Ilmu dan Teknologi • • • •
Rumput Laut Jadi Gudang Obat Indonesia penghasil rumput laut terbesar di dunia. Penelitian terhadap rumput laut belum banyak dilakukan. Tepuk tangan memenuhi auditorium Hotel Clarion, Makassar. Ratusan peserta "The First Indonesia Seaweed Forum" merasa puas setelah mendengar presentasi yang disampaikan oleh Iain C. Neish. Memang, Neish yang menjabat sebagai Managing Director Seaplant.net Foundation memaparkan kondisi rumput laut Indonesia dan di dunia. "Sebanyak 50 persen produksi rumput laut di daerah tropis berasal dari Indonesia," kata Neish dalam forum ilmiah yang dihadiri para pakar rumput laut dari mancanegara di ibu kota Sulawesi Selatan itu. Dari data yang disampaikan Neish, sejak 2004 Indonesia mulai meninggalkan Filipina dalam menghasilkan rumput laut jenis Gracilaria. Tahun lalu, ekspor Indonesia diperkirakan mencapai 140 ribu ton, sedangkan angka ekspor Filipina merosot jadi 60 ribu ton. Di negara-negara yang tergabung dalam Coral Triangle, produksi rumput laut Indonesia juga 65 persen. Negara lain dalam kelompok ini adalah Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Selain produksinya yang besar, rumput laut Indonesia ternyata juga memiliki potensi menjadi bahan baku untuk obat-obatan. Dua orang pakar memaparkan hasil penelitiannya dalam forum ilmiah di Makassar yang berlangsung pada akhir Oktober lalu. Pakar yang pertama adalah Jana Tjahjana Anggadiredja, Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam. Jana yang doktor di bidang rumput laut memaparkan keanekaragaman zat antibakteri dari berbagai rumput laut pilihan di Indonesia. Paper yang sama juga dia sampaikan pada acara "Asian Pacific Phycological Forum" di Selandia Baru, bulan lalu. Pada forum ilmiah yang berlangsung selama tiga tahun sekali itu, Jana terpilih menjadi anggota Dewan Penasihat Asian Pacific Phycological Association. Pakar kedua yang berbicara di Makassar adalah Yong-Ki hong, peneliti Departemen Bioteknologi Universitas Nasional Pukyong, Korea Selatan. Yong-Ki hong menjelaskan
anti-inflammatory dari rumput laut cokelat yang banyak terdapat di negara subtropis sebagai obat tradisional. Laut dengan berbagai macam keanekaragaman organisme menjadi sumber penting bagi senyawa biologi aktif. Seperti tanaman lainnya, rumput laut juga memiliki metabolisme primer dan sekunder. Hasil metabolisme primer yang sudah dikenal dari tanaman ini adalah agar-agar dan karaginan. Sedangkan metabolisme sekunder memiliki sifat toksid dan racun, tapi zat-zat itu bisa menjadi obat. "Metabolisme yang terkandung dalam rumput laut berpotensi sebagai antimikroba dan diolah menjadi berbagai jenis obatan-obatan," kata Jana yang beberapa tahun lalu mendapat gelar profesor riset. Obat itu antara lain untuk antibakteri, antifungal, antiviral, antitumor, anti-inflammatory, anti-convulsant dan zat sedatif atau penenang/penawar. Jana telah melakukan penelitian dengan sampel rumput laut di Pantai Warambadi, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Barat. Rumput laut di pantai itu ternyata memiliki metabolisme sekunder yang berperan sebagai senyawa bioaktif. Dari hasil ekstraksinya, jenis tersebut berpotensi sebagai pelawan bakteri. Bukan hanya itu, spesies-spesies rumput laut yang tersebar di Warambadi juga memiliki kapasitas untuk memproduksi sendiri senyawa atau zat bioaktif yang berfungsi sebagai antibakteri. Memang, kemampuan beberapa spesies rumput laut untuk menghasilkan senyawa antibakteri bergantung pada lingkungan, musim, habitat, dan genetik yang dibawanya. Berdasarkan hasil penelitiannya, senyawa yang dimiliki berbagai spesies rumput laut berperan besar dalam pengembangan riset pembuatan obat-obatan herbal berbahan dasar rumput laut. Sejumlah langkah perlu dilakukan untuk riset tersebut, mulai dari penyaringan atau seleksi antibakteri pada jenis-jenis rumput laut. Kemudian menganalisis berbagai macam senyawa yang telah diekstrak dari Euchema serra, Halimeda opuntia, dan Hydroclathrus clathratus. Terhadap senyawa-senyawa tersebut, kata Jana, dilakukan penyeleksian terhadap antibakteri yang terkandung di dalamnya. Dari yang diteliti Jana, beberapa jenis rumput laut mengandung bahan untuk obat-obatan. "Masyarakat selama ini sudah menggunakannya sebagai obat tradisional," tutur Jana yang juga menjadi Ketua Indonesian Seaweed Society. Misalnya Euchemagelatina untuk obat batuk, asma, dan gondokan. Lalu Gelidium Anursii untuk sakit perut, dan Ulva lactuka untuk mengobati mimisan. Yong-Ki hong juga menjelaskan kebiasaan masyarakat Korea Selatan, Jepang, dan Cina yang menggunakan rumput laut untuk obat tradisional dan makanan kesehatan. Karena di daerah tropis, jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan warga adalah Undaria pinnatifida. "Perempuan Korea yang setelah melahirkan sering membuat sup rumput laut," ujar Yong-Ki hong. Di Cina, rumput laut digunakan untuk obat antiperadangan.
Menurut Jana, belum banyak pakar dalam negeri yang melakukan penelitian terhadap rumput laut. Begitu juga di kalangan industri farmasi. Padahal, katanya, budidaya rumput laut bisa banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. "Rumput laut sesuai dengan program pro job, pro poor, dan pro growth," ujarnya. UNTUNG WIDYANTO
Dari Agar-agar hingga Bioetanol Rumput laut sebagai bahan pangan dan penelitian baru menarik perhatian publik Tanah Air pada akhir 1980-an. Sebelumnya, produk ini kalah pamor dibanding udang yang waktu itu jadi primadona di sektor perikanan Indonesia. Maklum, harga udang di pasaran ekspor sangat tinggi dan pemerintah habis-habisan memberikan fasilitas bagi penggiat bisnis udang. "Rumput laut tidak dilirik sama sekali oleh pemerintah," kata Jana Anggadiredja. Dia bersama teman-temannya yang peduli rumput laut kemudian mendekati Menteri Negara Riset dan Teknologi Profesor Dr BJ Habibie untuk membuka simposium mengenai tanaman tersebut. "Beliau kan ilmuwan yang sangat disegani," ujar Jana. Setelah Habibie membuka forum ilmiah tersebut pada 26 Februari 1985, barulah publik mengerti manfaat dan potensi rumput laut. Tak lama kemudian, mulailah budidaya rumput laut dilakukan secara massal. Padahal, masyarakat pesisir sudah lama mengenal tanaman itu, baik untuk bahan pangan maupun obat-obatan tradisional. Sebenarnya, sejak zaman Belanda, sejumlah ahli sudah melakukan riset terhadap rumput laut. Menurut Grevo S. Gerung, peneliti di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado, beberapa penelitian terhadap rumput laut berbasis taksonomi pernah dilakukan pada 1913. Waktu itu, Anna Weber van Bosse, peneliti asal Belanda, melakukan penelitian dalam Siboga Ekspedisi. Selama 1913-1928, Anna menemukan beberapa genus rumput laut baru, antara lain Catenellocolax, Corallophila, Dorella, Gracilariocolax, dan Perinema, serta sekitar 77 spesies lainnya. Maklum, yang terkenal selama ini hanya sebatas Glacilaria atau E. Cotonii yang cukup banyak dimanfaatkan. Menurut Grevo, studi keanekaragaman hayati rumput laut berdasarkan taksonomi di Indonesia saat ini masih minim. "Padahal dari penelitian itu, kemungkinan menemukan spesies baru bisa terjadi," kata Grevo, ketika berbicara dalam acara "The First Indonesia Seaweed Forum" di Makassar. Kajian taksonomi menyangkut sistem klasifikasi, khususnya pada bidang tumbuhan dan hewan. Menurut Grevo, salah satu genus baru yang belum banyak diteliti dan yang paling menarik untuk mendapat perhatian adalah genus Gelidium (Rhodophyta). Informasi mengenai genus yang satu ini sangat minim dibandingkan dengan spesies lainnya. Padahal studi terhadap Gelidium sangat penting untuk mendorong penelitian lainnya yang berkaitan dengan morfologi dan ekologi spesies yang sudah ada.
Penelitian terhadap Gelidium dan spesies turunannya bakal membantu mengembangkan teknologi pemanfaatan baru rumput laut. Misalnya sebagai bahan baku agar-agar, pulp, atau bioetanol. "Juga peredam CO2 sebagai salah satu bagian clean development management," tutur Grevo. Cara ini menjadi bagian dari upaya mengatasi efek pemanasan global. UWD
Jenis Rumput Laut Obat Gelidium anursii Gelidium latifoliu Euchema gelatina Caloglosa adnato Gledioksis filicina Glacilaria verucosa Enteromerpho kompressa Ulfa lactuka
sakit perut sakit perut batuk, asma, gondokan cacingan cacingan saluran kemih, gondokan batuk, asma, panas mimisan, kosmetik (pendingin)