Gila

  • Uploaded by: Markus
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gila as PDF for free.

More details

  • Words: 759
  • Pages: 3
GILA Sejauh mata memandang hanya satu yang dapat kulihat. Mata. Kenapa hanya benda bulat berwarna coklat itu yang terus melihatku. Kami saling memandang. Tak berkedip. Bisu. Hening. Hanya memandang. “Kenapa kau memandangku seperti itu?” “Seharusnya aku yang bertanya kenapa kau memandangku terus?” “Apa kau tuli? Tak kau jawab pertanyaanku. Kau malah balik bertanya!” “Kenapa tak kau jawab saja dengan otakmu yang dungu itu!” “Apa kau bilang! Dungu?” “Matamu yang buta!” “Dasar dungu! Sekali dungu tetap dungu!” Kembali diam. Hanya diam. Tak bergerak. Memandang. “Mata yang tak indah. Dan tak akan pernah indah!” “Kau iri tak mempunyai mata seindah aku?” “Kau benar-benar buta rupanya. Tak ada guna aku berada disini.” Laki-laki itu pergi meninggalkan wanita yang sedari tadi mengikutinya kemanapun ia pergi. “Kenapa kau mengikutiku terus?” “Aku berjalan sesuai kehendak kakiku.” “Sudah, ajak pergi kakimu itu dan jangan pernah mengikutiku lagi.” “Aku tiada pernah mengikutimu. Apa untungnya aku mengikutimu pergi. Hanya membuatku lelah! Apa lagi dengan orang dungu sepertimu.” “Apa?” “Kenapa? Akui sajalah kedunguanmu itu. Tak ada gunanya kau menipu. Hanya memperburuk keadaanmu.” “Ingat! Dan camkan baik-baik dikepalamu yang sekeras batu itu. Aku tidak dungu! Dan tidak akan pernah dungu! Kau ingat itu!” “Ha,ha,ha…” “Kenapa? Kenapa kau tertawa?” “Dasar dungu. Dengan bagaimanapun kau tidak akan bisa menghilangkan kedunguanmu itu. Kau itu dungu!” “Pergi!” “Baik. Aku akan pergi. Aku mengikutimu hanya ingin melihat bagaimana kau dapat mengerti dengan kedunguan dan ketololanmu itu. Selamat tinggal dungu. Sampai berjumpa kembali.” Ia pergi dan melambai-lambaikan kedua belah tangannya. Ia terus melangkah, terus dan menghilang dibalik jalan kecil yang ada dibalik taman. Aku tidak mengerti hari ini. Aku seperti seorang manusia dungu. Bukan, aku bukan dungu. Tidak ada seorang pun yang berhak mengatakanku dungu. Aku adalah Jhon. Seorang pemberi Ilmu. Seorang yang menegerti apa itu bisnis. Seorang yang memahami rencana ekonomi. Tidak! Aku bukanlah seorang yang dungu! Mengapa ia katakan aku dungu? Apakah aku dungu? Tidak! Laki-laki itu kemudian pergi dan menuju ke suatu tempat yang belum ia ketahui. “Tempat apa ini? Tiada pernah sebelumnya aku disini?” tanyanya kepada salah seorang yang sedang duduk diberanda rumah. “…” “Hei….tak kau dengarkah aku berbicara?” “…” “Hei…apa kau tuli?” “…”

“Tempat apa ini?” “…” “Dasar manusia aneh. Ditanya bukannya menjawab. Hanya Diam. Dunia semakin lama semakin aneh. Yang waras dikatakan gila. Yang gila dikatakan waras. Dunia edan!” Ia terus berjalan lagi dari satu gedung ke gedung yang lain ditengah taman itu. Semua gedung disitu berwarna putih bersih. “Oh, saya yakin ini pasti akan menjawab pertanyaan saya.” “Hei, tempat apa ini?” “Ini hotel bodoh!” “Hotel katamu? Tak kau lihatkah tempat ini? Tak kau lihat gedung-gedung itu? Tak pernahkah kau ke hotel atau hanya melihatnya? Ini bukan hotel! Tempat apa ini?” “Hotel bodoh! Ini hotel dan tetap hotel. Kalau kau tidak percaya kenapa kau bertanya?” “Dasar gila.” “Kau yang gila.” “Kau yang gila.” “Awas kau orang gila. Kubunuh kau dengan pistolku ini!” “Ha,ha,ha…Dasar gila. Pistol mainan kau bilang mau membunuhku? Tembak! Cepat tembak! Kenapa? Tak adakah peluru dalam pistol mu itu?” “Tunggu kau. Kubunuh kau!” “Bunuh! Bunuh kalau kau bisa. Dasar gila!” “Awas kau. Pergi! Pergi kau orang gila!” “Ada apa ini? Kenapa aku merasa aneh dengan semua ini. Apa aku ada didunia fatamorgana? Tak ada yang dapat ku tanya. Dengan orang-orang aneh ini? Semua yang ada disini? Tidak! Aku tidak mau! Setidaknya aku sudah cukup dikatakan gila dan dungu dengan orang-orang gila itu. “Apa! Tidddaaak!” Laki-laki itu terbangun dari tidurnya dengan kaki dan tangan terikat di tempat tidur. “Toolooonggg! Apa-apaan ini! Lepaskan aku! Aku tidak…” “sss” “Dok, sebaiknya kita tambah dosis dalam obat berikutnya kepada pasien ini. Saya takut nanti dia lepas dan mengamuk.” “Tidak apa-apa. Saya sudah berikan dosis penenang untuk syarafnya. Dia sangat tertekan sepertinya. Butuh waktu yang sangat lama untuk sembuh.” “Tetapi saya ragu dok.” “Saya mengerti akan hal itu. Meskipun dapat sembuh, tapi itu butuh waktu. Dan itu tidak sebentar. Itu juga harus didampingi oleh orang-orang terdekatnya. Apakah Ibu Dewi pernah mengunjungi Bapak ini sebelumnya?” “Tidak pernah Dok. Semenjak Ibu Dewi mengantarkan Pak Kresno ke tempat ini, dia tidak pernah sekalipun mengunjungi Pak Kresno. Cukup mengantarkan keperluan dan biaya yang diperlukan. Setelah itu pulang. Begitu seterusnya.” “Kamu tahu kenapa Pak Kresno seperti ini?” “Yang pastinya saya kurang tahu Dok. Tetapi kata Ibu Dewi, Pak Kresno sampai seperti ini akibat ia mengkonsumsi pil penenang tanpa anjuran dari dokter.” “Apakah benar seperti itu, Dewi?” “Setahu saya itu Dok. Tetapi hasil pemeriksaan minggu lalu belum saya lihat.” “Baiklah kalau begitu. Oh ya, apakah kamu punya data-data Pak Kresno?” “Saya punya Dok, ada di lemari arsip.”

“Bagus kalau begitu, setelah kamu menemukannya, cepat antarkan ke ruangan saya.” “Baik Dok.”

Related Documents

Gila
June 2020 27
Gila
June 2020 32
Vb Yes Gila Adhel
June 2020 14
Mereka Bilang Aku Gila
June 2020 31
Pemasangan Roda Gila
December 2019 42

More Documents from "Wanda Martinanda"