Harga Pokok Produk Sampingan.docx

  • Uploaded by: Fitriani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Harga Pokok Produk Sampingan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,953
  • Pages: 18
HARGA POKOK PRODUK SAMPINGAN PRODUK SAMPINGAN Produk sampingan umumnya didefinisikan sebagai produk dengan total nilai yang relatif kecil dan dihasilkan secara simultan atau bersamaan dengan suatu produk yang total nilainya lebih besar (produk utama). Contoh residu dan produk sampingan dalam industri perminyakan. Karakteristik Produk Sampingan 1. 2. 3. 4. 5.

Dihasilkan bersama dengan produk utama dalam suatu proses atau serangkaian proses tanpa dimaksudkan untuk membuat produk ini. Nilai penjualan adalah relatif lebih kecil atau tidak berarti, bila dibandingkan dengan produk-produk utama. Dihasilkan dalam jumlah unit atau kuantitas yang lebih sedikit. Kadang-kadang memerlukan pengolahan lebih lanjut dan pembungkusan. Produk ini tidak dapat dihasilkan tanpa memproduksi produk-produk utama.

Metoda Menghitung Biaya Produk Sampingan Biaya produk sampingan dan produk gabungan sebenarnya sulit dihitung karena biaya sesungguhnya tidak dapat dibagi. Maka metoda alokasi yang digunakan untuk menentukan biaya per unit bersifat sedikit arbitrer.

Ada dua kategori metoda menghitung biaya produk sampingan: 1. Biaya produksi gabungan tidak dialokasikan ke produk sampingan. Ada dua metoda: o Pengakuan Pendapatan Kotor. Pendapatan dari penjualan produk sampingan dikreditkan ke pendapatan atau ke biaya produk utama (metoda 1). Pendapatan kotor dari penjualan produk sampingan ditampilkan dalam laporan laba rugi sebagai salah satu kategori berikut: 1. Pendapatan lain-lain 2. Tambahan pendapatan penjualan 3. Pengurang harga pokok penjualan dari produk utama 4. Pengurang biaya produksi produk utama

o Pengakuan Pendapatan Bersih. Biaya produk sampingan setelah titik pisah batas di-offset dengan pendapatan dari produk tersebut (metoda 2). Pendapatan bersih dari produk sampingan (pendapatan penjualan produk sampingan dikurangi biaya administratif dan pemasaran untuk memasarkan produk sampingan, lalu dikurangi biaya proses lanjutan setelah titik pisah batas) ditampilkan dalam laporan laba rugi sebagai salah satu kategori seperti metoda 1. 2. Sebagian biaya gabungan dialokasikan ke produk tersebut. Nilai persediaan didasarkan pada besarnya biaya gabungan yang dialokasikan ditambah biaya proses lanjutan setelah titik pisah batas. Ada dua metoda: o Metoda biaya penggantian (disebut metoda 3). Metode ini biasa digunakan oleh perusahaan –perusahaan yang produk smpingannya digunakan ol eh perusahaan itu sendiri. Adanya produk sampingan menghilangkan kebutuhan untuk membeli bahan baku yang serupa dari pemasok.Biaya produksi dari produk utama dikreditkan, dan didebitnya diposting ke department yang menggunakan produk sampingan tersebut.Jumlah yang diposting oleh ayat jurnal tersebut merupakan biaya pembelian atau biaya penggantiannya.

o Metoda nilai pasar (disebut metoda 4). Metode ini merupakan metode yang sangat populer karena dengan argmennya bahwa harga pasar dari produk merupakan manifestasi dari biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya.. jadi, jika harga suatu produk lebih mahal dari harga produk lain, maka biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tersebut lebih besar. namun menurut teori ekonomi, harga dalam ekonomi dengan pasar kompetitif ditentukan berdasarkan kelangkaan dari barang yang diminta oleh pelanggan, bukan berdasarkan harga relatif untuk memproduksi barang tersebut.

Argumen lain untuk menggunakan harga pasar guna mengahasilkan biaya gabungan adalah bahwa metode ini netral. Berarti, metode ini tidak mempengaruhi profitabilitas relatif dari produk gabungan.

Pilihan atas berbagai metode akuntansi cenderung untuk arbitrer saat proporsi produk gabungan yang menyusun bauran output tidak dapat brubah. Tetapi pilihan tersebut tidak akan arbitrer bila

proporsi dapat bervariasi daN terdapat hubungan antara total biaya gabungan dengan total nilai output. Hal tersebut merupakan dukungan rasional yang kuat bagi metode harga pasar atau harga jual kita, untuk input tertentu ke proses produksi gabungan, memenuhi dua kondisi berikut: (1) bauran fisik dari output dapat diubah dengan mengeluarkan lebih banyak (atau lebih sedikit) biaya gabungan relatif terhadap biaya produksi lainnya, dan (2) jika perubahan tersebut menghasilkan total nilai pasar yang lebih besar (atau lebih kecil). Produk gabungan yang dapat dijual pada titi pisah-batas (sales values for the products at the split-off point). Metode ini menggunakan total harga pasar dari setiap produk, yaitu jumlah unit yang diproduksi dikalikandengan harga jual per unit.

CONTOH SOAL PT”MANILA JATI” memproduksi tiga produk secara bersamaan. Biaya gabungan totalnya selama November adalah Rp. 40.000.000,Informasi produksi individual: Produk Cumi 15.000 13.000 Rp. 300 Rp. 750.000

Produk Teripang 10.000 9.800 Rp. 150 Rp.250.000

Produk Kerang 20.000 17.000 Rp. 250 Rp. 400.000

Unit produksi Unit dijual Harga jual per unit Biaya pemrosesan setelah titik pisahbatas Diminta: - Hitung laba kotor tiap produk dan totalnya, dengan metoda alokasi harga pasar! - Bagaimana saran anda jika seorang pembeli menawarkan untuk membeli semua produk Kerang pada titik pisah-batas seharga Rp. 100 per unit? Penyelesaian Laba kotor tiap produk dan totalnya dengan metode alokasi harga pasar Jawaban: Produk (1)

Harga pasar final per unit (2)

Tabel 1. Biaya pemrosesan lebih lanjut (setelah titik pisah batas) (3)

Cumi Teripang Kerang

300 150 250

750.000 250.000 400.000

Untuk memperoleh dasar alokasi, biaya pemrosesan lebih lanjut dikurangi dari harga pasar final untuk mendapatkan harga pasar hipotesis. Tabel 2. Produk

Harg a pasar final per unit

Unit produks i

Harga pasar final

Biaya pemrosesan setelah titik pisah batas

Harga pasar hipotesis

(1)

(2)

(3)

(4) = (2)x(3)

(5) = Tabel 3.

(6) = (4) – (5)

Cumi Teripang Kerang Total

300 150 200

15.000 10.000 20.000

4.500.000 1.500.000 4.000.000 10.000.000

750.000 250.000 400.000 1.400.000

Pembagian Total biaya Persentase biaya produksi total biaya produksi produksi gabungan

(7)

(8) = (5) + (7)

3.750.000 17.437.500 18.187.500 1.250.000 5.822.500 6.072.500 3.600.000 16.740.000 17.140.000 8.600.000 40.000.000 41.400.000

(9)= (8) / (4) 404% 404% 428% 1.236%

Ket: (kolom 7) Pembagian biaya produksi gabungan = (Rp. 40.000.000 / Rp. 8.600.000) x 100 % = 465 % Misal: A = 465 % x Rp. 3.750.000 = Rp. 17.437.500

Jika produk tertentu dapat dijual di titik pisah batas sementara yang lain tidak, maka harga pasar pada titik pisah batas digunakan untuk kelompok yang dapat dijual. Kelompok yang tidak dapat dijual menggunakan harga pasar hipotesis. Laporan laba kotor berikut menggunakan jumlah unit terjual yang sama dengan ilustrasi sebelumnya, tapi harga jual telah dinaikkan karena pemrosesan lebih lanjut. Tabel 3 Total

cumi

teripang

Kerang

Unit-penjualan Persediaan akhir

39.800 5.200

13.000 2.000

9.800 200

17.000 3.000

Penjualan (Rp)

2.170.000

3.900.000

1.960.000 2.550.000

Harga pokok penjualan(Rp) Biaya produksi gabungan

40.000.000 1.400.000

17.437.500 5.822.500 16.740.000 750.000 250.000 400.000

(Rp) Biaya pemrosesan lebih lanjut Total

41.400.000

18.187.500 6.072.500 17.140.000

Persediaan akhir (Rp)

5.117.450

2.425.000

Harga pokok penjualan (Rp)

36.282.550

15.762.500 5.951.050 14.569.000

Laba kotor (Rp)

34.112.550

11.862.500 3.991.050 12.019.000

Persentase laba kotor

157%

304%

121.450

204%

2.571.000

475%

Ket: Unit penjualan = unit yang terjual Persediaan akhir = unit produksi (Tabel 1) – unit terjual Penjualan (Rp) = unit yang terjual x hargapasar final per unit (Tabel 1) Biaya produksi gabungan (Rp) = (Tabel 2 (7)) Biaya pemrosesan lebih lanjut = (Tabel 1(3)) Persediaan akhir (Rp) = Total biaya produksi (Tabel 2 (8)) / unit produksi (Tabel 2 (3))) x unit persediaan akhir Harga pokok penjualan = total Harga pokok penjualan (Rp) – persediaan akhir (Rp) Laba kotor = penjualan (Rp) – harga pokok penjualan Persentase laba kotor = laba kotor (Rp) / penjualan (Rp) Laporan sering dibuat sedemikian rupa sehingga semua produk gabungan memiliki profitabilitas yang sama. Maka teknik nilai jual dimodifikasi menggunakan persentase laba kotor secara keseluruhan untuk menentukan laba kotor tiap produk.Dalam table berikut, laba kotor (157%) dikurangi dari nilai jual untuk menentukan total biaya. Total biaya kemudian dikurangi dengan biaya pemrosesan lebih lanjut tiap produk untuk menentukan alokasi biaya gabungan masing-masing produk gabungan.

Total

Tabel 4 cumi

teripang

Kerang

Harga jual final Dikurangi laba kotor 157%

10.000.000 15.700.000

4.500.000 7.065.000

1.500.000 2.355.000

4.000.000 6.280.000

Total biaya Biaya pemrosesan lebih lanjut

-5.700.000 1.400.000

-2.565.000 750.000

-855.000 250.000

-2.280.000 400.000

Biaya produksi gabungan

-7.100.000

-3.315.000

-1.105.000

-2.680.000

Jika harga jual, persentase laba kotor, atau biaya pemrosesan lebih lanjut merupakan estimasi dan bukannya jumlah aktual, maka saldo yang berjudul “Biaya Gabungan” berfungsi sebagai dasar mengalokasikan biaya gabungan aktual.

Produk Sampingan-Cost Accounting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan manufaktur. Kegiatan produsi bertujuan untuk menghasilkan suatu produk yang dibutuhkan oleh konsumen sehingga memberi kontribusi berupa pendapatan atas penjualan produk hasil produksi tersebut bagi perusahaan. Dalam kegiatan produksi akan terjadi tahap pengolahan dalam proses hingga bahan baku dapat didefinisikan secara spesifik kepada produk akhir atau disebut titik pisah (split of point). Penentuan harga pokok produk bersama dan produk sampingan tidak memerlukan metode penggolongan dan biaya secara spesifik. Proses produksi yang dilakukan secara bersama-sama akan menimbulkan biaya bersama serta produk bersama. Untuk menghitung harga pokok masing-masing produk yang dhasilkan diperlukan metode untuk memisahkan harga pokok masing-masing produk.

1.2 Pokok Permasalahan Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam paper ini yaitu sesuai dengam latar belakang diatas bahwa topik pembahasan adalah metode apa yang digunakan dalam menghitung masing-masing produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama. Secara khusus pokok permasalahan dalam paper ini adalah metode apa yang digunakan untuk menghitung harga pokok produksi produk sampingan dan bagaimana akuntansi ataupun perhitungan untuk produk sampingan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin didaptkan melalui penulisan paper ini adalah: a.

Mengetahui pengertian dari produk sampingan.

b. Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam penghitungan harga pokok produksi produk sampingan c.

Serta untuk mengetahui cara perhitungannya.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Produk Sampingan (By Product)

Produk Sampingan (By Product) Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk. Perbedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk bersama.

Contoh : Produk Sampingan 1. Penggilingan padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa dalam bentuk dedak. Beras merupakan produk utama sedangkan dedak produk sampingan 2. Pengilangan minyak bumi yang dapat menghasilkan sisa dalam bentuk aspal. Minyak bumi merupakan produk utama sedangkan aspal produk sampingan. 3. pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan. 4. Kerosin merupakan produk sampingan dalam pembuatan bensin. 5. Perca kain dalam produksi garmen. 6. Papan dan balok dalam produksi kayu.

2.2 Karakteristik Produk Sampingan. Asal mula produk sampingan:

1. Muncul dari pembersihan produk utama (bisa bernilai, atau bisa menjadi sampah). Contoh gas dan tar dalam produksi arang, serbuk gergaji di tempat penggergajian.

2. Muncul dari proses persiapan bahan baku sebelum digunakan dalam proses produksi produk utama. Contoh pemisahan biji kapas darikapas, pemisahan kulit dari biji coklat.

3. Dihasilkan bersama dengan produk utama dalam suatu proses atau serangkaian proses tanpa dimaksudkan untuk membuat produk ini. 4. Nilai penjualan adalah relatif lebih kecil atau tidak berarti, bila dibandingkan dengan produkproduk utama. 5. Dihasilkan dalam jumlah unit atau kuantitas yang lebih sedikit. 6. Kadang-kadang memerlukan pengolahan lebih lanjut dan pembungkusan. 7. Produk ini tidak dapat dihasilkan tanpa memproduksi produk-produk utama.

Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama. a. Produksi sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut. b. Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utama.

2.3 Akuntansi Untuk Produk Sampingan Dalam produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut. Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:

Metode yang hanya melakukan pencatatan terhadap hasil penjualan produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok / Non Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi hanya dibebankan ke produk utama, kemudian hasil penjualan produk sampingan dicatat langsung sebagai pendapatan / pengurang terhadap biaya-biaya produksi. Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk sampingan sebagai berikut : a)

Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.

b)

Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.

c) Hasil produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok penjualan. d) Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan mengurangi total biaya produksi. e) Nilai pasar produk sampingan dikurangkan ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method)

Metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk sampingan (Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan. Sedangkan harga pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli / nilai pengganti (Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok tersebut di kredit perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan demikian biaya produksi (bahan baku) untuk produk utama berkurang.

2.3.1 Metode Tanpa Harga Pokok Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam: 1. Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-off point) atau pengakuan atas pendapatan kotor. Dalam metode ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya tidak diperhitungkan, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya prduksi produk utama. Dalam rangka perhitungan biaya persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri dapat dibebankan ke produk sampingan. Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan produk sebelum dipisah. Metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini

dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut : a.

Pendapatan Penjualan Produk Sampingan Diperlakukan Sebagai Pendapatan Di Luar Usaha. Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi dengan penjualan returnya dicatat pada rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi Laba. Rekening Penjualan Produk Sampingan dicantumkan dalam laporan rugi laba kelompok penghasilan diluar usaha.

Metode ini tidak mencoba menentukan harga pokok produk sampingan. Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang: a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang tidak sebanding dengan manfaat yang di peroleh. c. Saat terpisahnya produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.

Keberatan penggunaan metode ini adalah: a. Apabila akhir periode akuntansi terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. b. Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode yang tepat. c. Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk sampingan tersebut. d. Meskipun nilai jual produk sampingan kecil, tetapi kalau pendapatan penjualannya dilaporkan sebagai penghasilan diluar usaha, maka hal ini akan mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha di perusahaan.

Contoh: Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:

Unit Produksi Produk Utama

16.200 unit

Unit Penjualan Produk Utama

13.500 unit

Unit Persediaan Awal Produk Utama

500 unit

Harga Jual per Unit

Rp750

Biaya produksi/unit produk utama

Rp500

Hasil Penjualan Produk Sampingan (2.000xRp300)

Rp600.000

Beban Pemasaran dan Administrasi Produk Utama

Rp2.925.000

PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000

Penjualan produk utama

Rp 10.125.000

Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal (500xRp 500)

Rp

Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)

Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual Persediaan akhir

250.000

Rp 8.350.000 (3.200 x Rp 500)

Rp 1.600.000 Rp 6.750.000-

Laba Kotor

Rp 3.375.000

Beban pemasaran dan administrasi

Rp 2.925.000-

Laba operasi

Rp

450.000

Pendapatan lain-lain : Pendapatan penjualan produk sampingan Laba sebelum pajak

Rp 600.000+ Rp 1.050.000

Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan menambah laba operasi secara langsung. b)

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.

Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari

pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama. Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut: PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000

Penjualan

Rp 10.125.000

Pendapatan penjualan produk sampingan

Rp 600.000+

Penjualan bersih

Rp 10.725.000

Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal (500xRp 500)

Rp

Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)

Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual Persediaan akhir (3.200 xRp 500)

250.000

Rp 8.350.000 Rp

1.600.000 Rp 6.750.000-

Laba Kotor

Rp 3.975.000

Beban pemasaran dan administrasi

Rp 2.925.000-

Laba operasi

Rp 1.050.000

Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.

c) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan. Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:

PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000

Penjualan

Rp 10.125.000

Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal (500xRp 500)

Rp

Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)

Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual

250.000

Rp 8.350.000

Persediaan akhir (3.200 x Rp 500)

Rp 1.600.000 -

Harga pokok penjualan

Rp 6.750.000

Pendapatan penjualan produk sampingan

Rp

600.000 Rp 6.150.000 -

Laba Kotor

Rp 3.975.000

Beban pemasaran dan administrasi

Rp 2.925.000 -

Laba operasi

Rp 1.050.000

Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).

d)

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi. Pada metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada total

biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi netto sebesar Rp7.500.000.

Pegurangan

ini

menyebabkan

biaya

per

unit

rata-rata

menjadi

Rp464,07

(7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00

PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000

Penjualan

Rp 10.125.000

Harga Pokok Penjualan : Persediaan awal (500x500)

Rp

Total biaya produksi (16.200 x 500)

Rp 8.100.000

Pendapatan penjualan Produk Sampingan

Rp

250.000

600.000Rp 7.500.000+

Tersedia dijual

Rp 7.750.000

Persediaan akhir (3.200 x 464,07)

Rp 1.485.024 Rp 6.264.976 -

e.

Laba Kotor

Rp 3.860.024

Beban pemasaran dan administrasi

Rp 2.925.000 -

Laba operasi

Rp

935.024

Metode Nilai Pasar atau Reversal Cost Method. Metode perlakuan produk sampingan ini pada dasarnya sama dengan metode terakhir yang telah dibicarakan diatas. Ada perbedaan sedikit diantara keduanya, yaitu kalau pada metode terakhir yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar ini yang di kurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan titik tolak dari nilai pasarnya. Contoh: PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000 Biaya bersama

Rp. 6.400.000

Taksiran pendapatan penjualan produk sampingan 5000 Kg x Rp 80

Rp 400.000

dikurangi dengan: Taksiran laba bruto 15% x Rp 400.000

Rp 60.000

Taksiran biaya pemasaran 5% x Rp 400.000

Rp 20.000

Biaya pengolahan produk sampingan saat terpisah Rp 70.000 + Rp 150.000 Taksiran biaya produk saat terpisah Taksiran biaya tambahan setelah produk sampingan

Rp 250.000

Terpisah dari produk utama

Rp 70.000 +

Harga pokok produk sampingan

Rp 320.000

Nilai produk sampingan yang harus dikurang dari Biaya bersama pada saat terpisah

Rp 250.000 -

Harga pokok produk utama

Rp 6.150.000

Harga pokok produk utama persatuan

Rp 153,75/ Kg

Rp 6.150.000 : 40.000 Kg Harga pokok produk sampingan per satuan Rp

2.

Rp

64/ Kg

320.000 : 5.000 Kg

Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau pengakuan atas pendapatan bersih. Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama. Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :

Penjualan/pendapatan produk sampingan

Rp xxxxxx

Biaya proses lanjutan produk sampingan

Rp xxxxxx

Biaya pemasaran dan biaya administrasi

Rp xxxxxx + Rp xxxxxx +

Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk Sampingan

Rp xxxxxx

Pendapatan bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan laporan laba-rugi. Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu: 1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.

2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama. 3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan. 4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

2.3.2 Metode Harga Pokok Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut.

a. Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Method) Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Harga pokok yang diperhitungkan dalam produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti yang berlaku dipasar. Jumlah ini kemudian dikreditkan pada rekening barang dalam proses – biaya bahan baku, sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok persatuan persediaan produk utama menjadi lebih rendah. Contoh: Diketahui data berikut ini: Jumlah biaya produksi untuk 18.000 Kg produk utama

Rp 27.000

Pendapatan penjualan produk utama 15.000 x Rp 3,00

Rp 45.000

Biaya pengganti produk sampingan yg digunakan dlm pengolahan produk utama Rp 1.800 Biaya pemasaran dan administrasi & umum

Rp 4.000

Persediaan akhir produk utama

3.000 Kg

Contoh : PT. ABC Laporan Laba Rugi Periode 31 Desember 2000

Pendapatan penjualan produk utama

Rp 45.000

Harga pokok penjualan: Biaya Produksi (18.000 Kg produk utama) Dikurangi: biaya pengganti produk sampingan

Rp 27.000 Rp 1.800 -

Rp 25.200 Dikurangi: Persediaan akhir 3.000 Kg x (Rp 25.200 : 18.000)

Rp 4.200 Rp 21.000 -

Laba bruto

Rp 24.000

Biaya pemasaran dan Administrasi & Umum

Rp 4.000 -

Laba bersih sebelum PPh

Rp 20.000

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Produk Sampingan (By Product) adalah produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Contoh produk sampingan adalah penggilingan padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa dalam bentuk dedak. Beras merupakan produk utama sedangkan dedak produk sampingan Akuntansi/perhitngan untuk produk sampingan yaitu dengan metode yang hanya melakukan pencatatan terhadap hasil penjualan produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok / Non Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi hanya dibebankan ke produk utama, kemudian hasil penjualan produk sampingan dicatat langsung sebagai pendapatan / pengurang terhadap biaya-biaya produksi. Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk sampingan sebagai berikut : a)

Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.

b)

Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.

c) Hasil produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok penjualan. d) Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan mengurangi total biaya produksi. e) Nilai pasar produk sampingan dikurangkan ke total biaya produksi (Metode Nilai Pasar / reversal Cost Method) Serta metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk sampingan (Metode Harga Pokok / Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan. Sedangkan harga pokok produk sampingan ditetapkan sebesar harga beli / nilai pengganti (Replacement Cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok tersebut di kredit perkiraan “ Barang Dalam Proses Bahan Baku ”. Dengan demikian biaya produksi (bahan baku) untuk produk utama berkurang.

Related Documents


More Documents from "Kabir Bedi"