Humanistik Curruculum

  • Uploaded by: Amir Khan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Humanistik Curruculum as PDF for free.

More details

  • Words: 2,024
  • Pages: 10
The Humanistic Curriculum The Humanistic curriculum memiliki indikator menempatkan pembelajar sebagai subject dalam pendidikan, dalam hal ini pendidikan yang bebas (liberating education) mendapatkan posisi yang sepantasnya. Esensi dari kurikulum ini adalah mempertemukan antara affectife domain (emotions, attitude, values) dengan cognitive domain (intelectual knowladge and abilities). Kedua aspek domain ini dapat ditemukan dalam karakter aktifitas pembelajaran sebagai berikut: 1. Partisispasi : power sharing, negotiations dan tanggungjawab bersama 2. Integrasi

: interaksi, interpretasi dan integrasi pemikiran, perasaan

dan tindakan 3. Relevan

: pembelajaran yang memiliki hubungan dengan

kebutuhan dasar dalam kehidupan siswa baik secara emosional maupun intelectual 4. Mandiri

: diri sendiri merupakan obyek dari pembelajaran

5. Tujuan

: memiliki tujuan sosial untuk mengembangkan diri

sebagai manusia dalam kehidupan sosial Pendekatan Humanistik Ahli Psikologi dalam pendekatan ini adalah seperti Abraham Maslow, Rollo May, Carls Rogers dan Gordon Allport. Teori pendekatan humanistik memberi tumpuan kepada apa yang berlaku dalam diri seorang individu seperti perasaan atau emosinya. Teori ini menyatakan bahwa individu terdorong bertindak melakukan sesuatu kerana mempunyai satu kemauan atau keperluan dan bertanggung jawab atas segala tindakkannya. Menurut pendekatan ini, motivasi seseorang individu adalah kecenderungannya untuk berkembang dan mencapai keperluan untuk mengembangkan potensinya ke tahap maksimum. Abraham Maslow (1970) mengemukakan Teori Hierarki Keperluan Maslow dengan praduga bahwa manusia tidak pernah puas dengan apa

yang telah dicapai. Menurut Maslow keinginan manusia terdiri dari lima hirarki kepentingan, antara lain: kebutuhan fisiologi, keselamatan, penghargaan dan kasih sayang, penghormatan dan keperluan sempurna. Sedangkan Rogers (1956) mengatakan bahawa manusia sentiasa berusaha memahami diri sendiri, mempengaruhi dan mengawal perlakuan dirinya dan orang lain. Rogers berpendapat bahwa manusia lahir dengan kecenderungan untuk kesempurnaan yang akan memandunya menjadi manusia yang matang. Teori Belajar Humanistik Tujuan utama dari humanisme adalah perkembangan dari aktualisasi diri manusia secara otonom. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, sedangkan tujuannya adalah membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Karena itu, setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri secara maksimal. Menurut Carl Rogers, teori belajar humanis : a) Setiap individu adalah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme. b) Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi. c) Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.

d) Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard). Penerapan Teori Humanis Dalam Kurikulum Pendidikan Menurut Gage dan Berline beberapa prinsip dasar dari pendekatan humanistik yang dapat kita pakai untuk mengembangkan kurikulum pendidikan adalah : 1. Murid akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui . Saat mereka telah mengembangkan kemampuan untuk menganalisa apa dan mengapa sesuatu penting untuk mereka sesuai dengan kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai yang dibutuhkan dan diinginkan, mereka akan belajar dengan lebih mudah dan lebih cepat. Sebagian besar pengajar dan ahli teori belajar akan setuju dengan pernyataan ini, meskupun mereka mungkin akan tidak setuju tentang apa tepatnya yang menjadi motivasi murid. 2. Mengetahui bagaimana cara belajar lebih penting daripada membutuhkan banyak pengetahuan. Dalam kelompok sosial, dewasa ini di mana pengetahuan berganti dengan sangat cepat , pandangan ini banyak dibagi di antara kalangan pengajar, terutama mereka yang datang dari sudut pandang kognitif 3. Evaluasi diri adalah satu satunya evaluasi yang berarti untuk pekerjaan murid. Penekanan di sini adalah pada perkembangan internal dan regulasi diri. Sementara banyak pengajar akan setuju bahwa ini adalah hal yang penting, mereka juga akan mengusung sebuah kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan murid untuk berhadapan dengan kemauan eksternal. 4. Perasaan adalah sama penting dengan kenyataan . Banyak tugas dari pandangan humanistik seakan memvalidasi poin ini dan dalam satu

area, pengajar yang berorientasi humanistik membuat sumbangan yang berarti untuk dasar pengetahuan. 5. Murid akan belajar dengan lebih baik dalam lingkungan yang tidak mengancam. Ini adalah salah satu area dimana pengajar humanistik telah memiliki dampak dalam praktek pendidikan. Orientasi yang mendukung saat ini adalah lingkungan harus tidak mengancam baik secara psikologis, emo,sional dan fisikal. Bagaimanapun, ada penelitian yang menyarankan lingkungan yang netral bahkan agak sejuk adalah yang terbaik untuk murid. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekolah harus berhati-hati supaya tidak membunuh bakat dan kreatifitas dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme. Singkat kata, pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha

memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Para pendidik hanya membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Teori ini cocok untuk di terapkan pada materi - materi yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena social. Indikator keberhasilan dari teori ini adalah : Siswa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir siswa, serta meningkatnya kemauan sendiri. Menurut teori ini ciri-ciri guru yang baik adalah yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Mampu mengatur ruang kelas lebih terbuka dan mampu menyesuaikannya pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.

Kritik Terhadap Teori Maslow

Secara garis besar kami mendukung teori belajar humanistik dan menolak teori behavioristik dengan argumen sebagai berikut: Teori

behaviorisme

sangat

tidak

manusiawi

karena

memandang manusia setingkat dengan hewan yang hanya memiliki

insting

sebagaimana

keyakinan

para

penganut

Darwinis, Frudian dan penganut behaviorisme radikal. Menurut kami

manusia

sudah

terbebas

dari

insting

karena

sesungguhnya manusia adalah animal rationale

yang

memposisikannya sebagai mahluk yang tertinggi. Mereka tidak melompat dari simpanse yang berekor menjadi homo sapien yang berjalan tegak, tetapi manusia merupakan mahluk yang terlahir secara utuh melalui perangkatnya

yang

proses alamiah dengan segala

paling

mutakhir.

Kemampuan

otak

manusia cukup untuk mengidentifikasi stimulus tanpa harus diulang-ulang. Mead berargumen tentang adanya perbedaan yang signifikan dan bersifat kualitatif yang terletak pada penguasan

kemampuan

mental

yang

memungkinkan

seseorang menggunakan bahasa antara stimulus dan respons untuk

memutuskan

bagaimana

merespon

(Ritzer

dan

Goodman. 2009: 376) selajutnya Neitzsche meyakini bahwa pada

dasarnya

kejadian-kejadian

dalam

alam

kesadaran

manusia adalah kumpulan-kumpulan fenomena yang saling berhubungan

yang

kemudian

dibentuk

menjadi

sebuah

aksioma yang absurt dan kontemporer, artinya belum memiliki kebenaran yang hakiki. Disamping itu manusia memiliki kemampuan

berkontempalasi

menerjemahkan

alam,

dengan

manusia

tidak

pikirannya hanya

dalam

bergantung

kepada fakta-fakta yang bisa dilihat (prilaku) sebab apabila ukuran rasio hanya seluas jarak pandang maka rasio harus mengakui

bahwa

tuhan

itu

negatif.

Pendek

kata,

teori

behaviorisme lebih cenderung pada atheisme sebagaimana

Materialisme Dialektis yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Engles yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan manusia terhadap dunia nyata atau

kenyataan

obyektif,

karena

kebenaran

pengetahuan hanya ada pada dunia nyata bukan dalam dunia

ide

pikiran

manusia

bahkan

pada

tingkat

selanjutnya materialisme hanya mempercayai bahwa pengetahuan

ilmiah

merupakan

satu-satunya

pengetahuan yang memadai (Katsoff, 1992:221 dalam Listyono Santoso Dkk, 2007:45) mereka menganggap ide yang paling murni sekalipun merupakan reflesi dari materi artinya materi yang memproduksi ide dan bukan ide yang melahirkan materi, dalam hal ini Leahey dan Harris menganggap ide tidak ilmiah padahal terdapat banyak cabang ilmu yang mempelajari kebenaran yang bersifat ilmiah sekalipun (aksioma, postulat, dll) Bahkan psikologi yang mengklaim sangat kuat tentang behaviorisme juga menggunakan metologi dan mimpi sebagai bahan analisis (bisa dilihat dalam psikologi Frued dan CG. Jung ) Begitu juga dengan teori Skinner yang memandang kebenaran sebagai sesuatu yang sudah pasti sehingga perlu diberikan reinforcement

sementara kebenaran itu sendiri

sangat relatif dan bahkan kemungkinan hanya kumpulan dari kesalahan-kesalahan

yang

dibenarkan

sebagaimana

mata

uang yang dijadikan medali padahal tidak lebih dari sekedar logam. Pemberian reinforcement yang kontinyu dan selang seling (ratio dan interval) merupakan wujud dari gagalnya mencapai kebenaran yang otonom yang akhirnya kebenaran sendiri akan meragukan eksistensinya. Skinner sama sekali tidak memberikan peluang kepada individu untuk berfikir bebas

serta

memutuskan

tidak

memberikan

dalam

merespon

peluang stimulus.

mental

untuk

Sementara

Hill

berupaya menyusupkan doktrin kedalam otak manusia dengan konsep yang lebih halus tanpa memberikan ruang untuk meragukannya. Dalam hal ini Nietzsche berpendapat bahwa kebenaran tidak harus mengacu pada antitesis kekeliruan, tetapi

dalam

hal-hal

yang

paling

mendasar

hanyalah

merupakan hubungan antara berbagai macam kekeliruan, kadang kekeliruan yang sudah tua tidak bisa diganggugugat lagi. Bahwa dunia ini tampak logis bagi kita, karena kita membuatnya

logis.

(Listyono

Santoso,

dkk.,2007:

65)

Selanjutnya Karl Popper yang dikutip oleh Alfons Taryadi menyatakan bahwa sikap dogmatis jelas berhubungan dengan kecenderungan

untuk

meneguhkan

hukum-hukum

dan

skemata dengan berusaha menerapkan dan meneguhkan, bahkan sampai pada batas melalaikan penyangkalannya, sementara sikap kritis adalah sikap yang bersedia mengubah hukum-hukum,

menguji,

menyangkal,

dan

bahkan

memfalsifikasikannya kalau mungkin.( Listyono Santoso, dkk., 2007: 63)

Ini menyarankan kepada kita bahwa kita boleh

mengidentikkan sikap kritis kita dengan sikap ilmiah, dan dogmatis sebagai sikap ilmiah yang semu. Meskipun kami mendukung teori humanistik tetapi penting untuk dikritisi tentang piramida Maslow yang tampak sudah tidak relevan dengan kehidupan sekarang dengan hipotesa bahwa Maslow berasumsi tentang manusia dalam bentuknya yang paling primitif dan atheis, dalam hal ini Maslow masih terpengaruh oleh teori behaviorisme. Dalam perkebangan sosiologi postmodern manusia tidak lagi berfikir tentang bagaimana mereka harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya tetapi lebih kepada kebutuhan estetis atau lebih tepatnya kebutuhan teologis, manusia butuh tuhan untuk mengendalikan egonya yang tidak beradab. Maslow lupa terhadap manusia

yang rakus dan serakah yang merupakan sublimasi dari sifat hewaniah yang naif dan bukan kehendak ego yang tertinggi. Neokapitalisme telah mereduksi teori Maslow dan Adam Smith dalam bentuk semboyan “greed is good” yang melahirkan semangat homo homini lupus dalam segala bentuknya. Sebangun dengan semboyan tersebut kapitalis menerapkan epistimologi “We and other” yang memperjuangkan hegemoni, dominasi dan penindasan (M. Karim, 2009: 19) Dalam taraf ini nalar sama sekali tidak membawa semangat pengembangan pengetahuan tetapi pengetahuan justru dijadikan alat untuk menguasai subyek lain di luar dirinya. Pendek kata pengetahuan digunakan untuk membodohi orang yang bodoh. Pengetahuan hanya akan terpaut erat dalam momen politik untuk kepentingan penguasaan terhadap kaum tertindas (Gramsci 1891-1937) Kami menganggap piramida Maslow harus dijungkirbalikan supaya sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahluk tertinggi yang merefleksi sifatsifat ketuhanan dan bukan sekedar spesies primata yang bersepatu. Budaya konsumtif yang tak terkendali dengan dalil pasar bebas yang ceroboh terbukti melahirkan suatu ekosistem kehidupan yang sama sekali jauh dari harmoni di seantero bumi. Kesenjangan sosial yang dianggap sebagai konsekwensi dari sebuah sistem persaingan terbuka semakin menggila dan hanya angka-angka konyol yang dilaporkan pemerintah untuk menjawab kemiskinan yang tidak semakin kecil. Andil Maslow sangat besar dalam pembentukan peradaban manusia modern yang semakin keluar dari batasbatas kemanusiaan dan kurikulum humanistik harus ditempatkan pada posisi yang sebenarnya yaitu “pengetahuan untuk kemanusian”, dalam hal ini kami nyatakan Maslow harus bertobat!

Daftar Buku Bacaan

Adve. Ed. 2008. Zarathustra Friedrich Nietzshe. Jogjakarta: Quills Publisher Boeree, George.2008. General Psychology. Jogjakarta: Prisma Shopie Karim, Muhammad. 2009. Pendidikan Kritis Transformatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Muzir, Ridwan Inyiak.Ed. 2009. Teori Sosiologi. Jogjakarta: Kreasi Wacana Ridley, Matt. 2005. Genom Kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab. Jakarta: gramedia Suryabrata, Sumadi.1996. Psikologi Kepribadian. Jogjakarta: Rajawali Pers Suyomukti, Nurani. 2008. Metode Pendidikan Marxis Sosialis. Jogjakarta: ArRuzz Media http://www.geocities.com/norlionline [email protected] Teori Belajar Humanisme diakses 4 Juli 2009

Related Documents


More Documents from "Wulan Abadi"