Ispa (infeksi Saluran Pernafasan Akut)

  • Uploaded by: Anonymous 1c2EBi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ispa (infeksi Saluran Pernafasan Akut) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,852
  • Pages: 26
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

Oleh: Kelompok 3 A 1. Zulfa Nurmanita Luthfiyandani 2. Annajmi Indillah 3. Mutiara Martin 4. Risa Lusiana 5. Intan Fauziah Dwi L 6. Namira Safitri 7. Fitri Fadila 8. Sofia Dwi Mardianti 9. Dawda Kairaba Kijera

Definisi 

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi

saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian

bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008). Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan

gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejalagejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan

pernafasan.

Etiologi Penyebab ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas disebabkan oleh beberapa golongan kuman yaitu bakteri, virus, dan ricketsia yang jumlahnya lebih dari 300 macam. Pada ISPA atas 90-95% penyebabnya adalah virus. Di negara berkembang, ISPA bawah terutama pneumonia disebabkan oleh bakteri dari genus streptokokus, haemofilus, pnemokokus, bordetella dan korinebakterium, sedang di negara maju ISPA bawah disebabkan oleh virus, miksovirus, adenivirus, koronavirus,

pikornavirus dan herpesvirus (Parker, 1985 dalam Putranto, 2007). Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus,Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab

ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

a. Faktor Pencetus ISPA 

Usia Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita

atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah. 

Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap. 

Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.

 

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA Kondisi Ekonomi Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman

yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita. 

Kependudukan Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.



Geografi Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kematian penderita akibat ISPA.Dengan demikian

pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

Lanjut 

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat maka akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.



Lingkungan dan Iklim Global Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Tanda dan Gejala (Depkes RI, 2008) ISPA Ringan

•Batuk •Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis). •Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung. •Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

ISPA Sedang

•Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. •Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer). •Tenggorokan berwarna merah. •Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. •Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga. •Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). •Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

ISPA Berat

•Bibir atau kulit membiru. •Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. •Anak tidak sadar atau kesadaran menurun. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. •Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas. •Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. Tenggorokan berwarna merah.

Klasifikasi ISPA Ringan (bukan pneumonia)

Sedang (pneumonia sedang)

Batuk tanpa pernafasan cepat / kurang dari 40 kali / menit, hidung tersumbat / berair, tenggorokan merah, telinga berair.

Batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis servikal).

Berat (pneumonia berat)

Batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor, membran keabuan di taring, kejang, apnea, dehidrasi berat / tidur terus, sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Cara Penularan ISPA Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang

telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak dengan

penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara, dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar

penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (Halim, 2000).

Patogenesis ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan

silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Lanjut Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.

Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia

Patofisiologi

Pengkajian ISPA A.

Identitas Pasien



Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada

usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika, 2009). 

Jenis kelamin

: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana

angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009). 

Alamat: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)

A. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama: Klien mengeluh demam

2. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan. 3. Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

4. Riwayat penyakit keluarga: Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut. 5. Riwayat sosial: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya

B. Pemeriksaan Fisik B1 (Breath) :  Inspeksi: Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan Tonsil tanpak Kemerahan dan edema. Tampak batuk tidak produktif. Tidak ada jaringna parut pada leher. Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi  palpasi Adanya demam. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid  Perkusi Suara paru normal (resonance)  Auskultasi Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi gangguan penciuman B4 (Bladder): perkemihan Tidak ada kelainan B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan (Benny, 2010)

C. Pemeriksaan Penunjang 1)

Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,

2)

Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia

3)

Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010)

D. Pemeriksaan Diagnostik 

Laboratorium: Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:

a.

Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%

b.

Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3

c.

Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3

d.

Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat

Penatalaksanaan untuk ISPA A) Pemeriksaan Memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa

pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklasifikasi. B) Klasifikasi ISPA  1)

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :

Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).

2)

Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3)

Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

Lanjut C) Pengobatan a. 

Dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. a.



Pneumonia berat Pneumonia

Diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. a.



Bukan pneumonia

Tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.



Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.



Perawatan di rumah





Prinsip perawatan ISPA antara lain : o

Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

o

Meningkatkan makanan bergizi

o

Bila demam beri kompres dan banyak minum

o

Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih

o

Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

o

Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2

hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). 

Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

Asuhan Keperawatan untuk ISPA

No. 1.

Diagnosa Bersihan jalan nafas napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

NOC

NIC

Respiratory status : Ventilation Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Rencana selama Asuhan Keperawatan 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat Respiratory status : Ventilation, Respiratory status : Airway patency, Aspiration Control

dengan kriteria hasil :

Airway Manajement 1.

Monitor status oksigen pasien

2.

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

3.

Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

4.

Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi sucsion nasotrakeal

-

-

Mendemonstrasikan batuk efektif dan

6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

suara nafas yang bersih, tidak ada

7. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien

sianosis dan dyspneu (mampu

menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

mengeluarkan sputum, mampu

8. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

bernafas dengan mudah, tidak ada

9. Monitor respirasi dan status O2

pursed lips)

10. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

buatan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan

12. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 13. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

14. Lakukan fisioterapi dada jika perlu -

Mampu mengidentifikasi-kan dan

15. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

16. Berikan bronkodilator bila perlu

No. 2.

Diagnosa Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d anoreksia

NOC

NIC

Nutritional Status : Nutrien Intake

Nutritiont Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

1.

Kaji makanan yang disukai oleh klien

selama 2x24 jam klien menunjukkan nutrisi

2.

Kaji adanya alergi makanan

sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan

3.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan

kriteria hasil:

kalori.

4.

Kaji kemampuan pasien untuk

-

Laporkan nutrisi adekuat

-

Masukan makanan dan cairan adekuat

-

Energi adekuat

-

Massa tubuh normal

6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung

-

Ukuran biokimia normal

tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Dengan skala :

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan 5.

Pantau adanya mual atau muntah.

7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

1 = Sangat kompromi 4 = Sedikit

dibutuhkan pasien.

kompromi

8. Berikan makanan yang terpilih (sudah

2 = Cukup kompromi 5= Tidak

dikonsultasikan dengan ahli gizi)

kompromi

9. Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan BB berlebih dan

3 = Sedang kompromi

penurunan BB 10. Perkirakan BB badan ideal pasien

No. 3.

Diagnosa Hipertermi b/d invasi mikroorganisme

NOC

NIC

Termoregulasi

Fever treatment

Setelah dilakukan tindakan

1. Monitor suhu sesering

keperawatan selama 2x24 jam diharapkan memantau thermoregulation

dengan Kriteria Hasil :

mungkin 2. Monitor warna dan suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

-

Suhu tubuh dalam rentang normal

-

Nadi dan RR dalam rentang normal

-

Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

No.

Diagnosa

4.

Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa

NOC

Pain Level

Pain Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,diharapkan pasien dapat Pain Level, pain control, dan comfort level

dengan kriterian hasil :

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

-

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri

faring dan tonsil

NIC

-

Mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

-

Melaporkan bahwa nyeri berkurang

dengan menggunakan manajemen nyeri -

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

-

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi 2. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

3. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri

No.

5.

Diagnosa

Kurang pengetahuan tentang penatalaksana an ISPA b/d kurang informasi.

NOC

Knowledge : disease process

NIC

Teaching : disease Process

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,diharapkan pasien dapat Knowledge : disease process.

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

Knowledge : health Behavior dengan kriterian hasil : -

-

2. Jelaskan patofisiologi

Pasien dan keluarga menyatakan

dari penyakit dan

pemahaman tentang penyakit, kondisi,

bagaimana hal ini

prognosis dan program pengobatan

berhubungan dengan

Pasien dan keluarga mampu

anatomi dan fisiologi,

melaksanakan prosedur yang

dengan cara yang tepat.

dijelaskan secara benar -

penyakit yang spesifik.

3. Gambarkan tanda dan

Pasien dan keluarga mampu

gejala yang biasa muncul

menjelaskan kembali apa yang

pada penyakit, dengan

dijelaskan perawat/tim kesehatan

cara yang tepat.

Alhamdulillah

Related Documents


More Documents from "nafisah"