Burst Abdomen.docx

  • Uploaded by: Ilham Ardli
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Burst Abdomen.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,961
  • Pages: 35
LAPORAN KASUS BURST ABDOMEN

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya KSM Bedah Umum RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh: Esty Dwi Nurmalitta NIM 142011101026

Dokter Pembimbing: dr. Samsul Huda, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2019

1

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ...................................................................................

i

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................

3

2.1 Definisi ........................................................................................

3

2.2 Anatomi Dinding Abdomen........................................................

3

2.3 Etiologi........................................................................................

7

2.4 Patofisiologi ................................................................................

12

2.5 Diagnosis ....................................................................................

17

2.6 Tatalaksana .................................................................................

20

BAB 3. LAPORAN KASUS .........................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

34

ii

2

BAB 1. PENDAHULUAN

Burst abdomen merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander (2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki kemungkinan mortalitas 30%. Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit pasien yang pernah mengalami burst abdomen. Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita. Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian sekitar 20%. Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593 operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan untuk pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya. Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan resiko kematian.

3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Burst abdomen adalah terpisahnya kulit, lapisan otot dan aponeurotik pada perut dinding yang terjadi segera atau dalam beberapa jam pertama atau beberapa hari setelah laparotomi (Manuel, et al., 2013). Burst abdomen merupakan komplikasi pasca operasi yang parah. Insiden seperti yang dijelaskan dalam literatur berkisar antara 0,4% hingga 3,5% (Jaiswal, et al.,2018).

2.2 Anatomi Dinding Abdomen Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Gambar 2.1. Bagian rongga abdomen

4

Keterangan : 1.

Hipokhondriak kanan

2.

Epigastrik

3.

Hipokhondriak kiri

4.

Lumbal kanan

5.

Pusar (umbilikus)

6.

Lumbal kiri

7.

Ilium kanan

8.

Hipogastrik

9.

Ilium kiri

Abdomen adalah suatu rongga yang dilapisi oleh lapisan peritoneum baik organ maupun dindingnya. Lapisan peritoneum yang melapisi rongga abdomen disebut peritoneum parietal dan yang melapisi semua organ dalam abdomen di sebut peritoneum visceral. Struktur dinding abdomen Dinding abdomen mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding abdomen terdiri atas beberapa lapis yaitu : 1. Kulit 2. Lemak subkutan yang disekat oleh: a. Fascia camfer Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus daerah perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-laki fascia ini bersatu dengan fascia scarpa membentuk tunica dartos sebagai salah satu lapisan pembungkus dari testis. Para ahli

bedah memanfaatkan lembar dalam fascia

superfisialis yang berupa selaput, untuk memegang sayatan pada kulit abdomen b. Fascia scarpa

jahitan sewaktu menutup

5

Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak. c. Fascia transfersalis Suatu lembar selaput yang kuat dan hampir melapisi seluruh dinding abdomen. Fascia transversalis menutupi permukaan dalam musculus transversus abdominis dan aponeurosisnya, dan dari kedua sisi bersatu di sebelah dorsal linea alba. 3.

Otot –otot dindidng abdomen

Gambar 2.2 Otot dinding abdomen

a. Musculus rectus abdominis Merupakan otot panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh panjang dinding abdomen. Musculus rektus abdominis berasal dari depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke kartilago kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus. Jika otot ini berkontraksi terlihat linea semilunaris yang terbentang dari ujung rawan iga IX sampai tuberkulum pubikum. Otot ini disilangi oleh tiga insersi : Ujung proses xifoideus, Umbilicus, dan ditengah keduanya. Fungsi dari otot ini untuk fleksi trunk, mengangkat pelvis. b. Musculus oblica eksterna Otot ini merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial. Otot ini berorigo pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang terakhir, serat-serat nya berjalan serong dari kraniolateral menuju kaudomedial dan berinsersi pada tiga

6

tempat. Posterior dari otot ini berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan. c. Musculus oblica interna Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m. abdominiseksternus oblik. Fungsi dari otot untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama. Otot ini berinsersi pada 3 tempat : 1. Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir 2. Sarung rektus 3. Os pubis d. Musculus transvesalis Otot ini berupa tendon menuju ke linea alba dan bagian inferior vagina musculi trecti abdominis. Origo pada permukaan kartilagi kostalis 7-12. Insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum crista iliaca, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendoon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut , menegangkan dan menarik dinding perut. e. Musculus piramidalis Musculus piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya berasal dari permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini terletak pada bagian depan bagian bawah musculus rektus abdominis. Fungsi musculus piramidalis adalah untuk menegangkan linea alba. 4. Peritonium Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat, terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi menjadi peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus permukaan organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding abdomen dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan mengandung

7

cairan sereus.Peralihan peritoneum parietale menjadi paritoneum viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat penggantung viscera.

Dinding ventrolateral abdomen Garis-garis pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper horizontal disekitar tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi sepanjang garis pembelahan akan sembuh dengan parut yang sedikit, sedangkan insisi yang menyilang garis-garais ini akan sembuh dengan parut yang luas atau parut yang menonjol. Linea Alba

Gambar 2.3 Linea alba Merupakan pita brosa yang terbentang vertikal dari processus xiphoideus sampai symphysis pubica. Sarung rektus (rektus sheath) adalah kumpulan dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang membungkus m. rektus abdominis. Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum yang mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi

2.3 Etiologi Burst Abdomen Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor risiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan postoperative (British Medical Journal:1966).

8

a. Pre operasi 1. Jenis kelamin Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1. Meningkatnya risiko pada pria tidak sepenuhnya dipahami. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa merokok memiliki dampak penting dan bahwa gender pria bertindak sebagai faktor risiko pengganti. Penjelasan lain adalah bahwa pria memiliki ketegangan dinding perut yang lebih tinggi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada jahitan yang mengakibatkan jahitan memotong fasia dan otot-otot dinding perut. 2. Umur Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst abdomen pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan pada pasien >45 tahun sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ, dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding melemah (Lotfy, 2009). 3. Anemia Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. 4. Hippoproteinemia Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum dibawah 6g/dl memiliki risiko burst abdomen. 5. Defisiensi vitamin C Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. 6. Kortikosteroid

9

Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi mmakrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu kortikosteroid juga dapat menurunkan sistem imun. 7. Merokok Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. 8. Hypoalbuminanemia (serum albumin <3 mg%) Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka. 9. Diabetes (GDP>140 mg/dl atau GDA>200 mg/dl) Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama (Lotfy,2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi. b. Operatif 1. Operasi yang bersifat emergensi Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana. Selain itu, risiko kontaminasi pada bidang bedah lebih tinggi. 2. Laparotomi Laparotomi garis tengah berpotensi terjadinya burst adbdomen karena kekuatan tarik lateral yang tinggi ketika otot-otot perut berkontraksi. c. Post Operatif 

Tekanan intra-abdominal yang meningkat : batuk, muntah, ileus, retensi urin



Sepsis abdomen intra

10



Infeksi luka



Terapi radiasi



Terapi anti-neoplastik Umumnya akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen. Misalnya:

kelumpuhan usus, batuk, muntah dan kateterisasi urin berulang. Batuk juga merupakan faktor risiko independen. Infeksi luka diidentifikasi dalam hampir setiap studi yang meneliti ini sebagai faktor risiko yang signifikan untuk AWD. Mikroorganisme paling penting yang ditemukan setelah kultur adalah Staphylococcus aureus, diikuti oleh Escherichia coli dan akhirnya Pseudomonas spp. Infeksi luka telah diidentifikasi pada 18-72% pasien dengan burst abdomen. Webster et al. juga mengamati peningkatan yang signifikan dalam kejadian komplikasi pasca operasi: trombosis vena dalam, pneumonia, sepsis, infark miokard, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan ileus yang berkepanjangan. Terdapat beberapa skor yang dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya burst abdomen pada bekas operasi. Webster C et al. mengemukakan mengenai Webster Risk Index yang dapat digunakan untuk memprediksi dehiscence. Poin – poin dari skor tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Webster Risk Index

11

Intrepretasi dari index tersebut adalah bila total skor 11 – 14 maka dapat dimungkin resiko terjadi dehiscence sebesar 5%. Dan bila total skor >14 maka resiko terjadinya dehiscence adalah sebesar 10%. Namun pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa index tersebut memiliki validasi yang lemah. Selain index tersebut, terdapat skor yang digunakan Identifikasi faktor risiko independen untuk AWD & untuk mengembangkan model risiko untuk mengenali risiko tinggi terhadap burst abdomen dan telah dilakukan masa studi selama 20 tahun pada kasus EWD dan memiliki validasi yang lebih kuat, yaitu skor menurut Van Ramshorst GH.

Tabel 2.2 skor menurut Van Ramshorst GH.

12

2.4 Patofisiologi PRE OPERASI Batuk, Merokok, Anemia, Hypoalbumin, Usia

OPERASI

POST

Tipe insisi, Jahitan luka, Bahan jahitan, Teknik penutupan laparatomi

Batuk, Distensi abdomen, Kebocoran usus, Infeksi, Hematoma

Tipe

Batuk

Anemia Penurunan Hb

Penekanan Intra Abdomen Midline incision

Suplay oksigen ke jaringan menurun

Ketegangan pada luka Titik lemah abdomen

Menekan jahitan pada dinding abdomen

Memperlambat proses penyembuhan luka

Jahitan terbuka

BURST ABDOMEN Kerusakan jaringan pasca operasi

Dekontinuitas jaringan

Suplai Oksigen ke usus berkurang Gg. Perfusi di usus

Lemas

MK : Nyeri

Menghambat relaksasi diafragma

Hipoksia sel

Respon tubuh Timbul nyeri pada

Peningkatan intra abdomen

Nafsu makan ↓ Intake makanan ↓ Nutrisi tidak adekuat MK : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Suplai oksigen ↓ Sesak MK : Pola nafas tidak efektif

Luka post operasi Port de entri kuman Kuman mudah masuk

Jaringan tubuh terinfeksi Timbul luka Pertahanan tubuh berespon : Inflamasi

Suhu tubuh naik MK: Hipertermi

13

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe serta jenis derajat luka. Penyembuhan luka terdiri dari : 1. Fase Hemostasis dan Inflamasi Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel - sel mati, dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot), dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5 – 10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris.

Gambar 2.4 Fase Hemostasis Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit terutama netrofil, ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan

14

oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sebagai berikut : a. Sintesa kolagen b. Pembentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast c. Memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelisasi d. pembentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis 2. Fase proliferasi (fase fibroplasia) Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira - kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Gambar 2.5 Fase Proliferasi Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan feratinocyte growth factor (GF), yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal.

15

Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. 3. Fase Remodelling Fase ini dimulai pada minggu ke3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemedahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dengan struktur yang lebih baik (proses remodeling).

Gambar 2.6 Fase Remodelling Dari proses penyembuhan luka tersebut dapat diambil kesimpulan seperti table dibawah ini.

16

Tabel 2.3 Proses Penyembuhan Luka.

Tabel 2.4 Tanda Gangguan Penyembuhan Luka Proses kompleks penyembuhan luka dalam sayatan bedah tertutup (dikenal sebagai healing by primary intention) dapat dibagi menjadi empat fase yang berbeda, perlu, tetapi tumpang tindih: hemostasis, peradangan, proliferasi, dan remodeling. Reepitelisasi dari sayatan bedah tertutup biasanya selesai dalam 24-48 jam. Bahkan jika

17

penyembuhan berlangsung normal, jaringan-jaringan dari sayatan bedah yang disembuhkan tidak akan pernah mendapatkan kembali kekuatan seperti saat sebelum operasi. Gangguan penyembuhan sayatan bedah tertutup dapat terjadi karena banyak alasan dan dapat terjadi selama fase penyembuhan. Tanda – tanda adanya gangguan penyembuhan luka dapat dilihat pada table 2.2.

2.5 Diagnosis Burst Abdomen a. Manifestasi Klinis

Gambar 2.7 Cairan Pus yang Keluar dari Burst Abdomen Manifestasi klinis dari burst abdomen adalah sebagai berikut : 

Sering terjadi pada hari ke 7 – 14 setelah penutupan luka



Dapat timbul tanpa peringatan, setelah mengejan atau melepas jahitan



Dapat didahului dengan cairan sero-sanguinous



Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak



Batuk yang berat disertai muntah-muntah



Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di daerah tersebut



Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah



Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)

18



Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan. Untuk menentukan burst abdomen juga perlu melakukan penilaian luka secara

keseluruhan seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.5 Assesment Burst Abdomen Terdapat beberapa klasifikasi dari burst abdomen, yaitu 4. Partial Burst Abdomen Luka pada abdomen mengalami pemisahan tepi fasia tanpa pengeluaran isi, jahitan fasia longgar dan kadang-kadang disertai loop usus tertutup fibrin

19

Gambar 2.8 Klinis Partial Burst Abdomen 5. Complete Burst Abdomen Luka abdomen mengalami pemisahan total fascia & kulit, loop usus (jika tidak direkatkan dengan fibrin) dapat keluar dari abdomen.

Gambar 2.9 Complete Burst Abdomen

20

b. Pemeriksaan Penunjang 1. Sinar X Abdomen Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus. 2. Laboratorium Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah. 3. CT scan atau MRI Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien 4. Tes BGA Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea. Hitung darah lengkap dan serum elekrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putuh, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2.6 Tatalaksana a. Konservatif Perawatan konservatif adalah pilihan bagi pasien dengan defek fasia terbatas dengan kondisi umum yang lemah atau memiliki risiko komplikasi yang tinggi bila dilakukan operasi ulang. Mereka dapat dirawat dengan menutup luka dengan salinesoaked gauze dressings. Pilihan lain dapat dilakukan tekanan Gambar 2.10 Saline Soaked gauzes

negatif terapi luka (NPTW/ Negative-

21

pressure wound therapy), juga dikenal sebagai penutupan dengan bantuan vakum (VAC). VAC meningkatkan granulasi dan mengurangi volume luka. Penggunaannya biasanya didahului oleh debridemen luka yang adekuat. Ini tidak dapat digunakan jika terdapat kontak langsung dengan organ dalam perut. Usus granula dapat ditutup dengan pembedahan atau selanjutnya ditutup dengan full thickness skin graft. Jika perawatan konservatif tidak diikuti oleh pembedahan, insisi hernia hampir selalu terjadi.

Gambar 2.11 Penggunaan NPWT

b. Operatif Sebelum tidakan operatif penutupan luka perlu dilakukan debridemen jaringan nekrotik dan yang terinfeksi, eksplorasi perut untuk mengetahui adanya pembentukan abses intra-abdominal, hematoma (terinfeksi), kebocoran usus (anastomosis), dan obstruksi. Tidak diketahui apakah eksplorasi fasia lokal cukup dalam kasus defek kecil tanpa adanya gejala klinis infeksi atau apakah seluruh fasia perlu dibuka (dan ditutup kembali). Penutupan Jahitan Primer Penutupan primer dapat dilakukan dengan menggunakan mass closure technique dengan jahitan monofilamen berjalan yang dapat diserap secara perlahan. Secara umum, rasio yang disarankan SL: WL adalah minimal 4: 1. Tidak diketahui apakah gigitan jaringan tradisional dan jarak jahitan 1 cm harus digunakan atau gigitan jaringan kecil dengan jarak jahitan kecil 0,5 cm, meskipun penggunaan teknik yang

22

terakhir ini didukung oleh beberapa studi klinis dan eksperimental. Abbott et al. melaporkan tingkat keberhasilan 56% terkait dengan penutupan utama dehiscence fasia dengan atau tanpa jahitan retensi pada 27 pasien.Pada pasien tertentu, seperti pasien akibat kegagalan teknisnya menghasilkan dehiscence (misalnya, slipped knots), perbaikan jahitan primer mungkin berhasil. Saat dilakukan resuture, fasia akan mudah robek, sehingga metode penutupan alternatif dapat dipertimbangkan. Dalam kasus debridemen ekstensif dengan hilangnya jaringan dinding perut, penutupan primer telah dilaporkan menghasilkan tingkat dehiscence 50%.

Gambar 2.12 Jahitan dengan SL : WL 4 :1 Relaxing Incisions Penggunaan relaxing incision pada m. transversus abdominis dan m. oblika interna (insisi TI), insisi tambahan pada otot oblikus eksternal (insisi TIE), atau juga melibatkan fasia Scarpa (insisi TIES). Pada delapan pasien dengan burst abdomen mengalami total 15 sayatan (2 TI, 9 TIE, 4 TIES). Didapatkan tingkat kematian 12,5%, tidak terjadi kekambuhan, dan insisi hernia terjadi di lokasi insisi TIES saja. Dietz et al. melakukan jahitan interupsi bilateral figure of eight (0 USP polypropylene) pada bagian anterior dan posterior m. rektus pada satu pasien, dikombinasikan dengan relaxing incision pada aponeurosis m. oblikus eksternal dan penggunaan mesh polipropilen dalam posisi sublay. Tidak ada hernia insisional yang didiagnosis setelah

23

1 tahun masa tindak lanjut tetapi didapatkan mati rasa pada kulit di perut kanan bawah, yang kemungkinan disebabkan oleh lesi (bagian) saraf iliohypogastric. Insisi yang longgar pada transversus abdominis dan otot oblikus internal dan eksternal dapat dipertimbangkan jika penutupan primer tidak dapat dilakukan tanpa ketegangan. Penutupan Sementara burst abdomen merupakan pilihan alternatif jika penutupan tension-free tidak dapat dilakukan. Tidak ada penelitian yang ditemukan hingga saat ini yang membandingkan hasil bedah penutupan sementara dengan metode pengobatan lain untuk semburan perut. Mesh sintetis Mesh

sintetis

sering

ditempatkan dalam posisi inlay diikat ke kedua tepi fasia. Tidak ada

bukti

lebih

baik

ditempatkan pada posisi inlay, onlay,

atau

sublay

dalam

perbaikan burst abdomen. Opsi bahan terdapat mesh yang dapat diserap seperti poliglaktin dan mesh yang tidak dapat diserap seperti polipropilen. Polypropylene

mesh

telah dikaitkan dengan tingkat komplikasi

yang

tinggi

di

lingkungan

yang

terinfeksi,

terutama

dalam

kasus

penempatan kontak langsung dengan usus, yang mengarah Gambar 2.13 Metode Penggunaan Mesh

pada

pembentukan

fistula

enterokutan dan perlengketan

24

usus. Van ‘t Riet et al. Ulasan sekelompok 18 pasien yang telah menjalani perbaikan dehiscence luka perut di hadapan infeksi intraabdominal. Semua pasien mengalami komplikasi seperti infeksi mesh (77%), pembentukan fistula enterocutaneous (17%), atau migrasi mesh melalui usus (17%). Komplikasi telah menyebabkan penghilangan mesh pada 8 dari 18 pasien (44%) dan pada tindak lanjut rata-rata 49 bulan, hernia insisional telah berkembang pada 63% pasien. Komplikasi lain dari mesh nonabsorbable termasuk tonjolan mesh, yang dapat meniru presentasi klinis hernia insisional.

McNeeley et

al.

melaporkan

penggunaan

mesh

polypropylene

nonabsorbable pada 11 pasien dengan fasia dehiscence (7 Marlex®, CR Bard, Murray Hill, NJ; 4 Prolene®, Ethicon, Somerville, NJ). Pada tiga dari tujuh pasien yang menjalani perbaikan Marlex®, cangkok diangkat dan bekas luka perut direvisi. Tidak ada pengamatan yang dilaporkan mengenai pembentukan fistula enterocutaneous. Dari sudut pandang teoretis, penggunaan jenis mesh anti-perekat ini dapat bermanfaat dalam hal pembentukan adhesi yang lebih sedikit dibandingkan dengan polipropilen mesh dan mengarah pada insiden yang lebih rendah dari hernia insisional dibandingkan dengan yang dapat diserap.

Gambar 2.14 Polypropylene Mesh Polyglactin mesh 100% dapat diserap dan dapat digunakan jika ada infeksi. Akses berulang ke perut dapat dilakukan dengan membuka dan menutup mesh. Namun, bahan dapat robek dan dengan demikian menghasilkan pengeluaran isi abdomen ulang dan indikasi untuk operasi ulang. Menutupi mesh dengan kasa yang direndam garam

25

atau NPWT sering digunakan sampai jaringan granulasi terbentuk di usus dan dapat ditutup dengan cangkok kulit split-thickness. Pengangkatan mesh karena penolakan mungkin diperlukan di klinik rawat jalan selama bulan-bulan setelah perbaikan mesh. McNeeley et al. menggunakan mesh polyglactin pada tujuh pasien dengan fasia dehiscence, salah satunya memerlukan pengangkatan mesh. Selain itu, penggunaan mesh polyglactin tanpa kontak langsung antara tepi fascial pasti menghasilkan hernia insisional dari waktu ke waktu. Abbott et al. melaporkan tingkat keberhasilan 100% untuk perbaikan polyglactin mesh primer pada 7 dari 37 pasien. Buck et al. melaporkan penggunaan mesh asam poliglikolat (Dexon ™, Mansfield, MA) pada tujuh pasien dengan dehiscence luka, yang semuanya mengembangkan hernia insisional.

Gambar 2.15 Polyglactine Mesh Mesh Biologis Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai jenis mesh biologis telah dikembangkan dan tersedia secara komersial. Mesh biologis yang terdiri dari ekstraselular yang tidak terkait silang atau tidak terkait silang menjadi dehiscent. Setelah penataan ulang jaringan lokal tambahan dan rekonstruksi flap kemajuan kulit berdasarkan perforator, tidak ada hernia insisional terjadi dalam dua tahun pertama setelah operasi.

26

Penutupan Kulit dan Jaringan Subkutan

Gambar 2.16 Jahitan Subkutan Jahitan subkutan (multifilamen) dapat memulai reaksi benda asing dan potensi kolonisasi bakteri. Dalam lingkungan yang relatif bersih, kulit dapat tertutup dengan jahitan atau staples terputus monofilamen. Jika drainase dari bahan yang terinfeksi melalui luka dibutuhkan, kulit harus dibiarkan terbuka atau diperkirakan jarak interval dengan staples atau jahitan monofilamen terputus untuk memungkinkannya dilakukan drainase yang cukup. Cangkok kulit ditempatkan setelah tanam mesh dengan jaringan granulasi, sehingga menghindari operasi besar dan pembentukan hernia insisional.

27

BAB 3. LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama

: Sdr. A. Bani

Tanggal lahir

: 8 April 1951 (67 tahun)

Jenis kelamin

: Laki - Laki

Alamat

: Krajan Kesilir Wuluhan 4/4 Kesilir

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Madura

No. RM

: 242906

Tgl masuk RS

: 18 Februari 2019

Tgl pemeriksaan

: 19-21 Februari 2019

3.2 Anamnesa 

Keluhan Utama: Pasien mengeluh muncul benjolan di bekas luka operasi



Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh muncul benjolan di bekas luka operasi sebelumnya. Benjolan terasa nyeri dan semakin keluar ketika pasien batuk sehingga pasien selalu menahan luka ketika pasien ingin batuk. Pasien juga mengeluh selalu terdapat cairan kekuningan pada kasa yang menutup luka. Pasien mengeluh batuk – batuk sejak 1 minggu yang lalu. Lalu pasien ke Poli Bedah RSDS dan di rencanakan untuk operasi. Pasien juga mengeluh lemas dan nafsu makan berkurang. Sehari – hari pasien hanya makan beberapa sendok bubur halus. BAB (+) terakhir kemarin malam. BAK (+) spontan. Mual (-) Muntah (-).



Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien post operasi laparotomi eksplora e.c rupture gaster 25 Hari yang lalu.



Riwayat Penyakit Keluarga: HT (-), DM (-), Asma (-)



Riwayat Pengobatan:-

28

3.3 Pemeriksaan Fisik (19/02/2019) I. Status Generalis Keadaan Umum

: Lemah

Kesadaran/GCS

: Compos Mentis/4-5-6

Tekanan Darah

: 130/80 mmhg

Nadi

: 80 x/menit, irama teratur, kuat angkat

Respirasi

: 22 x/menit

Suhu

: 36,5 ºC

II. Pemeriksaan Fisik Umum (19/02/2019) a. Kepala Kepala

: Normocepali

Mata

: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, diameter : 3/3 mm

Hidung

: Deformitas (-), rhinorrhea (-/-), krepitasi (-)

Telinga

: Otorrhea -/-

Leher

: Pembesaran KGB (-) deviasi trakhea (-)

b. Thorax Inspeksi

: Retraksi (-), Bentuk dinding dada simetris

Palpasi

: Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis teraba di ICS V midclavicular sinistra

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

: Cor : S1S2 tunggal, regular, ekstrasistol (-), murmur (-), gallop (-) Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

29

c. Abdomen Inspeksi

: Flat, Dressing (+), Rembesan Pus (+), Tampak luka operasi terbuka + 10 cm, tampak intestine, warna merah muda, sekret (+)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal dengan frekuensi: 11x/menit di seluruh kuadran abdomen

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan (+)

Perkusi

: Timpani

d. Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstremitas atas dan bawah

3.4 Planning Diagnosis 

Lab : HLT, LFT, GDA, APTT, PPT, RFT

3.5 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 18 Februari 2019 Jenis Pemeriksaan

Hasil

Normal

HEMATOLOGI LENGKAP (HLT) Hemoglobin

11,3

13,5-17,5 gr/dL

Leukosit

12,3

4,5-11,0 109/L

Hematokrit

34,7

41-45 %

Trombosit

360

150-450 109/L

SGOT

131

10-31 U/L

SGPT

69

9-36 U/L

Albumin

2,8

3,4 – 4,8 gr/dL

162

<200 mg/dL

FAAL HATI

GULA DARAH Glukosa Sewaktu PPT PPT Penderita

11,9

30

PPT Kontrol

9,8

APPT APPT Penderita

26,5

APPT Kontrol

26,2

FAAL GINJAL Kreatinin Serum

1,1

0,5-1,1 mg/dL

BUN

31

6-20 mg/dL

Urea

66

12-43 mg/dL

Asam Urat

8,0

3,4 – 7 mg/dL

Natrium

141,5

135 – 155 mmol/L

Kalium

4,61

3,5 – 5,0 mmol/L

Chlorida

107,3

90 – 110 mmol/L

Calsium

2,01

2,15 – 2,57 mmol/L

ELEKTROLIT

3.6 Foto LLD 23 Januari 2019

31

3.7 Foto BOF 23 Januari 2019

3.8 Foto Thorax 23 Januari 2019

32

3.9 Foto Klinis

3.10

Diagnosis Kerja Burst Abdomen post laparotomi explorasi e.c peritonitis generalisata e.c ruptur gaster H25

3.11

Planning

- Infus PZ 20 tpm - Pro Repair Burst Abdomen - Diet bubur halus Monitoring: Observasi TTV, Luka, dan keluhan

3.12

Prognosis

Ad Vitam

: Dubia ad bonam

Ad Functionam

: Dubia ad bonam

Ad Sanationam

: Dubia ad bonam

33

3.13 Follow Up 20 Februari 2019/H2MRS S

S) Pasien tidak mau makan, mual (+), muntah (-), batuk (+)

O O) KU : cukup Kes : CM

TD : 139/81

RR : 28x/menit

HR : 80x/menit

Tax : 36,3°C

K/L : a/i/c/d -/-/-/Tho : Cor: SIS2 tunggal e/g/m -/-/Pulmo: Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/Abd : Inspeksi

: Flat, Dressing (+), Rembesan (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal dengan frekuensi: 11x/menit di seluruh kuadran abdomen

Palpasi

: Soepel, nyeri tekan (+)

Perkusi

: Timpani

Ext: AH (+/+) & edema (-) pada ke empat ekskrimitas A

Burst Abdomen post laparotomi explorasi e.c peritonitis generalisata e.c ruptur gaster H26

P

- Infus PZ 20 tpm - VIP albumin 3x1 - Diet bubur halus - Pro Repair Burst Abdomen

34

DAFTAR PUSTAKA Arno, Deconinck. 2017. Consequences of Burst Abdomen after midline laparotomy. Ghent University Bartlett, David C et Andrew N Kingsnorth. 2009. Abdominal wound dehiscence and incisional hernia. SURGERY 27:6 Cano, Manuel López., et al. 2013. “Acute postoperative open abdominal wall”: Nosological concept and treatment implications. World J Gastrointest Surg 2013 December 27; 5(12): 314-320 ISSN 1948-9366. Cano, M. Lopez., et al. 2018. EHS clinical guidelines on the management of the abdominal wall in the context of the open or burst abdomen. Springer-Verlag France SAS, part of Springer Nature 2018 Jaiswal et Sandeep Shekhar. 2018. Study of burst abdomen: it’s causes and management. International Surgery Journal Jaiswal NK et al. Int Surg J. 2018 Mar;5(3):1035-104 Jenkins, T. P. N. 1976. The burst abdominal wound : a mechanical approach. Br. J. Surg. Vol. 63 (1976) 873-876 Ousey, Karen., et al. 2018. WORLD UNION OF WOUND HEALING SOCIETIES CONSENSUS DOCUMENT. Wounds International — a division of Omnia-Med Ltd 1.01 Cargo Works, 1–2 Hatfields, London, SE1 9PG RAMSHORST, GABRIËLLE H. VAN. 2010. Therapeutic Alternatives for Burst Abdomen. SURGICAL TECHNOLOGY INTERNATIONAL XIX Weledji, Elroy Patrick. 2017. Perspectives on Wound Healing. Austin J Surg - Volume 4 Issue 3 – 2017

Related Documents

Radio Burst
November 2019 8
Burst I
May 2020 1
Burst 126
August 2019 12
Burst 131
August 2019 13
Burst 116e
July 2019 18
Burst 120
August 2019 23

More Documents from ""

Burst Abdomen.docx
October 2019 15
Referat Ankle Injury.docx
October 2019 9
Majapahit
April 2020 20
53188949-tugas-hi.docx
December 2019 30
Kultum Syirik.docx
April 2020 21