PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal. Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah, dan lain-lain. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.
1
B. Rumusan Masalah 1. Berdasarkan ketentuan UUPA apa yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelola, Hak Sewa, Hak Gadai? 2. Apa saja yang menjadi subjek dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelola, Hak Sewa, Hak Gadai?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelola, Hak Sewa, Hak Gadai. 2. Untuk mengetahui subjek dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelola, Hak Sewa, Hak Gadai.
2
PEMBAHASAN A. HAK MILIK 1. Pengertian Hak Milik Hak Milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan pasal 6. Hak milik bersifat turun-temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Hak milik bersifat terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak milik atas tanah lainnya, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dan tidak mudah hapus. Hak Milik bersifat terpenuh maksudnya Hak Milik menunujuk luas wewenang yang diberikan kepada pemegang Hak Milik dalam menggunakan tanahnya baik untuk usaha pertanian maupun untuk mendirikan bangunan. Hak Milik atas tanah dapat dipunyai oleh perseorangan/individu warga negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah. Berdasarkan ketentuan pasal 6 UUPA semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Demikian juga dalam menggunakan Hak Milik atas tanah harus memperhatikan fungsi sosial atas tanah, yaitu dalam menggunakan tanah tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain, danya keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum, dan tanah harus dipelihara dengan baik agar tidak terjadi kerusakan pada tanah tersebut.1 2. Subjek Hak Milik Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UUPA, maka yang dapat mempunyai Hak Milik adalah: a) Perseorangan 1
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2012), cet. ke-1, hlm.92.
3
Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik (Pasal 21 ayat (1) UUPA). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat memiliki hak milik. b) Badan-badan Hukum Badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut Pasal 1 Peraturan Peng merintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badanbadan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. Menurut Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN NO.9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak yang dapat mempunyai tanah Hak Milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) UUPA, bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah, maka dalam waktu 1 tahun harus melepaskan atau mengalihkan Hak Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. 3. Terjadinya Hak Milik Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 22 UUPA yaitu: a. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat Hak milik atas tanah yang terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (Aanslibbing). Hak milik ini dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah. 2 2
Ibid., hlm.95.
4
b. Hak milik atas tanah yang terjadi karena penetapan pemerintah Hak milik disini, semula berasal dari tanah Negara dan terjadi karena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Prosedur ini di atur dalam pasal 8 sampai pasal 16 Permen Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan. c. Hak milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang Hak milik atas tanah ini undang-undanglah yang menciptakannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayat (1) Ketentuan-ketentuan UUPA. 4. Pembebanan Hak Milik dengan Hak Tanggungan Menurut Pasal 25 UUPA, hak milik atas tanah dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Syarat sah terjadinya hak tanggungan harus memenuhi 3 unsur yang bersifat kumulatif, 7 yaitu: a. Adanya perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokoknya. b. Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai perjanjian ikatan (tambahan). c. Adanya pendaftaran akta pemberian hak tanggungan. 5. Hapusnya Hak Milik Didalam pasal 27 UUPA faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu: a. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA. b. Karena penyerahan secara suka rela oleh pemiliknya. c. Karena diterlantarkan. d. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak atas tanah e. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah. Hak Milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya karena adanya bencana alam.3 3
Ibid., hlm.95-100.
5
B. HAK GUNA BANGUNAN 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Dalam Pasal 35 UPPA pengertian Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka paling lama 20 tahun. 2. Subjek Hak Guna Bangunan Yang dapat mempunyai (subjek) Hak Guna Bangunan menurut Pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah No.40 1996, adalah: a) Warga negara Indonesia. b) Badan hukum
yang dapat didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia). Apabila subjek Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Bangunan tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Bila hal ini tidak dilakukan, maka Hak Guna Bangunan-nya hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.4 3. Hapusnya Hak Guna Bangunan Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan hapus karena: a. Jangka waktunya berakhir. b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat yang tidak dipenuhi. c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. d. Dicabut untuk kepentingan umum. 4
Ibid., hlm.109.
6
e. Ditelantarkan. f. Tanahnya musnah.5
C. HAK GUNA USAHA 1. Pengertian Hak Guna Usaha Menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan Pasal 29, yang dipergunakan untuk pertanian, perikanan atau peternakan. Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 Hak Guna Usaha ini juga dapat dipergunakan untuk perusahaan perkebunan. 2. Subjek Hak Guna Usaha Menurut Pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 yang dapat mempunyai subjek hukum Hak Guna Usaha adalah: a) Warga negara Indonesia. b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Bagi pemegang Hak Guna Usaha yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Guna Usaha, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka Hak Guna Usaha-nya hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.6 3. Luas Hak Guna Usaha Luas tanah ha guna usaha adalah untuk perseorangan luas minimalnya 5 hektar dan luas maksimalnya 25 hektar. Adapun untuk badan hukum luas minimalnya 5 hektar dan
5 6
Ibid., hlm.115. Ibid., hlm.101.
7
luas maksimalnya ditetapkan oleh kepala badan pertanahan nasional (pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal 5 peraturan pemerintah no. 40 tahun 1996). 4. Terjadinya Hak Guna Usaha Terjadinya hak guna usaha karena keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk, adapun tata cara dan syarat permohonan pemberian hak guna usaha (pasal 6 dan 7 PP no. 40 tahun 1996) lihat bab tentang tata cara perolehan hak atas tanah. 5. Jangka Waktu Hak Guna Usaha Hak guna usaha mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 35 tahun (pasal 29 UUPA). Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemegang hak untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak guna usaha adalah: a) Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut. b) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. 6. Hapusnya Hak Guna Usaha Hapusnya hak guna usaha secara lebih jelas telah diatur didalam pasal 17 peraturan pemerintah nomor 40 tahun 1996 yang menjelaskan sebagai berikut: a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya. b) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena:7 1) Pemegang hak tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, yaitu: a) Tidak membayar uang pemasukan kepada negara; b) Tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan/ peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; 7
Ibid., hlm.102-107.
8
c) Tidak mengusahakan sendiri tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; d) Tidak membangun dan/ menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanag yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha; e) Tidak memelihara kesuburan tanah dan tidak mencegah terjadinya kerusahan sumber daya alam serta kelestarian lingkungan; f) Tidak menyampaikan laporan secara tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan dan pengelolaan hak guna usaha; g) Tidak menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah berakhir jangka waktunya kepada kantor pertanahan. 2) Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap a) Dilepaskan oleh pemegang hak secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir; b) Dicabut untuk kepentingan umum; c) Ditelantarkan (objek hak guna usaha tidak dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemegang hak); d) Tanahnya musnah, misalnya akibat terjadi bencana alam; e) Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak.8
D. HAK PAKAI 1. Pengertian Hak Pakai Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenag dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya 8
Ibid.,
9
atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Makna “menggunakan” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan makna “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan. Misalnya pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan. 2. Subjek Hak Pakai Pasal 42 UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah: a) Warga negara Indonesia. b) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. c) Badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. d) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pasal 39 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 lebih memerimci yang dapat mempunyai Hak Pakai, yaitu: a) Warga negara Indonesia. b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. c) Departemen, lembaga non-departemen, dan pemerintah daerah. d) Badan-badan keagamaan dan sosial. e) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. f) Badan hukumasing yang mempunyai perwakialan di Indonesia. g) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan iternasional.9
9
Ibid., hlm.118-119.
10
Khusus subjek Hak Pakai yang berupa orang asing yang berkedudukan di Indonesia diatur dalam PP No.40 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Bagi pemegang Hak Pakai yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Pakai, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Pakainya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hak ini tidak dilakukan, maka Hak Pakainya hapus karena hukum dengan ketentuan pihak-pihak lain yang terkait dengan Hak Pakai tetap diperhatikan (Pasal 40 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996).10 E. HAK PENGELOLAAN 1. Pengertian Hak Pengelolaan Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9/1999, pengertian dari Hak Pengelolaan yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f UU BPHTB, pengertian Hak Pengelolaan dijelaskan lebih lengkap lagi yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. 2. Subjek Hak Pengelolaan a. Orang Setiap manusia tanpa kecuali, selama hidupnya adalah subjek hukum. Sejak dilahirkan, manusia memperoleh hak dan kewajiban. Apabila meninggal, hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli warisnya. b. Badan Hukum
10
Ibid.,
11
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Dalam lalu lintas hukum diperlukan sesuatu hal lain yang bukan manusia yang menjadi subjek hukum. Di samping orang dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia disebut badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa yang dapat mempunyai Hak Pengelolaan adalah; a) Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1965 Hak Pengelolaan diberikan kepada departemen, direktorat, dan daerah swatantra. b) Pasal 1 huruf b Peraturan Menteri Agraria No 1 Tahun 1966 Hak Pengelolaan diberikan kepada departemen, direktorat, dan daera swatantra. c) Pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 1973 d) Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada departemen dan jawatan pemerintah, serta badan-badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah. e) Pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 5 Tahun 1974 Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada: 1. Perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 2. Indusrtial estate yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah yang berbentuk perusahaan umum (perum) dan perusahaan perseroan (persero), dan dari pemerintah daerah yang berbentuk perusahaan daerah (PD). f) Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977 Hak Pengelolaan diberikan kepada pemerintah daerah, lembaga, instansi dan/atau badan hukum (milik) pemerintah.11 11
Ibid., hlm.166-167.
12
g) Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1977 penerima hak pengelolaan adalah departemen, lembaga pemerintah non-departemen, Pemerintah Daerah tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II, lembaga pemerintah lainnya, dan perusahaan umum (perum) Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas). h) Dalam penjelasan pasal 2 huruf a Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1997 disebutkan bahwa “termasuk lembaga pemerintah lainnya adalah Otoritas Pengembangan Daerah Industri Batam, Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan dan lembaga sejenis yang diatur dengan keputusan presiden”. i) Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 9 Tahun 1999. Badan-badan hukum yang bisa diberikan hak pengelolaan yaitu, Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Persero, Badan otorita, Badanbadan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah. Semula, Hak Pengelolaan diberikan kepada departemen, direktorat, jawatan, daerah swatantra (Pemerintah Daerah), perusahaan pembangunan perumahan, dan idustrial estate. Dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 menjadi lebih jelas dan perinci siapa saja yang dapat mempunyai Hak Pengelolaan. Hanya saja dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 9 tahun 1999 ini terbuka kemungkinan badan hukum pemerintah lain dapat mempunyai Hak Pengelolaanyang ditetapkan oleh pemerintah. Badan hukum pemerintah ini dapat mempunyai Hak Pengelolaan dengan syarat tugas pokok dan fungsinya berkaitasn dengan pengelolaan tanah.12 Pihak-pihak yang dapat menjadi subjek atau pemegang Hak Pengelolaan dikemukakan oleh Eman, yaitu subjek atau Hak Pengelolaan adalah sebatas pada badan hukum pemerintah baik yang bergerak dalam bidang pelayanan publik (pemerintahan) atau 12
Ibid., hlm.167-168.
13
yang bergerak dalam bidang bisnis, seperti Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, Badan hukum swasta tidak mendapatkan peluang untuk berperan sebagai subjek atau pemegang Hak Pengelolaan. Sependapat dengan Eman, Sri Hajati menyatakan bahwa Hak Pengelolaan tidak dapat diberikan kepada individu atau perorangan, atau badan swasta, badan hukum pemerintahyang tugas pokok dan fungsinya tidak berhubungan dengan Penglolaan tanah. Hak Pengelolaan tidak dapat diberikan kepada perseorangan baik warga Negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau yayasan, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan keagamaan dan badan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional. Hak Pengelolaan diberikan kepada badan hukum pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanan publik maupun bisnis yang mempunyai tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan Pengelolaan tanah. Dengan demikian, tidak setiap badan hukum dapat mempunyai Hak Pengelolaan.13 F. HAK SEWA 1. Pengertian Hak Sewa Hak sewa adalah hak yang berwewenang untuk menggunakan tanah milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai senyewanya. UUPA membedakan hak sewa atas tanah menjadi 2 macam, yaitu: a. Hak Sewa untuk bangunan. b. Hak Sewa untuk tanah pertanian. Hak sewa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. 13
Jangka waktunya terbatas.
Ibid.,
14
b. Bersifat perseorangan. c.
Tidak boleh dialihkan tanpa izin pemberi sewa.
d. Tidak dapat dijadikan jaminan utang. e.
Tidak putus karena pengalihan objek hak sewa.
f.
Dapat dilepaskan oleh penyewa.
2. Subjek Hak Sewa Berdasarkan ketentuan pasal 45 UUPA, yang dapat menjadi subjek Hak Sewa adalah sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia. b. Warga Negara asing yang berkedudukan di Indonesia. c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedududkan di Indonesia. d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 3. Hapusnya Hak Sewa Hak Sewa dapat dihapus karena alasan-alasan sebagai berikut: a. Jangka waktunya berakhir. b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak dipenuhi. c. Dilepaskan oleh pemegang hak. d. Dicabut untuk kepentingan umum.14
G. HAK GADAI (GADAI TANAH) Menurut Boedi Harsono Hak Gadai (gadai tanah) adalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama 14
https://elkafilah.wordpress.com/2012/05/22/kepemilikan-hak-hak-atas-tanah-dan-aplikasinya/
Pada Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB.
15
Di
Akses
uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau lazim disebut penebusan tergantung kepada kemauaan atau kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. 1. Para Pihak Dalam Hak Gadai (Gadai Tanah) a. Pemilik tanah pertanian disebut pemberi gadai. b. Pihak yang menyerahkan uang kepada pemberi gadai adalah penerima (pemegang) gadai. 2. Perbedaan Hak Gadai Dengan Gadai Dalam Hukum Perdata Hak Gadai tanah terdapat suatu perbuatan hukum yang berupa perjanjian penggarapan tanah pertanian oleh orang yang memberikan uang gadai, sedangkan gadai menurut hukum perdata terdapat dua perbuatan hukum yang berupa perjanjian pinjam meminjam uang sebagai perjanjian pokok dan penyerahan benda bergerak sebagai jaminan sebagai pernajnjian ikutan. 3. Jangka Waktu Hak Gadai a. Hak gadai yang lamanya tidak ditentukan Dalam Hak Gadai tidak ditentukan lamanya, maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan sewaktu-waktu. b. Hak gadai yang lamanya ditentukan Dalam hak gadai ini. Pemilik tanah baru dapat menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjiakn dalam haka gadai berakhir.15
15
http://abdullatipbelow.blogspot.com/2017/02/hak-pakai-dan-hak-sewa-bangunan.html?m=1 Di Akses Pada
Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB.
16
4. Ciri-Ciri Hak Gadai Menurut Hukum Adat a. Hak menebus tidak mungkin kadaluwarsa. b. Pemegang gadai selalu berhak untuk mengulanggadaikan tanahnya. c. Pemegang gadai tidak boleh menuntut supaya tanahnya segera ditebus. d. Tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis menjadi milik pemegang gadai bila tidak ditebus. Menurut Boedi Harsono sifat dan ciri-ciri hak gada a. Hak Gadai jangka waktunya terbatas artinya pada suatu waktu akan hapus. b. Hak Gadai tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai. c. Hak Gadai dapat dibebani dengan hak-hak tanah yang lain. d. Hak Gadai dengan persetujuan pemilik tanahnya dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dalam arti bahwa hubungan gadai yang semula menjadi putus dan digantikan dengan hubungan gadai yang baru antara pemilk dengan pihak ketiga (memindahkan gadai atau doorverpanden). e. Hak Gadai tidak menjadi hapus jika hak atas tanahnya dialihkan kepada pihak lain. f. Selama Hak Gadainya berlangsung maka atas persetujuan kedua belah pihak uang gadainya dapat ditambah (mendalami gadai). g. Sebagai lembaga, hak gadai pada waktunya akan dihapus.16 5. Hapusnya Hak Gadai a. Telah dilakukan penebusan oleh pemilik tanah (pemberi gadai). b. Hak Gadai sudah berlangsung 7 tahun atau lebih. c. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa pemegang gadai menjadi pemilik tanah atas tanah yang digadaikan karena pemilik tanah tidak dapat menebus dalam jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam gadai tanah.
16
http://abdullatipbelow.blogspot.com/2017/02/hak-pakai-dan-hak-sewa-bangunan.html?m=1 Di Akses Pada Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB.
17
d. Tanahnya dicabut untuk kepentigan umum. e. Tanahnya musnah.17
17
http://abdullatipbelow.blogspot.com/2017/02/hak-pakai-dan-hak-sewa-bangunan.html?m=1 Di Akses Pada Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB.
18
PENUTUP A. KESIMPULAN Hak Milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan pasal 6. Hak milik bersifat turun-temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Hak milik bersifat terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak milik atas tanah lainnya, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dan tidak mudah hapus. Hak Milik bersifat terpenuh maksudnya Hak Milik menunujuk luas wewenang yang diberikan kepada pemegang Hak Milik dalam menggunakan tanahnya baik untuk usaha pertanian maupun untuk mendirikan bangunan. Adapun subjek Hak Milik adalah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia. Dalam Pasal 35 UPPA pengertian Hak Guna Bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka paling lama 20 tahun. Subjek Hak Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia. Menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan Pasal 29, yang dipergunakan untuk pertanian, perikanan atau peternakan. Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 Hak Guna Usaha ini juga dapat dipergunakan untuk perusahaan perkebunan. Subjek Hak Guna Usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia. Menurut Pasal 41 ayat (1) UUPA, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenag dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya
19
atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Subjek hukum Hak Pakai adalah warga negaraIndonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, departemen, lembaga non-departemen, dan pemerintah daerah, Badan-badan keagamaan dan sosial, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakialan di Indonesia, perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.
20
DAFTAR PUSTAKA Http://abdullatipbelow.blogspot.com/2017/02/hak-pakai-dan-hak-sewabangunan.html?m=1 Di Akses Pada Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB. Https://elkafilah.wordpress.com/2012/05/22/kepemilikan-hak-hak-atas-tanah-danaplikasinya/ Di Akses Pada Tanggal 02 Maret 2019, Pukul 14.00 WIB. Santoso Urip. 2012. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Cet. ke-1. Jakarta: Kencana Prenadamedia.
21