LAPORAN KASUS IMPLANT FAILURE DAN NON UNION FRAKTUR FEMUR
Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya KSM Bedah Umum RSD dr. Soebandi Jember
Disusun oleh: Esty Dwi Nurmalitta NIM 142011101026
Dokter Pembimbing: dr. Nanang Hari Wibowo, Sp.OT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
1
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ...................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
3
2.1 Anatomi Femur ...........................................................................
3
2.2 Fase Penyemnuhan Tulang .........................................................
8
2.3 Fraktur Femur .............................................................................
9
2.4 Non Union...................................................................................
11
2.5 Implant Failure ............................................................................
23
BAB 3. LAPORAN KASUS .........................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
34
ii
2
BAB 1. PENDAHULUAN
Fraktur tulang pada dasarnya terbagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Umumnya penanganan fraktur dilakukan dengan metode konservatif atau operasi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Metode konservatif memiliki kelemahan kekakuan sendi, persatuan non-union, malunion, tekanan, osteopenia regional dan atrofi yang tidak digunakan pada ekstremitas. Di sisi lain pengurangan dan fiksasi internal memberikan stabilitas segera dan mobilitas pasca operasi atau setidaknya latihan aktif dan pasif dari anggota badan yang dioperasikan dan menghindari semua komplikasi pengobatan konservatif. Metode operatif memiliki kekurangan kehilangan darah, cedera neurovaskular, infeksi, kegagalan nonunion dan implan. Tujuan ortopedi modern adalah untuk mendapatkan penyatuan fraktur anatomis yang kompatibel dengan mengembalikan fungsi maksimal pasien, dimana penggunaan fiksasi internal yang kaku dengan menggunakan implan yang tepat sangat diperlukan. Keberhasilan implan bergantung pada beberapa faktor dan perlu untuk menentukan apakah kegagalan berada pada perangkat atau disebabkan oleh faktor eksternal seperti pemasangan, kerjasama pasien atau tingkat penyembuhan fraktur. Implan ortopedi digunakan sejak abad terakhir. Bila digunakan dalam manajemen fraktur, mereka bertindak sebagai alat bantalan beban atau sharing weight. Kegagalan implan ortopedi sebelum penyaatuan fraktur nampaknya lebih umum terjadi di negara kita.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Femur Femur merupakan tulang yang berartikulasi dengan acetabulum di proksimal dan dengan tibia dan patella di distal. Tulang ini merupakan tulang terpanjang dan terkuat dalam tubuh manusia. Pada bagian superolateral femur, terdapat penonjolan ke lateral disebut trochanter major yang dapat dipalpasi dari luar. Trochanter major merupakan penanda dalam pengukuran panjang kaki dan tempat perlekatan m. gluteus medius dan otot-otot rotator lateral. Pada orang dewasa dengan keadaan normal, trochanter major terletak setinggi puat caput femoris. Penonjolan dimedial trochanter major disebut trochanter minor yang merupakan tempat perlekatan m. iliopsoas. Pada bagian posterior corpus femoris terdapat linea aspera yang terdiri atas labium laterale dan labium medial. Labium lateral ke arah superior berakhir sebagai linea pectin yang merupakan tempat perlekatan ligamentum teres femoris. Corpus femori dan caput femoris dihubungkan oleh collum femoris. Collum femoris berbentuk miring sehingga caput femoris mengarah ke medial, superior, dan posterior. Bentuk ini bersesuaian dengan posisi acetabulum yang menghadap ke lateral, inferior, dan anterior.3 Otot-otot region femoris dibungkus oleh fascia lata. Fascia lata secara relative tebal dibagian anterior, lateral dan posterior, sedangkan dibagian medial tipis dan menutui otot-otot adductores. Bagian yang paling lateral membentuk tractus iliotibialis maissiati, tempat perlekatan mtensor fascia latae dan sebagian besar m.gluteus maximus. Traktus iliotibialis dibagian cranial melekat pada os sacrum, di cranioposterior melekat pada os coccygeus, dibagian lateral melekat pada crista iliaca, dibagian anterior melekat pada ligamentum inguinale dan dibagian medial pada ramus ischiopubicus pada tuber ischiadicum . fascia profunda dari tractus ini melanjutkan diri pada septum intermusculare lateral, yang mengadakan perlekatan pada linea aspera femoris. Dibagian inferior traktus tersebeut melekat pada patella dan pada condylus lateral tibiae. Pada sisi-sisi patella fascia lata menebal dan melanjutkan diri pada retinakulum patellae. Pada retinakulum patellae terdapat sebagian dari insertion m.vastus lateralis dan m.vastus medialis, selanjutnya retinaculum melekat pada kedua acondyli tibiae. Pada fascia lata yang menutupi trigonum femoral terdapat suatu cekungan disebut fossa ovalis, pada fossa ovalis ini terdapat suatu lubang yang disebut saphenous opening dengan tepi lateral yang tajam, dinamakan margo falciformis. Lubang tersebut
4
berdiameter 2 cm, pusatnya terletak 3 cm disebelah caudolateral tuberculum pubicus, ditutupi oleh fascia cribriformis, ditenbusi oleh vena saphena magna, arteri dan pembuluh limfe.3
Gambar 2.1 Tulang Femur Tabel 2.1 Femur
Karakteristik
1. 2.
3.
4.
Penjelasan Femur Tergolong tulang panjang 1. Vascularisasi Proximal femur - Caput/neck femur : medial - Caput femoral circumflex artery (juga lateral FCA dan arteri ligamentum - Neck teres) - Trochanter major - Body (shaft) : artery nutrient (dari - Trochanter minor arteri femoralis profunda) Body (shaft) : - Linea aspera posterior : tempat 2. Neck/shaft angle : 125° – 135° insertion fascia dan otot Distal femur : - Condylus Medial : lebih besar, 3. Femoral anteversion : 10° - 15° kearah posterior - Conndylus Lateral : ke arah anterior & proksimal - Trochlea : articular anterior, terletak diantara condylus
5
Gambar 2.2 Muskulus di Femur
PUBIC RAMI (ASPECT)
Pectineus (pectineal line/sup) Adductor magnus (inferior) Adductor longus (anterior) Adductor brevis (inferior) Gracilis (inferior) Psoas minor (superior)
Tabel 2.2 Muskulus di Femur TROCHANTER ISCHIAL MAJOR TUBEROSITY Piriformis (anterior) Obturator internus (anterior) Superior gemellus Gluteus medius (posterior) Gluteus minimus (anterior)
*M. Adductor major memiliki 2 origo
Inferior gemellus Quadratus femoris Semimembranosus Semitendinosus Biceps femoris (LH) Adductor magnus*
LINEA ASPERA/ POSTERIOR FEMUR Adductor magnus* Adductor longus Adductor brevis Biceps femoris (SH) Pectineus Gluteus maximus Vastus lateralis Vastus medialis
6
Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L1 – 4, seringkali juga turut dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis thoracalis XII. Plexus ini berada pada dinding dorsal cavum abdominis, ditutupi oleh m. psoas major. Dari pleksus ini dipercabangkan : n. iliohypogastricus, n. ilioinguinalis, n. genitofemoralis, n. cutaneus femoris
lateral,
femoralis.
n.obturatorius, Percabangan
dan
n.
tersebut
mempersarafi dinding cavum abdominis di bagian caudal, region femoris bagian anterior, dan region cruralis dibagian medial.3
Gambar 2.3 Persyarafan Femur Pleksus sakralis dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L4 – S 3 (S4) dan berada di sebelah ventral m.piriformis, dipisahkan dari vasa iliaca interna serta ureter oleh fascia perlvis parietalis.3 Biasanya a. glutea superior berjalan di antara n.spinalis L5 dan S 1, a. glutea membentuk plexus lumbalis dan juga turut membentuk plexus sacralis). Pleksus sacralis melayani struktur pada pelvis, region glutea dan extremitas inferior. Dari pexus sacralis dipercabangkan : n. gluteus superior, n. gluteus inferior, n.cutaneus femoris posterior, nn. Clunium inferiors mediales, N. ISCHIADICUS (= SCIATIC NERVE) dan rr. Musculares.
Gambar 2.4 Persyarafan Femur
7
Gambar 2.5 Pembuluh Darah di Femur Arteri Obturator Arteri femoralis Arteri femoral (superficial)
Tabel 2.3 Perdarahan di Femur Cabang arteri Penjelasan Anterior/posterior Berjalan di foramen obturatorium -
Superficial circumflex iliac Superficial epigastic
-
Superficial dan profunda external pudndi Femoris profunda Arteri genicular descending Percabangan articular Percabangan saphena Medial femoral circumflex
-
Arteri femoralis profunda
-
Lateral femoral circumflex Ascending branch Transverse branch Descending branch
-
Perforators/muscular branch
Supplies superficial abdominal tissues Supplies superfi cial abdominal tissues Supplies subcutaneous tissues in pubic region and scrotum/labia majus Primary blood supply to thigh. See below Anastomosis at knee to supply knee Supplies femoral neck, under quad. femoris Supplies femoral neck Forms anastomosis at femoral neck To greater trochanter At risk in anteromedial approach to hip Supplies femoral shaft and thigh muscles
8
2.2. Fase Penyembuhan Tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Selsel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.5 2. Proliferasi Seluler Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.5 3. Pembentukan Kallus Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.5 4. Konsolidasi
9
Bila aktivitas osteoklast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoklast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.5 5. Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.5
2.3 Klasifikasi Fraktur Femur
a.
Fraktur collum femur Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam:5
Fraktur subtrochanter femur : fraktur dimana garis patahnya berada 5cm distal dari trochanter minor dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu: -
Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
-
Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
10
-
Tipe 3 : gairs patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter minor
Gambar 2.6 Klasifikasi fraktur subtrochanter menurut Fielding b.
Fraktur corpus femur (dewasa) Fraktur corpus femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock. Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi :5
-
Tertutup
-
Terbuka Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar, dibagi dalam tiga derajat, yaitu:
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
11
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).
c.
Fraktur supracondyler femur : fraktur supracondyler fragment distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.5
d.
Fraktur intercondyler femur : fraktur intercondyler diikuti oleh fraktur supracondylar, sehingga umunya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.5
e.
Fraktur condyler femur : mekanisme traumanya biasanya kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai tekanan pada sumbu femur ke atas.5
h.
Fraktur Diafisis Femur Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak-anak dan harus dianggap sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok. Kerusakan saraf jarang terjadi.5
Mekanisme trauma Fraktur terjadi karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling sering adalah pada 1/3 tengah diafisis femur.6
Klasifikasi Fraktur dapat bersifat oblik, transversal, dan jarang bersifat kominutif.
2.4 Non Union 2.4.1 Definisi Fraktur dikatakan telah nonunion ketika proses penyembuhan biologis normal berhenti sejauh penyembuhan padat tidak akan terjadi tanpa intervensi perawatan lebih lanjut. Untuk keperluan penyelidikan klinis, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS
12
(FDA) mendefinisikan nonunion sebagai fraktur yang berusia minimal 9 bulan dan belum menunjukkan tanda-tanda penyembuhan selama 3 bulan berturut-turut. Definisi menurut Müller adalah kegagalan dari fraktur untuk bersatu setelah 8 bulan perawatan nonoperatif. Kedua definisi ini digunakan secara luas, tetapi penggunaan belum jelas. Sebagai contoh, beberapa bulan pengamatan seharusnya tidak diperlukan untuk menyatakan fraktur batang tibialis dengan 10 cm kehilangan tulang segmental suatu nonunion. Sebaliknya, bagaimana seseorang mendefinisikan fraktur yang terus mengkonsolidasi tetapi membutuhkan 12 bulan untuk sembuh?. Kemudian didapatkan definisi nonunion adalah sebagai fraktur yang, menurut pendapat dokter yang merawat tidak memiliki kemungkinan penyembuhan tanpa intervensi lebih lanjut. Lalu untuk definisi delayed union adalah sebagai fraktur yang menurut pendapat dokter yang merawat menunjukkan perkembangan lebih lambat untuk penyembuhan dan lebih baik diantisipasi dan beresiko nonunion tanpa intervensi lebih lanjut. Menurut Rajpal (2015) Nonunin adalah ketika perbaikan fraktur tidak selesai di dalam periode yang diharapkan untuk fraktur tertentu dan kapan aktivitas seluler di lokasi fraktur berhenti dan tidak ada tanda-tanda penyembuhan progresif yang terlihat selama 3 bulan. Proses penyembuhan berakhir sebelum waktunya dengan tidak ada bukti radiologis lebih lanjut dari konsolidasi. Dengan waktu perbaikan yang bervariasi untuk patah tulang individu dan penyembuhan potensi pasien, tidak ada definisi yang seragam untuk non-union. 2.4.2 Etiologi Etiologi paling mendasar pada non union adalah (1) stabilitas mekanik, (2) suplai darah yang memadai (yaitu, vaskularisasi tulang), dan (3) kontak tulang-ketulang. a. Ketidakstabilan (Instability) Kestabilan mekanik, kelebihan pergerakan pada sisi fraktur, dapat menyertai proses fiksasi internal atau eksternal. Faktor-faktor yang menghasilkan ketidakstabilan mekanik termasuk perbaikan yang tidak memadai (implan terlalu kecil atau terlalu
13
sedikit), gangguan permukaan fraktur (perangkat keras mampu menahan tulang sama seperti menahan tulang bersama-sama), kehilangan tulang, dan kualitas tulang yang buruk. Jika ada suplai darah yang memadai, gerakan berlebihan di sisi fraktur menghasilkan pembentukan kalus yang melimpah, pelebaran garis fraktur, kegagalan fibrocartilage untuk termineralisasi, dan akhirnya kegagalan untuk bersatu. b. Vaskularitas yang tidak memadai Kehilangan pasokan darah ke permukaan fraktur mungkin timbul karena keparahan cedera atau karena diseksi bedah. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara tingkat cedera jaringan lunak dan tingkat patah tulang nonunion. Fraktur terbuka dan cedera tertutup berenergi tinggi dapat mengupas jaringan lunak, dan merusak suplai darah periosteal, mengganggu pembuluh nutrisi, dan merusak suplai darah endosteal. Cedera pembuluh darah tertentu, seperti arteri tibialis posterior, juga dapat meningkatkan risiko nonunion. Vaskularisasi juga dapat dikompromikan dengan pengupasan berlebihan periosteum serta kerusakan pada tulang dan jaringan lunak selama reduksi terbuka dan pemasangan perangkat keras. Apa pun penyebabnya, vaskularisasi yang tidak adekuat menghasilkan tulang nekrotik di ujung fragmen fraktur. Permukaan nekrotik ini menghambat penyembuhan fraktur dan sering menyebabkan fraktur nonunion. c. Poor bone contact Kontak tulang-ke-tulang yang buruk di lokasi fraktur dapat terjadi akibat interposisi jaringan lunak, malposisi atau malalignment fragmen fraktur, kehilangan tulang, dan gangguan fragmen fraktur. Apa pun penyebabnya, kontak tulang-ke-tulang yang buruk membahayakan stabilitas mekanik dan menyebabkan kerusakan. Probabilitas penyatuan fraktur berkurang dengan meningkatnya ukuran cacat. Nilai ambang batas untuk menjembatani cepat kerusakan kortikal melalui penyembuhan osteonal langsung, yang disebut jarak lompatan osteoblastik, sekitar 1 mm pada kelinci tetapi bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Cacat kortikal yang lebih besar juga bisa sembuh, tetapi pada tingkat yang jauh lebih lambat dan menjembatani melalui tulang anyaman. “critical defect” merepresentasikan jarak antara permukaan fraktur
14
yang tidak akan dijembatani oleh tulang tanpa intervensi. Ukuran cacat kritis tergantung pada berbagai faktor yang berhubungan dengan cedera dan sangat bervariasi di antara spesies. Selain ketidakstabilan mekanis, vaskularisasi yang tidak adekuat, dan kontak tulang yang buruk, faktor-faktor lain dapat berkontribusi pada perkembangan nonunion. Namun, faktor-faktor ini bukan merupakan penyebab langsung dari nonunion a. Infeksi Infeksi pada zona fraktur meningkatkan risiko nonunion. Infeksi pada tulang atau jaringan lunak di sekitarnya dapat menciptakan lingkungan lokal yang sama yang menyebabkan fraktur yang tidak terinfeksi gagal bersatu. Infeksi dapat menyebabkan ketidakstabilan di lokasi fraktur karena implan terlepas pada tulang yang terinfeksi. Tulang avaskular, nekrotik di lokasi fraktur (sequestrum), yang umum dengan infeksi, menghambat persatuan tulang. Infeksi juga menghasilkan kontak tulang yang buruk karena osteolisis di lokasi fraktur disebabkan oleh pertumbuhan jaringan granulasi yang terinfeksi. b. Nicotine Rokok mempengaruhi penyembuhan patah tulang. Nikotin menghambat pertumbuhan pembuluh darah dan revaskularisasi awal tulang serta mengurangi fungsi osteoblas. Pada model kelinci, merokok dan nikotin merusak penyembuhan tulang pada fraktur, dalam fusi tulang belakang dan selama pemanjangan tibialis. Penyembuhan fraktur yang terlambat dan tingkat nonunion yang lebih tinggi telah dilaporkan pada pasien yang merokok. Schmitz et al. melaporkan penundaan penyembuhan fraktur yang signifikan pada perokok. Demikian pula, Kyrö et al. dan Adams et al. melaporkan tingkat persatuan dan nonunion yang lebih tinggi pada perokok dengan fraktur tibia. Hak et al. melaporkan tingkat nonunion femoral persisten yang jauh lebih tinggi pada perokok. Cobb et al. melaporkan risiko yang sangat tinggi untuk tidak bergabung dengan arthrodes pergelangan kaki pada perokok. Merokok cigarette juga dikaitkan dengan osteoporosis dan kehilangan tulang secara umum,
15
sehingga ketidakstabilan mekanik karena kualitas tulang yang buruk untuk pembelian dapat berperan. c. Obat tertentu Beberapa penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) secara negatif mempengaruhi penyembuhan fraktur dan osteotomi yang diinduksi secara eksperimental. Penelitian pada hewan lain melaporkan tidak ada efek signifikan. Penyembuhan patah tulang panjang yang tertunda telah didokumentasikan pada manusia yang menggunakan NSAIDs oral. Giannoudis et al. Melaporkan hubungan yang nyata antara penggunaan NSAID dan penyembuhan fraktur yang tertunda dan nonunion pada fraktur diafisis femoral. Butcher dan Marsh melaporkan temuan serupa untuk fraktur tibia, seperti halnya Khan untuk fraktur klavikula. Sementara sebuah literatur menyatakan bahwa NSAID adalah faktor dalam penyembuhan patah tulang yang tertunda, tidak ada konsensus. Lebih lanjut, mekanisme aksi (aksi langsung di lokasi fraktur vs aksi hormonal tidak langsung) tetap tidak jelas. Akhirnya, apakah semua NSAID menampilkan efek yang sama dan karakteristik respons dosis dari NSAID spesifik relatif terhadap keterlambatan persatuan atau nonunion tetap tidak diketahui. Obat-obatan lain yang dicukur telah memengaruhi penyembuhan patah tulang, termasuk fenitoin, siprofloksasin, kortikosteroid, antikoagulan, dan lain-lain. d.
Faktor pengontrol lainnya Faktor-faktor lain yang mungkin memperlambat penyembuhan fraktur atau
berkontribusi pada fraktur nonunion termasuk usia lanjut, kondisi medis sistemik (seperti diabetes), tingkat fungsional yang buruk dengan ketidakmampuan untuk menanggung berat badan, stasis vena, luka bakar, iradiasi, obesitas, alkohol, penyalahgunaan, penyakit tulang metabolik, malnutrisi dan cachexia, dan defisiensi vitamin. Penelitian pada hewan (pada tikus) telah menunjukkan bahwa kekurangan albumin menghasilkan kalus fraktur dengan kekuatan dan kekakuan berkurang, meskipun penyembuhan fraktur awal berlangsung secara normal. Suplementasi protein protein selama perbaikan fraktur membalikkan efek ini dan menambah penyembuhan
16
fraktur. Asupan protein yang melebihi kebutuhan harian normal tidak menguntungkan. Asupan kalori yang tidak memadai, seperti yang terjadi pada orang tua, juga berkontribusi terhadap kegagalan penyatuan fraktur. Tabel 2.5 Etiologi Nonunion
2.4.3 Manifestasi Klinis Tanda-tanda klinis nonunion mungkin berupa nyeri, nyeri tekan, eritema, panas, bengkak, dan ketidakstabilan di lokasi fraktur, meskipun tidak semua hadir dalam semua kasus. Kekakuan, kelainan bentuk, dan kontraktur dapat terjadi sekunder. Gejala klinis non union :
Penampilan anggota tubuh:
17
-
Warna, kualitas kulit, sayatan sebelumnya, cangkok kulit
-
Eritema atau drainase
Rentang gerak semua sendi
Rasa sakit -
lokasi dan faktor yang berkontribusi
Kekuatan, kemampuan menanggung berat
Status dan sensasi pembuluh darah
Deformitas -
2.4.4
Secara klinis = Panjang, pelurusan, dan rotasi
Klasifikasi Tabel 2.6 Klasifikasi Non Union
Pertimbangan utama untuk merancang strategi perawatan adalah tipe nonunion. Mengkategorikan nonunion mengidentifikasi persyaratan mekanis dan biologis
18
penyembuhan patah tulang yang belum terpenuhi. Dokter bedah kemudian dapat merancang strategi untuk memenuhi persyaratan penyembuhan.
Gambar 2.7 Klasifikasi Non Union 1. Nonunion Hypertrophik
Nonunion
hipertrofik
dapat
hidup, memiliki suplai darah yang memadai,
dan
menunjukkan
pembentukan kalus yang melimpah tetapi
tidak
mekanik. mekanis
memiliki
stabilitas
Memberikan
stabilitas
pada
hipertrofik
hasil
dalam
nonunion mineralisasi
fibrocartilage yang dimediasi kondrosit dikesenjangan
antar-cabang.
Mineralisasi fibrocartilage dapat terjadi sedini 6 minggu setelah stabilisasi yang Gambar 2.8 Non Union Hypertrofik
kaku dan disertai oleh pertumbuhan
19
pembuluh darah ke dalam fibrocartilage mineral. Pada 8 minggu setelah stabilisasi, ada resorpsi fibrocartilage terkalsifikasi, yang kemudian disusun dalam kolom dan bertindak sebagai templat untuk pengendapan tulang anyaman. Tulang anyaman kemudian direnovasi menjadi tulang pipih yang matang. Nonunion hipertrofik tidak memerlukan cangkok tulang. Jaringan situs nonunion tidak boleh direseksi. Nonunion hipertrofik hanya perlu sedikit "dorongan" ke arah yang benar. Jika metode stabilisasi yang kaku melibatkan pengeksposan situs nonunion (mis., Stabilisasi plat kompresi), dekortikasi situs nonunion dapat mempercepat konsolidasi tulang. Jika metode stabilisasi kaku tidak melibatkan pemaparan situs nonunion (mis. Fiksasi kuku intramedullary atau fiksasi eksternal), pembedahan bedah untuk mempersiapkan situs nonunion tidak diperlukan. 2. Nonunion Oligotrophik Nonunion Oligotropik juga dapat hidup dan memiliki suplai darah yang memadai tetapi menunjukkan sedikit atau tidak
adanya
pembentukan
kalus,
biasanya sebagai akibat dari pengurangan yang tidak adekuat dengan sedikit atau tanpa kontak pada permukaan tulang .Oleh karena itu, metode pengobatan untuk
non-oligotrofik
pengurangan
fragmen
meningkatkan
termasuk tulang
kontak
untuk tulang,
pencangkokan tulang untuk merangsang biologi
lokalu4,
atau
kombinasi
keduanya. Pengurangan fragmen tulang untuk meningkatkan kontak tulang dapat dilakukan dengan fiksasi internal atau Gambar 2.9 Non Union Oligotrofik
eksternal. Reduksi sesuai untuk non-
20
oligotrofik dengan area permukaan yang luas tanpa kominusi di mana kompresi dapat diterapkan. Pencangkokan tulang sesuai untuk non-oligotrofik yang memiliki karakteristik permukaan yang buruk dan tidak ada pembentukan kalus. 3. Non Union Atrofi Non union atrofi tidak dapat diaktifkan. Pasokan darah mereka buruk dan mereka
tidak
aktivitas
mampu
biologis
Sementara
yang
masalah
melakukan disengaja.
utama
adalah
biologis, nonunion atrofi membutuhkan strategi perawatan yang menggunakan teknik biologis dan mekanik. Stimulasi biologis biasanya diberikan oleh graft cancellous autogenous yang diletakkan pada area yang banyak didekortasi di tempat nonunion. Stabilitas mekanik dapat dicapai dengan menggunakan fiksasi internal atau eksternal, dan metode fiksasi harus menyediakan pembelian tulang berkualitas rendah (osteopenic) yang memadai. Ketika distimulasi, direvaskularisasi Gambar 2.10 Non Union Atrofi
distabilkan
dan
nonunion
atrofi
secara
perlahan
selama beberapa bulan, seperti yang divisualisasikan
secara
radiografi
dengan mengamati perkembangan osteopenia ketika bergerak melalui fragmen sklerotik, nonviable. Tidak ada konsensus mengenai apakah segmen besar tulang sklerotik harus dikeluarkan dari nonunion atrofi yang tidak terinfeksi. Mereka yang
21
menyukai fiksasi plat-dan-sekrup cenderung meninggalkan fragmen sklerotik besar yang revaskularisasi selama beberapa bulan setelah stabilisasi, dekortikasi, dan cangkok tulang yang kaku. Mereka yang menyukai metode perawatan lain cenderung mengeluarkan fragmen sklerotik besar dan merekonstruksi cacat tulang segmental yang dihasilkan menggunakan salah satu dari beberapa metode yang tersedia. Kedua strategi pengobatan ini menghasilkan persatuan yang sukses dalam persentase kasus yang tinggi. Keputusan kami sangat tergantung pada pengubah pengobatan, yang dibahas pada bagian selanjutnya. 4. Nonunion Terinfeksi
Gambar 2.11 Non Union Terinfeksi Nonunions yang terinfeksi menimbulkan tantangan ganda. Kondisi ini seringkali lebih rumit dengan rasa sakit yang melumpuhkan (seringkali dengan ketergantungan narkotika), masalah jaringan lunak, kelainan bentuk, masalah persendian (kontraktur, kelainan bentuk, rentang gerak terbatas), disfungsi motorik dan sensorik, osteopenia, kesehatan umum yang buruk, depresi, dan segudang masalah lainnya. Nonunions yang terinfeksi adalah jenis nonunion yang paling sulit
22
diobati.Tujuannya adalah untuk mendapatkan persatuan tulang yang solid, memberantas infeksi, dan memaksimalkan fungsi ekstremitas dan pasien. Sebelum kursus pengobatan tertentu dimulai, lamanya waktu yang dibutuhkan, jumlah prosedur operasi yang diantisipasi, dan intensitas rencana perawatan harus didiskusikan dengan pasien dan keluarga. Kursus perawatan untuk nonunions yang terinfeksi sangat sulit untuk meramalkan. Kemungkinan infeksi persisten dan nonunion meskipun pengobatan yang tepat harus didiskusikan, dan kemungkinan amputasi di masa depan harus dipertimbangkan. Strategi pengobatan tergantung pada sifat infeksi (pengeringan, non-aktif-aktif, non-aktif, diam dan melibatkan pendekatan biologis dan mekanis. 5. Pseudarthrosis Synovial Pseudarthroses sinovial ditandai oleh cairan yang dibatasi oleh kanal meduler yang tersegel
dan
pseudokapsul
yang
mirip
sinovium. Perawatan memerlukan stimulasi biologis dan augmentasi stabilitas mekanik. Jaringan sinovium dan pseudarthrosis dieksisi, dan kanal meduler fragmen proksimal dan distal dibor dan reamed. Ujung-ujung fragmen utama dibuat untuk memungkinkan kompresi antar-cabang dengan fiksasi internal atau eksternal. Pencangkokan dan dekortikasi tulang mendorong penyembuhan yang lebih cepat. Menurut Profesor Ilizarov, kompresi bertahap pada pseudarthrosis sinovial menghasilkan nekrosis dan peradangan lokal, yang pada akhirnya merangsang proses penyembuhan. Kami telah memiliki hasil yang beragam Gambar 2.12 Pseudarthrosis Synovial
dengan metode ini dan telah menemukan
23
bahwa reseksi pada nonunion diikuti oleh kompresi monofokal atau transportasi tulang yang lebih andal mencapai hasil yang baik. Tabel 2.8 Tatalaksana berdasarkan Klasifikasi Non Union
2.5 Implant Failure 2.5.1 Definisi Insidensi fraktur femoral shaft pada dewasa adalah sebanyak 15 sampai 20 fraktur per 100.000 orang per tahun. Saat ini, fraktur shaft femoral pada orang dewasa biasanya dirawat secara operatif. Dengan semakin banyaknya fraktur shaft femur yang mulai beroperasi, jumlah komplikasi meningkat secara proporsional. Salah satu komplikasi tersebut adalah kegagalan implan. Penilaian obyektif mengenai keadaan yang tepat yang menyebabkan kegagalan implan diperlukan untuk mencegah komplikasi ini pada salah satu tulang bantalan utama tubuh. 2.5.2 Etiologi Penyebab kegagalan implan ortopedi (kerusakan) terkait dengan kualitas implan, pengalaman ahli bedah ortopedi dan kepatuhan terhadap prinsip AO, pemilihan jenis implan yang tepat untuk tipe fraktur dan perawatan pasca operasi khusus pada weight bearing pada operasi tungkai bawah. Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa kegagalan implan adalah hasil kombinasi dari beberapa penyebab seperti kualitas implan, pemilihan implan, kualitas fiksasi, geometri fraktur dan perawatan pasca operasi (bantalan berat pelindung). Penyebab paling umum kegagalan implan adalah
24
implan yang salah. Dari kegagalan implan, 4% adalah iatrogenik, 34,8% disebabkan ketidakpatuhan dengan instruksi pasca operasi dan 60,9% merupakan hasil implan kualitas buruk.7 Kegagalan mekanik pada implan dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu plastik, rapuh dan fatigue failure. Kegagalan pada plastik adalah kegagalan di mana perangkat gagal mempertahankan bentuk aslinya sehingga menyebabkan kegagalan klinis. Kegagalan akibat rapuh, merupakan jenis kegagalan implan yang tidak biasa, disebabkan oleh cacat pada design atau metalurgi. Fatigue failure terjadi akibat pemuatan berulang pada perangkat 2.5.3 Manifestasi Klinis Pasien dengan kegagalan implan biasanya datang dengan rasa sakit dan kelainan pada anggota badan yang telah dioperasi, mungkin saja atau mungkin tidak terkait dengan trauma terakhir. Peran ahli bedah ortopedi sangat penting dalam identifikasi kegagalan implan, penggunaan sumber daya yang tepat untuk mengatasi masalah medis terkait kegagalannya, dan dalam mendidik pasien mengenai risiko dan manfaat perangkat implan dan operasi revisi. Pasien dengan dan tanpa gejala langsung dan temuan fisik kegagalan perangkat akan meminta saran dari ahli bedah ortopedi mereka mengenai penggantian implan mereka. American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS) mendorong dokter untuk berbicara dengan pasien mereka tentang risiko rasa sakit, cacat tubuh, morbiditas, dan mortalitas yang terkait dengan implan dan dengan operasi revisi. Operasi ulang mungkin terbukti sebagai pilihan terbaik bagi pasien yang implannya telah gagal, yang mengalami sakit kronis akibat kegagalan implan mereka, dan / atau fungsinya telah terpengaruh secara negatif oleh kegagalan tersebut.
25
BAB 3. LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien Nama
: Sdr. M. Fadil Alfarisi
Tanggal lahir
: 16 Agustus 1996 (22 tahun)
Jenis kelamin
: Laki - Laki
Alamat
: Krajan Jambearum Puger Jember ¼
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Madura
No. RM
: 232060
Tgl masuk RS
: 18 Februari 2019
Tgl keluar RS
: 21 Februari 2019
Tgl pemeriksaan
: 19 - 21 Februari 2019
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama: Pasien mengeluh kaki kanan lebih pendek daripada kaki kirinya
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh kaki kanannya lebih pendek sejak setelah operasi patah tulang kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor menabrak truk pada bulan Juni 2018. Pasien mengalami patah tulang di bagian paha kanan dan pundak kanan. Lalu pasien dilakukan operasi di paha kanan pada bulan Juni 2018. Pasien mulai belajar jalan menggunakan krek tujuh hari setelah operasi, semenjak saat itu pasien hanya bisa berjalan menggunakan krek hingga sekarang. Lalu pasien mengalami jatuh dari sepeda ontel pada bulan September 2018. Pasien mengaku tidak ada luka saat itu namun dirasakan sangat nyeri pada paha yang telah dioperasi. Pasien datang periksa ke RS BS dan dilakukan rontgen, kemudian pasien pulang dan hanya kontrol poli saja. Kemudian pada bulan Oktober 2018, pasien kontrol ke poli ortopedi RS DS karena merasa kaki sebelah kanan lebih pendek, selain itu pasien juga tidak
26
kuat atau selalu jatuh bila jalan tanpa krek. Pasien bisa menggerakkan kakinya serta tidak merasa nyeri dan kesemutan pada kakinya. Luka pada kaki sudah mengering dan tidak pernah keluar nanah sebelumnya. Lalu pasien di rencanakan operasi pada bulan Februari 2019. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pasien juga mengaku tidak pernah dipijat di bagian kaki. Pasien juga dapat makan banyak selama setelah operasi hingga sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu: -
Riwayat Penyakit Keluarga: HT (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Pengobatan:-
3.3 Pemeriksaan Fisik (19/02/2019) I. Status Generalis Keadaan Umum
: Cukup
Kesadaran/GCS
: Compos Mentis/4-5-6
Tekanan Darah
: 100/70 mmhg
Nadi
: 82 x/menit, irama teratur, kuat angkat
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36,5 ºC
II. Pemeriksaan Fisik Umum (19/02/2019) a. Kepala Kepala
: Normocepali
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, diameter : 3/3 mm
Hidung
: Deformitas (-), rhinorrhea (-/-), krepitasi (-)
Telinga
: Otorrhea -/-
Leher
: Pembesaran KGB (-) deviasi trakhea (-)
27
b. Thorax Inspeksi
: Retraksi (-), Bentuk dinding dada simetris
Palpasi
: Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis teraba di ICS V midclavicular sinistra
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
: Cor : S1S2 tunggal, regular, ekstrasistol (-), murmur (-), gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
c. Abdomen -
Inspeksi
: Flat
Auskultasi
: Bising usus (+) normal dengan frekuensi: 11x/menit di seluruh kuadran abdomen
-
Palpasi
: Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani seluruh lapang abdomen.
d. Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstremitas atas dan bawah e. Status Lokalis R. Femur Dextra Look
: Deformitas (+)
Feel
: Nyeri (+)
Movement
: ROM terbatas
3.4 Planning Diagnosis
Foto Rontgen: Rontgen femur post operasi
Lab : HLT
28
3.5 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 18 Februari 2019 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Normal
HEMATOLOGI LENGKAP (HLT) Hemoglobin
15,5
13,5-17,5 gr/dL
Leukosit
7,0
4,5-11,0 109/L
Hematokrit
45,3
41-45 %
Trombosit
255
150-450 109/L
SGOT
23
10-31 U/L
SGPT
18
9-36 U/L
Albumin
4,3
3,4 – 4,8 gr/dL
108
<200 mg/dL
FAAL HATI
GULA DARAH Glukosa Sewaktu PPT PPT Penderita
10,2
PPT Kontrol
10.0
APPT APPT Penderita
29,2
APPT Kontrol
25,9
FAAL GINJAL Kreatinin Serum
1,4
0,5-1,1 mg/dL
BUN
10
6-20 mg/dL
Urea
29
12-43 mg/dL
29
3.6 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 20 Februari 2019 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Normal
HEMATOLOGI LENGKAP (HLT) Hemoglobin
13,6
13,5-17,5 gr/dL
Leukosit
11,9
4,5-11,0 109/L
Hematokrit
38,1
41-45 %
Trombosit
275
150-450 109/L
3.7 Foto Rontgen Femur 20 September 2018
30
3.8 Foto Rontgen Femur 20 Februari 2019 (Post Op)
3.9 Diagnosis Kerja Implant failure post nailing femur dextra + Non union femur dextra 3.9 Planning - Infus PZ 20 tpm - Inj. Ceftriaxone 2x1g - Inj. Ketorolac 3x30mg - Pro Aff Implant + ORIF nailing + plate
31
3.10
Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad bonam
Ad Functionam
: Dubia ad bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
3.11
Laporan Operasi
Tanggal operasi
: 19 Februari 2019
Jam mulai operasi
: 12.00
Jam selesai operasi
: 16.10
Diagnosis primer
: Implant failure post nailing femur dextra + Non union femur dextra
Tindakan
: Aff Implant + ORIF nailing + plate
Jenis Anestesi
: GA
Macam operasi
: Bersih
Urgensi operasi
: Elektif
Uraian: • Persiapan operasi
: Informed consent, Inj Ceftriaxon 2 gram
• Posisi pasien
:posisi lateral
• Desinfeksi
: povidone iodine 10 %
• Insisi pembukaan kulit dan lapangan operasi : insisi scar post op lama • Pendapatan pada eksplorasi
: Didapatkan implant failure femur dextra, non union femur dextra
• Deskripsi
: 1. Dilakukan aff implant 2. Dilakukan ORIF nailing + plate
• Komplikasi
: Perdarahan
• Penutupan lapangan operasi
: Jahit lapis demi lapis
• Hasil operasi
: Terpasang nail + plate
• Pengiriman jaringan operasi
:-
32
• Catatan post operasi
:-
3.12 Follow Up 20 Februari 2019/H4MRS S
S) Nyeri bekas operasi
O O) KU : cukup Kes : CM
TD : 110/81
RR : 20x/menit
HR : 80x/menit
Tax : 36,3°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/Tho : Cor: SIS2 tunggal e/g/m -/-/Pulmo: Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/Abd : flat, BU + normal, timpani, soepel Ext: AH (+/+) & edema (-) pada ke empat ekskrimitas
Status localis regio femur dextra -
Look: dressing (+) rembesan (-) swelling (+), Drain : 10 cc
-
Feel: respond to pain (+), CRT < 2 detik, teraba hangat, kesemutan (-)
-
Movement: ROM terbatas
A
Implant failure post nailing femur dextra + Non union femur dextra post aff implant + ORIF nailing + plate H1
P -
p/o Cefixim 2x1 p/o Asam mefenamat 3x1
33
21 Februari 2019/H4MRS S
S) Tidak ada keluhan
O O) KU : cukup Kes : CM
TD : 110/81
RR : 20x/menit
HR : 80x/menit
Tax : 36,3°C
K/L : a/i/c/d -/-/-/Tho : Cor: SIS2 tunggal e/g/m -/-/Pulmo: Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/Abd : flat, BU + normal, timpani, soepel Ext: AH (+/+) & edema (-) pada ke empat ekskrimitas
Status localis regio femur dextra -
Look: dressing (+) rembesan (-) swelling (+) berkurang, Drain : minimal hemoragik
-
Feel: respond to pain (+), CRT < 2 detik, teraba hangat, kesemutan (-)
-
Movement: ROM terbatas
A
Implant failure post nailing femur dextra + Non union femur dextra post aff implant + ORIF nailing + plate H2
P -
p/o Cefixim 2x1
-
p/o Asam mefenamat 3x1
-
Aff Drain
-
Pro KRS
34
DAFTAR PUSTAKA Antonova, Evgeniya., T Kim Le, Russel Burge and John Mershon. 2013. Tibia shaft fractures: Costly burden of nonunions. Musculoskeletal Disorders 14:42 http://www.biomedcentral.com/1471-2474/14/42 Brinker, Mark R., and Daniel P. O’Connor. 2009. Nonunions: Evaluation and Treatment. Browner, 978-1-4160-2220-6 Calori, Giorgio Maria., et al. 2008. Classification of non-union: Need for a new scoring system?. Injury, Int. J. Care Injured (2008) 39S2, S59–S63 Nandra, Rajpal., et al. 2018. Fracture non-union epidemiology and treatment. Trauma 0(0) 1–9 Ogbemudia, Alfred O., et al. 2006. Implant failure in osteosynthesis of fractures of long bones. JMBR: A Peer-review Journal of Biomedical Sciences Peivandi, Mohammad., et al. 2013. Exploring the Reasons for Orthopedic Implant Failure in Traumatic Fractures of the Lower Limb. Archives of Iranian Medicine, Volume 16, Number 8.