Hukum Ketenagakerjaan.docx

  • Uploaded by: Andin Andini
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Ketenagakerjaan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,811
  • Pages: 28
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuaniaNya , sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulilah tepat pada waktunya yang berjudul “ Aspek Hukum Ketenagakerjaan”. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini . Akhir kata, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Aamiin.

Bandung 11 Februari 2019

Kelompok

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada

dasarnya

hukum

ketenagakerjaan

mempunyai

sifat

melindungi

dan

menciptakanrasa aman, tentram, dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat.Hukum

ketenagakerjaan

dalam

memberi

perlindungan

harus

berdasarkan pada dua aspek,Pertama, hukum dalam perspektif ideal diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan(heterotom) dan hukum yang bersifat otonom. Ranah hukum ini harus dapat mencerminkanproduk hukum yang sesuai cita-cita keadilan dan kebenaran, berkepastian, dan mempunyainilai manfaat bagi para pihak dalam

proses

produksi. Hukum ketenagakerjaan tidak semata mementingkan pelaku usaha, m e l a i n k a n memperhatikan dan memberi perlindungan kepada pekerja yang secara sosial mempunyaikedudukan sangat lemah, jika dibandingkan dengan posisi pengusaha yang cukup mapan.Hukum memberi manfaat terhadap prinsip perbedaan sosial serta tingkat ekonomi bagipekerja yang kurang beruntung, antara lain seperti tingkat kesejahteraan, standar pengupahanserta syarat kerja, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan selarasdengan makna keadilan menurut ketentuan Pasal 27ayat2 Undang-UndangDasar 1945,bahwa:“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagikemanusiaan”. Demikian pula ketentuan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,bahwa : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adildan layak dalam hubungan kerja”;Kedua,hokum normatif pada tingkat implementasimemberikan kontribusi

dalam

bentuk

pengawasan

melalui

aparat

penegak

hukum

danmelaksanakan penindakan terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhi ketentuan hukum. Hukumoketenagakerjaano(Undang-UndangNo.13Tahun2003) pditetapkan sebagai payung hukum bidang hubungan industrial dan direkayasa untuk menjaga ketertiban, sertasebagai kontrol sosial, utamanya memberikan landasan hak bagi pelaku produksi (barang danjasa), selain sebagai payung hukum hukum ketenagakerjaan diproyeksikan untuk alat dalammembangun kemitraan. Hal ini pada gilirannya akan tercipta suatu bangunan kemitraan

Dari pengertian tersebut diketahui bahwasanya hukum ketenagakerjaan meliputi 3 hal yaitu, : 

Sebelumomasaokerja



Selamaomasaokerja



Sesudah masa kerja

Hal tersebut berarti bahwa Undang Undang Ketenagakerjaan kita mengacu pada pengertian hukum ketenagakerjaan yang lebih luas. Tujuan dari hukum ketenagakerjaan itu sendiri ialah sebagai berikut : 

Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.



Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.



Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja



Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Sumber hukum ketenagakerjaan antara lain : 

Peraturan perundang-undangan



Kebiasaan



Putusan Pengadilan Hubungan Industrial



Traktat



Perjanjian, terdiri atas perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, dan perjanjian perusahaan.

Sifat hukum ketenagakerjaan sendiri dapat privat maupun publik. Privat dalam arti bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan antara orang dengan orang atau badan hukum, yang dimaksudkan di sini ialah antara pekerja dengan pengusaha. Namun, hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik, yaitu negara campur tangan dalam hubungan kerja dengan membuat peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa bertujuan untuk melindungi tenag kerja dengan membatasi kebebasan berkontrak.

1.2 Rumusan Masalah 2. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan 3. Bagaimana Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia? 4. Aspek-Aspek Hukum Ketenagakerjaan 5. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Konvensi-Konvensi Internasional?

6. Permasalahan apa sajakan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita??

1.3 Tujuan Penulisan

1.

Mengetahui Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

2.

Mengetahui Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia

3.

Mengetahui Aspek-Aspek Hukum Ketenagakerjaan

4.

Mengetahui perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No. 13 Tahun 2003

tentang ketenagakerjaan dan Konvensi-Konvensi Internasional 5.

Mengetahui masalahan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Pengertian hukum ketenagakerjaan sangat tergantung pada hukum positif masing-masing negara. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau definisi mengenai hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang dikemukakan oleh para ahli hukum juga berlainan, terutama yang menyangkut

keluasannya. Hal

ini

mengingat

keluasan cakupan

hukum

perburuhan

(ketenagakerjaan) di masing-masing negara juga berlainan. Disamping itu, perbedaan sudut pandang juga menyebabkan para ahli hukum memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang berbeda pula. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) oleh beberapa ahli. Dengan definisi tersebut paling tidak ada dua hal yang hendak dicakup yaitu: Pertama, hukum perburuhan (ketenagakerjaan) hanya mengenai kerja sebagai akibat adanya hubungan kerja. Berarti kerja di bawah pimpinan orang lain. Dengan demikian hukum perburuhan (ketenagakerjaan) tidak mencakup (1) kerja yang dilakukan seseorang atas tanggung jawab dan resiko sendiri (2) kerja yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang didasarkan atas kesukarelaan (3) kerja seorang pengurus atau wakil suatu perkumpulan. Kedua, peraturan–peraturan tentang keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja, diantaranya adalah : 1. Peraturan-peraturan tentang keadaan sakit dan hari tua buruh/pekerja 2. Peraturan-peraturan tentang keadaan hamil dan melahirkan anak bagi buruh/pekerja wanita 3. Peraturan-peraturan tentang pengangguran 4. Peraturan-peraturan tentang organisasi-organisasi buruh/pekerja atau majikan/pengusaha dan tentang hubungannya satu sama lain dan hubungannya dengan pihak pemerintah dan sebagainya. Iman Soepomo memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) sebagai berikut : “Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima

upah”. Mengkaji pengertian di atas, pengertian yang diberikan oleh Iman Soepomo tampak jelas bahwa hukum perburuhan (ketenagakerjaan) setidak-tidaknya mengandung unsur : 1. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis). 2. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa. 3. Seseorang bekerja pada orang lain. 4. Upah. Hukum ketenagakerjaan berdasarkan definisi para ahli: o A.H. Nolenhaar Hukum ketenagakerjaan atau arteidrecht adalah bidang dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan penguasa serta antara tenaga kerja dengan tenaga kerja. o M.G. Levenbach Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang berkaitan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan denga keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja o Neh Van Esveld Hukum Ketenagakerjaan Tidak hanya meliputi hubungan kerja, dimana pekerjaan dilakukan dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh semua pekerja yang melakuakn pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri. o Mr. Smok Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakuakn dibawha pimpinan orang lain dan dengan penghiduan yang langsung berkaitan dengan pekerjaan itu. o Prof. Imam Soepomo Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dalam seorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

o Prof. Imam Soepomo dan M.G. Levenbach Memberikan penjelasan bahwa hukum ketenagakerjaan dalam beberap hal telah mulai berlaku juga sebelum terjadinya hubungan antar buruh dan majikan

2.2 Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia Hukum ketenagakerjaan kalau dipelajari lebih jauh cakupannya cukup luas. Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari kerja melalui proses yang benar ataupun lembaga-lembaga pelaksana yang terkait, serta menyangkut pekerja yang purna atau selesai bekerja.Hukum ketenagakerjaan adalah merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga kerja berhubungan dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di langgar dapat terkena sanksi perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja Pengertian ketenagakerjan berdasarkan ketentuan UU NO 13 tahun 2003 tentang adalah sebagai berikut  Pasal 1 (1)

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja

pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.  Pasal 1 (2)

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja menurut UU NO 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja : Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Prof. Imam Soepomo, SH berpendapat bahwa Hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak, yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Perburuhan adalah yang bertalian dengan urusan, pekerjaan dan keadaan kaum buruh : Undang-

undang. Dengan demikian adalah sepadan makna kata perburuhan dengan kata ketenagakerjaan, demikian pula dengan kata buruh atau pekerja adalah sama hakekatnya orang yang bekerja dengan menerima upah bukan pemberi upah. Perlu dicamkan semua itu sebenarnya hanyalah soal permufakatan (afspraak) belaka artinya dapat bermufakat kata tersebut. Namun dalam penelitian ini penulis akan menggunakan kata ketenagakerjaan dalam uraian-uraian berikutnya. Semenjak zaman reformasi ruang lingkup hukum ketenagakerjaan Indonesia telah diatur secara lengkap dalam UU NO 13 tahun 2003 yang terdiri dari XVIII Bab dan 193 Pasal dengan sistematika sebagai berikut :  Bab I. Ketentuan umum yaitu mengenai defenisi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut.  Bab II. Landasan azas dan tujuan yang merupakan prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan pembangunan ketenagakerjaan.  Bab III. Pengaturan mengenai Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam memperoleh pekerjaan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan golongan.  Bab IV. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan dalam kaitan penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.  Bab V. Pengaturan Pelatihan kerja dalam rangka membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan produktivitas dan kesejahteraan.  Bab VI. Penempatan tenaga kerja mengatur secara rinci tentang kesempatan yang sama, memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghsilan yang layak di dalam atau di luar negeri.  Bab VII. Perluasan kesempatan kerja hal ini merupakan upaya pemerintah untuk bekerja sama di dalam maupun di luar negeri dalam rangka perluasan kesempatan kerja.  Bab VIII. Pengaturan Penggunaan tenaga Kerja Asing  Bab IX. Pengaturan Hubungan Kerja,  Bab X. Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan.  Bab XI. Hubungan Industrial yang mengatur hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah .

 Bab XII.

Pemutusan hubungan kerja

 Bab XIII. Pembinaan.  Bab XIV. Pengawasan,  Bab XV. Penyidikan.  Bab XVI. Ketentuan pidana dan sanksi administrative.  Bab XVII. Ketentuan peralihan.  Bab XVIII Penutup. Beberapa ketentuan Pasal- pasal dalam UU No 13 tahun 2003 yaitu : Pasal 158, 159, 160, 170, 158(1), 171, 158(1), 186, 137, dan Pasal 138(1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak digunakan lagi sebagai dasar hukum. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 12/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 tentang hak uji materil UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD RI tahun 1945, Berita Negara no 92 tahun 2004 tanggal 17 November tahun 2004,Surat Edaran MENTERI Tenaga Kerja RI NO SE.13/MEN/SJHKI/I/2005 Undang-undang lainnya yang masih berhubungan dengan ketenagakerjaan dalam arti selama bekerja adalah UU NO 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Defenisi Jaminan sosial tenaga kerja menurut Pasal 1 (1) Undang-undang ini : Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, hari tua dan meninggal dunia. Undang-undang yang berhubungan dengan ketenagakerjaa dalan arti sesudah bekerja diatur dalam UU NO 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pengertian menurut ketentuan Pasal 1 (1) perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan pendapat antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan]. Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-undang terebut diatas diatur dalam Peraturan pemerintah (PP), Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) dan Keputusan menteri tenaga kerja

Sebagai pedoman dalam melaksanakan Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia maka harus mengetahui sejarah peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang pernah berlaku di Indonesia dari zaman kolonial, Orde lama dan Orde baru adalah sebagai berikut:  Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Indonesia (Staatsblad tahun 1887 No. 8);  Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);  Ordonansi Tahun 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda diatas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);  Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);  Ordonansi tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);  Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad) Tahun 1949 Nomor 8);  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2);  Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598 a);  Undang-undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8);  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);  Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67);  Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);

 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undangundang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042). Undang-undang tersebut diatas telah dicabut dan tidak diberlakukan lagi. Sumber hukum berarti tempat-tempat dari mana kita dapat mengetahui hukum yang berlaku, tempat-tempat dimana kita harus mengambil peraturan-peraturan hukum yang harus diterapkan. Prof. Imam Soepomo menyatakan : Selama segala sesuatu mengenai hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha itu diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan itu, maka masih sukar untuk tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang sedikit banyak memenuhi rasa keadilan sosial yang merupakan tujuan pokok juga di ketenagakerjaan. 2.3 Aspek-Aspek Hukum Ketenagakerjaan 1. Upah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada bab 10 mengatur tentang Pengupahan. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Pasal 1 angka 30 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).1 Menurut Pasal 88 ayat (1) UndangUndang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi:2 a. upah minimum b. upah kerja lembur c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya f. bentuk dan cara pembayaran upah g. denda dan potongan upah h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional j. upah untuk pembayaran pesangon k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada:3 a. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya. b. Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja (UMR) c. Produktivitas marginal tenaga kerja. d. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha. e. Perbedaan jenis pekerjaan.

Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:4 1) Upah Nominal Yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima secara rutin oleh para pekerja. 2) Upah Riil Adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut. 

Larangan Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 89 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam hal pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum yang telah ditentukan tersebut, dapat dilakukan penangguhan yang tata cara penangguhannya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. Kemudian, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Struktur Skala Upah Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan,

masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Peninjauan upah secara berkala tersebut dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan mengenai struktur dan

skala upah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah.



Perhitungan Upah Pokok Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, maka besarnya

upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. 

Kewajiban Pembayaran Upah5 Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, pengusaha

wajib membayar upah apabila: a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

.

f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Pengaturan pelaksanaan ketentuan di atas, ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. 1. Perjanjian Kerja Dalam dunia kerja, sebelum terjadi hubungan kerja antara Pengusaha dan Pekerja, dibuat suatu perjanjian yang merupakan dasar kesepakatan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara masing-masing pihak (Pengusaha dan Pekerja). Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu yaitu buruh mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihaklainnya yaitu majikan untuk selama waktu tertentu dengan menerima upah (pasal 1601 KUHPerdata), adapun menurut Pasal 1 angka 14 UU Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.6 Dari pengertian/perumusan di atas oleh Sendjum H. Manulang dijabarkan sebagai berikut:7 a. Perjanjian antara seorang pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk melakukan pekerjaan. b. Dalam melakukan pekerjaan itu pekerja harus tunduk dan berada di bawah perintah penguasa/pemberi kuasa c. Sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan, pekerja berhak atas upah yang wajib dibayar oleh penguasa/pemberi kerja.

6 Opick Mohammed, loc. cit. 7 Ahmad Solihin, loc. cit.

Sedangkan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja pada dasarnya meliputi:8 a. Pembuatan perjanjian kerja b. Kewajiban buruh c. Kewajiban majikan/pengusaha d. Berakhirnya hubungan kerja e. Cara penyelesaian antara pihak-pihak yang bersangkutan 

Kewajiban Pekerja dan Pengusaha Berdasarkan KUHPerdata kewajiban pekerja ialah:

a. Melaksanakan pekerjaan yang diperjanjikan dengan sebaik-baiknya b. Melaksanakan sendiri pekerjaan c. Menaati peraturan dalam melaksanakan pekerjaan d. Melaksanakan segala tugas dan kewajiban secara layak e. Menaati peraturan tatib dan tata cara yang berlaku dirumah/tempat majikan bila pekerja tinggal di sana f. Membayar ganti rugi atau denda Berdasarkan KUHPerdata kewajiban pengusaha ialah: a. Membayar upah b. Mengatur pekerjaan dan tempat kerja c. Memberikan cuti/libur d. Mengurus perawatan/pengobatan pekerja e. Memberikan surat keterangan 

Syarat Sahnya Perjanjian Kerja Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya perjanjian kerja, yaitu:

1) Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut 2) Adanya kemampuan/kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian

8 Ibid.

3) Suatu hal tertentu, artinya bahwa isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum maupun kesusilaan Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003: 1) Kesepakatan kedua belah pihak 2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum 3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan 4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 

Bentuk Perjanjian Kerja Bentuk perjanjian kerja adalah bebas. Berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Apabila perjanjian kerja tersebut dibuat secara lisan, maka pemberi kerja berkewajiban untuk mengeluarkan surat pengangkatan untuk pekerja. Surat penangkatan tersebut sekurangkurangnya berisi informasi tentang:9 1) nama dan alamat pekerja 2) tanggal pekerja mulai bekerja 3) tipe pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja 4) jumlah upah yang menjadi hak pekerja. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Than 2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:10 1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; 2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; 3) jabatan atau jenis pekerjaan; 4) tempat pekerjaan dilakukan; 5) besarnya upah dan cara pembayarannya; 6) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan 9) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 

Jenis Perjanjian Kerja a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu11

Dalam Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya satu pekerjaan tertentu. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans 100/2004”), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. 1) PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu 2) PKWT dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin 3) PKWT wajib didaftarkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan 4) PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: 1) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; 2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; 3) pekerjaan yang bersifat musiman, yaitu pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca sehingga hanya dapat dilakukan untuk satu pekerjaan pada musim tertentu; atau

4) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun serta dapat diperbaharui 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang PKWT tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Pembaruan PKWT hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya PKWT yang lama. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu Jangka waktu berlakunya tidak disebutkan dalam perjanjian kerja, tidak menyebutkan untuk beberapa lama tenaga kerja harus melakukan pekerjaan tersebut. Berdasarkan Pasal 60 UU No.13/2003 perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu diperbolehkan untuk memberlakukan masa percobaan. Masa percobaan ini tidak dapat lebih dari 3 (tiga) bulan dan selama masa percobaan dilarang untuk memberikan upah dibawah upah minimum.12 Perjanjian kerja untuk jangka waktu tidak tertentu berakhir, apabila:13 1) Pihak buruh memasuki masa waktu pensiun tertentu 2) Pekerja buruh meninggal dunia 3) Adanya putusan pengadilan yang menyatakan buruh melakukan tindak pidana 

Berakhirnya Hubungan Kerja Menurut Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja pun dapat diakhiri

bilamana: 1) pekerja meninggal dunia; 2) berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; 3) adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan inustrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

4) adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Perjanjian kerja tidak berakhir dikarenakan meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh, sedangkan dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Berdasarkan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Hal ini merupakan asas fairness (keadilan) yang berlaku baik pengusaha maupun pekerja agar kedua saling mematuhi dan melaksanakan perjanjian kerja yang telah dibuat dan ditandatangani. 

Perjanjian Kerja Bersama Undang-Undang

Nomor

13

Tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan

(“UU

Ketenagakerjaan”) mengatur tentang perjanjian kerja, dan juga mengatur tentang perjanjian kerja bersama. Berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau

perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.14 Tujuan dari perjanjian kerja bersama adalah:15 a. menentukan kondisi-kondisi kerja dan syarat-syarat kerja; b. mengatur hubungan antara pengusaha dengan pekerja; c. mengatur hubungan antara pengusaha atau organisasi pengusaha dengan organisasi pekerja/serikat pekerja. Pasal 22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”) mengatur bahwa PKB paling sedikit memuat:16 1) nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh; 2) nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan; 3) nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota; 4) hak dan kewajiban pengusaha; 5) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh; 6) jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan 7) tanda tangan para pihak pembuat PKB. PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 124 ayat (3) UU No. 13/2003 mengatur bahwa apabila isi PKB bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.17 Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan memiliki cabang

.

maka dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang perusahaan atau dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang perusahaan. PKB induk memuat ketentuanketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing-masing. Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang perusahaan, maka selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.18 Masa berlaku dari PKB yaitu: 1) Masa berlakunya paling lama 2 (dua) tahun. 2) Dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. 3) Perundingan pembuatan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku. 4) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka PKB yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.

2. Pemutusan Hubungan Kerja Perselisihan perburuhan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pengusaha sering mengarah pada Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). PHK dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati bersama atau diperjanjikan sebelumnya, dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan perburuhan. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan mendefinisikan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

2.4 Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah. Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain. 1. Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi: a.

Perlindungan Jam Kerja Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:

1)

Memberikan makanan dan minuman bergizi

2)

Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja

3)

Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00. Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00. Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.

b.

Perlindungan dalam masa haid

Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir. c.

Perlindungan Selama Cuti Hamil Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh.

d.

Pemberian Lokasi Menyusui Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.

2. Peranan Penting Dinas tenaga Kerja Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan. 3. Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi. Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan

bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal. CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang: a.

Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;

b.

Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau

c.

Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dimilikinya. Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi. Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

2.5 Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal 3. Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara

langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”. Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

BAB III Kesimpulan

3.1 Kesimpulan Hukum ketenagakerjaan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan bertujuan untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan dan untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha. Sumber hukum dari hukum ketenagakerjaan yaitu peraturan perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi, dan traktat/perjanjian. Adapun pihak-pihak yang terkait dengan hukum ketenagakerjaan ialah pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, pengusaha, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama, dan pemerintah. Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu memberikan perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan tenaga kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Daftar Pustaka



K. Rampersad. Hubert, 2006. PERLINDUNGAN WANITA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.



A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. PEKERJA WANITA Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.



http://akhsoname.blogspot.com/



http://hukumketenagakerjaanindonesia.blogspot.com/2012/03/sumber-hukum-ketenagakerjaanindonesia.html



http://akhsoname.blogspot.com/2015/09/hukum-ketenagakerjaan.html



UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (1)



UU NO 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 1 (2).



Imam soepomo penyunting Helena poerwanto, Suliati Rachmat Pengantar Hukum Perburuhan, jakarata, Djambatan 2003, hlm 13-2


Related Documents

Hukum
June 2020 34
Hukum
November 2019 62
Hukum
June 2020 29
Hukum
April 2020 41
Hukum
December 2019 42
Hukum
November 2019 50

More Documents from ""

Amdal.docx
June 2020 5
Newu
August 2019 22
Yyyyy
August 2019 24