Hijrah Spritual Oleh Buya H. Masoed Abidin
َّ َ ُ ه نَذِيٌر ِ م ِ َف ُ ْ من ْ فُّروا إِلَى اللهِ إِنِّي لك ن ُ ٌ مبِي “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dan Allah untukmu.” (Q.S. Adz Zariyat : 50) Menurut Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Hijrah ada dua macam: Hijrah fisik, yakni hijrah dan sebuah negeri ke negeri lain dan Hijrah spiritual, yakni hijrahnya hati manusia kepada Allah dan Rasul-Nya. Hijrah spiritual yang dimaksud dengan perjalanan kembalinya seorang hamba dengan penuh ketataan (itha’ah) kepada Allah dan rasul-Nya adalah sebuah penjalanan yang harus ditempuh oleh setiap hamba. Karena hanya dengan kembali kepada Allah dan rasul-Nya ia terjamin dan azab yang mengancamnya. Disamping hijrah inilah yang dituntut dan diinginkan oleh Sang Pencipta dan hamba-hamba-Nya. Hijrah spiritual pertama; Hijrah ‘dar’ dan ‘menuju’ Allah SWT (Firaarminallah wa firaar ilallah) Ada dua unsur yang terkandung di dalam hijrah; 'dari’ (permulaan) dan 'menuju' (tujuan). Yang dimaksud firaar minallah adalah suatu keyakinan bahwa segala sesuatu berawal dan berasal dar dan atas kehendak Allah yang Maha Esa. dan mengimani bahwa segala taqdir berasal dar Allah. Sebab segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah, maa tidak akan pemah terjadi. Inilah yang dikatakan hijrah dan Allah menuju Allah. Di dalam hijrah ini tendapat unsur tauhid Rubuhiyy’ah. Bentuk hijrah firaar minallah ini dapat kita tauladani dar kehidupan Rasulullah SAW, diantaranya ialah yang dapat kita temukan dalam do’a-do’a beliau.
Di antara do’a-do’a beliau adalah: Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah, dan Saiydah ‘Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW pernah bendo’a di waktu sedang sujud: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan dengan ridha-Mu dari murka-Mu, (aku berlindung kepada-Mu) dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku memohon penlindungan dengan-Mu dari-Mu. Aku tidak menghitung jumlah pujian yang aku sampaikan kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji Dzat-Mu sendiri” Diriwayatkan dan Al Barra' ibn ‘Azib, dia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu menghampiri tempat pembaringanmu. maka berwudhu'lah (terlebih dahulu) sebagaimana kamu berwudhu’ untuk shalat. Setelah itu berbaringlah kamu di atas sisi tubuh yang sebelah kanan. Ke-mudian berdo'a: “Ya Allah, sesungguhnya aku telah menye-rahkan jiwaku kepada-Mu, menghadapkan wajahku kepada-Mu, menggantungkan urusanku kepadaMu dan mengem-balikan diriku kepada-Mu. Tidak ada tempat kembali dan tempat menyelamatkan diri dari-Mu kecuali kepada-Mu.“(HR. Bukhari) Sesungguhnya firaar ilallah lah adalah mengandung pengertian bahwa seseorang hanya mengesakan Allah ketika mencari sesuatu dan ketika mengerjakan sesuatu sehiggga semua yang ia lakukan mempunyai nilai ketaatan dan ibadah kepada Allah. Oleh karena itu hendaklah seseorang berhijrah dan mahabbah (kecintaan) kepada selain Allah menuju mahabbah kepada Allah SWT. Hendaklah seseorang hijrah dar penghambaan terhadap selain Allah menuju penghambaan kepada Allah. Hendaklah seseorang hijrah dan khauf (merasa takut), raja’ (mengharap) dan tawakkal (berserah diri) kepada selain Allah menuju hijrah merasa takut, mengharnap dan berserah diri kepada Allah semata. Hendaklah seseorang hijrah dan berdo’a, meminta, tunduk, dan merendah kepada selain Allah menuju hijrah untuk berdo’a, meminta, tunduk dan merendah hanya kepada Allah t'ala. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan firaar ilallah (hijrah kepada Allah), sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzaariyat ayat 50. Dan di dalam firaar ilaallah ini terkandung unsur tauhid ilahiyyah. Sesungguhnya hijrah kepada Allah mengandung dua pengertian: Pertama, hijrah dan sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Kedua, mendatangi sesuatu yang dicintai dan diridhai
oleh-Nya. Sedangkan pangkal dar dua pengertian hijrah pada Allah dimaksud adalah rasa cinta dan benci; cinta untuk mengerjakan sesuatu yang diridhai Allah dan benci terhadap sesuatu yang dilarang Allah. Orang yang hijrah dari sesuatu menuju sesuatu harus lebih mencintai sesuatu yang akan dia tuju dari pada yang akan dia tinggalkan. Oleh karena itu seseorang wajib untuk berhijrah kepada Tuhannya setiap saat hingga ajal menjemputnya. Disinilah dibutuhkannya sikap istiqamah. “Amal ibadah yang paling dicintai Allah adalah yang selalu kontinu (terus menerus dilakukan) meskipun sedikit“(H.R. Saiydah ‘Aisyah) Hijrah spiritual kedua adalah hijrah kepada Rasulullah SAW. Hijrah kepada Rasulullah SAW adalah ketaatan dalam melaksanakan sunnah Rasulullah SAW yang diwu-judkan dalam kehidupan sehari-hari, mencontoh keteladanan akhlaq beliau yang mulia, sehingga kita merasakan seakan kita hidup bersama dan dengan Rasulullah SAW. Salah satu corak kepribadian dan gaya kehidupan beliau yang harus kita contoh adalah sebagaimana yang kita dapati dalam ungkapan penuh hikmah Syeikh Ja’far Al Barzanjy dalam buku monumentalnya Al-Barzarjie itu, antara lain ; "Nabi SAW adalah seorang yang sangat pemalu dan tawadhu’, mau memperbaiki sandalnya, menambal dan menjahit pakainnya, memeras susu kambingnya serta melayani keluarganya dengan cara yang baik. Beliau suka kepada orang-orang fakir dan miskin, suka duduk-duduk bersama mereka, sering mengunjungi mereka yang sakit serta mengantar jenazah mereka. Beliau sama sekali tidak mau meremehkan orang fakir yang sangat menderita dan dikecam kefakiran. Beliau tidak gentar menghadapi pura istana raja, beliau marah karena Allah dan ridha semata-mata karena ridha Allah. Beliau pernah menyelipkan batu di perutnya untuk mengurangi rasa lapar, meskipun beliau telah dianugerahi segala kunci kekayaan bumi. Beliau senantiasa menyedikitkan perkataan yang tidak bermanfaat dan selalu memulai mengucapkan salam jika bertemu dengan seseorang.
Beliau suka bergaul dengan orang-orang yang berbudi mulia dan memuliakan orang-orang yang terhormat. Beliau suka bergurau (bercanda dan berkelakar) tetapi tidak mengatakan sesuatu kecuali perkataan yang benar dan yang disukai Allah Ta ‘ala dan yang diridhai Allah.