INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
I. DEFINISI Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah,menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpagejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogenpenyebabnya dan faktor lingkungan (WHO, 2007).
II. EPIDEMIOLOGI Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatankarena ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara majudengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibatISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia,dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012). ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanankesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2007).Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8% (Dinkes, 2011).
III. ETIOLOGI Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untukISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. DalamHarrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasanakut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hampir90% disebabkan oleh virus , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50%disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia sekitar 70-90%, sedangkan Staphylococcus aureus dan H. Influenza sekitar 10-
20%. Saat ini telah diketahui bahwainfeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupunvirus (Rubin, 2005).
Tabel 1. Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur
IV. KLASIFIKASI ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat (Ditjen P2PL, 2007). 1) ISPA Ringan Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala sepertibatuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau ketikaberbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2oC), keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga (Ditjen P2PL, 2007). 2) ISPA Sedang Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti pernafasanyang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda
utama) pada umur < 1 tahun dan40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39oC atau lebih,wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercakdikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok (Ditjen P2PL, 2007). 3) ISPA Berat Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejalaseperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya stridoratau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau makan.Tanda dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cupinghidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menitatau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri (Ditjen P2PL, 2007).
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuaidengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai denganISPA yang diderita dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut
Tabel 2. Gejala dan Tanda ISPA Berdasarkan Kelompok Usia
V. GEJALA DAN TANDA Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, bersin, sesak nafas,mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut
dapat terjadi dengan berbagaigejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh virus ataubakteri sangat sulit untuk didentifikasi (Rubin, 2005). Keluhan common cold biasanya terjadi 2-3 hari setelah inokulasi. Keluhan yang sering terjadi pada common cold adalah rhinorrhea, kongesti nasal, dan bersin-bersin. Sekret nasal tidak berwarna, berwarna keputihan sampai kehijauan. Namun, warna dan kekentalan sekret tidak dapat membedakan patogen penyebab virus ataupun bakteri. Apabila bakteri patogen menyerang daerah faring, dapat ditemukan adanya keluhan nyeri tenggorok atau keluhan nyeri saat menelan.Pada laringitis dapat ditemukan keluhan batuk, post nasal drip, dan sulit bernapas.Pada tonsilitis dapat ditemukan keluhan nyeri saat menelan, sulit bernapas, dan mendengkur saat tidur.
VI. PATHOGENESIS ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udarapernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluranpernafasannya (Ditjen P2PL, 2009). ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPAyang disebabkan oleh faktor resiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran rumahtangga, gas buang sarana transportasi dan industri, kebakaran hutan, dan lain-lain. Ageninfeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidaklangsung menimbulkan ISPA karena pertahanan tubuh juga menjadi faktor yang pentinguntuk menentukan (Machmud, 2006). Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteridengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan siliayang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kearah faring atau dengan suatu tangkapan refleksspasmus oleh laring. Jika refleks tersebutgagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluranpernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnyabatuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran pernafasan menyebabkanpeningkatan aktifitas kelenjar mucus,
yang banyak terdapat pada dinding saluranpernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihinormal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan gejala batuksehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Ria, 2012). Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakanmekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehinggamemudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas sepertiStreptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus dan H. Influenza menyerang mukosayang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucusbertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafasdan batuk produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuacadingin dan malnutrisi (Ria, 2012). Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan giziakut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ketempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan jugadapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkanbakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang salurannafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan pneumia bakteri. Melalui uraian diatas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi periode prepathogenesis dan pathogenesis (Ria, 2012). 1) Periode Prepathogenesis Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara agendan lingkungan serta antara host dan lingkungan (Ria, 2012). a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadapperkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virusdan bakteri penyebab ISPA. b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan sepertiasap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan
polusi udaradalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host . 2) Periode Pathogenesis Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap penyakit akhir (Ria, 2012). a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan lapisanmukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan sistem saluran pernafasan.Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahantubuh yang rendah. b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanyainteraksi. c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk menghindariakibat lanjut yang kurang baik. d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh denganatelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.
VII. FAKTOR RISIKO Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan danhost. Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat menyebabkanISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalamruangan (indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitaspenghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah danpenggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor hostyang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat Badan LahirRendah (BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akanlebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasilengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ pernapasanmasih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnyainfeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkankarena balita yang lebih
muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkandengan balita yang lebih tua (Rerung, 2012).
VIII. DIAGNOSIS Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yangdisebutkan pada klasifikasi diatas (Rubin, 2005).
IX. PENATALAKSANAAN 1) Medikamentosa a. Pneumonia berat
: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen dansebagainya. b. Pneumonia
: diberi obat sesuai organisme penyebab.
c. Bukan Pneumonia
:tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi
simptomatik.Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidakmengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bilademam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol (Rubin, 2005). Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapatmenyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dariseluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih seringdisebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi inikarena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangakan diberikan (Deasy, 2009). Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrumluas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama pemberian terapiditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta (Dahlan 2014). 2) Nonmedikamentosa Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu a. Perbanyak istirahat b. Perbanyak minum air putih
c. Hindari makanan berminyak dan es d. Konsumsi makanan gizi seimbang (Oryza, 2013).
X. PENCEGAHAN Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputipengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutinuntuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada
pasien
tertentu
(misalnya,berdasarkan
diagnosis
presumtif),
dan
pembangunan prasarana pencegahan dan pengendalianinfeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi) (WHO, 2007). Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnyadidasarkan pada jenis pengendalian berikut ini: 1) Reduksi dan Eliminasi Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanankesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya
harus
dikurangi/dihilangkan.Contoh
pengurangan
dan
penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etikabatuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius (Ditjen P2PL, 2009). 2) Pengendalian administratif Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yangdiperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Meliputi
pembangunanprasarana
dan
kegiatan
pencegahan
dan
pengendalian infeksi yang berkelanjutan. Misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatanpasien. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan stafuntuk mendapatkan rasio pasienstaf yang memadai, memberikan pelatihan staf, danmengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untukmeningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan (Ditjen P2PL, 2009). 3) Pengendalian lingkungan dan teknis Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosolpernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan
mengurangi keberadaanpermukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contohpengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasilingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untukagen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan danbenda
yang
terkontaminasi
merupakan
metode
pengendalian
lingkungan yang penting (Ditjen P2PL, 2009). 4) Alat Pelindung Diri (APD) Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan terpapar. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugaskesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanankesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas. Penggunaan APD harusdidefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untukpencegahan dan pengendalian infeksi. Efektivitas APDtergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai,membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semuajenis pengendalian di atas sangat berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebutharus diselaraskan untuk
menciptakan
budaya
keselamatan
kerja
institusi,
yang
menjadilandasan bagi perilaku yang aman (Ditjen P2PL, 2009).
XI. KOMPLIKASI ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuhsendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi ISPA yang tidak mendapatkanpengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti : penutupan tubaeustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematiankarena adanya sepsis yang meluas (Whaley, 2000).
XII. PROGNOSIS Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi komplikasi yang berat.Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu
self limiting disease sehingga tidakmemerlukan tindakan pengobatan yang rumit.Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karenainfeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi sekunder (Supatondo, 2007).
KASUS I.
Identitas Pasien Nama
: An. F
Umur
: 22 Bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Magelang
Berat Badan
: 10 kg
Tinggi Badan
: 85 cm
Tanggal Masuk Ruangan
: 19 Juni 2015
Tanggal Keluar
: 21 Juni 2015
Ruangan
: Bangsal Flamboyant RST Dr. Soedjono Magelang
II.
Kronologi Pasien datang ke IGD RS X dengan keluhan demam sejak 6 hari yang
lalu. Demam muncul saat siang hari, demam terjadi terus menerus. Orang tua pasien mengeluhkan pasien menderita batuk pilek sejak 9 hari yang lalu, sekret berwarna kekuningan dengan konsistensi kental. Belum BAB dan BAK dari 1 hari yang lalu. Makan dan minum sedikit sejak 6 hari yang lalu. III. Riwayat alergi Sebelumnya pasien tidak pernah terkena penyakit yang sama. Riwayat alergi, kejang dan asma tidak ada.
IV. Riwayat penyakit Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan atau riwayat yang sama dengan pasien.
V. Riwayat Pemakaian Obat Pasien telah meminum obat parasetamol oral namun tidak terjadi perbaikan.
VI. Hasil Laboratorium Hasil laboratorium tanggal 12 Juni 2015
Tabel :katanya remon mau buat tabelnya sama hasil kultur di hari ke 3
VII. Hasil Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan tanda vital pasien Data
Normal
19/06
20/06
21/06
1. 2.
Klinik Suhu Frekuensi nafas (RR)
3.
Nadi
4.
Kesadaran
36,6-37oC 30-40 kali per menit 110 kali per menit CM
39,5
36,8
36,8
40
60
60
166
160
160
CM
CM
CM
VIII. Terapi Yang Diterima NO. Obat yang Bentuk diberikan 1.
Signa
Rute
19/06
20/06
21/06
24 I.V
√
√
√
8 I.V
√
√
8 Oral
√
√
√
8 Oral
√
√
√
Sediaan
D5 ¼ NS Injeksi
Tiap
1000/24
jam
jam 2.
Cefotaxim
Injeksi
300 mg 3.
jam
Norages
Syrup
100 mg 4.
6.
Tiap jam
Praxion
Drop
100 mg/ml 5.
Tiap
Ambroxol
Tiap jam
Syrup
Tiap
√
12 Oral
15 mg/5 ml
jam, 1 cth
Rhinos neo Drop
Tiap
7,5 mg/ml
jam,
√
8 Oral 0,8
ml 7.
Mucos drop
Drop 15
mg/ml 8.
Cefila mg
Tiap
12 Oral
jam,
0,8
√
ml 1,5 Syrup kering
Tiap
√
12 Oral
jam
IX. SOAP Tanggal
Subject (S)/
Assessment
Plan (P)
Keterangan
Object (O) 19 Juni S : 2015 Demam (+) tidak turun sejak 3 hari SMRS, Batuk (+), Pilek (+), Mual (), Muntah (-), makan minum (+) sedikit sejak 3 hari SMRS, BAB dan BAK belum sejak 1 hari SMRS O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM BB : 10 kg VS : N : 166x/menit RR : 40x/menit S : 39,5oC Kepala : normochepal Mata : CA -/-, SI /Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -/Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil T1-T1 Leher : KGB (-) membesar Thorax : Simetris, statis dan dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/Cor : BJ I-II reguler, murmur (), gallop (-) Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, Nyeri tekan epgastrium (+), timpani Ektremitas: Akral
(A) Obs. H+3 ISPA
Febris 1. D5 ⅟4 NS 1000 / 24 jam 2. Cefotaxim 3x 300 mg 3. Norages 100 mg 3x1 4. Praxion 3x1 mL
hangat 20 Juni S : ISPA 2015 Demam (+), Batuk (+), Pilek (+), Mual (-), Muntah (-), makan minum (+) sedikit sejak 3 hari SMRS, BAB dan BAK belum, Rewel (+) O : KU/KS : tampak sakit sedang / CM BB : 10 kg VS : N : 160x/menit RR : 60x/menit S : 36,8oC Kepala : normochepal Mata : CA -/-, SI /Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -/Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil T1-T1 Leher : KGB (-) membesar Thorax : Simetris, statis dan dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/Cor : BJ I-II reguler, murmur (), gallop (-) Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, Nyeri tekan epgastrium (+), timpani Ektremitas: Akral hangat 21 Juni S : ISPA
1. D5 ⅟4 NS 1000 / 24 jam 2. Cefotaxim 3x 300 mg 3. Norages 100 mg 3x1 4. Praxion 3x1 mL
1. D5 ⅟4 NS
2015
Demam (-), Batuk (-), Pilek (+) secret kekuningan, Mual (-), Muntah (-), makan minum (+) sedikit sejak 3 hari SMRS, BAB dan BAK baik, Sesak (-) O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM BB : 10 kg VS : N : 160x/menit RR : 60x/menit S : 36,8oC Kepala : normochepal Mata : CA -/-, SI /Hidung : Sekret +/+, deviasi septum -/Mulut : Faring Hiperemis (+), Tonsil T1-T1 Leher : KGB (-) membesar Thorax : Simetris, statis dan dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/Cor : BJ I-II reguler, murmur (), gallop (-) Abdomen : Datar, BU (+) normal, supel, Nyeri tekan epgastrium (+), timpani Ektremitas: Akral hangat
1000 / 24 jam 2. Cefila 2x1.5 mg 3.Norages 100 mg KP 4. Praxion 3x1 mL 5.Ambroxol 2x1 cth 6. Rhinos neo 3x0.8 mL 7.Mucos drop 2x0.8 mL Pasien boleh pulang
X. DRUG RELATED PROBLEM - Indikasi yang tidak ditangani Nama Obat D5 ¼ NS Cefotaxim Norages
Indikasi Penambah glukosa Antibiotik Analgesik (NSAID) Antipiretik Batuk Nasal dekongestan Mukolitik Antibiotik
Praxion Ambroxol Rhinos neo Mucos drop Cefila
: Tidak ada Tepat Indikasi Tepat indikasi Tepat indikasi Tepat indikasi
Intervensi Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan
Tepat indikasi Tepat indikasi Tepat indikasi Tepat indikasi Tepat indikasi
Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan Tetap dilanjutkan
- Dosis terlalu besar/ terlalu kecil Nama Obat D5 ¼ NS
Signa
Cefotaxim
3 x 1 hari (Tiap 8 jam)
Norages 100 mg
3x1 hari (Tiap 8 jam) 3 x 1 hari (Tiap 8 jam)
Praxion 100 mg/ml
Ambroxol 15 mg/5 ml
Rhinos neo 7,5 mg
2 x 1 hari (Tiap 12 jam)
3 x 1 (Tiap 8 jam) ; 0,8 ml
Dosis lazim 500 ml
Neonatus dan anak < 12 th 50100 mg/kg BB per hari terbagi dalam 2-4 dosis
2-5 tahun : 3-4 cth/hari (9- 24 ml /hari) Dibawah 2 tahun :15 mg/5 ml/ hari terbagi dalam 2 dosis 2-5 thn : 2,4 ml/hari terbagi dalam 3
Dosis pasien 1000 tetes/24 jam (500 ml) 900 mg/ hari
Tepat dosis Tepat
Intervensi
Tepat
Terapi dilanjutkan
15 ml/ hari
Tepat
Terapi dilanjutkan
10 ml/ hari
Tidak tepat
2,4 ml/ hari
Tepat
Terapi dilanjutkan, dosis diturunkan menjadi 15 mg/ hari Terapi dilanjutkan
Terapi dilanjutkan
Mucos drop 15 mg/ml Cefila 1,5 mg
dosis < 2 thn : 5 ml terbagi dalam 2 dosis 2 x 1 (Tiap 1,5- 3 12 jam) mg/kg BB; 2 x sehari 2 x 1 (Tiap 12 jam) ; 0,8 ml
2,4 ml/hari
Tepat
Terapi dilanjutkan
3 mg/ hari
Tidak tepat
Dosis ditingkatkan
- Adverse drug reaction (Efek Samping Obat Nama Obat
Bentuk sediaan
Efek samping
Cefotaxim
Injeksi
1. Kulit: rash, pruritus 2. Saluran cerna: colitis, diare, mual dan muntah 3. Lokal: sakit pada tempat suntikan
Norages
Syrup
1. Hipersensitivitas 2. Diskrasia darah (agranulositosis, leukopenia, trombositopenia)
-
Terapi dilanjutkan
Praxion
Drop
1. Reaksi alergi, kulit memerah, fitur wajah bengkak 2. Kerusakan hati, kelainan sel darah, toksisitas hati 3. Sesak napas
-
Terapi dilanjutkan
Ambroxol
Syrup
-
Terapi dilanjutkan
Efek ringan gastrointestinal, pilek dan reaksi alergi, sesak napas, mual dan muntah, sembelit, kehilangan nafsu makan, kelelahan
Terjadi pada pasien -
Intervensi
Terapi dilanjutkan
Rhinos neo
Drop
Mucos drop
Drop
Cefila
Syrup
Gangguan saluran cerna, anoreksia, mual, muntah, sakit perut, mulut kering Efek ringan gastrointestinal, pilek dan reaksi alergi, sesak napas Sakit perut, diare, mual, sakit kepala atau pusing
-
Terapi dilanjutkan
-
Terapi dilanjutkan
-
Terapi dilanjutkan
Polifarmasi 1. Ambroxol dan Mucos memiliki kandungan yang sama, yaitu Ambroxol HCl, dengan indikasi yang sama yaitu mengatasi batuk (ekspektoran). Oleh sebab itu disarankan untuk menghentikan pemberian Ambroxol dan tetap melanjutkan pemberian Mucos. Karena bentuk sediaan Mucos (drop) lebih tepat untuk pasien yang berusia 22 bulan. 2. Pasien diberikan Praxion (Paracetamol) untuk mengatasi demam dan Norages (Metamizole Na) untuk mengatasi nyeri. Karena pasien berusia 22 thn (kurang 2 tahun) sebaiknya diberikan Praxion saja untuk mengatasi demam dan juga nyeri (Analgesik , Antipiretik). Selain itu terdapat peringatan dan perhatian pada Norages untuk penderita infeksi saluran pernafasan. 3.Pasien diberikan Praxion (Paracetamol) sedangkan suhu tubuh pasien sudah normal sehingga seharusnya diberikan saat diperlukan saja (KP).
EDUKASI Tangg
Dokter
Perawat
19
Pasien
Posisi duduk
Juni
disarankan
Farmasi
Gizi
al Mengedukasi
Mengkonsu
tegak untuk
pasien
msi buah-
untuk
membuat
menggunakan
buahan yang
banyak
pernafasan
sediaan drop
mengandung
istirahat,
lebih mudah
(Praxion)
banyak
Mengingatkan
vitamin
menggunak
-
-
an masker
untuk mengkonsumsi obat batuk 3 kali sehari
20
Pasien
Pasien
Mengkonsumsi praxion
Banyak
Juni
melalui
melalui
kalau diperlukan saja,
minum
keluarga
keluarga
karena suhu pasien sudah
untuk
disarankan
diajarkan
normal yaitu 36,6 C
menjaga
untuk
mengeluarka
keseimbanga
mengeluark
n dahak
n cairan
an dahak
ditempat
tubuh
khusus 21 Juni
Pasien
Pasien
Keluarga pasien diedukasi
Mengingatka
melalui
untuk mengencerkan sirup
n pasien
keluarga
kering dan mengkonsumsi
untuk
pasien
antibiotik sampai habis
menghimdar
diingatkan
i makanan
untuk
berminyak
mengkonsu msi obat secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI Press. Dahlan Z. 2014. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran UniversitasIndonesia. Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are Antibiotics Indicated . Available from www.jappa.com Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Depkes RI. Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan Peranan Kabupaten dalam Menanggulanginya. Andalas University Press. Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin Makassar. Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi. Rubin, Michael A, et al. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine, USA : McGraw Hill. Savitri, Oryza. 2013. Rekam Medik Pasien Poli dalam pdfcoke.com Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri Serta Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W., Setyiohadi B., Alwi I., Simadibrata
M. dan setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Usman, Iskandar. Penderita ISPA. Whaley and Wrong. 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc. Yasir, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang
Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT
ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)
OLEH: KELOMPOK IX NAMA
NIM
ASAEL PARDEDE
183202120
BINA PRIMADANA
183202121
ELSA VERA DENIDA PURBA
183202122
RAYMOND RAFAEL
183202123
NONA MARPAUNG
183202134
DEBORA R. M. MANULLANG
183202135
RUMIA LIA
183202159
DEBORA SARI
183202160
CHRISTANTIA MARGARET
183202197
NAOMI INGGRID
183202202
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019