Heru Dwi Riyanto "sengon Karbon Cdm.doc"

  • Uploaded by: heru dwi riyanto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Heru Dwi Riyanto "sengon Karbon Cdm.doc" as PDF for free.

More details

  • Words: 2,452
  • Pages: 10
Hutan Rakyat Sengon (Periserianthes falcataria) Dalam Mekanisme Pembangunan Bersih (Community Forest Sengon For Clean Development Mechanism) Oleh/By : Heru Dwi .R

Abstrak Salah satu faktor yang dapat menurunkan akumulasi CO2 di atmosfer adalah penyerapan oleh vegetasi. Hutan yang mempunyai komposisi vegetasi yang beragam dapat bertindak sebagai pembersih udara dengan memanfaatkan CO2 di udara dan digunakan dalam proses fotosintesis. Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena Indonesia mempunyai kawasan hutan tropis yang luas. Potensi tersebut bahkan dapat lebih ditingkatkan dengan upaya penanaman jenis pada hutan yang rusak dan tersebar luas. Bila lahan terdegradasi tersebut dapat direhabilitasi dengan metode konservasi yang tepat bukan tidak mungkin lahan tersebut dapat digunakan sebagai media pengurangan emisi dengan membangun carbon sink yang baru, yaitu melalui aktivitas pembuatan hutan tanaman dengan metode pengelolaan yang tepat. Mekanisme Pembangunan Bersih atau “ Clean Development Mechanism “ adalah suatu mekanisme yang memperbolehkan negara-negara maju berinvestasi dalam proyekproyek penurunan emisi di negara-negara berkembang untuk mendapatkan sertifikat penurunan emisi (CER) yang dapat dipergunakan untuk memenuhi komitmen penurunan emisi dan membantu negara-negara berkembang yang menjadi tuan rumah bagi proyek-proyek CDM mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Partisipasi dalam CDM bersifat sukarela, proyekproyek hendaknya menghasilkan manfaat karbon yang nyata dan berarti, dan memberikan manfaat bagi pembangunan yang berkelanjutan. Hutan rakyat memberikan tawaran yang cukup menjanjikan untuk mitigasi akumulasi GRK di atmosfir. Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara diserap pohon untuk fotosintesis, dan ditimbun sebagai C-organik dalam tubuh tanaman (biomassa). Jumlah C yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfir yang diserap oleh tanaman (Csequestration). Hasil estimasi diameter, berat kering dan kandungan karbon menggunakan persamaan -persamaan (Estimation on diameter, total dry weight and carbon content of the equations)Y=4,6338e0,1913x , Y=0.3518 X 0,9497 , Y= 0.1129 X 1.0802

Kata Kunci : Hutan Rakyat, CDM, Kandungan Karbon

PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara yang kegiatan ekonomi masyarakatnya bersandar pada sumberdaya alam sangatlah rentan terhadap perubahan iklim. Sektor pertanian dan kehutanan merupakan contoh sektor yang kritis terkena dampak. Dampak perubahan iklim telah diraskan bersama yaitu kegagalan tanam dan panen akibat pengaruh ketidak

tepatan musim, kekeringan dan banjir. Sebenarnya perubahan iklim secara global lebih banyak disebabkan oleh kegiatan manusia disamping kejadian alam (Kurniatun, 2007b dalam Atmojo, 2008). Meningkatnya baik secara kualitas maupun kuantitas kegiatan manusia tersebut disebabkan antara lain, peningkatan kebutuhan hidup, pertumbuhan penduduk dan tuntutan kualitas serta kuantitas pangan, papan dan energi telah menyebabkan manusia memanfaatkan sumber daya alam melebihi kapasitasnya. Peningkatan kebutuhan hidup tersebut tercermin dari perubahan antara lain meliputi peningkatan penggunaan energi dari bahan bakar fosil maupun perubahan penggunaan lahan. Kedua hal ini dapat menyebabkan peningkatan panas global yang selanjutnya menyebabkan perubahan iklim global. Pemanasan global adalah gejala naiknya suhu udara permukaan bumi karena makin bertambahnya intensitas efek rumah kaca. Efek rumah kaca terjadi akibat pantulan gelombang sinar infra merah dari bumi yang tidak dapat terlepas ke angkasa luar dan terserap oleh molekul gas yang disebut gas rumah kaca (GRK). Menurut Murdiarso (1999) gas rumah kaca penting yang menyebabkan pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Di antara ketiga gas tersebut kontribusi terbesar terhadap pemanasan global adalah CO2, yaitu 55%. Untuk itu pengurangan CO2 di atmosfer sangat penting dilakukan, sebab kenaikan suhu bumi akan berakibat pada perubahan pola hujan yang selanjutnya menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan maupun kenaikan permukaan laut sebagai akibat mencairnya es di daerah kutub. Salah satu faktor yang dapat menurunkan akumulasi CO2 di atmosfer adalah penyerapan oleh vegetasi. Hutan yang mempunyai komposisi vegetasi yang beragam dapat bertindak sebagai pembersih udara dengan memanfaatkan CO2 di udara dan digunakan dalam proses fotosintesis (Foley, 1993). Hutan di Indonesia cukup luas, maka Indonesia diharapkan mampu berperan sebagai paru-paru bumi. Namun demikian perlu diingat, bahwa walaupun hutan di Indonesia cukup luas, namun laju deforestasi dari tahun ke tahun juga meningkat. Menurut SEI (1992) dalam Handoko, et al., (1996) bahwa saat ini deforestasi yang terjadi pada hutan tropis sekitar 1,1 juta ha tiap tahun.

Indonesia sangat berpotensi menjadi negara penyerap emisi karbon karena Indonesia mempunyai kawasan hutan tropis yang luas. Potensi tersebut bahkan dapat lebih ditingkatkan dengan upaya penanaman jenis pada hutan yang rusak dan tersebar luas. Bila lahan terdegradasi tersebut dapat direhabilitasi dengan metode konservasi yang tepat bukan tidak mungkin lahan tersebut dapat digunakan sebagai media pengurangan emisi dengan membangun carbon sink yang baru, yaitu melalui aktivitas pembuatan hutan tanaman dengan metode pengelolaan yang tepat.

MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM) Konvensi Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) adalah suatu kesepakatan internasional untuk mencegah terjadinya peningkatan emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia (gas antropogenik) sehingga konsentrasinya di atmosfer berada pada tingkat yang tidak membahayakan bagi sistem iklim global. Kesepakatan ini ditandatangani pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan di Rio DeJaneiro pada tahun 1992. UNFCCC meminta negara-negara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization of Economic Cooporation and Development, atau OECD), negara-negara bekas Uni Soviet dan Perekonomian dalam Transisi, untuk menstabilkan emisi gas antropogenik pada level tahun 1990 di tahun 2000.

Pada tahun 1997, Protokol Kyoto dinegosiasikan, aspek paling penting dari protokol itu ialah komitmen yang mengikat secara hukum bagi 39 negara industri untuk menurunkan emisi mereka rata-rata sekitar 5,2% di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012. Saat ini 101 negara yang mewakili 43,9% emisi telah meratifikasi Protokol Kyoto. Mekanisme Pembangunan Bersih atau “ Clean Development Mechanism “ adalah suatu mekanisme yang memperbolehkan negara-negara maju berinvestasi dalam proyek-proyek penurunan emisi di negara-negara berkembang untuk mendapatkan sertifikat penurunan emisi (CER) yang dapat dipergunakan untuk memenuhi komitmen penurunan emisi dan membantu negara-negara berkembang yang menjadi tuan rumah bagi proyek-proyek CDM mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Partisipasi dalam CDM bersifat sukarela, proyek-proyek hendaknya menghasilkan manfaat karbon yang nyata dan berarti, dan memberikan manfaat bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam konferensi tersebut disepakati beberapa definisi, yaitu: 1). Hutan : Hutan adalah lahan dengan luas minimum 0,05-1 ha dengan penutupan tajuk minimal 10%-30% dan berpotensi untuk mencapai tinggi 2-5 meter. Formasinya bisa tertutup atau terbuka. Ini termasuk pohon yang masih muda yang diharapkan akan memenuhi definisi hutan di kemudian hari. 2). Aforestasi : Aforestasi ialah upaya manusia secara langsung untuk mengkonversi lahan bukan merupakan hutan sejak 50 tahun yang lalu menjadi hutan. 3). Reforestasi : Reforestasi ialah upaya manusia secara langsung untuk mengubah lahan yang kondisi bukan hutan menjadi hutan. Untuk periode komitmen pertama, lahan yang layak untuk reforestasi ialah lahan yang kondisinya sudah bukan hutan sejak tanggal 31 Desember 1989. (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan National Strategi Study, 2003).

HUTAN RAKYAT DAN KONSTRIBUSINYA DALAM MITIGASI “GRK” Hutan Rakyat dengan berbagai model yang ada mencakup berbagai sistem penggunaan lahan (SPL) yang tingkat kekompleksannya berada diantara “ hutan alam” dan “ lahan pertanian terbuka “. Dampak hutan rakyat terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) ditentukan oleh besarnya biomassa pohon, ketebalan serasah yang menutup permukaan tanah, tingkat kepadatan tanah yang mempengaruhi pertukaran gas di udara dengan tingkat aerasi dalam tanah, dan neraca N dalam sistem (Kandji, et al., 2006; Verchot et al., 2004 dalam Noordwijk., 2008) Bila hutan rakyat menggantikan hutan alam maka efeknya terhadap emisi GRK negatif, tetapi pengaruhnya masih positif bila dibandingkan dengan lahan pertanian yang “ lebih terbuka” atau padang penggembalaan. Bila hutan rakyat dimulai/ditanam pada lahan-lahan terdegradasi/kritis, maka akan diikuti oleh peningkatan serapan netto CO2 . Dengan demikian pandangan akan terjadi peningkatan atau penurunan emisi GRK tergantung awal hutan rakyat dimulai. Hutan rakyat memberikan tawaran yang cukup menjanjikan untuk mitigasi akumulasi GRK di atmosfir. Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara diserap pohon untuk fotosintesis, dan ditimbun sebagai C-organik dalam tubuh tanaman (biomassa). Jumlah C yang tersimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfir yang diserap oleh tanaman (Csequestration).

Beberapa hasil pengukuran C tersimpan pada berbagai sistem penggunaan lahan (SPL) oleh tim peneliti Alternatives to Slash and Burn (ASB phase 1 dan 2) di jambi (Tomich et al., 1998 dalam Hairiah et al., 2008) ● Hutan alami menyimpan C tertinggi sekitar 497 ton ha -1 dibandingkan sistem penggunaan lahan (SPL) lainnya. Lahan ubikayu monokultur menyimpan C terendah (sekitar 49 ton ha-1). ●

Gangguan hutan alami menyebabkan hutan kehilangan C sekitar 250 ton ha-1 ,

dimana kehilangan terbesar terjadi karena hilangnya pohon, sedang C yang tersimpan dalam tanah relatif kecil ● Bila hutan sekunder terus dikonversi ke sistem ubikayu monokultur, maka kehilangan C di atas permukaan tanah bertambah menjadi 300-350 ton C ha-1 . ● Tingkat kehilangan C dapat diperkecil bila hutan dikonversi menjadi sistem agroforestry berbasis karet. Karbon tersimpan di bagian atas tanah sekitar 290 ton ha-1, dan bila dikonversi menjadi HTI sengon maka C yang tersimpan sekitar 370 ton ha-1. ● Penyimpanan C rata-rata per siklus tanam bervariasi tergantung umur tanaman. Semakin banyak dan semakin lama C tersimpan dalam biomassa pohon semakin baik. ● Lahan hutan yang terganggu, lahan agroforestry multistrata (bermacam jenis pohon) dan agroforestry sederhana (tumpangsari pohon dan tanaman pangan) menimbun C dalam biomassa rata-ratasekitar 2,5 ton ha-1 th-1. Sedang penimbunan C dalam lahan pertanian semusim ubikayu- rumput-rumputan dapat diabaikan, karena kebanyakan C hilang oleh adanya pembakaran ● Besarnya penyimpanan C dalam suatu lahan dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanahnya. Penyisipan pohon leguminose dalam sistem agroforestry, akan memperbaiki kesuburan tanah sehingga pertumbuhan pohon di atasnya menjadi lebih baik dan meningkatkan jumlah C tersimpan dalam biomassa. Jadi, konstribusi hutan rakyat terhadap upaya mitigasi GRK di udara cukup besar melalui banyaknya C tersimpan. Hal terpenting adalah hutan rakyat dapat memperkecil ancaman terjadinya alih-guna lahan di masa yang akan datang, karena dengan pengelolaan yang benar dan pemilihan jenis pohon serta kebijakan pasar yang tepat, hutan rakyat dapat

melindungi pendapatan petani. Hutan rakyat tersebut selaras

dengan tujuan

aforestasi/reforestasi (A/R) pada mekanisme pembangunan bersih (CDM) atau konsep mitigasi GRK lainnya yang masih akan dirundingkan dipertemuan international lain seperti ADSB (Avoided Deforestation with Sustanable Benefits) dan REDD.

KANDUNGAN KARBON DALAM HUTAN RAKYAT SENGON Dari penelitian yang dilakukan oleh para peneliti Balai Penelitian Kehutanan Solo dengan menggunakan metode destruktif diperoleh hasil sebagai berikut : A. Hasil Pengukuran Dari pengukuran di lapangan pada beberapa umur tegakan sengon, dan analisa laboratorium contoh biomassa diperoleh hasil seperti pada Tabel 1. Tabel (Table)1. Hasil pengukuran tegakan dan analisa biomassa sengon (Paraserianthes falcataria) pada berbagai umur tegakan (Result of stand measurement, and biomass analysis on several stand ages of sengon (Paraserianthes falcataria) No.

Umur (Tahun) Age (Year)

Diameter Rata-rata

Berat Kering Total/Pohon

(Diameter)

(Total Dry Weight/Tree)

(cm)

% Karbon

Kandungan

(% Carbon)

Karbon (Kg/phn)

(Kg) 1.

2

6

16,38

56,96

9,33

2.

3

9

17,14

62,05

10,64

3.

4

10

19,76

58,81

11,62

4.

5

13

37,84

64,83

24,53

5

6

15

76,58

64,95

49,73

6

8

20

120,28

65,65

78,93

Keterangan (Remark) :

% Karbon = Jumlah karbon dalam biomassa dalam persen (% Carbon = percentage of carbon content in biomass)

B. Estimasi, Kandungan Karbon dan Pengurangan Emisi CO2 Udara Untuk memperoleh estimasi kandungan karbon dalam tegakan sengon, dilakukan dengan : 1. Membuat suatu persamaan (equation) hubungan antara dbh dengan total berat kering total (BKT) sebagai berikut,

BKT = a (dbh2 ) b Dimana : a dan b adalah koefisien Dari persamaan di atas diperoleh suatu persamaan riil sebagai berikut :

BKT = 0.3518 X 0,9497 2

Dimana X adalah dbh Dengan Nilai

,

R2 = 0,8917

2. Membuat suatu persamaan (equation) hubungan (antara dbh dengan total karbon sebagai berikut,

C = a (dbh2 ) b Dimana : a dan b adalah koefisien Dari persamaan di atas diperoleh suatu persamaan riil sebagai berikut :

C = 0.1129 X 1.0802 2

Dimana X adalah dbh , Dengan Nilai

R2 = 0,9309

Dari kedua persamaan (equation) di atas terlihat bahwa keduanya memiliki koefisien determinasi yang cukup tinggi sampai tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa persamaan tersebut dapat digunakan untuk menduga/mengestimasi peubah bebas yang diinginkan dengan cukup akurat. Hasil estimasi persamaan hubungan antara dimeter (dbh) dengan

total berat kering biomasa, dan persamaan hubungan antara diameter (dbh) dengan kandungan karbon disajikan dalam Tabel 2. Tabel (Table) 2. Hasil estimasi diameter, berat kering dan kandungan karbon menggunakan persaamaan-persamaan (Estimation on diameter, total dry weight and carbon content of the equations)Y=4,6338e0,1913x

Y=0.3518 X 0,9497

Y= 0.1129 X 1.0802

Diameter

Umur No

,

Rata-rata

(Ages) (Tahun/Year)

,

(Diameter Average) (Cm)

Kandungan Berat Kering Total

Karbon

(Total Dry Weight)

(Carbon

(Kg)

Content)

1

1

6

10,58

(Kg) 5,42

2

2

7

14,17

7,56

3

3

8

18,27

10,09

4

4

10

27,91

16,33

5

5

12

39,45

24,22

6

6

15

45,93

39,22

7

7

18

85,22

58,15

8

8

21

114,21

81,14

B. Kuantifikasi Pengurangan CO2 Udara Dari hasil estimasi pada Tabel 1 dan dengan menggunakan rumus persamaan-2 akan diperoleh pengurangan emisi CO2 udara seperti pada Tabel 3.

Tabel (Table) 4.

Estimasi pengurangan emisi CO2 udara oleh tegakan sengon pada berbagai kelas umur ( Emission reduce of air CO2 by sengon stand on several age classes)

Umur (Age)

1 2 3 4 5 6 7 8

Jumlah pohon/Ha (Number of trees /Ha)

1250 1250 1250 1250 1250 1250 1250 1250

Kandungan Karbon (Carbon Contain) (Ton/Ha) 6,775 9,450 12,612,5 20,412,5 30,275 49,025 72,687,5 101,425

Pengurangan CO2 udara (Air CO2 Reduce) (Ton/Ha)

24,841,67 34,650 46,245,83 74,845,83 111,008,3 179,758,3 266,520,8 371,891,7

Pada Tabel 3 terlihat bahwa semakin tua umur tegakan sengon telah menyebabkan peningkatan pengurangan emisi gas karbon yaitu dari umur muda (1 tahun) sebesar 24,841 ton per hektar meningkat menjadi 371,891 ton per hektar pada umur 8 tahun. PENUTUP Mekanisme Pembangunan Bersih adalah upaya bangsa-bangsa dunia dalam menyikapi permasalahan lingkungan di bumi yang berkaitan dengan perusakan lingkungan terutama deforestasi hutan hujan tropis dan perkembangan industri yang pesat dengan peningkatan emisi karbonnya. Masih banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan masalah CDM Kehutanan hendaknya tetap disikapi secara optimisme dan bertekat mendukung gagasan proses “learning by doing” yaitu melalui pelaksanaan proyek CDM kehutanan yang nyata di lapangan. Kegiatan ini sedikit banyak akan menjadi cara efektif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan realitis tentang permasalahan yang terkait, sehingga akan berguna dalam memberikan masukan berharga bagi proses negoisasi internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, S.W. 2008 Peran Agroforestry Dalam Antisipasi Dampak Pemanasan Global di DAS. The Indonesian Network for Agroforestry Education (INAFE), Fakultas Pertanian Sebelas Maret, World Agroforestry Centre. Surakarta. Foley, G. 1993. Pemanasan Global. Yayasan Obor, Jakarta. Hairiah, K., Widianto., Didik, S. 2008. Adaptasi dan Mitigasi Pemansan Global. Bunga Rampai Pendidikan Agroforestry Sebagai Strategi Menghadapi Perubahan Iklim Global. The Indonesian Network for Agroforestry Education (INAFE), Fakultas Pertanian Sebelas Maret, World Agroforestry Centre. Surakarta. Handoko, A. Sugandhy dan Gunardi. 1996. Inventory of Greenhouse Gases Emissions and Sinks in Indonesia. The State Ministry of Environment Republic Of Indonesia. Kemeterian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan National Stategy Study, 2003. Kajian Strategu Nasioanal Mengenai Mekanisme Pembangunan Bersih di Sektor Kehutanan. Noordwijk, M. 2008 Agroforestry sebagai solusi mitigasi dan adaptasi pemanasan global: Pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan fleksibel terhadap berbagai perubahan. Bunga Rampai Pendidikan Agroforestry Sebagai Strategi Menghadapi Perubahan Iklim Global. The Indonesian Network for Agroforestry Education (INAFE), Fakultas Pertanian Sebelas Maret, World Agroforestry Centre. Surakarta.

Related Documents


More Documents from "heru dwi riyanto"