Pendidikan Hukum Berkelanjutan Bagi Advokat Oleh: Muhammad Faiz Aziz, S.H., S.IP *) [29/11/06]
Beberapa waktu lalu, untuk pertama kalinya Pendidikan Hukum Berkelanjutan diadakan di Indonesia di bawah naungan Perhimpunan Advokat Indonesia. Walaupun mungkin bukan yang pertama --karena pernah diadakan HKHPM-- pendidikan ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan profesi Advokat Indonesia.
Advokat Indonesia yang saat ini berada di bawah naungan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, merupakan salah satu profesi hukum (catur wangsa peradilan) yang independen. Sebagai sebuah profesi, Advokat dituntut untuk meningkatkan kualitas layanan dan peningkatan profesionalitasnya dalam memberikan jasa dan bantuan di bidang hukum kepada para klien atau pihak-pihak lain yang membutuhkan. Dengan kualitas layanan dan profesionalitas, diharapkan Advokat dapat menjadi profesi yang benar-benar ‘dipandang’ oleh masyarakat. Upaya meningkatkan kompetensi keahlian (skill), layanan dan peningkatan profesionalitas advokat dilakukan antara lain melalui pendidikan baik melalui seminar, pelatihan, workshop, diskusi, dan sebagainya. Mungkin hampir seluruh Advokat pernah berpartisipasi di dalam seminar, pelatihan, workshop, atau diskusi baik sebagai peserta maupun pembicara. Partisipasi mereka adalah dalam rangka memperoleh tambahan pengetahuan yang mungkin berhubungan dengan kasus yang ditanganinya atau hanya sekedar menambah pengetahuan. Namun, hingga saat ini mungkin partisipasi tersebut hanya sekedar partisipasi belaka untuk memperoleh pengetahuan demi peningkatan kompetensi keahlian atau pengetahuan dan profesionalitas. Ada baiknya, jika partisipasi Advokat tersebut kemudian diakui dan diakreditasi dalam konsep Pendidikan Hukum Berkelanjutan atau Continuing Legal Education (“CLE”). Apa yang dimaksud dengan CLE? CLE sebenarnya merupakan sebuah konsep mengenai kegiatan edukasi secara terus menerus dan berkesinambungan. CLE banyak digunakan oleh para profesi dalam peningkatan kualitas keahlian, pengetahuan dan profesionalitas mereka. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, American Bar Association (“ABA”) sebagai wadah induk Advokat negara tersebut telah mewajibkan para anggotanya untuk mengikuti CLE ini. Selain diselenggarakan untuk anggota ABA, CLE ini juga terbuka bagi peserta umum. Maksud dan tujuan dari penyelenggaraan ini CLE ini adalah terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian para lawyer-nya dalam rangka peningkatan kualitas layanan dan bantuan hukum. ABA memiliki sebuah standar minimum bernama Model Rules for Minimum Continuing Legal Education (MCLE) bagi seluruh lawyer di Amerika Serikat. Model Rules ini merupakan aturan umum dan aturan minimum bagi semua lawyer. Sedangkan untuk implementasi dan pelaksanaan lebih lanjut, ABA menyerahkan kepada otoritas Advokat masing-masing negara bagian untuk mengaturnya lebih lanjut.
Dalam MCLE tersebut, ABA membedakan antara active lawyer dengan inactive lawyer, dimana MCLE ini berlaku hanya bagi active lawyer. Setiap active lawyer harus memenuhi kewajiban mengikuti CLE minimal 15 jam kredit (bila dalam sistem perkuliahan di Indonesia disebutnya sebagai Satuan Kredit Semester atau SKS), dimana satu jam kredit bervariasi yaitu ada yang 50 menit dan ada yang 60 menit tergantung ketentuan di masing-masing negara bagian. Dalam bentuk apa saja active lawyer mengikuti CLE? CLE yang diikuti tidaklah harus melalui sebuah pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak yang telah memperoleh akreditasi dalam penyelenggaran CLE, namun active lawyers dapat mengikuti pendidikan, seminar, maupun pelatihan lain yang diselenggarakan di luar pihak yang diakreditasi. MCLE juga memungkinkan active lawyer untuk mengikuti pelatihan “in Office CLE” ataupun “self study” melaui fasilitas video conference, audio, dan komputer, asalkan pelatihan tersebut berguna bagi peningkatan skill lawyer yang bersangkutan, dan pendidikan atau pelatihan tersebut diajukan oleh lawyer yang bersangkutan untuk memperoleh akreditasi. Setiap tahunnya active lawyer tersebut memberikan laporan perkembangan partisipasinya kepada Continuing Legal Education Committee (“CLEC”) –yang dibentuk oleh ABAmengenai CLE yang diikutinya. Untuk memastikan laporan tersebut valid atau benar, disamping menerima laporan dari active lawyer, CLEC menerima laporan juga dari penyelenggara CLE yang telah diakreditasi. Bagi active lawyer yang tidak memenuhi persyaratan minimum pendidikan CLE tadi, maka Supreme Court of The State atas rekomendasi ABA dan berdasarkan laporan sebuah komite yang bernama CLEC dapat memberikan sanksi berupa suspend (pencabutan sementara) izin praktik lawyer yang bersangkutan, dan apabila lawyer tersebut berkeinginan memperoleh kembali izinnya, maka lawyer yang bersangkutan wajib memenuhi “hutang” jam kreditnya pada tahun berikutnya dan membayar sanksi denda atau penalti yang besarnya bervariasi antara US $ 15 – 500. Bagaimana dengan Indonesia? Hingga saat ini belum ada standar CLE terhadap para Advokat. Namun, walaupun CLE ini belum memiliki standarnya di Indonesia, CLE pernah diadakan beberapa kali di Indonesia dan saat itu diselenggarakan adalah HKHPM yang merupakan profesi penunjang pasar modal dan salah satu organisasi advokat di bawah koordinasi PERADI. Hanya saja, CLE ini diadakan khusus kepada para anggota HKHPM saja, dan tidak terbuka untuk umum. Walaupun begitu, dari beberapa kali penyelenggaraannya, animo peserta sangat tinggi. Untuk bidang profesi di Indonesia, mungkin saat ini baru profesi Akuntan yang benar-benar telah memiliki standar pendidikan berkelanjutan bagi para anggotanya yang bernama PPL (Program Pendidikan Lanjutan). PPL adalah kegiatan belajar terus menerus (continuous learning) yang harus ditempuh oleh seorang akuntan agar senantiasa dapat memelihara, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi profesionalnya. Seperti CLE di Amerika Serikat, Ikatan Akuntan Indonesia (“IAI”) mewajibkan PPL kepada seluruh anggotanya dan memenuhi persyaratan minimal jam kredit pendidikan yang harus ditempuh yang disebut dengan Satuan Kredit Pendidikan (“SKP”). IAI juga memberikan kesempatan untuk anggotanya untuk mengikuti pelatihan di luar PPL yang diakreditasi, baik pelatihan melaui “in office”, “self study”, atau melalui perkuliahan biasa di perguruan tinggi, selama berguna untuk peningkatan pengetahuan dan keahlian anggotanya. Sama halnya dengan ABA, IAI mewajibkan kepada anggotanya untuk melaporkan pendidikan lanjtan yang tekah
diikutinya. Bagi mereka yang tidak memenuhi persyaratan minimum pendidikan tersebut, maka akan ada sanksi bagi anggota yang bersangkutan yang diterapkan oleh masing-masing kompartemen sesuai anggaran rumah tangganya. Bagaimana seharusnya peningkatan kualitas dan profesionalitas Advokat ke depan? Pastinya CLE menjadi salah satu cara utntuk mencapai tujuan tersebut. PERADI yang saat ini merupakan organisasi induk Advokat sudah seharusnya membuat standar pendidikan berkelanjutan bagi para Advokatnya. Ada baiknya jika PERADI menengok kepada IAI sebagai salah satu profesi di Indonesia yang sudah jauh lebih dulu menyelenggrakan PPL dalam peningkatan kompetensi profesional anggotanya dan ABA yang tentunya sudah “beberapa” langkah lebih maju daripada kita. Walaupun saat ini PERADI masih dihadapkan oleh berbagai masalah yang sepertinya tidak kunjung selesai, namun PERADI harus terus maju dan mempunyai pandangan yang “straight forward” demi peningkatan kualitas profesi Advokat Indonesia secara keseluruhan. Saat ini memang PERADI telah memiliki Standar Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), namun PKPA tersebut lebih bersifat sebagai pendidikan dasar yang ditujukan kepada para calon advokat yang hendak memperoleh keanggotaan PERADI dan izin praktik sebagai Advokat. Pastinya, oleh karena konsep Pendidikan Hukum Lanjutan berbeda dengan PKPA, maka sekali lagi perlu disampaikan bahwa perlu dibuat suatu standar khusus pendidikan tersebut secara tersendiri. Standar tadi diharapkan dapat menjadi Model Rules CLE Advokat Indonesia dalam pengembangan profesi secara general. Disamping standar tersebut, apabila diperlukan mungkin PERADI dapat membuat sebuah rating (pemeringkatan) atas kantor-kantor Advokat yang rajin mengirimkan Advokatnya unutk mengikuti CLE, dan hasil rating tersebut kemudian dipublikasikan kepada umum dan calon klien sebagai salah satu gambaran mengenai Kantor Advokat yang kiranya cukup credible dalam membantu dan mendampingi klien. Hal ini tentunya dapat membantu kantor yang bersangkutan untuk memperoleh klien juga. *) Penulis adalah Peneliti pada Centre for Finance, Investment, and Securities Law (CFISEL) pendidikan berkelanjutan...gratis? [8/3/07] - pendidikan berkelanjutan? gratis atau dengan biaya murah? kalau mahal yah sama saja. Pendidikan berkelanjutan yang diadakan PERADI biasanya mahal dan hanya diperuntukan orang yang berduit saja, bagaiman dengan kami yang masih magang??? gaji saja paspasan, masih untuk dibayar? bagaimana mau ikut pendidikan berkelanjutan? sudah punya sertifikat kelulusan saja masih dipersulit dengan ijin advokat PERADI yang birokratif
Val de EviL
Setuju [8/3/07] - Setuju dan ide yg bagus.Terus Berjuang untuk sebuah image Advokat di mata masyarakat. Iwan Pangka mohon informasi [5/3/07] - Kami selaku Asisten Advokat, yang masih menunggu belas kasih dari para pengendali profesi advokat, mohon informasi : 1. Apakah benar , untuk menjadi advokat wajib mengikuti fase pelatihan kusus yg diselenggarakan oleh induk organesasinya. 2. Seandainya , ya untuk wilayah IPHI Jawa Timur Kapan ? 3. Berapa Biaya pelatihannya. 4. Apakah tahun 2007 ada rencana tes penerimaan advokat. terima kasih, bagi bapak/ ibu yang menberikan info , saya doakan banyak rezekinya..Amin ratno Pendidikan Lanjutan Hukum bagi Advokat Bagus, Tapi [22/2/07] - Pendidikan Hukum bagi advokat di Indonesia memang bagus sekali untuk diadakan, akan tetapi hal tersebut akan menjadi percuma bila tidak diimbangi dengan moralitas advokat dalam menjalankan profesinya. Jonathan, SH <[email protected]> profesinalisme advokat dlm profesinya [19/2/07] - sebagai masyarakat yang awam saya melihat bahwa para pengacarapengacara yang ada saat ini merupakan orang-orang yang hau materi dan ketenaran.dalam hal ini saya maengambil contoh pengacara yang menangani kasus-kasus selebriti kita,di sini saya tidak dapat menyebutkan nama akan tetapi kita melihat dari kinerjanya. pandek kata para pengacara saat ini tidak dapat menjadi contoh yang baik bagi perkembangan bantuan dalam hal jasa hukum bagi masyarakat..... bojax Jangan hanya.. [15/2/07] - Sebaiknya untuk menjadi seorang Advokat yang profesional dan berhati nurani harus dimulai dari pribadi seorang Advokat tersebut, jangan hanya ikut Pendidikan Hukum Berkelanjutan untuk mendapatkan sertifikat dan menarik para klien saja, tetapi benar-benar diterapkan di lapangan....OKE BOS... M. Reza Alamsyah , SH <[email protected]> Pengalaman Filipina dlm Continuing Legal Education [25/1/07] - Pendidikan hukum berkelanjutan. Di Ateneo De Manila University, salah satu posisi associate dean adalah associate dean for continuing legal education. Dalam perbincangan saya dengan pejabat ybs, ini adalah program yang dijalankan oleh sekolah hukum Ateneo sebagai pelaksanaan supreme court decree mengenai kewajiban bagi setiap advokat untuk mengikuti pendidikan hukum berkelanjutan selama 56 jam pada setiap tiga (3) tahun yang disebut MCLE (Mandatory Continuing Legal Education) yang diadakan oleh berbagai sekolah hukum di Filipina. Di Ateneo De Manila University, program MCLE dirancang di bawah koordinasi associate dean for continuing legal education, yang kemudian disampaikan kepada supreme court untuk diakreditasi oleh MCLE Committee. Setiap peserta yang mengikuti program ini akan menerima sertifikat dari pelaksana. Peserta yang sekarang mengikuti sebanyak 30 orang, namun jumlah ini bervariasi karena terkadang sampai dengan 200 orang. Peserta berasal dari para alumni yang menjadi advokat atau pegawai pemerintah atau staf hukum dari perusahaan-perusahaan besar, terbuka kepada setiap orang selama mereka mampu membayar biaya kegiatannya. Materi kegiatan terbagi atas masalahmasalah procedural (hukum acara), subtansi, keputusan pengadilan, juga masalahmasalah actual, seperti yang sekarang diadakan ditekankan pada masalah election terkait dengan 2007 election pada bulan mei nanti. Center for continuing legal education juga melakukan beberapa penelitian yang bersifat melayani kebutuhan klien, misalnya penelitian dalam sebuah korporasi mengenai prosedur-prosedur yang dibutuhkan terkait dengan masalah konsumen, dll. Pengadministrasian kegiatan ini dilakukan oleh the center for continuing legal education (CCLE) yang dijalankan sebagai satu unit khusus dari ateneo law school, dengan sumber daya utamanya adalah dosen, alumni, dan mahasiswa ateneo law school. Bentuk kegiatannya adalah seri-seri pendidikan hukum, legal research dan menghasilkan legal publications mengenai topic-topik dan masalah-masalah yang current, relevan dan penting. Kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh CCLE dimaksudkan untuk menjawab permintaan dari praktisi hukum dan mereka yang tertarik dalam hukum dari pemerintah dan non-pemerintah bagi update hukum dan diskusi analitis. Demikian pengalaman dari Filipina, semoga bermanfaat. Theofransus Litaay. KualitasFakultas Hukum ditingkatkan [21/12/06] - saya tidak menyangkali pentingnya pendidikan Hukum berkelanjutan
yaitu bagi profesi Hukum tertentu. tapi bila menengok kebelakang dulu para lulusan sarjana Hukum tanpa kursus tambahan bisa langsung praktek di pengadilan. Ada beberapa faktor mungkin yang perlu di tingkatkan di Program S1 Hukum yaitu: 1. Tenaga pengajar yang profesional. 2. Kurikulum yang mengacu pada praktek litigasi dan non litigasi. 3. Minat baca, karena sekarang banyak digoda dengan nonton TV,DSB. Berdasarkan hal tersebut maka methode dan sarana proses pembelajaran FH perlu di upgrade sesuai dengan kemajuan zaman. Misalnya dengan memakai sarana LCD dan memberikan Tugas mahasiswa mengikuti proses sidang kasus tertentu sampai selesai dan memberikan analisa . Sebaiknya Dosen tidak menghakimi sang mahasiswa yang opini berbeda dengan Dosen tapi cukup memberikan pandangan berdasarkan pasal pasal maupun pendapat para ahli Hukum. Disamping itu dengan adanya sarana internet maka sebaiknya disetiap ruang kelas ada komputer dan LCD yang dapat koneksi internet sehingga Mahasiswa secara bersama sama dapat membaca tulisan dan komentar di HUKUM ONLINE.COM. Ok. selamat berkarya. Alexon Syazily,SH Program Pendidikan Lanjutan Advokat PERADI. [8/12/06] - Menurut saya memang sudah waktunya PERADI segera mempersiapkan sebuah lembaga yang merupakan afiliasinya yang bertugas untuk menyusun standar dan kurikulum pendidikan lanjutan Advokat, maupun menyelenggarakan sendiri pendidikan-pendidikan lanjutan Advokat dimaksud ataupun dengan bekerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi hukum yang telah ada. American Law Institute (ALI) yang merupakan afiliasi dari American Bar Association (ABA) yang kurang lebih menjadi contoh dari lembaga dimaksud, saya kira dapat dijadikan model oleh PERADI. Mudah-mudahan program pendidikan lanjutan Advokat PERADI dapat segera terwujud dalam waktu dekat. Viva Advokat Indonesia! Tb. A. Adhi R. Faiz Pendidikan ini sudah seharusnya distandarisasikan [5/12/06] - Cukup menarik melihat tulisan mengenai Pendidikan Berkelanjutan ini. PERADI kiranya sudah seyogyanya memberlakukan ini kepada setiap Advokat. Sebernarnya ini untuk menghindari dan membatasi lawyer nakal yang sok tahu atau sok apa saja yang akhirnya membuat penegakan hukum di sini macet. Apalagi kita bandingan dengan penegak hukum lain, Advokat masih kalah jauh dengan mereka yang lebih terlembaga dalam pemberian pendidikan dan training bagi aparatnya seperti jaksa, hakim, maupun polisi. Namun, sebagai profesi yang bebas Advokat sebenarnya memiliki kelebihan yaitu independensi dan keahlian yang terkadang melebihi aparat penegak hukum lain. kalau PERADI mau menerapkan standar ini kiranya, Advokat bakal menjadi profesi yang benar2 profesional dan mudah2an tidak dipandang sebelah mata lagi, dan kalo perlu buat iri lembaga penegak hkuum yang lain. TAPI INGAT, PERADI juga harus segera membereskan masalah2 yang belin kelar nih sampe sekarang. GO ADVOKAT !!!!!!! Agustian, S.H. [email protected]
•
Pendidikan lanjutan bagi Advokat [4/12/06] - Bahwas anya Pendidikan yang dianut Amerika pada artikel ini sangatlah bermanfaat, tetapi apakah kita selaku praktisi hukum tahu bahwa sanya masih banyak lagi dapat kita temukan dilapangan money justice; dimana perkara diselesaikan dengan negosiasi yang orientitnya adalah uang, apakah ini yang kita sebut dengan supermasi hukum yang adil dan menjunjung nilai kebenaran??Saya
berharap 15jam atau sks yang perlu dijadikan yel-yel nasional bagi PRADI adalah membangun Lawyer Indonesia yang Jujur, Bersih, Beretika dan Profesional. Mungkin ini sangatlah sulit diterima oleh praktisi hukum yang telah lama berada dalam kungkungan sistem money justice tetapi coba kita lihat efeknya pada beberapa generasi kedepan, pastilah akan jauh lebih baik dan bertahan untuk bersaing dalam era globalisasi yang bebas tanpa batas, bila tidak percaya boleh saja kita coba terapkan. Orang tua yang telah ujur haruslah berlapang dada digantikan kaum muda yang lebih segar/prinsipil dan punya gagasan yang lebih brilian tetapi kaum muda ini akan senantiasa meminta nasehat pada Orang tuannya/praktisi tua..semoga Advokad Indonesia semakin baik dan berwibawa guna mewujudkan Keadialan bagi segenap lapisan masyarakat..GBU andrie gusti ari sarjono sitompul, SH
diskusi terbuka [3/12/06] - Masukan saran secara terbuka kita sangat butuhkan untuk kemajuan bangsa serta kemajuan para praktisi, hanya saja kita harus saring kembali apabila ada sanksi-sanksi yang diberikan akibat tidak mengikuti pendidikan hukum berkelanjutan, seperti pencabutan izin sementara, tidak menimbulkan kontra dan kericuhan bagi para praktisi aktif, yang jelas baik untuk dijadikan hal wajib tapi digugah dengan cara kesadaran yang sanksinya tidak terlalu ekstrim tetapi sebagai pembuka tren yang bermanfaat,pasti akan terkenal dan sebagai kebijakan yang sangat-sangat bisa diterima, dan ditunggu orang banyak... ok good luck para praktisi negara kita pasti akan maju ARI PRATOMO,S.H. <[email protected]>