Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan Modern.docx

  • Uploaded by: meidy adelina
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan Modern.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 961
  • Pages: 3
Hubungan antara Ilmu Pengetahuan Modern (Modern Science) dan Agama (Theology) OPINI | 21 July 2013 | 22:08

Dibaca: 767

Komentar: 0

0

Tak pelak lagi, perubahan dalam cara pandang dunia tidak hanya menimbulkan kesulitan besar bagi filsafat dan teologi tetapi juga menimbulkan kesulitan bagi ilmu pengetahuan ilmiah. Ilmu pengetahuan ilmiah tidaklah mampu – berlaku juga bagi filsafat dan teologi – untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang ada sendirian. Lebih dari pada masa sebelumnya, ketiganya saling bergantung dalam kolaborasi yang saling menguntungkan. Kini lebih dari kapanpun – setelah begitu banyak tuduhan yang diluruskan dan begitu banyak kesalahpahaman dari kedua belah pihak yang ditanggalkan – kolaborasi yang demikian akan sangat memungkinkan dan berguna. Sehingga kita tidak lagi membutuhkan permusuhan yang menguntungkan atau – seperti yang terjadi saat ini – bukan pula koeksistensi damai belaka, melainkan sebuah kerjasama dialogis-kritis yang bermakna antara teologi dan pengetahuan ilmiah dalam menghadapi dunia yang satu dan bagi tujuan kemanusiaan. Jalan Perbaikan Mungkin seorang ilmuwan akan berkata bahwa masalah-masalah filosofis-teologis bukanlah kepentingan mereka dan tidak menarik perhatian sebagaimana seorang filsuf atau teolog pula akan berkata bahwa masalah-masalah matematik-ilmiah bukanlah kepentingan mereka dan tidak menarik. Tetapi sikap demikian malah membuat masalah yang nyata tidak terselesaikan dengan baik, sehingga membuat masalah tersebut terabaikan oleh sikap pengingkaran dan arogan. Sebagaimana filsuf dan teolog secara praktis hidup setiap hari berdasarkan “penerapan” ilmu matematika dan pengetahuan ilmiah, demikian juga ilmuwan secara praktis hidup sehari-hari – tentu menerima dengan cara berpikir yang sangat berbeda – berdasarkan realitas yang menopang dan memungkinkan berbagai fenomena di dunia ini terjadi. Jadi, perkiraan yang memungkinkan kolaborasi dialogis-kritis antara teologi dan pengetahuan ilmiah adalah, tentu saja – selain daripada kritik yang ditujukan secara langsung kepada pengetahuan ilmiah dan teknologi – adalah jalan perbaikan radikal bagi agama-agama dan teologi. Apa yang diinginkan di abad 17 – yaitu abad yang kita ingat sebagai “abad para jenius” – yang telah dinantikan sejak abad 19 (dengan teori evolusinya) pada akhirnya harus segera disadari bukan hanya dalam kata-kata melainkan juga dalam tindakan. Cara pandang dunia abad pertengahan harus ditinggalkan dan sebagai konsekuensinya, menerapkan cara

pandang dunia modern, hasilnya untuk itu bagi teologi sendiri akan tak terbantahkan, yaitu transisi definitive kepada paradigma baru. Reorientasi metodik secara tak terbantahkan telah berlangsung sejak lama, namun hal ini harus dikerjakan secara konsisten dan komprehensif. Reorientasi konsisten seperti ini kemudian tidak seharusnya dihalangi oleh upaya penyerangan dan taktik-taktik tersembunyi baik dalam pemahaman akan Tuhan atau pemahaman akan keadaan asal manusia dan pemahaman akan dosa asal, dalam ajaran Kristologi Tinggi maupun Rendah, dalam masalah mengenai etika dan moralitas seksual atau mengenai pemahaman akan “Hari Penghakiman” (kematian, setan, penghakiman terakhir, surga dan neraka). Jalan perbaikan ini berlaku dan ditujukan bagi berbagai teologi tradisional, khususnya, pada satu sisi, bagi Protestant fundamental yang tetap terikat pada kata-kata dari Alkitab dan, pada sisi lainnya, bagi teologi skolastik tradisional mulai dari zaman barok skolastik Spanyol hingga neoskolastik… …Pada umumnya, bagaimanapun juga, teologi kontemporer secara mengejutkan bergerak menuju arah lain. Penerimaan pertama teologi akan paradigma baru telah berlangsung sejak dahulu dan diantara banyak orang, yaitu dalam hubungannya dengan penerimaan cara pandang modern dan dalam pengembangan metode historis-kritis dalam hal: diterapkannya secara penuh pada penafsiran dan sejarah Gereja, dan juga dalam etika dan teologi praktis, lebih ketat dari pada di bidang dogmatika, yang mana lebih dekat terikat kepada tradisi Gereja… Sebuah jalan perbaikan yang konsisten akan berjalan dengan baik hanya jika keputusan yang keliru dan tindakan yang salah dari beberapa bagian dari institusi agama dan teologi diakui secara jujur… [dan] mengembangkan teologi sebagai satu kesatuan yang jelas dan konsisten dalam keserasian yang tak terpungkiri bersama data-data pengetahuan ilmiah yang relative terjamin. Perang dingin maupun perang terbuka antara teologi dan pengetahuan ilmiah kini tidak seharusnya diikuti oleh koeksistensi terputus dan tak bernyawa melainkan diikuti oleh debat yang konstruktif – tanpa tirai kertas dan besi – mengenai satu dunia dan satu kemanusiaan, mengenai kebenaran, kesatuan, makna dan nilai dari seluruhnya. Ini merupakan sebuah tugas, tentunya, sangat jauh melampaui sumberdaya sebagian individu atau kelompok… Secara mengejutkansejak jaman Plato dan Aristoteles sampai kepada jaman analitik dan filosofi sosio-kritis, telah terjadi polarisasi secara besarbesaran. Hasilnya, secara mengejutkan terjadi pemisahan antara mistisme dan skolatisme, pendidikan klasik dan modern, kemanusiaan dan pengetahuan ilmiah. Secara mengejutkan pula, terjadi kontras antara rasionalitas dan pengalaman, penjelasan dan pemahaman, penilaian dan pemaknaan, antara esprit de geometrie (the spirit of mathematics) dan esprit de finesse (the intuitive mind). Namun bukankah memungkinkan untuk terjadinya sedikit kolaborasi, komunikasi antara dua bentuk pemikiran ini?… Blaise Pascal, ilmuwan dan filosof Prancis, pada faktanya “percaya akan kemungkinan penyatuan atau rekonsiliasi antara dua sikap yang berbeda” dan sungguh “Pascal barangkali dapat dinobatkan sebagai

contoh sintesis yang berhasil antara dua bentuk pemikiran,” walaupun –sebagaimana diketahui – “dalam pribadinya satu tipe lebih menonjol dari pada yang lainnya”. Jadi, tesis rangkap dua untuk rasionalitas modern akan berurusan dengan pengetahuan modern, kemudian relasi antara pengetahuan ilmiah dan teologi, dan terakhir – hanya dalam bentuk persiapan – relasi antara ilmu pengetahuan dan pertanyaan mengenai Tuhan. Ilmu Pengetahuan Modern Manusia telah belajar menggunakan akalnya jauh melampaui wilayah yang luas. Namun, apakah manusia hanya hidup dengan akalnya saja? 

Ini berlaku benar secara prinsip dan menurut sejarah bahwa penting bagi manusia, dipengaruhi oleh keraguan, untuk belajar memanfaatkan akalnya dengan lebih baik, dengan dipimpin oleh ilmu pengetahuan untuk menyelidiki alam dan hukum-hukumnya tanpa prasangka, sebagaimana pada akhirnya mampu menyelidiki dirinya sendiri dan kondisi sosiologis dalam semua aspeknya.



Walaupun rationalitas yang otonom dan pengetahuan ilmiah dibenarkan dalam prinsip dan untuk keperluan sejarah, demi keseluruhan eksistensi manusia dan pencerahan yang asli, rationalitas tidak seharusnya diposisikan sebagai yang absolut. Sebagai tambahan kepada akal, kita juga perlu menyertakan keinginan dan perasaan, imajinasi dan tempramen, emosi dan gairah, yang mana tidak bisa secara sederhana direduksi kepada akal saja: dengan kata lain selain ditambahkan cara berpikir metodikrasional (l’esprit de geometrie), juga perlu kepandaian intuitif-total, pikiran sehat, dan perasaan (l’esprit de finesse).

Related Documents


More Documents from ""