Holistik Deti Gusvena.docx

  • Uploaded by: Nila Nirmalasari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Holistik Deti Gusvena.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,240
  • Pages: 15
MAKALAH GAWAT DARURAT HOLISTIK GAWAT DARURAT

DI SUSUN OLEH Deti Gusvena Sugiantari P07220216011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TAHUN 2019 i

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Kegawat Darurat tepat waktu. Makalah ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Samarinda, 20 Maret 2019

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan profesional yg didasarkan pd ilmu kep.gawat darurat & tehnik KGD berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual yg komprehensif ditujukanpd semua kelompok usia yg sdng mengalami masalah kesehatan yg bersifat Urgen, akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana. Kegawatdaruratan atau dapat pula disebut sebagai emergency adalah suatu situasi yang mendesak yang beresiko terhadap kesehatan, kehidupan, kesejahteraan atau lingkungan. Suatu insiden dapat menjadi suatu kegawatdaruratan apabila merupakan suatu insiden dan mendesak atau mengancam nyawa, kesehatan, kesejahteran ataupun lingkungan; insiden yang sebelumnya menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, kecacatan, merusak kesejahteraan, ataupun merusak lingkungan; atau insiden yang memiliki probabilitas yang tinggi untuk menyebabkan bahaya langsung ke kehidupan, kesehatan, kesejahteraan ataupun lingkungan (Wikipedia 2015). Keperawatan

holistik

adalah

pemberian

asuhan

keperawatan

untuk

kesejahteraan bio-psikososial dan spiritual individu, keluarga dan masyarakat. Keperawatan holistik berasal dari praktek perawatan kesehatan Barat dan tradisional serta pengalaman perawat dan pasien, emosi, keyakinan terhadap kesehatan dan nilainilai pasien. Konsep penyembuhan adalah pusat untuk keperawatan holistik. Perawatan holistik mengurangi ketidaknyamanan dan meningkatkan makna kehidupan seumur hidup dan potensi pribadi (Cowling, 2000). Konsep holistik dan adaptasi ini merupakan konsep yang harus di pahami oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Keperawatan secara holistik juga diberikan pada pasien yang menderita penyakit kanker Hawari (2004, dalam Tumanggor 2013) kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali serta mengancam nyawa individu penderitanya (Baradero, 2008). Semua bentuk praktik keperawatan yang tujuannya adalah membantu kesembuhan seseorang secara menyeluruh. 1

Perawat melihat pasien sebagai manusia secara total dimana ada keterkaitan antara tubuh, pikiran, emosi, sosial/budaya, spirit, relasi, konteks dan lingkungan (American Holistic Nurses’ association). Asuhan keperawatan yang didasarkan kepada perawatan pasien secara total yang mempertimbangkan kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan spiritual seseorang ( Anderson, Anderson dan Glaze, 1994 ). Perawat perlu mempertimbangkan respon pasien terhadap penyakitnya dan mengkaji tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Perawat harus menjadi teman yang mendukung dan memotivasi pasien, mendorong pasien agar pasien memahami arti kehidupan. Bantuan hidup dasar merupakan suatau tindakan medis yang dilakukan pada pasien dengan sakit yang mengancam nyawa atau cidera sampai pasien tersebut mendapatkan pelayanan kesehatan penuh dirumah sakit. Pemberian BHD bertujuan untuk menyediakan sirkulasi darah yang adekuat serta pernapasan melalui pembebasan jalan napas (AHA 2010).

B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian konsep keperawatan gawat darurat? 2. Apa saja prinsip – prinsip keperawatan gawat darurat? 3. Apa saja nilai utama perawatan Holistik? 4. Bagaimanakah konsep sistem pelayanan gawat darurat?

C. Tujuan Untuk memahami dan menyamakan konsep mengenai kegawatdaruratan agar dapat diketahui dan ditangani dengan cepat dan tepat untuk menghindari perburukan keadaan bagi masyarakat awam umumnya serta bagi tenaga kesehatan khususnya.

2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Keperawatan Gawat darurat Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin, 2012). Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psikososio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen, akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana. Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu/ kapan saja terjadi dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja sebagai akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses medic atau perjalanan suatu penyakit (Saanin, 2012). Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikkan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan professional keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgent, sehingga filosofi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang dialami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan (Hati, 2011 dalam Saanin, 2012). System pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepada pasien (Saanin, 2012). Pasien yang tibatiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya . biasanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocard Infark). 3

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir. Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Biasanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya, pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan. Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Biasanya dilambangkan dengan label hijau. Misalnya, pasien batuk, pilek. Keperawatan gawat darurat atau emergency nursing merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada pasien. Pasien

gawat darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera

dengan tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan. Dalam penanganannya dibutuhkan bantuan oleh penolong yang profesional. Derajat kegawatdaruratan serta kualitas dari penanganan yang

diberikan

membutuhkan keterlibatan dari berbagai tingkatan pelayanan, baik dari penolong pertama, teknisi kesehatan kegawatdaruratan serta dokter kegawatdaruratannya itu sendiri. Respon terhadap keadaan kegawatdaruratan medis bergantung kuat pada situasinya. Keterlibatan pasien itu sendiri serta ketersediaan sumber daya untuk menolong. Hal tersebut beragam tergantung dimana peristiwa kegawatdaruratan itu terjadi, diluar atau didalam rumah sakit (Caroline 2013). Karakteristik keperawatan gawat darurat: 1. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi 2. Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosis, dan tindakan 3. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia 4. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi 5. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan

B. Prinsip Keperawatan Gawat darurat Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, 4

perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja. 1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik). 2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi. 3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan). 4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan. 5. Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong. 6. Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan. 7. Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat. 8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai. Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (kumpulan materi mata kuliah Gadar: 2006): 1. Gawat darurat Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran. 2. Gawat tidak darurat Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut 3. Darurat tidak gawat Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak mengancam nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup. 4. Tidak gawat tidak darurat Pasien poliklinik yang datang ke UGD 5

C. Nilai Utama Perawatan Holistik Filosofi dan pendidikan 1. Menekankan bahwa asuhan yang holistik didasarkan pada suatu kerangka filosofi serta komitmen terhadap pendidikan, refleksi dan pengetahuan. 2. Holistik etik, teori keperawatan dan riset menekankan bahwa asuhan yang profesioanal didasarkan pada teori, diinformasikan oleh penelitian dan didasarkan oleh prinsip etik sebagai petunjuk praktik yang kompeten. 3. Holistic nurse self care Keyakinan bahwa perawat harus terlibat dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan kesadaran pribadi sehingga perawat dapat melayani orang lain sebagi suatu alat bagi proses penyembuhan seseorang 4. Holistic

communication,

therapeutic

environment

and

cultural

competency, perawat perlu bekerja sama dengan klien untuk menentukan tujuan bagi kesehatan penyembuhan 5. Holistic caring process Menekankan pada perkembangan untuk memanfaatkan pengkajian dan asuhan terapeutik yang mengacu pada pola, masalah, dan kebutuhan klien dan suatu lingkungan yang mendukung proses penyembuhan pasien

D. Konsep Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu 1. Pengertian dan Fase SPGDT Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang untuk memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk mencegah kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat didipertahankan setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat. System penanggulangan gawat darurat (SPGDT) mengacu pada pertolongan harus cermat, tepat, dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan. Ini berarti penanganan harus dilakukan multi disiplin, multi profesi dan multi sektor meliputi: a. Penanganan terhadap korban banyak penyelarnatan jiwa b. Dilakukan oleh penolong dan pertolongan banyak c. Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali 6

d. Menyangkut transportasi korban e. Tempat-tampat rujukan Dalam SPGDT terdapat beberapa fase yaitu: Fase Deteksi, Fase Subpresi, Fase Pra Rumah sakit, Fase Rumah sakit dan Fase Rehabilitasi. Fase-fase ini dapat berjalan dengan baik bila ada ketersediaan sumber-sumber yang memadai. Beberapa referensi ada pula yang menyebutkan bahwa SPGDT dibagi menjadi 3 subsistem, yaitu : sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit, sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga subsistem ini bersifat saling terkait didalam pelaksanaannya. Pada pelaksanaanya bergantung kepada kebijakan Negara yang bersangkutan. a. Fase Deteksi Pada fase deteksi ini dapat diprediksi beberapa hal diantaranya adalah frekuensi kejadian, penyebab, korban, tempat rawan, kualitas kejadian dan dampaknya. Misalnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas, maka dapat diprediksi : frekuensi, Kecelakaan Lalu Lintas (KLL), Buruknya kualitas “Helm” sepeda motor yang dipakai, Jarangnya orang memakai “Safety Belt”, tempat kejadian tersering dijalan raya yang padat atau dijalan protocol, korban kecelakaan mengalami luka mengalami luka diberbagai tempat atau multiple injuries. Contoh lain bila terkait dengan bencana alam, maka dapat diprediksi : daerah rawan gempa, frekuensi gempa, jenis bangunan yang sering hancur, kelompok korban, dan jenis bantuan tenaga kesehatan yang paling dibutuhkan pada korban gempa. Melatih tenaga kesehatan dan awam untuk pengelolaan korban gawat darurat. Pelatihan dapat berbentuk BTCLS in Disaster, PPGD-ON (Pengelolaan Pasien Gawat Darurat Obstetric Neonatus) untuk bidan, antisipasi Serangan Jantung dan CADR (Community action & Disaster Response ) untuk pengawal pribadi, pasukan keamanan/ polisi, pecinta alam, guru olahraga/ senam ; atau pelatihan Dasi pena (Pemuda Siaga Pencana) untuk Senkom, pramuka, pemuda dan tokoh masyarakat. b. Fase Supresi Kalau kita dapat memperediksi yang dapat menyebabkan kecelakaan atau terjadi bencana yang dapat menimbulkan korban masal maka kita dapat melakukan supresi. Supresi atau menekan agar terjadi penurunan korban gawat darurat dilakukan dengan berbagai cara : perbaikan kontruksi jalan, peningkatan 7

pengetahuan peraturan lalu lintas, perbaikan kualitas “Helm” pengetatat melalui UU lalu lintas atau peraturan ketertiban berlalu lintas, pengetatat peraturan keselamatan kerja, peningkatan patroli keamanan atau membebuat pemetaan daerah bencana.

c. Fase Pra Rumah Sakit Pada fase ini keberhasilan begantung pada beberapa komponen yaitu: akses masyarakat ke petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih, atau akses petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih kekorban, komunikasi dan jaringan komunikasi yang dapat dimanfaatkan, serta ketersediaan gawat darurat. Pada fase ini keberhasilan korban gawat darurat salah satunya bergantung adanya akses. Akses dari masyarakat kedalam sistem adalah yang paling penting, karena kalau masyarakat tidak dapat minta tolong maka SPGDT yang paling baikpun tidak ada guannya bagi korban yang memerlukan pertolongan. Mengingkat wilayah Indonesia sangat bervariatif maka setiap provinsi atau kabupaten/kota perlu memiliki nomor yang mudah dihapal yang mudah dihubungan untuk minta pertolongan. Saluran informasi yang dapat diakses bila memerlukan bantuan pertolongan gawat darurat atau bencana dimasyarakat diantaranya : polisi, pemadam kebakaran, dinas kesehatan, rumah sakit atau ouskesmas terdekat yang dikoordinir oleh badan penaggulangan bencana setempat. Untuk perdesaan yang belum memiliki sarana komunikasi yag belum ada komunikasi telepon, akses dapat berupa : bedug, kentongan, asap, radio komunikasi, atau hamdphone. 1) Komunikasi Lalulintas komunikasi yang vital diperlukan dalam penanggulangan bencana diantaranya mencakup : pusat komunikasi ke ambulan, pusat komunikasi ke rumah sakit, pusat komunikasi ke instalasi terkait lain, ambulan ke ambulan, ambulan ke rumah sakit, masyarakat terlatih ke pusat komunikasi atau pelayanan kesehatan. Awam khusus dapat dilatih sehingga memiliki kemampuan cara minta tolong, cara memberikan bantuan hidup dasar, cara menghentikan perdarahan, cara memasang balut bidai, cara mengangkat dan mengirim korban. Keterampilan untuk awam khusus dapat ditingkatkan sesuai dengan bidang tugas yang 8

diemban setiap hari, misalnya pengetahuan dan keterampilan mengenai biomekanik kecelakaan lalu lintas dan luka tembak atau tusuk untuk polisi. Dengan demikian korban dapat ditolong dengan benar dan optimal. 2) Ambulan Gawat Darurat (AGD) Ambulan gawat darurat idealnya harus mampu tiba ditempat korban dalam waktu 6-8 menit supaya dapat mencegah kematian. Kematian dapat terjadi karena sumbatan jalan napas, henti napas, henti jantung, dan perdarahan massif. Untuk daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat seperti Jakarta diperlukan ambulan sepeda motor. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon time. Selanjutnya bila sudah distabilkan maka tinggal menunggu mobil ambulan untuk dievakuasi dan transportasi. Ambulan Sepeda Motor Gawat Darurat dapat menjadi rumah sakit lapangan dalam penanggulangan bencana. Sebagai unit pelayanan bencana maka ambulan sepeda motor gawat darurat perlu meningkatkan jalinan komunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulan lain. 3) Ambulan Gawat Darurat (AGD) Desa Siaga AGD desa siaga dapat dikembangkan dengan meningkatkan peran Puskesmas keliling menjadi AGD desa siaga. Peralatan standar yang diajukan seperti Orotracheal Tube dan Suction untuk membebaskan jalan napas (airway), Oksigen dan Bag and Mask untuk membantu pernafasan (breathing), balut cepat dan dan infus untuk membantu mempertahankan sirkulasi yang baik (circulation), dan bidai termasuk Neck Collar, Long/Short Board dan traksi untuk membantu bila ada hendaya (disability).

Sistem ini menjamin bahwa semua korban gawat darurat akan mendapat pelayanan dan penanggulangan yang optimum pada fasilitas yang sesuai dengan berat cederanya. Sistem ini memanfaatkan semua sarana Pra RS dan UGD yang ada di kota dan daerah yang menjadi satu kesatuan secara terpadu. Sejak tahun 1990-an, pada fase pra RS semua Ambulan Gawat Darurat dihimpun dibawah satu sistem di Amerika Serikat adalah 911. d. Fase Rehabilitasi 9

Semua korban yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana harus dilakukan rehabilitasi secara utuh, mencakup fisik, mental, spiritual dan sosial. Hal ini perlu dilakukan agar dapat berfungsi kembali di dalam kehidupan bermasyarakat. Pada fase rehabilitasi melibatkan berbagai disiplin ilmu, dengan harapan terjadi re-orientasi terhadap kehidupannya sesuai kondisinya saat ini. Ada 3 subsistem dalam pelayanan kesehatan pada SPGDT: a. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit dan sistem pelayanan antar Rumah Sakit. Pada sistem pelayanan medic pra rumah sakit terdapat public safety center atau Desa Siaga, Brigade Siaga Bencana, Pelayanan Ambulance, Komunikasi, Ambulan dan masyarakat awam yang belum digarap secara serius oleh pemerintah. b. Sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal tersebut diatas harus tersedia unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap, laboratorium, Xray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang penunjang yang lainnya serta kamar mayat, dan lainnya. Dalam pelaksanaan pelayanan medic di rumah sakit untuk korban bencana diperlukan : hospital Disaster Plan, Unit Gawat Darurat, Brigade Siaga Bencana Rumah Sakit, High Care Unit, dan kamar jenazah. c. Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada bencana bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RS Fatmawati. Ini semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang tersedia di rumah sakit tersebut. Agar sistem ini dapat memberikan pelayanan yang baik memerlukan sistem ambulan yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih dan khusus menangani keadaan darurat. Dalam pelayanan kesehatan antar rumah sakit: pelayanan fiksasi dan evakuasi, transportasi dan rujukan, dan pengelolaan lalu lintas untuk transportasi dan rujukan. 2. Tujuan pelayanan gawat darurat 10

Kondisi pelayanan gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital maupun in hospital ataupun post hospital. Oleh karena itu tujuan dari pertolongan gawat darurat dalam kaitannya dengan rentang kegawatdaruratan dapat terbagi menjadi 3 yaitu: a. Pre-Hospital Dalam rentang kondisi hospital ini dapat terjadi dimana saja serta dalam setiap waktu, maka peran serta masyarakat, awam khusus ataupun petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan tindakan penanganan kondisi kegawatdaruratan yang berupa: 1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang berisiko menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca yang menggantung atau dicurigai masih terdapat bom. Petugas kesehatan hanya boleh memberikan pertolongan apabila kondisi sudah aman dari risiko jatuhnya korban berikutnya. 2) Melakukan triase atau memilah dan menentukkan kondisi korban gawat darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan yang lebih ahli dating untuk membantu. 3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara. 4) Melakukan evakuasi, yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih aman atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi korban. 5) Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan melalui pelatihan siaga terhadap bencana. b. In Hospital Pada tahap ini, tindakan menolong korban gawat darurat dilakukan oleh petugas kesehatan. Di rumah sakit pada umumnya ditolong oleh petugas kesehatan di dalam sebuah tim yang multi disiplin ilmu. Tujuan pertolongan di rumah sakit adalah adalah 1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai dengan kondisinya. 2) Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut. 3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang akurat. 4) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke masyarakat setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana menimpanya. 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada pasien. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera dengan tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan. Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.

B. Saran Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.

12

DAFTAR PUSTAKA

Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol: Rapid Response TeamDiakses tanggal 17 Januari 2018 Margaretha, Caroline. 2013. Konsep Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada tanggal 18 Januari 2018 Panduan Implementasi Kode-Kode Emergency Rumah Sakit Islam Siti Rahmah. 2014. Akbar, Fredy. 2006. Kumpulan Materi Mata Kuliah Gadar. Diakses pada tanggal 18 Januari 2018 Boswick, John A. 1997. Perawatan Holistik Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta : EGC

13

Related Documents


More Documents from ""

Holistik Deti Gusvena.docx
December 2019 29
Nota De Prensa
November 2019 45
Perspectivas Ppt
November 2019 40
Stages Of Hydrosere.docx
April 2020 32
Form Decubitus.xlsx
June 2020 32