrasi Periodisasi Waktu Pada Berbagai Variasi Kondisi
No
Variasi Kondisi RPJMD
RTRW
Langkah Pengintegrasian RPJMD-RTRW RTRW disusun pada tahun penyusunan
RPJMD,
atau
mengikuti priodisasi RPJMD 1
RTRW
disusun
haruslah
mengikuti priodisasi RPJMD, priodisasi itu sendiri tidak mesti 4 tahapan dan tidak mesti harus 5 tahun di tiap PJM
RTRW-RPJMD RPJMD
disusun
dengan
perbedaan 2 tahun penyusunan RPJMD, maka RPJMD haruslah mengikuti priode KDH terpilih. Untuk selisih waktu PJM dalam RTRW dengan perbedaan 2 tahun penyusunan RPJMD tidak dapat di rekonsiliasi dengan priode RPJMD, penyesuaian hanya dapat dilakukan pada RTRW priode berikutnya. CONTOH: RTRW 2012-2032 RPJMD disusun tahun 2014 (RPJMD 2014-2018) PJM I RTRW adalah 2012-2016 Maka
penyesuaian
RPJMD-
RTRW pada priode 2033-2053 Sumber: Diadopsi dari Kementerian PU, 2012
Integrasi Muatan Antara RTRW Dengan RPJMD Dalam melakukan integrasi muatan perlu dilakukan kajian keterkaitan antara urusan dalam RPJMD dengan aspek-aspek dalam RTRW. Selain itu, Integrasi muatan RTRW dan Rencana Pembangunan dibedakan menjadi Analisis Integrasi muatan antara RTRW dengan RPJMD, dimana terbagi menjadi 2 langkah, yaitu:
Langkah 1 : analisis integrasi antara kebijakan RTRW dan arahan kebijakan dalam RPJMD
No
RTRW
RPJMD
Penilaian
Rekomendasi
Kebijakan 1 Arahan Kebijakan 1
Strategi 1.1
Arahan Kebijakan
Strategi 1.2
Arahan Kebijakan
Kebijakan 2 Arahan Kebijakan 2
Strategi 2.1
Arahan Kebijakan
Strategi 2.2
Arahan Kebijakan
Langkah 1 : analisis integrasi antara program RTRW dan program dalam RPJMD
No
RTRW
RPJMD
1
Program
Program
2
Program
Program
3
Program
Program
4
Program
Program
5
Program
Program
6
Program
Program
Penilaian
Rekomendasi
Inventarisasi Kendala Yang Dihadapi Oleh Daerah Terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan inventarisasi oleh daerah, yang di antaranya: Pelaksanaan Inventarisasi Kendala Di Daerah Pelaksanaan inventarisasi kendala di daerah umumnya memerlukan pendekatan partisipatif, yang mana pendekatan ini merupakan bentuk dari pengenalan dan penggalian isu-isu di daerah. Selain itu, maksud dari pendekatan partisipatif itu sendiri, (a) upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang telah dilakukan di daerah sampai dengan saat ini, serta (b) inventarisasi kendala yang dihadapi daerah dalam melakukan
sinkronisasi. Hal tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk penyusunan dokumen sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan.
Rumusan Hasil Inventarisasi Kendala Di Daerah Terdapat beberapa kendala yang di hadapi oleh daerah terkait dengan RTRW dan RPJMD, diantaranya:
Kendala Regulasi. Terkait dengan regulasi dan kebijakan Pemerintah Pusat, ada beberapa hal yang dianggap dapat menjadi kendala, yaitu: 1.
Dinamisnya perumusan peraturan baru dari Pemerintah Pusat memengaruhi penyusunan RTRWP dan implementasinya. Salah satu contohnya adalah kebijakan mengenai Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (Inpres No. 6 Tahun 2013) yang dirasa menghambat
implementasi
pembangunan
pada
kawasan
konservasi yang telah tertuang dalam RTRW maupun RPJMD. 2.
Belum tersedianya peta dengan skala besar (1:5.000) dapat menghambat proses penyusunan RDTR. Selain itu, kebijakan mekanisme penyusunan peta dalam perumusan RTRW yang mengharuskan Daerah untuk melakukan verifikasi peta ke BIG di Cibinong. Kebijakan ini justru menjadi bottleneck dalam penyusunan RTRW, sehingga membutuhkan anggaran dan waktu yang tidak sedikit. Hal ini kemudian mempengaruhi waktu penyusunan RTRW beserta periodenya. Oleh karena itu, diusulkan agar pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk melakukan verifikasi peta.
Kendala Periodisasi Waktu Perencanaan Terdapat ketidaksinkronan periodisasi waktu antara RTRW dengan RPJMD. Terkait dengan hal tersebut, ada wacana bahwa PK RTRW akan disinkronkan dengan periode RPJMN atau RPJMD untuk memudahkan sinkronisasi.
Kendala Faktor Politis dan Ketersediaan Anggaran
Terhambatnya implementasi RTRW, maupun RPJMD di tataran kewenangan legislatif (DPRD) yang disebabkan oleh faktor politis. DPRD mengajukan program sendiri berdasarkan diskusi dengan konstituen pada masa reses; program-program tersebut tidak selalu sesuai dengan program-program yang tercantum dalam RPJMD sesuai kesepakatan saat Musrenbang. Disamping itu, masih belum optimalnya alokasi anggaran yang untuk pelaksanaan upaya sinkronisasi.