Case Report session (CRS)
HIFEMA
Oleh : 1. Dhea Rizkika Ananta 2. Halim Muhammad Satria 3. Hayyumahdania Reswan
0910313252 1110313058 1210313082
Preseptor : dr. Rinda Wati, Sp.M
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2016
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pendahuluan Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek. Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain. Menurut salah satu studi yang di lakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anak-anak dan usia remaja 10-20 tahun memiliki presentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1.1,2,3,4 1.2 Anatomi Bola Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah :
sklera/kornea,
koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.1,2
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh selubung fascia bola mata. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata yang bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:2,3,4 1.
Tunica Fibrosa Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih.Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu v.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.1,2,3,4 2. Lamina vasculosa Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas seratserat sirkuler dan radier.1,2,3,4
Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar
3. Tunica sensoria (retina) Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat
posterior retina merupakan organ
reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.1,2,3,4 Vaskularisasi Bola Mata Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital
pertama adalah arteri
memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang
sentralis
retina, yang
bola mata. Cabang-
cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang
memvaskularisasi
glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar anterior. Arteri ini akan berabung membentuk greater arterial circle of iris dan kemudian memperdarahi iris dan badan silier. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.1,2,3,4
Vaskularisasi pada Segmen Anterior 1.3 Epidemiologi Penelitian menemukan 33% dari seluruh trauma mata yang serius menimbulkan hifema, 80% hifema terjadi pada pria, perkiraan rata – rata kejadian di Amerika Utara adalah 17 – 20 / 100.000 populasi / tahun. Sering pada pasien
yang berumur kurang dari 20 tahundan pertengahan 30 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 3 : 1.5 1.4 Etiologi Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).5,6 Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekanrobekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.5,6,7 1.5 a)
Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:1,3,4,5,6 1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata. 2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata) 3. Hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah 4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah 5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b)
Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi: 1. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata 2. Hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c)
Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi: 1. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop d)
Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi: 1. Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan 2. Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan 3. Grade 3, darah mengisis 1/2 – kurang dari seluruh bilik mata depan 4. Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema, blackball atau 8-ball hyphema
1.6 Patogenesis dan Patofisiologi
Trauma tumpul akan menyebabkan kompresi pada bola mata yang mana gaya yang diberikan oleh trauma tersebut akan diteruskan kedalam mata khususnya melalui cairan aqueous humor sehingga menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, iris, trabekula meshwork serta peregangan limbus. Jika gaya yang disebabkan oleh trauma tersebut melebihi kekuatan peregangan dari struktur mata tersebut, maka pembuluh darah pada bagian pinggir iris, arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliaris (ciliary body), arteri koroidalis, dan venavena badan siliaris akan ruptur yang pada akhirnya darah yang keluar melalui pembuluh yang ruptur tersebut akan menumpuk pada bilik mata depan sehingga terjadilah hifema.11 Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel
darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.6 1.7 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada penderita hifema adalah adanya keluhan sakit pada mata, disertai dengan epifora dan blefarospasme.2,12 Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2 Iridoplegia yang terjadi ditandai dengan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, fotofobia akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil, pupil midriasis, anisokor, dan bentuknya dapat ireguler.2 Iridodialisis yang terjadi ditandai dengan keluhan penglihatan ganda dengan satu matanya akibat robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah menjadi lonjong.2 1.8 Diagnosis Diagnosis pada hifema meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada hifema meliputi adanya riwayat trauma serta kapan terjadinya trauma. Perlu ditanyakan adanya penyakit lain yang menyertai seperti kelainan darah, penyakit hati dan diabetes, serta riwayat pemakaian obat-obatan tertentu seperti aspirin. Pada pemeriksaan mata didapatkan tajam penglihatan yang menurun dengan menggunakan snellen chart akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris, dan retina. Lapang pandang dapat mengalami penurunan yang mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler atau glaukoma. Selain itu, juga dilihat bentuk kornea dan pupil serta adanya perdarahan dengan menggunakan sinar pen light atau senter. Pengukuran tonografi dilakukan untuk melihat tekanan intra okuler (TIO). Pemeriksaan menggunakan slit lamp digunakan untuk menilai jumlah akumulasi darah, memastikan tidak ada darah yang mengeras (clot), dan penyerapan darah tetap lancar. Pemeriksaan funduskopi dilakukan untuk melihat apakah terdapat edema pada retina. Pemeriksaan laboratorium yang diperiksa berupa pemeriksaan darah lengkap, laju sedimentasi, dan LED untuk melihat apakah terdapat anemia atau
infeksi. Selain itu, juga diperiksa gula darah pasien apakah menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan laboratorium pada seluruh orang kulit hitam dan keturunan hispanik dengan hifema harus diketahui keadaan sel darah merahnya apakah berbetuk sabit. Pemeriksaan radiologi tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat menilai adanya tulang orbita yang patah atau retak. Pemeriksaan ultrasonografi mata dapat dilakukan sebagai pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan segmen posterior.5,12 Berdasarkan penlitian, pemeriksaan ultrasonografi mata dapat mendeteksi sebanyak 91% adanya perdarahan pada vitreous dan retinal detachment pada penderita traumatik hifema.6 Pemeriksaan Penunjang seperti USG diperlukan untuk mengevaluasi adanya perluasan kerusakan di segmen posterior, karena 5% cedera mata dengan hifema disertai kerusakan struktur segmen posterior. Pemeriksaan Laboratorium pada ras tertentu seperti kulit hitam dan Hispanik, perlu dilakukan pemeriksaan ke arah kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah, elektroforesis hemoglobin, fungsi pembekuan darah, fungsi ginjal dan hati (menunda tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak). Pemeriksaan radiologik tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi pada kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita. 1.9 Diagnosis Banding Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus-kasus: -
Rubeosis Iridis
-
Neoplasma maligna
-
Xanthogranuloma juvenil
-
Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)
Sebagai tambahan, pada perdarahan spontan, kecurigaan kearah abnormalitas faktor pembekuan darah dan trauma terbuka tersembunyi harus dipikirkan.6 1.10 Penatalaksanaan Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan
demikian
maka
sebaiknya
penderita
dirujuk.
Walaupun
perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnyaadalah : 1) Menghentikan perdarahan. 2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder. 3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata denganmempercepat absorbsi. 4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yanglain. 5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi 1. Tirah baring (bed rest total) Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45º (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 3. Pemakaian obat-obatan Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti : Koagulansia Golongan
obat
koagulansia
ini
dapat
diberikan
secara
oral
maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obatini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intraokular. Midriatika Midriatika diberikan untuk mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Ocular Hypotensive Drug Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,
manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea. Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa. Kortikosteroid dan Antibiotika Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Perawatan Operasi Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 5hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau biladitemukan tanda-tanda imbibisi kornea. Tindakan
operatif
dilakukan
untuk
mencegah
terjadinya
sinekia
anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut : 1. Empat hari setelah onset hifema total 2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu) 3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 haridengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining). 5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior synechiae) 6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam. Tindakan operasi yang dikerjakan adalah : 1.
Parasentesis
merupakan
tindakan
pembedahan
dengan
mengeluarkancairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka makakoagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya
maka
bilik
mata
depan
dibilas
dengan
garam
fisiologis.Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darahmasih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9. 2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik. 3.Dengan
cara
seperti
melakukan
ekstraksi
katarak
dengan
membukakorneoscleranya sebesar 120º 1.11 Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema.
1. Perdarahan sekunder Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma. 2. Glaukoma sekunder Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya
trabecular
meshwork
oleh
butirbutir/gumpalan
darah.
Insidensinya20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik matasehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. 3. Hemosiderosis kornea Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema. Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih. Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup. 5. Atrofi optik Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. 6. Uveitis Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dankenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intraokular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi. 1.12 Prognosis Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan
defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.12
BAB II LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama
: Syafrel
Umur
: 32 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: TNI
Alamat
: Komp. Angkasa Pura TNI AU Lanud Tabing
Tanggal Pemeriksaan : 18 April 2016 Anamnesis Penglihatan mata kanan kabur dan kelopak mata kanan luka sejak ±2 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelumnya mata kanan pasien terkena lentingan kerikil saat memotong rumput.
Mata merah ada
Nyeri tidak ada
Sekret tidak ada
Gatal tidak ada
Riwayat pemakaian contact lens tidak ada
Riwayat trauma ada
Riwayat Penyakit Dahulu
: tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: sakit ringan
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: tidak dilakukan
Nadi
: 80x/menit
Pernapasan
: 24x/menit
Suhu
: tidak dilakukan
Status Oftalmologikus Status Oftalmologikus
OD
OS
Visus Tanpa Koresksi
1/300
5/5
Visus Dengan Koreksi
-
-
Refleks Fundus
(+) menurun
(+)
Silia/Supersilia
Madarosis (-), trikiasis (-
Madarosis (-), trikiasis
)
(-)
Palpebra Superior
Tampak robekan pada palpebra superior 2mm dari kamus medial,
Edema (-)
memanjang vertikal ±10mm Palpebra Inferior
Edema (-)
Edema (-)
Margo Palpebra
Ekstropion (-), entropion
Ekstropion (-),
(-)
entropion (-)
Appartus lakrimalis
N
N
Konjungtiva tarsalis
Folikel (-), papil (-),
Folikel (-), papil (-),
hiperemis (+)
hiperemis (-)
Konjungtiva Forniks
Hiperemis (+)
Hiperemis (-)
Konjungtiva bulbi
Laserasi di inferior
Injeksi silir (-), injeksi
±2mm dari limbus,
konjungtiva (-)
ukuran ±3mm Sklera
Putih
Putih
Kornea
Laserasi (+) di inferior
Bening
ukuran 5 mm Kamera Okuli Anterior
Hifema (+) ±3-4mm,
Cukup dalam
koagulum (+), melayang (+) Iris
Coklat
Cokelat
Pupil
Membayang, bulat
Bulat, rf (+/+)
Lensa
Sulit dinilai
Bening
KorpusVitreum
Tidak bisa dinilai
Jernih
Tekanan Intraokular
N(P)
N(P)
FUNDUS
Tidak Bisa dinilai
Media Bening Papil bulat, batas tegas, C/D 0,3-0,4 Aa:vv=2:3 Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Makula refleks Fovea (+)
Posisi Bola Mata
Ortho
Ortho
Gerakan Bulbus okuli
Bebas
Bebas
Diagnosis Kerja Hifema traumatik grade II OD Laserasi palpebra superior OD Erosi Kornea OD
Pemeriksaan Penunjang Anjuran tes fluorescein Anjuran pemeriksaan tonometri Terapi Hecting Palpebra Superior OD Bedrest , elevasi kepala 30-45 derajat Cyprofloxacin 2x 500mg IFX ed 6x1 OD SA ed 3x1 OD Metylprednisolon 1x32mg Kloramfenikol Edukasi Tidak beraktivitas berat Prognosis OD
OS
Ad vitam
Bonam
Bonam
Ad fungsional
Bonam
Bonam
Ad sanam
Bonam
Bonam
Follow up 20-4-16 OD: visus 1/60; palpebra edem (+), hecting (+); KOA hifema 2 mm, flare (+), TIO normal
Follow up 21-4-16 OD: visus 1/60; palpebra edem (+), hecting (+); KOA koagulum (+), flare (+), TIO normal Follow up 22-4-16 OD: visus 1/60; palpebra edem (+), hecting (+); KOA koagulum (+), flare (+), TIO normal
Follow up 23-4-16 OD: visus 1,5/60; palpebra edem (+), hecting (+); KOA koagulum (+), flare (-), TIO normal Follow up 24-4-16 OD: visus 1/2/60; palpebra edem (+), hecting (+); KOA koagulum (+), TIO 43,4mmhg. Pemberian timolol maleat 0,5% 2x1, Aspar 2x1, glaucon 4x1.
Follow up 25-4-16 OD: visus 1/2/60; palpebra edema(+); KOA koagulum (+), TIO 14,6mmhg Follow up 26-4-16 OD: visus 4/60; palpebra edema(-); KOA koagulum (+), TIO 8,5mmhg
DISKUSI Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 32 tahun datang ke Poli Mata RSUP M. Djamil Padang dengan diagnosis hifema traumatik grade II. Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur dan kelopak mata kanan luka sejak ±2 jam sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan 1/300, mata kiri 5/5, pada mata kanan tampak darah di kamera okuli anterior. Pasien datang dengan gambaran darah di kamera okuli anterior. Ada tiga penyebab utama hifema: trauma bola mata, bedah intraokular, atau perdarahan spontan pada segmen anterior yang dikaitkan dengan kelainan okular lain atau penyakit sistemik seperti neovaskularisasi iris, penutupan sudut KOA, tumor intra okular, atau kelainan pembekuan darah. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa sebelum ke rumah sakit mata pasien terkena lentingan kerikil saat memotong rumput. Hifema traumatik terjadi karena pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar yang disebabkan oleh trauma dari lentingan kerikil sehingga terjadi perdarahan pada bilik depan mata. Hifema pada pasien ini merupakan hifema primer karena onsetnya langsung terjadi setelah trauma, makrohifema karena bisa dilihat dengan mata telanjang, dan dilihat dari gradenya maka Grande hifema pasien ini adalah grade 2 karena darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan. Pada hari pertama rawatan pasien ditatalaksana dengan bedrest agar perdarahan tidak bertambah dan tidak mengganggu reabsorpsi darah di bilik depan mata. Kemudian diberikan cyprofloxacin untuk mencegah infeksi pada bagian dalam mata. SA sebagai midriatikum untuk menenangkan perdarahan di bilik depan mata. Metilprednisolon untuk menekan inflamasi pada mata dan kloramfenikol sebagai antibiotik topikal untuk mencegah infeksi pada bagian luar mata. Pada hari rawatan ke-7 (24-4-16), pasien mengalami komplikasi dari hifema yaitu glaukoma. Pasien mengeluhkan tanda-tanda khas glaukoma dan ketika dilakukan pemeriksaan tonometri menunjukkan TIO 43,4mmhg. Pengobatan
glaukoma pun dilakukan dengan pemberian timolol maleat 0,5% 2x1 OD, Glaucon 4x1, dan Aspar 2x1. Pada hari rawatan ke-8 (25-5-16), keluhan pasien sudah berkurang hingga menghilang dan pada pengukuran ulang tonometri TIO sekitar 14,6 mmhg.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
2.
Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3.
Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3. FKUI: Jakarta. 2005
4.
Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Available at URL: www.uod.ac
5.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16th ed.USA:McGraw-Hill
6.
Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.
7.
Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular TraumatologyUSA:Springer.2008.
8.
Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi Journal og Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006
9.
Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com
10. Sumarsono,
Contusio
Oculi.
Available
at:http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html 11. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course Section 08. External Disease and Cornea. 2011-2012 12. Lusby
FW.
Hyphema.
[cited
March
8,
2013].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002016/.
Available
at: