Hkm Perburuhan 1.docx

  • Uploaded by: juni arta
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hkm Perburuhan 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,733
  • Pages: 29
BAB I HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

PEENDAHULUAN A. Sejarah Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan. Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas perubahan perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar. Sebelum,itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakmengikuti sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tana milik tuan tanah dan menghidupi diri mereka dari hasil olahan lading yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan, di perkotaan,kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang pekerjaan tertentu.Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) baru yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan aktivits mereka. Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam kitab undang-undang yang dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan. Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan. Napoleon menyebarkan ide baru tentang hukum demikian keseluruh benua Eropa. Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan-kebebasan baru tersebut di atas hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul. Mayoritas masyarakat pekerja/buruh kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup tradisional mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh pabrik. Kebebasan-kebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak milik absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda pada mayoritas masyarakat pencari kerja (usia produktif). Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul, namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh

kebijakan-kebijakan lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan yang sama muncul untuk buruh laki-laki. Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep dari Hukum Romawi. Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan hukum. Buruh mulai mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara kolektif mereka dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement). Hugo Sinzheimer, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang-undangan dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama. Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa sejak awal abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk (penurunan standard perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919 dibentuklahthe International Labour Organisation(ILO). Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial. Berkembangnya legislasi bidang per-buruhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum secara massif oleh pemerintahan Nazi-Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2 mendeklarasikan four freedoms(empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan ke-empat, freedom from want(kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak sosial adalah bagian dari hak asasi manusia.

Negara-negara Eropa mengembangkan Negara kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari sejak lahir sampai mati (from the cradle to the grave). Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kerja. Prancis dan Negara-negara Eropa Timur memberlakukan kodifikasi dalam bidang hukum perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang memperkenalkan dan memajukan pengembangan hubungan industrial dan perbandingan hukum di dalam bidang hukum perburuhan, memberikan landasan teoretik bagi pengembangan bidang hokum ini. ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu International Labour Codeyang mencakup semua persoalan yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan hukum perburuhan: perlindungan yang terlalu ketat kiranya menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja. Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen sosialis diNegara-negara Eropa Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi dikembangkanlah Hukum Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour rights). Sekalipun hukum perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih memperhatikan pemajuan hakhak sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan sosial di Negara-negara berkembang.

B. Pengertian Hukum Perburuhan /Hukum Ketenagakerjaan.

Hukum perburuhan atau ketenagakerjaan (Labour Law) adalah bagian dari hukum berkenaan dengan pengaturan hubungan perburuhan baik bersifat perseorangan maupun kolektif. Secara tradisional, hukum perburuhan terfokus pada mereka (buruh) yang melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan subordinatif (dengan pengusaha/majikan). Disiplin hukum ini mencakup persoalan-persoalan seperti pengaturan hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban bertimbal-balik dari buruh/pekerja dan majikan, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan dan keamanan kerja dalam lingkungan kerja, non-diskriminasi, kesepakatan kerja bersama/kolektif, peran-serta pekerja, hak mogok, jaminan pendapatan/penghasilan dan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarga mereka.

Dalam kepustakaan internasional, galibnya kajian Hukum Perburuhan terbagi ke dalam tiga bagian: a. Hukum Hubungan Kerja Individual (Individual Employment Law); b. Hukum Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law); c. Hukum Jaminan Sosial (Social Security Law), sejauh terkait dengan pokok-pokok bahasan di atas. Di dalam kepustakaan Indonesia, secara tradisional Hukum Per-buruhan dibagi ke dalam lima bagian, yaitu dengan mengikuti pandangan Profesor Iman Soepomo. Kendati demikian, sejak awal abad ke-21, perundang-undangan dalam bidang kajian Hukum Perburuhan direstrukturisasi dan dibagi kedalam tiga legislasi utama: Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam kaitan dengan kajian hukum perburuhan Indonesia dalam Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia maka diputuskan membuat kompromi antara pembagian yang digunakan pada tataran internasional dengan pembagian berdasarkan perundang-undangan Indonesia, sebagai berikut: a. Hukum Ketenagakerjaan Individual (Individual Employment Law) b. Hukum Perburuhan Kolektif (Collective Labour Law) c. Penyelesaian Sengketa Perburuhan/Ketenagakerjaan (Labour Dispute Settlement). Di dalam buku ini sejumlah bab akan mengulas Hukum Perburuhan Individual dan satu bab akan dikhususkan membahas satu bagian dari hukum perburuhan kolektif (hak mogok/the right to strike). Elemen dari bagian ketiga dari hukum perburuhan dapat kita temukan dalam kasus-kasus yang akan didiskusikan . SUMBER HUKUM PERBURUHAN DAN PENDAPAT PARA AHLI HUKUM : Sumber-sumber hukum dari hukum perburuhan Dalam hukum perburuhan Indonesia saat ini, sumber hukum terpenting dalam bentuk perundang-undangan ialah: • Undang-undang Ketenagakerjaan • Undang-undang tentang Serikat Pekerja/Buruh dan • Undang-undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubung Industrial. Ketiga pilar di atas membentuk inti dari hukum perburuhan Indonesia dan menjadi pokok bahasan pengantar ini. Kendati begitu perlu pula dicermati bahwa sumber-sumber hukum lainnya juga harus dirujuk dan berperan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa perburuhan konkrit.

Secara umum, sumber-sumber hukum yang terpenting ialah: • Perjanjian-perjanjian internasional yang sudah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia • Undang-undang Dasar 1945 • Perundang-undangan untuk hal-hal khusus • Peraturan dan Keputusan Menteri • Kesepakatan kerja bersama • Preseden (putusan-putusan terdahulu dari pengadilan) • Perarturan Kerja yang ditetapkan perusahaan • Perjanjian kerja individual • Instruksi oleh majikan/pemberi kerja • Doktrin hokum

Tugas cari defenisi hokum ketenagakerjaan menurut para ahli Hukum

BAB II HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN PERBURUHAN

A.

Perjanjian Kerja.

Pengertian Perjanjian kerja atau sering disebut kesepakatan kerja merupakan suatu perjanjian baik tertulis maupun tidak, dimana pihak pekerja bersedia untuk bekerja pada pihak pengusaha selama waktu tertentu atau waktu tidak tertentu dengan menerima upah. Pembuatan perjanjian kerja biasanya didahului dengan masa percobaan, namun demikian apabila pengusaha atau manajer menilai bahwa calon karyawan tidak perlu melalui masa percobaan, dapat pula suatu perjanjian tanpa didahului dengan masa percobaan. Dari perjanjian kerja diatas, maka dalam suatu perjanjian kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Ada orang dibawah pimpinan orang lain, Dalam konteks ini berarti ada pimpinan dan ada orang yang dipimpin. Pimpinan mempunyai wewenang untuk mengatur dan memerintah orang yang dipimpinnya. Pimpinan disini bisa seorang manajer ataupun pemilik perusahaannya sendiri, sedang orang yang dipimpin adalah pekerjanya. 2. Penunaian kerja Perjanjian kerja mengandung unsur penunaian kerja, dimana satu pihak akan menunaikan atau melaksanakan kerja dari pihak lain. Yang tersangkut dalam perjanjian kerja adalah manusianya yang akan menunaikan atau melaksanakan kerja tersebut. 3. Jangka Waktu Bahwa terikatnya seorang pekerja dalam perjanjian kerja mempunyai jangka waktu.Jangka waktu perjanjian kerja

di bedakan menjadi dua,yaitu jangka waktu

tertentu dan jangka waktu tidak tertentu.Perjanjian kerja jangka tertentu atau perjanjian kerja untuk karyawan kontrak biasanya satu tahun ,dapat di perpanjang sekali

lagi.Dan dalam keadaan tertentu dapat diperpanjang sekali lagi,sehingga totalnya menjadi tiga tahun .Sedangkan perjanjian Kerja jangka waktu tidak tertentu merupakan terjadi PHK,baik karena pensiun,mengundurkan diri,di pecat,atau meninggal dunia.

4. Upah Yang dengan upah yaitu suatu penerima sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan di lakukan ,di nyatakan atau di nilai dalam bentuk uang,yang di tetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundangundangan ,dan di bayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh,termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarga nya (pasal 1 huruf a peranturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981).Perjanjian kerja akan mengandung unsur pemberian upah dari pengusaha kepada pekerja nya.

Jenis perjanjian kerja Berdasarkan jangka waktu keterikatannya,perjanjian kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja tidak tertentu.

1. perjanjian kerja waktu tertentu Menurut pasal 1603 huruf e ayat 1 KUH Perdata,Perjanjian Kerja waktu tertentu yaitu hubungan kerja berakhir demi hukum jika habis waktu nya yang di tetapkan dalam perjanjian atau peraturan-peraturan atau dalam peraturan perundangan-undangan atau jika semua nya itu tidak ada,menurut kebiasaan yang berlaku.Perjanjian kerja waktu tertentu dapat di bedakan menjadi tiga yaitu : a.

Perjanjian kerja waktu tertentu dimana waktu berlaku nya di tentukan menurut perjanjian,Misalnya satu tahun perjanjian kerja ini pada umumnya di berlakukan untuk keryawan kontrak tersebut.

b.

Perjanjian

kerja waktu tertentu dimana waktu berlaku nya di dasarkan atas

kebiasaan.Misalnya untuk suatu proyek pembuatan jalan dan pemetik kopi untuk kedua pekerjaan di nyatakan selesai.

c.

Perjanjian kerja waktu tertentu dimana berlaku nya menurut undang-undang .Misalnya memperkerjakan tenaga asing maka jangka waktu perjanjiankerja sesuai dengan ketentuan tentang penempatan tenaga asing.

2. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu Menurut pasal 1603 huruf g ayat(1) KUH perdata kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu lama nya hubungan kerja tidak di tentukan baik dalam perjanjian atau peraturan majikan ,dalam peraturan perudang-undangan ataupun menurut kebiasaan. Pada umumnya perjanjian kerja waktu tidak di tentukan ini di berlakukan untuk karyawan tetap.Masa

berakhir

perjanjian

kerja

adalah

terjadi

PHK

baik

karena

meninggal,mengudurkan diri,pensiun atau pemecatan.

Penggunaan perjanjian kerja

Dari kedua bentuk perjanjian kerja di atas ,penggunaannya berbeda-beda .Berikut akan di bahas penggunaan perjanjian kerja waktu tertentu dan penggunaan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 1. Penggunaan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan atau di gunakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat,jenis atau kegiatan akan selesai dalam waktu seperti : a.

Yang sekali selesai atau sifatnya sementara ;

b. Yang di perkirakan untuk jangka waktu yang tidak berlalu lama akan selesai; c.

Yang bersifat musiman atau yang berulang kembali ;

d. Yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan penunjang ; e.

Yang berhubungan dengan produk baru ,atau kegiatan baru,atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.

2.

Bagi perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat diadakan untuk semua pekerjaan tidak membedakan sifat,jenis ,dan kegiatannya .

Yang dapat membuat perjanjian kerja Pada dasarnya tidak semua orang dapat membuat perjanjian kerja.Yang dapat membuat perjanjian kerja hanyalah orang yang sudah dewasa .Pengertian orang dewasa menurut hukum perburuhan adalah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun ke atas (pasal ayat 1 huruf b UU Nomor 12 tahun 1948). Dalam kasus dimana perusahan memperkerjakan pekerja yang umurnya di bwah 18 tahun ,maka analisis akan mengacu kepada aturan pada usia sekurang-kurang nya berapa tahun seseorang yang belum dewasa di izinkan bekerja.Pasal 2 UU kerja nomor 12 tahun 1948 menyatakan bahwa anak tidak boleh menjalankan pekerjaan.Pengertian anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berumur 14 tahun ke bawah .Dengan demikian mereka dapat membuat perjanjia kerja. Untuk yang berusia 14 tahun sampai 18 tahun di sebut dengan orang muda.Menurut undang-undang kerja mereka boleh menjalankan pekerjaan,dengan pembatasanpembatasan tertentu,seperti tidak boleh bekerja di malam hari ,tidak boleh berkerja di dalam tambang,dan tidak boleh bekerja yang dapat membahayakan kesehatannya.Menurut pasal 1601 hruf g KUH perdata ,orang muda yang membuat perjanjian kerja harus ada kuasa dari orang tua nya atau wali nya.Orang muda yang sudah di beri kuasa mempunyai kedudukan sebagai orang dewasa,sehingga mempunyai hak seperti pekerja dewasa.

Pelanggaran perjanjian kerja Mengenai perjanjian kerja,maka baik pengusaha maupun pekerja dapat melakukan wansprestasi atau pelanggaran hukum terhadap isi perjanjian yang telah di sepakati bersama oleh karena itu pihak yang melakukan wansprestasi atau pun pelanggaran hukum dapat di minta untuk membayar ganti rugi.Hal ini di atur dalam pasal 1601 KUH Perdata sebagai berikut :

. a.

Pihak penguasa tidak menepati ketentuan tentang pengupahan atau tidak memberikan pekerjaan kepada pekerja sesuai dengan pekerja yang telah di sepakati ,pekerja dapat menuntut ganti kerugian kepada pengusaha .

b. Pihak pekerja melalaikan ketentuan-ketentuan kerja dan atau tidak mau di pekerjakan pada bidang yang telah di sepakati sehingga akibatnya menimbulkan kerugian pada proses produksi yang tengah di langsungkan dapat menuntut ganti rugi. c.

Jika salah satu pihak (pekerja atau pengusaha ) dengan sengaja atau karena kesalahannya berbuat berlawanan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang di derita oleh pihak lainnya tidak dapat di nilai kan dengan uang ,pengadilan akan menetapkan sejumlah uang menurut keadilan sebagai ganti rugi.

d.

Jika pengusaha telah menjanjikan suatu ganti rugi

dari pekerja ,apabila pekerja

melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perjanjian pengadilan berwenang menentukan ganti rugi yang sepantasnya.

B.

PERATURAN PERUSAHAAN Pengertian Menurut peraturan menteri tenaga kerja ,Trasmigrasi dan koperasi Per02/Men/1978 yang di maksud dengan Perat uran Perusahaan adalah suatu peraturan yang di buat secara tertulis yang memuat ketentuan – ketentuan tentang syarat – syarat kerja serta tata tertib perusahaan, .Perbedaannya dengan perjanjian kerja yaitu dalam perusahaan terdapat tertib perusahaan,selain itu syarat – syarat kerja nya yang di muat lebih lebih lengkap.Perlu di ketahui apa yang di maksud dengan pengusaha dan perusahaan .Pengertian ini tercantum dalam pasal 1 peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tantang Perlindungan Upah berikut. :

1) Pengusaha ialah : a.

Orang ,persektuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.

b. Orang ,persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. c. Orang,persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan termaksud pada huruf a dan b di atas yang berkedudukan di luar Indonesia. Yang di maksud dengan Orang adalah seorang manusia pribadi yang mengurus atau mengawasi perusahaan secara langsung .Persekutuan adalah suatu bentuk usaha yang bukan badan hukum yang bertujuan untuk mencari keuntungan (misalnya CV dan Firma) maupun tidak mencari keuntungan .Sedangkan badan hukum adalah perseroan atau jenis badan hukum lainnya yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ,misalnya perkumpulan dan koperasi.

2) Perusahaan ialah : Setiap bentuk usaha yang di jalankan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak,baik milik swasta maupun negara yang memperkerjakan pekerja ,sedangkan usaha sosial dan usaha lain yang tidak terbentuk perusahaan di persamakan dengan perusahaan apabila mempunyai pengurus dan memperkerjakan

orang lain

sebagaimana layaknya perusahaan memperkerjakan orang lain sebagaimana pekerja ,seperti yayasan sekolah yang memperkerjakan guru-guru. Dari peraturan Menteri Tenaga Kerja ,Transmigrasi ,dan Koperasi

Per-

02/Men/1978 juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan Peraturan Perusahaan dam Perjanjian Perburuhan sebagai berikut : 1.

Jika dalam suatu perusahaan sudah ada perjanjian perburuhan,maka jika masa berlaku nya berakhir perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh diganti dengan

peraturan perusahaan.Melainkan harus di ganti dengan perjanjian perburuhan yang baru yang di rundingkan anatar pengusaha dengan serikat pekerja.

2.

Di perusahaan yang sudah ada serikat pekerjaannya ,jika serikat pekerja mengajukan permintaan secara tertulis kepada pengusaha untuk merundingkan pembuatan perjanjian perburuhan ,maka pengusaha wajib melayani kehendak dari serikat pekerja tersebut ,

3.

Apabila di perusahaan sudah ada peraturan perusahaan yang telah disahkan oleh menteri dan masa berlaku nya belum berakhir ,tetapi apabila di perusahaan kemudian terbentuk serikat pekerja dan serikat pekerja tersebut mengajukan permintaan tertulis untuk merundingkan perjanjian perburuhan ,maka pengusaha wajib melayani permintaan tersebut tanpa menunggu masa berakhirnya peraturan perusahaan.

3) Penyusunan Peraturan Perusahaan Peraturan Perusahaan biasanya di buat atau di susun oleh pihak pengusaha ,kemudian di berlakukan untuk karyawannya.Namun demikian akan lebih baik apabila dalam proses penyusunan peraturan perusahaan tersebut pengusaha atau manager mengadakan konsultasi dan partisipasi dengan pekerja dan pihak kantor Departemen Tenaga Kerja setempat .Hal ini di atur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja ,Transmigrasi dan Per-02 /Men /1978 ayat 2. Diadakan konsultasi dengan pihak pekerja di maksudkan karena pihak pekerja yang akan terkena langsung dengan peraturan perusahaan tersebut.Dengan adanya partisipasi atau konsultasi dengan pihak pekerja ,maka pihak pengusaha dapat mengetahui terlebih dahulu bagaimana reaksi pekerja terhadap peraturan yang akan di kenakan kepada nya.Selain itu,dari sisi pengusaha dapat menjelaskan latar belakang atau alasan mengapa peraturan tersebut di adakan.

Sedangkan konsultasi dengan pihak kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dimaksudkan bahwa peraturan yang di buat tidak melanggar atau bertentangan dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku.

4) Pengesahan peraturan perusahaan. Setelah membahas bahwa peraturan perusahaan yang penyusunannya perlu konsultasi dengan pekerja maupun kantor Departemen Tenaga Kerja setempat,maka setelah peraturan itu selesai ,sebelum berlaku harus di mintakan pengesahan dari kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.Tujuan dari permohonan pengesahan peraturan perusahaan yaitu : 1.

Untuk mencengah agar di dalam Peraturan Perusahaan tidak tercantum ketentuan yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku .

2.

Untuk mengusahakan perbaikan dan peningkatan syarat-syarat kerja yang di cantumkan dalam peraturan perusahaan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

3.

Permohonan pengesahan peraturan perusahaan di perlukan untuk peraturan perusahaan yang baru maupun untuk peraturan perusahaan yang telah di sah kan tetapi setalah pengesahkan mengalami perubahan .Terhadap Peraturan yang telah disahkan ,pekerja wajib memahami hak dan kewajibannya.Untuk itu pengusaha mempunyai kewajiban-kewajiban : 1. Memberitahukan isi Peraturan Perusahaan yang telah disahkan kepada pekerjanya dihadapan pegawai Departemen Tenaga Kerja setempat ; 2.

Memberikan kepada setiap pekerja sebuah Peraturan Perusahaan yang disahkan;

3.

Menempel Peraturan Perusahaan yang telah disahkan di tempat yang mudah di baca.

5) Masa Berlakunya Peraturan Perusahaan Peraturan Perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Departemen Tenaga Kerja tersebut mempunyai tanggal mulai efektif berlaku dan mempunyai masa berlaku .Masa berlaku peraturan Perusahaan paling lama dua tahun.Jika Peraturan Perusahaan tersebut masih tetap berlaku disahkan Peraturan Perusahaan yang baru atau sampai

di tanda tangai nya Perjanjian Perburuan .Dalam pengertian ini

Peraturan Perusahaan tidak dapat di perpanjang,hanya masih berlaku saja. Apabila

Peraturan

Perusahaan

yang

lama

akan

diadakan

perubahan-

perubahan,maka peraturan yang baru tersebut sudah diajukan untuk di mintakan pengesahan selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya Peraturan Perusahaan,Apabila dalam perusahaan sudah di buat Perjanjian Perburuhan ,maka Peraturan Perusahaan sudah tidak berlaku lagi,meskipun belum berakhir masa berlakunya. Isi perjanjian kerja Pada prinsipnya undang-undang maupun peraturan yang ada tidak mengatur isi perjanjian kerja,namun perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan ketertiban dan kesusilaan .Dalam prakteknya isi perjanjian kerja akan memuat syarat-syarat kerja yang dianggap penting atau esensial bagi kedua belah pihak .Secara rinci Isi Perjanjian Kerja akan di memuat : 1. Nama dan alamat pengusaha/perusahaan ; 2. Nama,alamat,umur ,dan jenis kelamin pekerja ; 3. Jabatan atau jenis/macam pekerjaan ; 4. Besarnya upah serta cara pembayarannya ; 5. Hak dan kewajiban pekerja ;

6. Hak dan kewajiban pengusaha ; 7. Syarat-syarat kerja ; 8. Jangka waktu berlaku nya perjanjian

9. Tampat dan lokasi ; 10. Tempat dan tanggal perjanjian kerja di buat dan tanggal mulai berlaku.

Manfaat Perjanjian Kerja 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Untuk menjamin ketenangan bagi pihak-pihak yang mengadakan perjnjian. Untuk mencegaah timbulnya masalah yang tidak diinginkan. Untuk membuat sahnya segala sesuatu menurut hokum. Untuk memudahkan cara penyelesaian masalah menurut hukum yang berlaku. Memuat persetujuan antara perusahaan dengan karyawan Memuat hak dan kewajiban antara perusahaan dengan karyhawan. Agar perusahaan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap karyawan. Agar tidak merugikan satu sama lain.

Ciri ciri Peraturan Perusaahaan 

Ketentuan apa saja yang terdapat dalam peraturan perusahaan

1. Kriteria penerimaan pegawai, 2. Ketentuan perjanjian kerja, 3. Hari dan waktu kerja, 4. Waktu kerja lembur dan upah lembur, 5. Skala upah dan tunjangan, 6. Hak cuti, 7. Program keselamatan dan kesehatan kerja, 8. Perawatan kesehatan dan pengobatan, 9. Ketentuan dan tindakan disiplin, 10. Pemutusan hubungan kerja dan pesangon, 11. Penyelesaian dan perselisihan, dan 12. Jaminan sosial dan pensiun.



Apa tujuan peraturan perusahaan Tujuan peraturan perusahaan adalah untuk menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja, serta antara kewenangan dan kewajiban pengusahaaaa, memberikan pedoman bagi pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing, menciptakan hubungan kerja harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam usaha bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.



Apa fungsi peraturan perusahaan 1.

Peraturan perusahaan menjaga stabilitas ekonomi, jika hak dan kewajiban kedua pihak dijalankan sesuai dengan aturan artinya adanya keharmonisan dan perekonomian akan meningkat.

2. Peraturan perusahaan menjaga hak dan kewajiban, pengusaha dan karyawan memiliki kepentingan masing-masing. Pengusaha membutuhkan karyawan untuk membantu kinerja perusahaan, karyawan menerima gaji sebagai haknya dari hasil kinerjanya. Agar hak dan kewajibannya berjalan baik, maka perlu diikat dalam peraturan perusahaan. 3. Peraturan perusahaan menjamin kinerja karwayan; setiap karyawan dalam menjalan kan tugasnya harus sesuai job deskripsi yang sudah ditentukan perusahaan. Ini berguna untuk mengatur harmonisasi perusahaan. Job deskripsi merupakan bagian dari peraturan perusahaan yang mengatur kinerja perusahaa 4. Peraturan perusahaan menjaga keamanan internal perusahaan; dengan adanya peraturan perusahaan maka akan dapat terhindar dari berbagai macam gangguan. Setiap ada pelanggaran akan ditindak tegas. Jika perlu ada sangsi sesuai tingkat kesalahan. Peraturan dibuat bertujuan menjaga keamanan lingkungan kerja.

C.

PERJANJIAN KERJA BERSAMA PENGERTIAN

Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam pelaksanaan hubungan kerja. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah suatu kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dibuat secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi karena kalau kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja sampai mencapai 50 % lebih atau dapat juga meminta dukungan dari karyawan lainnya. Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat pekerja/buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Adapun dasar dibuatnya perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan : 1. Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 sampai dengan 135; 2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan baru yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka dia akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama : 1. Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha 2. Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan 3. Memetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis dan atau hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan. Manfaat Perjanjian Kerja Bersama : 1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban masing – masing 2. Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha 3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin 4. Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB. Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang sekurang kurangnya memuat :  Tujuan pembuatan tata tertib;  Susunan tim perundingan;  Lamanya masa perundingan;  Materi perundingan;  Tempat perundingan;  Tata cara perundingan;  Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;  Sahnya perundingan;  Biaya perundingan . Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak. Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena hal ini menyangkut :  Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing pihak (khususnya mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja)  Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan)  Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding  Masalah tata cara pengesahan materi perundingan  Jadwal/waktu perundingan  Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan. Tata Cara dalam Perundingan :

 Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus menetapkanseorang juru bicara  Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan  Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan

 Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis  Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis  Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan  Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain : 1. 2. 3.

Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota; Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi; Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi. Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan ajnuran oleh mediator tersebut, para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas kesepakatan para pihak mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.

 Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak  Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut. Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :

1. 2.

Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat – syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan; Sebagai rujukan utama jika terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.

Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain : a. Mukadimah b. Umum  Istilah – istilah  Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan  Luasnya kesepakatan  Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan c. Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh  Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh  Jaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh  Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh  Lembaga kerja sama bipartit  Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial d. Hubungan Kerja  Penerimaan pekerja baru  Masa percobaan  Surat keputusan pengangkatan  Golongan dan jabatan pekerja  Kesempatan berkarir  Pendidikan dan pelatihan kerja  Mutasi dan prosedurnya  Penilaian prestasi kerja  Promosi  Tenaga kerja asing e. Waktu kerja, istilah kerja dan lembur  Hari kerja  Jam kerja, istirahat dan shift kerja  Lembur  Perhitungan upah lembur f. Pembebasan dari kewajiban bekerja  Istirahat mingguan  Hari libur resmi  Cuti tahunan  Cuti besar  Cuti haid  Cuti hamil  Cuti sakit  Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah  Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah

g.

h.

i.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)  Prinsip – prinsip K3  Hygienis perusahaan dan kesehatan  Pakaian kerja dan sepatu kerja  Peralatan kerja  Alat pelindung diri  Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja Pengupahan  Pengertian upah  Prinsip dasar dan sasaran  Dasar penetapan upah  Komponen upah  Waktu pemberian upah  Administrasi upah  Tunjangan jabatan  Tunjangan keluarga  Tunjangan keahlian  Tunjangan keahlian  Tunjangan perumahan  Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan  Uang makan  Uang transport  Premi hadir  Premi shift  Premi produksi/bonus  Premi perjalanan dinas  Tunjangan hari raya  Jasa produksi/bonus  Tunjangan masa kerja  Upah minimum  Skala upah  Penyesuaian upah  Kenaikan upah atas dasar premi  Kenaikan upah karena promosi  Pajak penghasilan Pengobatan dan perawatan  Poliklinik perusahaan  Pengobatan diluar poliklinik  Perawatan dirumah sakit  Biaya bersalin  Pembelian kaca mata  Pengobatan pada dokter spesialis  Keluarga berencana  Konsultasi psikologis & tes bakat anak

j.

k. l.

m. n. o. p.

Jaminan sosial  Jaminan kecelakaan kerja  Jaminan kematian  Jaminan hari tua  Dana pensiun Kesejahteraan Tata tertib kerja  Kewajiban dasar pekerja  Larangan – larangan  Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK)  Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja Pemutusan hubungan kerja Penyelesaian keluh kesah pekerja  Tata cara penyelesaian keluh kesah Pelaksanaan dan penutup Tanda tangan para pihak.

Syarat – syarat berlakunya antara lain ; 1. Satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan; 2. Apabila perusahan memiliki cabang, maka dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan; 3. PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibuat cabang memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing; 4. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing mempunyai badan hukum sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibuat rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Setelah menerima surat keputusan pendaftaran perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh tentang isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.

BAB III JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN,

PENGERTIAN JAMSOSTEK DAN DASAR HUKUMNYA Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri (Lihat Tabel 1). Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua, dan pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero. Dasar hukum jamsostek adalah : 1. UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek. 2. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelengaraan Jamsostek. 3. Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. 4. Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan. B. KETENTUAN UMUM JAMSOSTEK 1) Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 3) Pengusaha adalah:  orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;  orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;  orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam point pertama dan point ke dua yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 4) Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara. 5) Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya. 6) Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. 7) Cacad adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. 8) Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan. 9) Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. 10) Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri. 11) Badan penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja. 12) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. B. JENIS-JENIS JAMSOSTEK DAN RUANG LINGKUPNYA 1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan kecelakaan kerja (JKK) memberikan pengantian biaya perawatan dan upah, santunan cacad dan santunan kematian akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja. Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. a. Manfaat jaminan kecelakaan kerja Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah

atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. 1. Biaya Transport (Maksimum) Ø Darat/sungai/danau Rp 750.000,Ø Laut Rp 1.000.000,Ø Udara Rp 2.000.000,2. Sementara tidak mampu bekerja Ø Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan Ø Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan Ø Seterusnya 50% x upah sebulan 3. Biaya Pengobatan/Perawatan Ø Rp 20.000.000,- (maksimum) dan Pergantian Gigi tiruan Rp. 2.000.000,- (Maksimum) 4. Santunan Cacat Ø Sebagian-tetap: % tabel x 80 bulan upah Ø Total-tetap: - Sekaligus: 70% x 80 bulan upah -Berkala (24 bulan) Rp 200.000,- per bulan* Ø Kurang fungsi: % kurang fungsi x % tabel x 80 bulan upah 5. Santunan Kematian Ø Sekaligus 60% x 80 bulan upah Ø Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan* Ø Biaya pemakaman Rp 2.000.000,-* 6. Biaya Rehabilitasi diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RS Umum Pemerintah dan ditambah 40% dari harga tersebut, serta biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,Ø Prothese/alat penganti anggota badan Ø Alat bantu/orthose (kursi roda) 7. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3. b. Iuran jaminan kecelakaan kerja 1. Kelompok I: 0.24 % dari upah sebulan; 2. Kelompok II: 0.54 % dari upah sebulan; 3. Kelompok III: 0.89 % dari upah sebulan; 4. Kelompok IV: 1.27 % dari upah sebulan; 5. Kelompok V: 1.74 % dari upah sebulan; sesuai dengan PP Nomor 84 tahun 2010 c. Tata Cara Pengajuan Jaminan kecelakaan kerja Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form jamsostek 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada PT Jamsostek (Persero) tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada PT Jamsostek (persero) tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya PT Jamsostek (Persero) akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.

1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2.

a) b)

Form Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai buktibukti: Ø Fotokopi kartu peserta (KPJ) Ø Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form Jamsostek 3b atau 3c Ø Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan 2. Jaminan Hari Tua (JHT) Jaminan hari tua berupa tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur 55 tahun atau sebelum itu jika mengalami cacat tetap total atau meninggal dunia. Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu. a. Manfaat Jaminan Hari Tua Ø Jaminan Hari Tua dibayarkan sebesar keseluruhan iuran yang telah disetor ditambah dengan hasil pengembangannya. Ø Manfaat dibayarkan apabila tenaga kerja: Mencapai umur 55 tahun atau meninggal dunia, atau cacat total tetap Mengalami pemutusan hubungan kerja sebelum berusia 55 tahun dan telah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu pembayaran selama 1 bulan pasca PHK Meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya Pindah pekerjaan menjadi Pegawai Negeri Sipil/Anggota POLRI/Anggota ABRI Ø Pembayaran sekaligus, apabila: Peserta telah berusia 55 tahun atau mengalami cacat total tetap Peserta meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya Peserta meninggal dunia Peserta yang telah menerima pembayaran berkala meninggal dunia Peserta mengalami PHK sebelum berusia 55 tahun dan telah menjadi peserta sekurang-kurangnya 5 tahun. Ø Pembayaran berkala: Atas permintaan peserta Peserta telah berusia 55 tahun atau mengalami cacat total tetap dan memiliki jaminan hari tua berjumlah lebih dari Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) Jangka waktu pembayaran berkala paling lama 5 (lima) tahun Penangguhan pembayaran: Atas permintaan peserta Bagi peserta yang tetap bekerja setelah melewati usia 55 tahun pembayaran jaminan hari tua dilakukan sejak yang bersangkutan berhenti bekerja b. Iuran Jaminan Hari Tua: Ditanggung Perusahaan = 3,7% Ditanggung Tenaga Kerja = 2% Pemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. c. Tata Cara Pengajuan Jaminan Hari Tua 1. Setiap permintaan JHT, tenaga kerja harus mengisi dan menyampaikan formulir 5 Jamsostek kepada kantor Jamsostek setempat dengan melampirkan: Kartu peserta Jamsostek (KPJ) asli Kartu Identitas diri KTP/SIM (fotokopi)

c) d) e) 2. 3. a) b) c)

a) b) 5.

a) b) c)

1. 2. 3.

1) 2) 3) 4) 5) 6)

Surat keterangan pemberhentian bekerja dari perusahaan atau Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial Surat pernyataan belum bekerja di atas materai secukupnya Kartu Keluarga (KK) Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang mengalami cacat total dilampiri dengan Surat Keterangan Dokter Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggalkan wilayah Republik Indonesia dilampiri dengan: Pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia Photocopy Paspor Photocopy VISA 4. Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum usia 55 thn dilampiri: Surat keterangan kematian dari Rumah Sakit/Kepolisian/Kelurahan Photocopy Kartu keluarga Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang berhenti bekerja dari perusahaan sebelum usia 55 thn telah memenuhi masa kepesertaan 5 tahun telah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja, dilampiri dengan: Photocopy surat keterangan berhenti bekerja dari perusahaan Surat pernyataan belum bekerja lagi Permintaan pembayaran JHT bagi tenaga kerja yang menjadi Pegawai Negeri Sipil/POLRI/ABRI Selambat-lambatnya 30 hari setelah pengajuan tersebut PT Jamsostek (Persero) melakukan pembayaran JHT. 3. Jaminan Kematian (JKM) Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 12 Juta terdiri dari Rp 10 juta santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala. a. Manfaat jaminan kematian (JKM) Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti: Santunan Kematian: Rp 10.000.000,Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan) sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2007 b. Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian Pengusaha/keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada PT Jamsostek (Persero) disertai bukti-bukti: Kartu peserta Jamsostek (KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan yang masih berlaku Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga) Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan) PT Jamsostek (Persero) hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak

1) 2) 3)

1. 2. 3. 4.

5. 6.

1. 2. 3. 4.

4. Jaminan Pemeliharan kesehatan Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. a. Jumlah iuran yang harus dibayarkan: Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut: Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja lajang Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja berkeluarga Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 1.000.000,b. Cakupan jaminan pemeliharan kesehatan Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai berikut: Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter praktek solo Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi medis Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga). Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa. c. Hak-hak Peserta Program JPK: Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum menikah Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau mendekati dengan tempat tinggal Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero) ataupun tidak. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I, kecuali pindah domisili.

5.

6. 7.

1) 2) 3) 4)

Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero) setempat. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua dan ketiga. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan. d. Kewajiban Peserta Program JPK Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a) Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan

Related Documents


More Documents from ""