Hirarki Per-uu Obat Kosmetik Edit.docx

  • Uploaded by: Teguh Hari
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hirarki Per-uu Obat Kosmetik Edit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,452
  • Pages: 13
ASPEK YANG DIATUR Standar yang dipakai

PERATURAN

OBAT

UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Pasal 1 4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. UU NO 35 Pasal 1 11. Industri Farmasi adalah TAHUN 2009 perusahaan berbentuk badan TENTANG hukum NARKOTIKA yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika. UU NO 5 Pasal 1 2. Pabrik obat adalah TAHUN 1997 perusahaan berbadan hukum TENTANG yang memiliki izin PSIKOTROPI dari Menteri untuk melakukan KA kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk tropika. PP NO 51 Pasal 8 Fasilitas Produksi Sediaan TAHUN 2009 Farmasi dapat berupa TENTANG industri farmasi obat, industri PEKERJAAN KEFARMASIA bahan baku obat, industri obat tradisional, dan N pabrik kosmetika. Pasal 9 (1) Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing

PERATURAN

KOSMETIK

UU NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Pasal 1 4. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.

PP NO 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASI AN

Pasal 8 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika. pasal 9 (2) Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker

pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi. PP NO 72 Pasal 3 Sediaan farmasi dan alat TAHUN 1998 kesehatan hanya dapat TENTANG PENGAMANA diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha N SEDIAAN industri sesuai dengan FARMASI ketentuan peraturan DAN ALAT perundang-undangan yang KESEHATAN berlaku. PMK NO Pasal 1 1799/MENKES/ 3. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki PER/XII/2010 izin dari Menteri Kesehatan TENTANG untuk melakukan kegiatan INDUSTRI pembuatan obat atau bahan FARMASI obat. PerKa BPOM NO 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT Persyaratan UU NO 5 industri & TAHUN 1997 tahapan TENTANG distributor PSIKOTROPI KA

UU NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

sebagai penanggung jawab.

PP NO 72 TAHUN 1998 TENTANG PENGAMANA N SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 3 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diproduksi oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PMK NO Pasal 1 1175/MENKES 3. Industri kosmetika adalah /PER/VIII/2010 industri yang memproduksi kosmetika yang telah TENTANG memiliki izin usaha industri IZIN atau tanda daftar industri PRODUKSI KOSMETIKA sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 1 14. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan Obat atau bahan Obat.

Pasal 5 Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah

PMK NO 1175/MENKES /PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Pasal 7 (1) Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan CPKB.

dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. PMK NO Pasal 4 1799/MENKES/ (1) Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh PER/XII/2010 izin industri farmasi dari TENTANG Direktur Jenderal. INDUSTRI (2) Industri Farmasi yang FARMASI membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1)Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.

Jenis izin dan tahapan proses perizinan dan persyaratan tiap tahap

UU NO 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPI KA

Pasal 9 (1) Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Pasal 5 Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 2 PMK NO 1799/MENKES/ (1) Proses pembuatan obat

PMK NO 1175/MENKES /PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Pasal 14 (1) Industri kosmetika yang melakukan perubahan nama direktur/pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama, atau nama industri, wajib mengajukan permohonan perubahan izin produksi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas setempat dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI

dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi. (2) Selain Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan. Pasal 3 (1) Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk: a. semua tahapan; dan/atau b. sebagian tahapan. (2) Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau Pasal 5 (1) Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas: a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas; b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat; c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

bahan obat untuk sebagian tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 6 (1) Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip. (2) Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal. Pasal 13 (1) Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. (2) Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: a. fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi; b. surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri; c. daftar peralatan dan mesinmesin yang digunakan; d. jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; e. fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

f. rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi; g. rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan; h. daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir; i. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; j. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan; k. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundangundangan di bidang kefarmasian. (3) Permohonan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan

provinsi setempat dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 terlampir.

PMK NO 16 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/ PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI

Pasal 30 (3) Izin industri farmasi yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013. (4) Izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diperbaharui berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat tanggal 31 Desember 2013. Pasal 30A (1) Permohonan pembaharuan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) harus diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: a. surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; b. surat izin industri farmasi sebelumnya yang asli; c. fotokopi sertifikat CPOB berdasarkan bentuk sediaan; d. daftar kapasitas produksi pertahun dan bentuk sediaan yang diproduksi; e. surat persetujuan

PerKaBPOM NO HK.03.1.23.12. 11.10689 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA TERTENTU YANG DAPAT DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA YANG MEMILIKI IZIN PRODUKSI GOLONGAN B

Pasal 1 2. Industri Kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

penanaman modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri; f. daftar peralatan dan mesin yang digunakan; g. daftar dan jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya; h. fotokopi sertifikat izin lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; i. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); j. rekomendasi pembaharuan izin dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; k. daftar pustaka wajib antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir; l. surat pernyataan yang asli mengenai kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; m. fotokopi surat pengangkatan bagi masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan; n. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab

pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan o. surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundangundangan di bidang kefarmasian. Fungsi/Kegi PMK NO Pasal 10 atan yang 1799/MENKES/ (1) Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat ada industri PER/XII/2010 dilakukan oleh Industri atau TENTANG Farmasi dan/atau lembaga distributor INDUSTRI setelah mendapat FARMASI pertimbangan dari lembaga yang berwenang di bidang atom. Pasal 15 Industri Farmasi mempunyai fungsí: a. pembuatan obat dan/atau bahan obat; b. pendidikan dan pelatihan; dan c. penelitian dan pengembangan. Pasal 21 (1) Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri Farmasi lain yang telah menerapkan CPOB.

Pendistribu

UU NO 5

PerKaBPOM NO HK.03.1.23.12. 11.10689 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA TERTENTU YANG DAPAT DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA YANG MEMILIKI IZIN PRODUKSI GOLONGAN B

Pasal 22 (1) Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian dengan perorangan atau badan usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di bidang obat dan/atau bahan obat untuk membuat obat dan/atau bahan obat. Pasal 8 PerKaBPOM

Pasal 2 (1) Industri Kosmetika membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika sesuai dengan Izin Produksi Kosmetika yang diberikan. Pasal 3 (1) Industri Kosmetika yang memiliki Izin Produksi Kosmetika golongan A dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. (2) Industri Kosmetika yang memiliki Izin Produksi Kosmetika golongan B dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan Teknologi Sederhana.

Pasal 4

sian produk TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPI KA

Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Pasal 12 (1) Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.

UU NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Pasal 39 (1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang ini. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri. PMK NO Pasal 20 1799/MENKES/ (1) Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat PER/XII/2010 mendistribusikan atau TENTANG menyalurkan hasil INDUSTRI produksinya langsung kepada FARMASI pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan

NO HK.03.1.23.12. 11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASA N PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

(2) Pengawasan sarana distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan namun tidak terbatas pada : a. distributor; b. agen; c. klinik kecantikan, salon, spa; d. swalayan, apotik, toko obat, toko kosmetika; e. stokis Multi Level Marketing (MLM); dan f. pengecer.

Pencatatan & Pelaporan

perundang-undangan. (2) Industri Farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU NO 5 Pasal 33 (1) Pabrik obat, pedagang TAHUN 1997 besar farmasi, sarana TENTANG penyimpanan sediaan PSIKOTROPI farmasi Pemerintah, apotek, KA rumah sakit, puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masingmasing yang berhubungan dengan psikotropika. UU NO 35 Pasal 14 (2) Industri Farmasi, TAHUN 2009 pedagang besar farmasi, TENTANG sarana penyimpanan NARKOTIKA sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan danlatau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya. PMK NO Pasal 23 1799/MENKES/ (1) Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan PER/XII/2010 industri secara berkala TENTANG mengenai kegiatan usahanya: INDUSTRI

PMK NO 1175/MENKES /PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Pasal 17 (1) Direktur Jenderal dapat mewajibkan industri kosmetika memberikan laporan produksi sesuai kebutuhan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang laporan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

FARMASI

Kemungkin an pelanggara n & sanksi

UU NO 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPI KA

PP NO 72 TAHUN 1998 TENTANG PENGAMANA N SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

a. sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 13 terlampir; dan b. sekali dalam 1 (satu) tahun dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 14 terlampir. (2) Laporan Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Pasal 51 (1) Dalam rangka, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini. Pasal 74 Barang siapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)

PP NOMOR 72 TAHUN 1998 TENTANG PENGAMANA N SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 76 b. memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf c; dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undangundang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 80 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. PMK NO Pasal 26 1799/MENKES/ (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini PER/XII/2010 dapat dikenakan sanksi TENTANG administratif berupa: INDUSTRI a. peringatan secara tertulis; FARMASI b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu; c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu; d. penghentian sementara kegiatan; e. pembekuan izin industri farmasi; atau f. pencabutan izin industri farmasi.

PerKABPOM HK.03.1.23.12. 11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASA N PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA

Pasal 11 Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap industri kosmetika tidak memenuhi ketentuan, Kepala Badan dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan untuk pembekuan izin produksi atau pencabutan izin produksi.

Related Documents


More Documents from ""