BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar- benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membaran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfuse darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan
bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemic paling menghancurkan pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP&PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kematian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000-130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan Indis, yang HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia. B. Rumusan Masalah C. Tujuan
percepatan kasus
BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi HIV AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007). HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006). HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8). AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006). AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal
dan sebagainya (Laurentz, 2005). AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan
atau
kerusakan
daya
tahan
tubuh
atau
gejala
penyakit
infeksi
tertentu/keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09) B. Patogenesis HIV AIDS Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis. C. Patofisiologi HIV AIDS
Peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan makrofag, membuat sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan selsel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS. Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari. D. Manifestasi Klinis AIDS Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut : 1. Rasa lelah dan lesu, 2. Berat badan menurun secara drastis, 3. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam, 4. Mencret dan kurang nafsu makan, 5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut,
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha, 7. Radang paru-paru, 8. Kanker kulit, Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik : a. Manifestasi tumor diantaranya: 1. Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer. 2. Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun. b. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1. Manifestasi pada Paru-paru a) Pneumonia Pneumocystis (PCP) Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paruparu PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam. b) Cytomegalo Virus (CMV) Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS. c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan. d) Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru. 2. Manifestasi pada Gastroitestinal Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan. 3. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer. E. Faktor Resiko HIV Faktor-faktor yang berhubungan denagan risiko transmisi HIV yang meningkat dituliskan dalam tabel di bawah ini. Transmisi Umum
Faktor yang meningkatkan resiko pada
setiap Viral load tinggi
orang Adanya AIDS Serokonversi Hitung CD4 rendah Ibu ke anak
Pecah ketuban lama Persalinan pervaginam Menyusui Tidak ada profilaksis HIV
Seksual
Terjadi bersamaan dengan PMS lain Anal seks yang reseptif vs insertif Tidak disirkumsisi Peningkatan jumlah pasangan seksual
Penggunaan obat suntik
Menggunakan peralatan secara bersama-sama dan berulang
Suntikan IV vs subkutan Pekerjaan
Trauma dalam Darah yang terlihat dalam peralatan Penempatan alat arteri atau vena sebelumnya
BAB III PEMBAHASAN A. Konsep Asuhan Keperawatan HIV AIDS 1. Pengkajian a. Identitas Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MRS. b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis. 3. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan
narkotika
suntik,
hubungan
seks
bebas
atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian
lebih lanjut juga
dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). c. Pola aktivitas sehari-hari 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat. 2. Pola Nutrisi Biasanya pasien dengan
HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB). 3. Pola Eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah. 4. Pola Istirahat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya. 5. Pola aktivitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah. 6. Pola presepsi dan konsep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan stres. 7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi. 8. Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah. 9. Pola penanggulangan stres Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit,
yang
kronik,
perasaan
tidak
berdaya
karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif. 10. Pola reproduksi seksual Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai balasan akan
perbuatan
mereka.
Adanya
perubahan
status
kesehatan
dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien. d. Pemeriksaan Fisik a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah. b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign : TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat Pernafasan : Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat Suhu : Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena demam. d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap) e.
Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
f.
Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil isokor, reflek pupil terganggu
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung. h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi. i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Cryptococcus Neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah
bening j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada,
terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul), sesak nafas (dipsnea). l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi). n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin. 2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas, nyeri, keletihan
c. Diare berhubungan dengan infeksi d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif e. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, ketidak mampuan menelan. f. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme g. Resiko
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
perubahan
pigmentasi, perubahan turgor kulit, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, faktor imunologi h. Keletihan berhubungan dengan status penyakit, peningkatan kelelahan fisik, malnutrisi, ansitas, depresi, stres, i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik j. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh k. Isolasi sosial berhubungan dengan stigma, gangguan harga diri. (Nanda Internasional, 2014) 3. Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa
Kriteria Hasil
Intervensi
o 1
Ketidakefektifan
Setelah
bersihan jalan nafas
tindakan
Definisi:
keperawatan
ketidakmampuan untuk
diharapkan
status
memaksimalkan
membersihkan sekresi
pernafasan
tidak
ventilasi
atau
obstruksi
saluran
nafas
dilakukan Menajemen jalan nafas
dari terganggu
1) Posisikan untuk
dengan
untuk kriteria hasil :
mempertahankan
pasien
2) Buang
secret
dengan
1) Deviasi
ringan
bersihan jalan nafas
dari
kisaran
Batasan
normal
melakukan batuk
Karakteristik :
frekuensi
atau
pernafasan
lendir
1) Suara tambahan
nafas
2) Deviasi
ringan
memotivasi pasien
3) Motifasi
untuk
menyedot
pasien
2) Perubahan
dari
frekuensi nafasan 3) Perubahan irama nafas 4) Penurunan bunyi nafas 5) Sputum jumlah berlebihan 6) Batuk efektif
tidak
untuk
bernafas
irama
pelan,
dalam,
normal pernafasan
berputar
3) Deviasi
ringan
dari
kisaran
normal dalam
kisaran
suara
auskultasi nafas 4) Deviasi
ringan
dari
kisaran
dan
batuk 4) Instruksikan bagaimana bisa
agar
melakukan
batuk efektif 5) Auskultasi
suara
normal
nafas, catat area
kepatenan jalan
yang ventilasinya
nafas
menurun
5) Deviasi
ringan
dari
kisaran
normal saturasi oksigen 6) Tidak
atau
tidak dan adanya suara
nafas
tambahan 6) Monitor
status
ada
pernafasan
retraksi dinding
oksigenasi
dada
sebagaimana
dan
mestinya Fisioterapi dada 1) Jelaskan tujuan dan prosedur
fisioterapi
dada kepada pasien 2) Monitor
status
respirasi
dan
kardioloogi (misalnya, denyut dan suara
irama
nadi,
suara dan kedalaman nafas)
3) Monitor jumlah dan karakteristik sputum 4) Instruksikan
pasien
untuk mengeluarkan nafas dengan teknik nafas dalam Terapi Oksigen 1) Bersihkan
mulut,
hidung dan sekresi trakea dengan tepat 2) Siapkan
peralatan
oksigen dan berikan melalui
sistem
hemodifier 3) Monitor
aliran
oksigen 4) Monitor
efektifitas
terapi oksigen 5) Pastikan penggantian masker
oksigen/
kanul nasal setiap kali pernagkat diganti Monitor Pernafasan 1) Monitor pola nafas (misalnya, bradipneu) 2) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 3) Auskultasi
suara
nafas 4) Kaji penyedotan
perlunya pada
jalan
nafas
dengan
auskultasi suara nafas ronci di paru 5) Auskultasi
suara
nafas
setelah
tindakan,
untuk
dicatat 6) Monitor kemampuan batuk efektif pasien 2
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan
Pola Nafas
asuhan
Definisi :
keperawatan
Menajemen Jalan Nafas : 1) Posisikan
pasien
untuk
Inspirasi
dan
atau diharapkan
status
Memaksimalkan
ekspirasi
yang
tidak pernafasan
tidak
ventilasi
memberi
ventilasi terganggu dengan
adekuat Faktor Resiko : 1) Perubahan
2) Lakukan dada
kriteria hasil : 1) Frekuensi
fisioterapi sebagaimana
mestinya
pernafasan tidak
3) Buang secret dengan
kedalamam
ada deviasi dari
memotivasi
pernafasan
kisaran normal
untuk
2) Bradipneu
2) Irama pernafasan tidak
3) Pernafasan
ada deviasi dari
4) Takipnea
kisaran normal 3) Suara Auskultasi nafas
berhubungan :
tidak
ada
deviasi
dari
neurologis 2) Imunitas neurologis
lendir 4) Motivasi pasien untuk bernafas
pelan,
dalam, berputar dan
Faktor yang
1) Kerusakan
melakukan
batuk atau menyedot
Dipsnea
cuping hidung
klien
batuk. 5) Auskultasi
suara
nafas, catat area yang
kisaran normal
ventilasinya menurun
4) Saturasi oksigen
atau tidak ada dan
tidak
ada
adanya suara nafas
deviasi
dari
kisaran normal 5) Tidak
ada
retraksi dinding dada
6) Kelola
nebulizer
ultrasonik, sebgaimana mestinya 7) Posisikan
6) Tidak ada suara nafas tambahan 7) Tidak
tambahan
ada
untuk
meringankan
sesak
nafas 8) Monitor
status
pernafasan
pernafasan
dan
cuping hidung
oksigen, sebagaimana mestinya Pemberian Obat : 1) Pertahankan dan
aturan
prosedur
sesuai
yang dengan
keakuratan
dan
keamanan pemberian obat-obatan 2) Ikuti prosedur lima benar
dalam
pemberian obat 3) Beritahu
klien
mengenai jenis obat, alasan obat,
pemberian hasil
yang
diharapkan, dan efek lanjutan yang akan terjadi
sebelum
pemberian obat. 4) Bantu
klien
pemberian obat
dalam
Terapi Oksigen : 1) Bersihkan
mulut,
hidung, dan sekresi trakea dengan tepat 2) Berikan
oksigen
tambahan
seperti
yang diperintahkan 3) Monitor
aliran
oksigen 4) Periksa
perangkat
(alat) 5) pemberian
oksigen
secara berkala untuk mmastikan
bahwa
konsentrasi
(yang
telah)
ditentukan
sedang diberikan Monitor Pernafasan : 1) Monitor
kecepatan,
irama, kedalaman dan kesulitan bernafas 2) Catat
pergerakan
dada,
catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas 3) Palpasi kesimetrisan ekstensi paru 4) Auskultasi
suara
nafas,
area
dimana
catat
terjadinya
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan
suara
nafas tambahan 5) Auskultasi
suara
nafas setelah tindakan untuk dicatat 6) Monitor
sekresi
pernafasan pasien 7) Berikan terapi
bantuan nafas
jika
diperlukan (misalnya nebulizer) Monitor tanda-tanda vital : 1) Monitor
tekanan
darah, Nadi, Suhu, dan status pernafasan dengan tepat 2) Monitor suara paruparu 3) Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
3
Diare
Setelah dilakukan
Menajemen
Definisi :
Tindakan
Cerna:
Pasase fases
yang keperawatan
lunak
tidak diharapkan
dan
Saluran
1) Monitor buang air besar
termasuk
berbentuk
eliminasi usus tidak
frekuensi,
Batasan
terganggu
konsistensi,
Karakteristik :
dengan
1) Nyeri abdomen
hasil :
kriteria
bentuk, dan
volume warna,
2) Sedikitnya kali
tiga
defekasi
perhari 3) Bising
1) Pola
eliminasi
tidak terganggu 2) Suara
usus
hiperaktif Situasional : 1) Penyalahgunaan alkohol Fisiologis : 1) Proses Infeksi
usus
dengan cara yang tepat
bising
2) Monitor
tidak
usus
terganggu
bising
Menajemen Diare:
3) Diare tidak ada Setelah dilakukan
1) Tentukan diare 2) Ambil
tindakan
riwayat
tinja
untuk
keperawatan
pemeriksaan
diharapkan tidak
dan sensitifitas bila
terjadi keparahan
diare berlanjut
infeksi
dengan
kultur
3) Instruksikan
pasien
kriteria
atau anggota keluarga
hasil :
utuk mencatat warna,
1) Malaise
tidak
ada 2) Nyeri tidak ada 3) Depresi jumlah sel darah putih
volume,
frekuensi,
dan konsistensi tinja 4) Identifikasi
faktor
yang
bisa
menyebabkan (misalnya
diare
medikasi,
bakteri,
dan
pemberian
makan
lewat selang) 5) Amati
turgor
kulit
secara berkala 6) Monitor perineum adanya
kulit terhadap iritasi
dan
ulserasi 7) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejala diare menetap Pemasangan Infus : 1) Verifikasi
instruksi
untuk terapi IV 2) Beritahu
pasien
mengenai prosedur 3) Pertahankan
teknik
aseptik
secara
seksama 4) Pilih vena yang sesuai dengan
penusukan
vena, pertimbangkan prevelansi
pasien,
pengalaman masa lalu dengan
infus,
dan
tangan non dominan 5) Berikan label pada pembalut IV dengan tanggal, ukuran, dan inisiasi
sesuai
protokol lembaga
4
Kekurangan
Setelah dilakukan
Volume Cairan
Tindakan
Definisi :
keperawatan
penurunan
interstisial, intra
1) Timbang berat badan setiap
cairan diharapkan
intravaskuler,
dan/atau cairan Ini terganggu
cairan saja
1) Tekanan
dan
2) Jaga intake / asupan tidak
dengan
mengacu pada dehidrasi, kriteria hasil : kehilangan
hari
monitor status pasien
keseimbangan
seluler.
Menajemen Cairan :
yang akurat dan catat output pasien 3) Monitor status hidrasi
darah
(misalnya, membran
tanpa perubahan pada natrium
tidak terganggu 2) Keseimbangan
Batasan
intake
Karakteristik :
output dalam 24
1) Penurunan
jam
tekanan darah 2) Penurunan tekanan nadi 3) Penurunan turgor kulit
terganggu
darah
ortostatik) 4) Monitor
hasil yang dengan
stabil
tidak
retensi
cairan
terganggu
(misalnya, kulit
dilakukan
berhubungan :
hasil :
berat
jenis,
peningkatan
BUN,
penurunan
terganggu kriteria
1) Turgor
kulit
2) Membran
5) Monitor
status
hemodinamika CVP, PAP,
dan
PCWP, jika ada) 6) Monitor tanda-tanda vital
mukosa lembab tidak terganggu cairan
tidak terganggu 4) Output
kadar
osmolitas urin)
MAP,
tidak terganggu
3) Intake
dan
peningkatan
diharapkan hidrasi tidak
peningkatan
hematokrit,
tindakan
dengan
cairan aktif
tekanan
relevan
Faktor yang
1) Kehilangan
dan
badan
berat keperawatan
badan tiba-tiba
denyut nadi adekuat,
3) Berat
Setelah
frekuensi nadi
lembab,
laboratorium
tidak terganggu
5) Penurunan
7) Kelemahan
tidak
4) Turgor
4) Kulit kering
6) Penurnan
dan
mukosa
cairan
tidak terganggu 5) Perfusi Jaringan tidak terganggu
7) Beri terapi IV, seperti yang ditentukan 8) Berikan
cairan
dengan tepat 9) Berikan diuretik yang diresepkan 10) Distribusi
asupan
cairan selama 24 jam
6) Tidak ada nadi Monitor Cairan : cepat dan lemah
1) Tentukan jumlah dan
7) Tidak
ada
jenis
intake/asupan
kehilangan berat
cairan serta kebiasaan
badan
eliminasi 2) Tentukan
faktor-
faktor
yang
menyebabkan ketidakseimbangan cairan 3) Periksa
isi
kulang
kapiler 4) Periksa turgor kulit 5) Monitor berat badan 6) Monitor nilai kadar serum dan elektrolit urin 7) Monitor kadar serum albumin dan protein total 8) Monitor
tekanan
darah,
denyut
jantung, dan status pernafasan 9) Monitor
membran
mukosa, turgor kulit, dan respon haus
5
Ketidak seimbangan nutrisi
kurang
Setelah dilakukan
dari Tindakan
Menajemen Nutrisi : 1) Identifikasi
adanya
kebutuhan tubuh
keperawatan
alergi atau intolerasi
Definisi :
diharapkan status
akanan yang dimiliki
asuhan
kebutuhan nutrisi dapat
pasien
tubuh
tidak
untuk
cukup ditingkatkan memenuhi dengan
Terapi nutrisi :
kriteria
kebutuhan metabolik
hasil:
Batasan
1) Asupan
1) Kaji kebutahan nutrisi parenteral
Nutrisi
2) Berikan
nutrisi sesuai
karekteristik :
tidak
enteral,
1) Nyeri abdomen
menyimpang dari
kebutuhan
2) Menghindari makan
rentang normal
3) Berat badan 20% atau
2) Asupan makanan
lebih dibawah berat
tidak
badan ideal 4) Diare 5) Bising usus hiperaktif 6) Penurunan
3) Berikan
nutrisi
enteral 4) Hentikan
pemberian
menyimpang dari
makanan
melalui
rentang normal
selang makan begitu
Setelah dilakukan
berat Tindakan
pasien
mampu
mentoleransi asupan
badan dengan asupan keperawatan
(makanan)
yang adekuat
oral
7) Membran
diharapkan Status mukosa
pucat 8) Ketidak
mampuan
memakan makanan
nutrisi
: Asupan
nutrisi
dapat
dengan
dianjurkan
hasil :
10)
1) Asupan
mulut 11)
untuk menelan Faktor Berhubungan :
sebagian
1) Faktor biologis
adekuat
2) Ketidak untuk
mampuan mengabsorbsi
nutrien
3) Asupan
besar
mampuan
untuk
mencerna
yang
1) Pastikan
insersi
intravena cukup paten protein besar
untuk
pemberian
nutrisi intravena 2) Pertahankan
lemak
sebagian adekuat
3) Ketidak
diet
kalori Parenteral (TPN) :
adekuat 2) Asupan
sesuai
Pemberian Nutrisi Total
sebagian
Kelemahan otot
dibutuhkan batas
9) Tonus otot menurun Sariawan rongga
5) Berikan nutrisi yang
ditingkatkan kriteria
melalui
4) Asupan karbohidrat
besar
kecepatan aliran yang konstan 3) Monitor infeksi
kebocoran, dan
komplikasi metabolik
makanan 4) Ketidakmampuan menelan makan 5)
sebagian
besar
adekuat
output cairan
5) Asupan vitamin sebagian
besar
adekuat
sebagian besar Setelah dialkukan
keperawatan diharapkan terjadi peningkatan nafsu dengan
kriteria hasil : 1. Intake makanan tidak terganggu 2. Intake
nutrisi
tidak terganggu 3. Intake
cairan
tidak terganggu Setelah dilakukan Tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan status :
asupan
makanan
dan
cairan
kadar
albumin, protein total,
glukosa
dengan
kriteri hasil : 1) Asuhan makanan
darah
dan
kimia darah 6) Monitor tanda-tanda vital
Tindakan
nutrisi
5) Monitor
elektrolit, profil lipid,
6) Asupan mineral
makan
4) Monitor masukan dan
secara
oral
sebagian
besar
adekuat 2) Asupan
cairan
intravena sepenuhnya adekuat 3) Asupan
nutrisi
parenteral sepenuhnya kuat 6
Nyeri akut
Setelah dilakukan
Definisi :
tindakan
Pengalaman sensori
keperawatan
dan tidak yang
emosional
menyenangkan nyeri
atau dalam
atau
dengan
dapat
kriteria
sedemikian
rupa
sebelum
mengobati
2) Cek
perintah
pengobatan meliputi
di gambarkan 1) Secara konsisten kerusakan
dan keparahan nyeri
pasien
potensial hasil:
hal
lokasi,
karakteristik, kualitas
akibat dipertahankan
kerusakan jaringan yang aktual
1) Tentukan
yang diharapkan kontrol
muncul
Pemberian analgesik :
obat,
dosis,
dan
menunjukkan
frekuensi
obat
tindakan
analgesik
yang
(International
pengurangan
diresepkan
Association for the
(nyeri)
Study
analgesik
of
Paint),
tanpa
alergi obat
awitan yang tiba –tiba 2) Secara konsisten atau
lambat
4) Pilih analgesik atau
menunjukkan
kombinasi analgesik
intensitas ringan hingga
penggunaan
yang
berat
analgesik
dengan
dari
3) Cek adanya riwayat
akhir
yang
yang dapat di antisipasi
direkomendasika
atau diprediksi dan
n
berlangsung <6 bulan
3) Melaporka nyeri
sesuai ketika
lebih
dari
satu
diberikan Menajemen nyeri : 1) Lakukan
pengkajian
terkontrol
Batasan Karakteristik :
Setelah
1) Perubahan
nyeri
dilakukan
selera tindakan
makan
tekanan tingkat nyeri dapat
darah
frekuensi 1) Nyeri
jantung
yang
dilaporkan tidak
4) Perubahan
frekuensi
pernafasan
ada
frekuensi,
kualitas,
intensitas
dan faktor pencetus 2) Observasi
adanya
petunjuk
2) Mengerang
dan
5) Laporan isyarat
meringis
tidak
6) Diaforesis
ada
7) Perilaku
rasi,
atau beratnya nyeri
diatasi :
3) Perubahan
yang meliputi lokasi, karakteristik,onset/du
keperawatan
2) Perubahan
komprehensif
nonverbal
mengenai ketidaknyamanan 3) Gunakan
strategi
ditraksi 3) Menyeringit tidak
komunikasi terapeutik
(misal:
berjalan
untuk
mondar
mandir, 4) Ketegangan otot
mencari orang lain dan/
atau
ada
tidak ada
aktifitas 5) Tanda
–
lain, aktivitas yang
vital
berulang)
mengalami
8) Mengekpresikan
devisiasi
mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
tanda
penerimaan
pasien
tidak
terhadap nyeri 4) Kaji bersama pasien faktor-faktor
yang
prilaku (misal gelisah
dapat
menurunkan
merengek, menangis,
atau
memberatkan
waspada,
nyeri
iritabilitas,
mendesah)
5) Ajarkan penggunaan
9) Masker wajah (mis;
teknik
non
mata
kurang
farmakologi dan nyeri
bercahaya,
tampak
6) Evaluasi keefektifan
kacau, gerakan mata
dari
berpancar atau tetap
pengontrolan
pada
satu
meringis)
fokus,
tindakan
7) Mendukung istirahat tidur
10)
Sikap melindungi
8) Memberikan
area nyeri 11)
informasi
Gangguan
dengan diagnosa dan
presepsi
nyeri,
hambatan
proses
berfikir,
penurunan
interaksi
dengan
orang
keperawatan 9) Mendorong keluarga menemani pasien 10) Kaji tanda verbal dan
dan
non
lingkungan) 12)
Indikasi
nyeri
1) Monitor
tekanan
darah, nadi, suhu, dan
menghindari
status
nyeri 14)
dari
Monitor tanda tanda vital :
Perubahan posisi
untuk
verbal
ketidaknyamanan
yang dapat diamati 13)
terkait
pernafasan
dengan tepat
Sikap
tubuh
melindungi 15)
Dilatasi pupil
16)
Melaporkan
nyeri secara verbal 17)
Fokus pada diri
sendiri 18)
Gangguan tidur
Faktor
yang
berhubungan : Agen
cedera
(mis,
biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
7
Resiko kerusakan
Setelah dilakukan
integritas kulit
Tindakan
Pemberian obat kulit : 1) Ikuti prinsip 5 benar
Definisi : Beresiko perubahan
pemberian
keperawatan mengalami diharapkan kulit
2) Catat riwayat medis
yang integritas jaringan
pasien dan riwayat
buruk
kulit dan membran
Faktor Resiko:
mukosa
Eksternal
ditingkatkan :
pengetahuan pasien
1) Suhu kulit tidak
mengenai
1) Zat kimia 2) Ekskresi
terganggu
3) Usia
3) Integritas
5) Hipotermia
4) Pigmentasi
mekanik
(mis,
kulit
tidak terganggu
6) Humiditas 7) Faktor
kulit
tidak terganggu
4) Hipertermia
gunting, tekanan, pengekangan) 8) Lembab
tidak ada
9) Imobilisasi fisik
mukosa
ringan 6) Kanker
medikasi pemahaman
pasien
mengenai
metode
pemberian
obat Pengecekan kulit : 1) Amati
abnormal ringan
gaya 5) Lesi
3) Tentukan
dan
yang 2) Tekstur
ekstream
warna,
kehangatan, bengkak, pulsasi,
tekstur,
edema, dan ulserasi kulit
pada ekstremitas 2) Monitor warna dan suhu kulit
10) Radiasi
3) Monitor
11) Sekresi
kulit
selaput
Internal
warna,
memar, dan pecah
2) Perubahan turgor kulit
4) Monitor kulit untuk adanya
3) Faktor
lecet
perkembangan 4) Kondisi ketidakseimbang nutrisi
area
perubahan
pigmentasi
dan lendir
terhadap
1) Perubahan
an
dapat
alergi
(
ruam
dan
obesitas, emasiasi/
kurus
kerempeng) 5) Gangguan sirkulasi 6) Gangguan kondisi metabolik 7) Faktor imunologi 8) Medikasi Faktor psikogenik 9) Tonjolan tulang 8
Harga diri rendah
Setelah dilakukan
Situasional
Tindakan
Definisi :
keperawatan
Peningkatan citra tubuh 1) Tentukan citra
harapan
diri
pasien
Perkembangan presepsi diharapkan terjadi
didasarkan pada tahap
negatif tentang
perkembangan
diri
sebagai
harga peningkatan harga respon diri dengan kriteria
2) Tentukan perubahan
terhadap situasi saat ini hasil :
fisik saat ini apakah
(sebutkan)
berkontribusi pada
1) Verbalisasi
Batasan Karakteristik:
penerimaan diri
1) Evaluasi diri bahwa 2) Penerimaan
cita diri pasien 3) Bantu pasien untuk
individu tidak mampu
terhadap
Mendiskusikan
menghadapi peristiwa
keterbatasan diri
perubahan-perubahan
2) Evaluasi diri bahwa 3) Mempertahankan individu tidak mampu menghadapi situasi 3) Perilaku bimbang 4) Perilaku tidak asertif 5) Secara melaporkan
verbal tentang
posisi tegak 4) Mempertahankan kontak mata
(bagian
tubuh)
disebabkan
adanya
penyakit dengan cara yang tepat
5) Komunikasi
4) Monitor
terbuka
dari
frekuensi pernyataan
mengkritisi diri
situasional
saat
ini
5) Monitor
terhadap harga diri
yang mengidentifikasi
6) Ekspresi
citra tubuh mengenai
ketidakberdayaan 7) Ekspresi
pernyataan
ukuran
ketidak
dan
badan
bergunaan
Peningkatan koping :
8) Verbalisasi
1) Gunakan pendekatan
meniadakan diri
yang
tenang
dan
memberikan jaminan
Faktor Berhubungan : 1) Perilaku tidak selaras
2) Berikan
dengan nilai
suasana
penerimaan
2) Perubahan perkembangan
3) Sediakan
informasi
aktual
mengenai
3) Gangguan citra tubuh
diagnosis,
4) Kegagalan
penanganan
5) Gangguan fungsional
prognosis
6) Kurang penghargaan
dan
Peningkatan harga diri :
7) Kehilangan
1) Monitor penerimaan
penghargaan
pasien
8) Kehilangan
mengenai
harga diri
9) Penolakan 10)
berat
2) Jangan
Perubahan peran
mengkritisi
pasien secara negatif
sosial
9
Ansietas/kecemasan
Setelah dilakukan
Definisi : Perasaan tidak tindakan
Bimbingan antisipatif : 1) Bantu
klien
nyaman
atau keperawatan
mengidentifikasi
kekhawatiran
yang diharapkan
kemungkinan
samar
disertai
respon tingkat kecemasan
perkembangan situasi
autonom (sumber sering tidak terganggu
krisis
kali tidak spesifik atau dengan
terjadi dan efek dari
kriteria
yang
akan
tidak diketahui oleh
hasil :
krisis
individu), perasaan takut
1) Tidak ada wajah
berdampak pada klien
yang
disebabkan oleh
antisipasi
terhadap
bahaya.
Hal
ini
merupakan
yang
2) Gunakan
contoh
kasus
untuk
meningkatkan
yang
secara lisan
kemampuan
adanya
bahaya
dan
untuk
takut
3) Tidak ada rasa
akan
memampukan
2) Tidak ada rasa
disampaikan
memperingatkan
individu bertindak
cemas
bisa
dan keluarga
syarat
kewaspadaan
individu
tegang
yang
yang
di
sampaikan secara lisan 4) Tidak
pemecahan klien
masalah
dengan
yang tepat 3) Libatkan
ada
keluarga
maupun orang orang
menghadapi ancaman
peningkatan
terdekat
Batasan karakteristik :
tekan darah
memungkinkan
Perilaku
5) Tidak
1) Penurunan produktivita 2) Gerakan irrelevan
tekanan nadi
yang
peningkatan
4) Melihat sepintas 5) Insomnia mata
yang
buruk
ada
dan
menyakinkan
frekuensi
jelas
harapan
pernafasan
terhadap prilaku klien
7) Tidak
8) Tidak gangguan
perubahan
tidur
peristiwa hidup
tenang
dengan
kekhawatiran karena dalam
pendekan
2) Nyatakan
ada
menarik diri
7) Mengekspresikan
jika
ada Pengurangan kecemasan : 1) Gunakan
3) Gelisah
6) Kontak
klien
peningkatan
6) Tidak
cara
3) Berikan
informasi
faktual ada pola
terkait
diagnosis, perawatan dan progosis 4) Dorong untuk
keluarga mendampingi
8) Agitasi
pasien dengan cara
9) Mengintai
yang tepat
10) Afektif
Tampak waspada
5) Puji kekuatan prilaku yang baik secara tepat
1) Gelisah
6) Dengarkan klien
2) Kesedihan
yang
mendalam
terjadinya perubahan
3) Distres
kecemasan
4) Ketakutan
8) Instruksikan
5) Perasaan
tidak
adekuat 6) Berfokus
pada
diri
8) Iritabilitas 9) Gugup Senang
berlebihan Rasa nyeri yang
meningkat
ketidak
berdayaan Peningkatan rasa
ketidakberdayaan yang persisten 13)
Bingung
14)
Menyesal
15)
Ragu/
tidak
percaya diri 16)
Khawatir
Fisiologi 1) Wajah tegang 2) Tremor pada tangan 3) Peningkatan keringat 4) Tremor
9) Kaji
untuk
kecemasan
kewaspadaan
12)
menggunakan
tanda
verbal dan nonverbal
7) Peningkatan
11)
untuk
pasien
teknik relaksasi
sendiri
10)
7) Identifikasi pada saat
5) Suara bergetar
4. Implentasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan suatu pengkajian ulang rencana keperawatan, sedangkan tujuan dari evaluasi adalah menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang ditentukan dan. menilai efektifitas rencana keperawatan atau asuhan keperawatan. Jadi secara rinci catatan perkembangan berisi uraian yang berbentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning) dari catatan perkembangan dapat mengetahui beberapa hal antara lain apakah tujuan sudah tercapai dan perlu adanya perubahan modifikasi dalam perencanaan dan tindakan. (DepKes RI, 1995 : 27-28). Evaluasi untuk polisitemia sendiri yaitu, sebagai berikut : a. Masalah teratasi b. Masalah sebagaian teratasi c. Masalah tidak teratasi d. Muncul masalah baru.
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.