Indo Teks Editorial.docx

  • Uploaded by: Azka Wul
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Indo Teks Editorial.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 854
  • Pages: 5
Nama : Royana Azka Fauzan Kelas : XII Kontrol Proses B

Opsi Sanksi dari PSSI TRIBUNJATENG.COM -- Meninggalnya Haringga Sirla membawa duka mendalam bagi publik bola nasional. Pendukung Persija Jakarta itu tewas akibat penganiayaan sejumlah oknum bobotoh. Kekerasan itu dia alami beberapa jam sebelum Persija menghadapi tuan rumah Persib Bandung di Liga 1. Dari video yang beredar luas, kita tahu pengeroyokan Haringga berlangsung kejam. Bak api yang menyulut jerami, beragam reaksi atas kasus ini muncul serentak. Di luar hujatan dan makian, berbagai pendapat dan analisis terlontar. Termasuk masukan dan usulan kepada para pemangku kepentingan, terutama bagi pemerintah dan PSSI. Sebagai induk organisasi sepakbola, PSSI segera mengambil kebijakan. Terhitung mulai kemarin, kompetisi nasional dibekukan hingga waktu tak terhingga. Tepatkah keputusan tersebut? Waktu yang akan menjawabnya. Kita berharap kebijakan itu sementara bisa memuaskan semua yang berkepentingan. Di sisi lain, publik harus bersabar menunggu sanksi yang akan dijatuhkan kepada pihak-pihak terkait. Tentu tak perlu ada kubu yang cuci tangan, kemudian melemparkan kesalahan kepada yang lain. Perlu diingat, penyelesaian beberapa kasus kekerasan yang menimpa suporter masih belum tuntas. Pengurus PSSI masih memiliki sejumlah utang penjelasan, satu di antaranya mengenai kematian Banu Rusman. Pendukung Persita Tangerang ini tewas Oktober tahun lalu akibat kekerasan suporter di Cibinong. Saat itu, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi berjanji akan menghukum yang bersalah. Janji itu masih belum ditunaikan. Bahkan hasil investigasi internal saja tidak ada selayaknya pengusutan sebuah kasus. Tak ubahnya beberapa masalah lain dalam sepakbola nasional, ambles ke dasar bumi. Ketegasan PSSI dalam menyikapi sebuah kasus merupakan poin penting agar kekerasan ini tidak terus berulang. Ketika terjadi pembiaran, sebagian fans bola akan melihatnya sebagai ketidakbecusan organisasi ini mengurus anggotanya. Paling parah, citra tiada wibawa atau pilih kasih akan terus melekat. Meski di berbagai kesempatan, para pengurus menyatakan akan berlaku dan berbuat seadil-adilnya. Selama ini, hukuman yang diberikan kepada klub biasanya berupa denda. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh manajemen, pemain maupun suporter. Dalam perjalanannya, sanksi denda itu ternyata tidak efektif. Tidak berefek jera. Menyangkut larangan suar atau petasan saja, pengurus klub tak berkutik.

Padahal sosialisasi mengenai denda tak henti-hentinya disuarakan. Pada akhirnya, denda itu kerap dimaknai secara sinis sebagai pundi-pundi uang bagi organisasi sepakbola nasional. Kalau sanksi ini tak lagi menakutkan, perlu ada pemberlakuan opsi lain. Setidaknya hukuman yang dijatuhkan harus membuat semua pihak berpikir dua tiga kali saat akan membuat pelanggaran atau kekerasan. Kalau memang ancaman pembekuan klub dirasa terlalu kejam, PSSI bisa memilih sanksi lain di luar denda. Mantan kapten timnas Bambang Pamungkas, misalnya, mengusulkan pengurangan poin sebagai opsi jitu. Pilihan lain adalah bertanding tanpa penonton saat klub terhukum menjadi tuan rumah. Bahkan tak menutup kemungkinan jika yang dihukum menjalaninya semusim penuh. Sumber : http://jateng.tribunnews.com/2018/09/26/tajuk-opsi-sanksi-dari-pssi

Nama : Wulandari Dian Pratiwi Kelas : XII Kontrol Proses B

Sumber : kata.co.id

Sedia Mitigasi Sebelum Bencana

I SEDIA payung sebelum hujan, menjadi ungkapan yang diajarkan nenek moyang dan menjadi patokan untuk mengantisipasi setiap problem yang akan datang. Untuk itulah pemerintah menggaungkan program mitigasi untuk setiap daerah yang rawan bencana. Sudah sepatutnya pemerintah menggelar berbagai upaya pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan dini, antisipasi, dan mitigasi hingga penanggulangan becana. UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 5 menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Tolok ukur kesiapsiagaan dan mitigasi yang dilakukan pemerintah itu tecermin dari gempa dua kali di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Gempa pertama terjadi pada 28 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 skala Richter (SR) dan tidak ada korban jiwa. Selain itu, juga tidak terjadi tsunami di sepanjang pantai Lombok Utara itu. Dan sepekan kemudian, pada 5 Agustus 2018 gempa kembali mengguncang Lombok Utara, saat warga sedang menunaikan salat magrib. Kali ini gempa berkekuatan makin dahsyat, yakni 7 SR. Walau tidak terjadi tsunami, korban jiwa jatuh sangat banyak. Ratusan warga meninggal dunia terkena reruntuhan bangunan saat gempa itu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebagian besar korban meninggal akibat tertimpa bangunan roboh. Sementara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berteori bahwa gempa pertama merupakan pendahuluan, sementara gempa utamanya atau main earthquake pada 5 Agustus dengan kekuatan 7 SR. Selanjutnya gempa susulan dengan kekuatan yang relatif lebih kecil. Jika disimak dari penjelasan dua badan pemerintah yang dipercaya untuk menanggulangi bencana itu, berarti sudah ada prediksi bahwa Lombok Utara adalah daerah rawan gempa. Sebab, daerah itu berada di atas patahan lempeng bumi, sehingga jauh hari mestinya sudah bisa dilakukan mitigasi bencana. Pengertian mitigasi sendiri sesuai dengan UU 24/2007 itu adalah upaya mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Hal itu berarti di daerah Lombok Utara semestinya sudah dilakukan upaya itu, setidaknya sosialisasi kepada masyarakat menghadapi gempa. Sosialisasi konstruksi bangunan antigempa dan jalur-jalur evakuasi sudah disiapkan. Kini Lampung juga merupakan daerah rawan bencana gempa bumi, terkait posisi Bumi Ruwa Jurai di atas patahan lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Sehingga akan ada ancaman korban jiwa, jika pemerintah lalai untuk menyediakan mitigasi sebelum bencana itu datang, penderitaan bagi masyarakat banyak akan menjadi pemandangan tragis yang tidak dapat terelakkan lagi. Jangan sampai akibat kurangnya mitigasi, bencana yang datang akan memakan banyak korban. Apalagi jika mitigasi dan penanggulangan bencana hanya dijadikan proyek. Maka, korban yang

sudah sangat terluka justru makin menjerit pada dalamnya sakit. Sedia mitigasi sebelum bencana datang menerjang adalah keharusan.

Sumber : http://www.lampost.co/berita-sedia-mitigasi-sebelum-bencana.html

Related Documents

Sillabus Indo
December 2019 45
Sastra Indo
December 2019 40
Indo - China
October 2019 34
Indo Presentation
April 2020 26
Indo Final
April 2020 12

More Documents from "colbmcneil"

Spt Perjalanan Dinas.docx
November 2019 41
Pencapaian Uin.docx
April 2020 34
Cv.docx
December 2019 43