BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang di butuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun pisikologis, yang tentunya beryujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhab dasar manusia menurut Abraham Maslow mengatakan bahwa setiap manusia lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigenasi, cairan, nutrisi, temperature, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks), keamanan dan keselamatan, cinta dan rasa memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2006). Menurut Potter dan Perry (2005) selama hidup yang dialami manusia, kebutuhan dasar manusia seorang individu mungkin tidak terpenuhi, terpenuhi sebagian, atau terpenuhi semuanya. Seseorang yang seluruh kebutuhanya kebutuhanya terpenuhi merupakan orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebih kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan orang yang sehat, dan seseorang dengan satu atau lebuh kebutuhanya tidak terpenuhi merupakan orang yang beresiko untuk sakit atau mingkin tidak sehat pada satu atau lebih dimensi manusia, kebutuhan manusia yang harus di penuhi dan harus dipertahankan oleh manusuia salah satunya adalah kebutuhan fisiologis yang mencakup termoregulasi. Hipertermi merupakan kondisi dimana tubuh mengalami peningkatan suhu diatas normal, kondisi ini terjadi karena memberikan reaksi terhadap serang racun
2
yang masuk dalam tubuh secara alami apabila jumlah toksik yang masuk tidak banyak tubuh akan menetralisir secara normal pula. Namun apabila racun atau toksik yang ada dlam tubuh sudah melebihi ambang batas, maka akan secara alami pula tubuh akan memberikan reaksi yang setara (Asmadi, 2008). Hipertermi merupakan salah satu masalah yang harus diatasi, maka apabila terjadi hipertermi harus segera di atasi jika tidak segera diatasi atau berkepanjangan akan berakibat fatal seperti halnya dapat menyebabkan kejang demam pada anak, kekurangan volume cairan atau bahkan terjadi syok dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Alasan penulis mengambil kasus ini adalah untuk menambah ilmu dan wawasan bagi penulis terhadap masalah gangguan termoregulasi pada manusia atau klien. B.
Rumusan Masalah Bagaimana Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan Gangguan Termoregulasi di ruang IGD Rumah Sakit Tingkat II Udayana
C. Tujuan penulisan. 1.
Tujuan Umum Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien hipertermi.
3
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu memahami asuhan keperawatan dasar pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
b.
Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
c.
Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
d.
Mampu menentukan intervensi pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
e.
Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
f.
Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi.
g.
Mampu mendokumentasikan semua tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan keamanan dan perlindungan: termoregulasi
D. Manfaat Penulisan 1.
Bagi Rumah Sakit. Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang menderita gangguan termoregulasi dan sebagai pertimbangan perawat dalam mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat kepada pasien.
4
2.
Bagi Institusi pendidikan. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan termoregulasi.
3.
Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan tentang masalah keperawatan pada pasien yang menderita gangguan termoregulasi dan merupakan suatu pengalaman bagi mahasiswa atas informasi yang diperoleh selama praktik keperawatan.
5
BAB II TINAJUAN TEORI A.
Definisi Gangguan Termoregulasi Termoregulasi merupakan salah satu hal penting dalam homeostasis. Termoregulasi
adalah
proses
yang
melibatkan
homeostatik
yang
mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan (Brooker, 2008). Manusia biasanya berada pada lingkungan yang suhunya lebih dingin daripada suhu tubuh mereka. Oleh karena itu, manusia terus menerus menghasilkan panas secara internal untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Sistem termoregulasi dikendalikan oleh hipotalamus di otak, yang berfungsi sebagai termostat tubuh. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01oC (Sloane, 2003). Pusat termoregulasi menerima masukan dari termoreseptor di hipotalamus itu sendiri yang berfungsi menjaga temperatur ketika darah melewati otak (temperatur inti) dan reseptor di kulit yang menjaga temperatur eksternal. Keduanya, diperlukan oleh tubuh unyuk melakukan penyesuaian. Dalam individu yang sehat, suhu inti tubuh diatur oleh mekanisme kontrol umpan balik yang menjaga hampir konstan sekitar 98,6oF (37oC) sepanjang hari, minggu, bulan atau tahun (Sherwood, 2001).
6
B.
Etiologi Menurut NANDA (2013) etiologi pada gangguan termoregulasi yaitu: 1. agens farmaseutikal (seperti pada keadaan kadar gula darah rendah atau hipoglikemia), 2. aktivitas yang berlebihan, 3. berat badan ekstrem (berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) kurus = <18,5 dan obesitas = >40), 4. dehidrasi, 5. pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan, 6. peningkatan kebutuhan oksigen, 7. perubahan laju metabolisme, 8. sepsis, 9. suhu lingkungan ekstrem, 10. usia ekstrem (bayi prematur dan lansia), 11. kerusakan hipotalamus, 12. trauma.
C. Anatomi Fisiologi Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian penting: sensor di bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di hipotalamus, dan sistem efektor yang dapat menyesuaikan produksi serta pengeluaran panas. (Kozier, et al., 2011)
7
Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu tubuh sebagaimana thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point,implusakan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme konservasi panas bekerja. Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran aliran darah ke kulit dan ekstremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai mengigi. Lesi atau trauma pada hipotalamus atau korda spinalis, yang membawa pesan hipotalamus, dapat menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu. (Potter dan Perry, 2005). D. Mekanisme Demam Menurut Potter dan Perry (2005), mekanisme demam adalah sebagai berikut: Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk memepertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang menyebabakan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam sebenarnya merupakan
8
akibat dari perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, memepengaruhi sistem imun. Sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini orang menggigil, gemetar dan merasa kedinginan meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set point baru, suhu yang lebih tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah ‘melampaui batas’, atau pirogen telah dihilangkan (misalnya estruksi bakteri oleh antibiotik), terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun, menimbulkan respon pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi interfero, substansi ini yang bersifat melawan virus. Pola demam berbeda, bergantung pada pirogen. Durasi dan derajat demam bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan individu untuk berespon.
9
4.
Fakor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh antara lain: o Usia Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Regulasi suhu tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua. Mereka lebih sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena perburukan mekanisme pengaturan, terutama pengaturan vasomotor (vasokonstriksi dan vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan subkutan, berkurangnya aktivitas kelenjar keringat, dan metabolisme menurun. o Olahraga Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas terjadi peningkatan suhu tubuh. o Kadar Hormon Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini karena ada variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak
10
40C, yang sering disebut hot flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan vasomotor. o Irama Sirkadian Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari, suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu menurun lagi sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari. o Stress Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. o Lingkungan Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi panas tubuh yang lain menurut Kozier, et al., (2011) antara lain : Laju Metabolisme Basal (BMR) Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan energi yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti bernapas. Laju metabolisme
11
akan meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada umumnya, semakin muda usia individu, semakin tinggi BMR-nya.
Aktivitas otot
Aktivitas otot , termasuk menggigil akan meningkatkan laju metabolisme.
Sekresi tiroksin
Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju metabolisme sel di seluruh tubuh. Efek ini biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi, yaitu stimulasi untuk menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui peningkatan metabolisme seluler. d.
Stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis. Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme seluler di banyak jaringan tubuh. Epinefrin dan norepinefrin langsung bekerja mempengaruhi sel hati dan sel otot, yang kemudian akan meningkatkan laju metabolisme seluler.
e.
Demam Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akan meningkatkan suhu tubuh.
5.
Pengeluaran Panas
12
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. a.
Radiasi Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
b.
Konduksi Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat, gas, cair.
c.
Konveksi Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa
13
udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif meningkat. d.
Evaporasi Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member signal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan bersisik, serta hidung dan faring kering.
e.
Diaforesis Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang mengandung natrium dan klorida, yang melewati duktus kecil pada permukaan kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara tinggi.
14
6.
Gangguan Termoregulasi Menurut Potter dan Perry (2005), gangguan pada termoregulasi antara lain sebagai berikut:
a.
Kelelahan akibat panas Terjadi bila diaphoresis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpejan panas. Tanda dan gejala kurang volume caiaran adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien kelingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
b.
Hipertermia Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermi.
c.
Heatstroke Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,50C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
d.
Hipotermia
15
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus trehadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas., mengakibatkan hipotermi. Dalam kasus hipotermi berat, klien menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misal tidak ada respon terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah). e.
Radang beku (frosbite) Terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Kristal es yang terbentuk di dalam sel dapat mengakibatkan kerusakan sirkulasi dan jaringan secara permanen. Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan perlindungan area yang terkena.
C.
Tanda dan Gejala Hipertermi: 1. Vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), 2. Takipnea (nafas lebih dari 24 x/menit), 3. Takikardi (nadi lebih dari 100x/menit), 4. kulit kemerahan, 5. kulit terasa hangat, 6. kejang, 7. gelisah,
16
8. suhu diatas 37,5oC. Sedangkan hipotermi: 1. bradikardi (nadi kurang dari 60x/menit), 2. sianosis, 3. hipoksia, 4. kulit dingin, 5. CRT lambat, 6. menggigil, 7. pengkatan konsumsi oksigen, 8. penurunan ventilasi, 9. takikardi, 10. vasokontriksi perifer, 11. suhu di bawah 36,5oC (NANDA, 2013).
17
D.
Patofisiologi dan Clinical Pathway 7. agens farmaseutikal, 8. aktivitas yang berlebihan, 9. berat badan ekstrem, 10. dehidrasi, 11. pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan, 12. peningkatan kebutuhan oksigen,
1. 2. 3. 4.
perubahan laju metabolisme, sepsis, suhu lingkungan ekstrem, usia ekstrem (bayi prematur dan lansia), 5. kerusakan hipotalamus, 6. trauma.
Termoreseptor sentral (di hipotalamus bagian lain SSP dan organ abdomen
Termoreseptor perifer (kulit)
Pusat integrasi termoregulasi hipotalamus
Adaptasi perilaku
Kontrol produksi panas/pengura ngan panas
Risiko ketidakseimbanga n suhu tubuh
Neuron motorik
Sistem saraf simpatis
Sistem saraf simpatis
Otot rangka
Pembuluh darah
Kelenjar keringat
Kontrol produksi panas
Hipertermi
Kontrol pengurangan panas
Hipotermi
Ketidakefektifan termoregulasi
18
E.
Penatalaksanaan Medis Pada gangguan termoregulasi hipertermi diberikan antipiretik dan pada hipotermi diberkan infus normal salin yang telah dihangatkan, beri terapi oksigen.
F.
Penatalaksanaan Keperawatan Diagnosa Keperawatan 1. Risiko
NOC
NIC
Termoregulasi
Pengaturan Suhu
ketidakseimbangan suhu Dengan kriteria hasil:
tubuh (00005) Faktor risiko:
Agens farmaseutikal
Aktivitas
yang
berlebihan
Monitor suhu setiap
Suhu tubuh dalam
2
rentang normal
kebutuhan
Nadi
RR
dan
jam,
Monitor
rentang normal
darah,
Tidak
respirasi
ada
sesuai
tekanan nadi
dan
Berat badan ekstrem
perubahan warna
Monitor suhu dan
Cedera otak akut
kulit
warna kulit
Dehidrasi
Gangguan
yang
Monitor
dan
laporkan
adanya
mempengaruhi
tanda dan gejala dari
regulasi suhu
hipotermia
Pakaian yang tidak
hipertermia
dan
19
sesuai untuk suhu
lingkungan
Peningkatan permukaan
Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi area tubuh
adekuat
Instruksikan pasien
terhadap rasio berat
bagaimana
badan
mencegah keluarnya
Peningkatan
panas dan serangan
kebutuhan oksigen
panas
Perubahan
laju
Diskusikan
metabolisme
pentingnya
Sedasi
termoregulasi
dan
Sepsis
kemungkinan
efek
Suhu
lingkungan
negatif dari demam
ekstrem
yang berlebihan
Suplai
lemak
subkutan
tidak.
Informasikan pasien mengenai
indikasi
Memadai
adanya
kelelahan
Termogenesis non-
akibat
mengigil yang tidak
penanganan
efisien
emergensi
Tidak beraktivitas
tepat
panas
dan
yang
20
Usia ekstrem
Sesuaikan
suhu
lingkungan
untuk
kebutuhan pasien
Berikan yang
medikasi
tepat
untuk
mencegah
dan
mengontrol menggigil
Berikan pengobatan antipiretik,
sesuai
kebutuhan 2. Hipertermia (00007)
Termoregulasi
Faktor yang berhubungan
Dengan kriteria hasil:
Agens farmaseutikal
Aktivitas berlebihan Dehidrasi
Iskemia
sesuai
metabolisme
laju
Pantau suhu dan
Suhu tubuh dalam
tanda-tanda
rentang normal
lainnya
Nadi
dan
RR
rentang normal
Pakaian yang tidak
Peningkatan
Perawatan Demam
Tidak
ada
Monitor
vital
warna
kulit dan suhu
Monitor
perubahan warna
dan
kulit
sadari
asupan keluaran, perubahan
kehilangan
cairan
21
Penurunan persepsi Penyakit
yang tak dirasakan
Sepsis Suhu
Bari
obat
cairan lingkungan
tinggi Trauma
atau
IV(misal
antipiretik,
agen
antibakteri,
dan
agen
anti
menggigil)
Tutup
pasien
dengan
selimut
atau pakaian ringan
Dorong konsumsi cairan
Fasilitasi istirahat; pembatasan aktivitas
Kompres
pada
lipatan paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Pantau komplikasi-
22
komplikasi
yang
berhubungan dengan serta
demam tanda
gejala
dan
kondisi
penyebab demam
Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau
pada
orangtua
Lembabkan
bibir
dan mukosa hidung yang kering 3. Hipotermia (00006)
Termoregulasi
Faktor yang berhubungan
Dengan kriteria hasil:
Agens farmaseutikal
Berat badan ekstrem Ekonomi rendah
Kerusakan hipotalamus Konsumsi alkohol
Perawatan Hipotermi
suhu
Suhu tubuh dalam
pasien,
rentang normal
menggunakan alat
Nadi
dan
RR
pengukur dan rute
rentang normal
Monitor
Tidak
ada
perubahan warna
yang paling tepat
Bebaskan dari
pasien
lingkungan
23
Kurang pengetahuan pemberi tentang
asuhan
kulit
yang dingin
pencegahan
pasien
dari pakaian yang
hipotermia
dingin dan basah
Kurang suplai lemak
subkutan
Dorong yang
Lingkungan bersuhu
pasien mengalami
hipotermia
rendah
uncomplicated
Malnutrisi
untuk
Pemakaian
pakaian
mengkonsumsi
yang tidak adekuat Penurunan
cairan
laju
tanpa alkohol atau
Terapi radiasi Tidak beraktivitas
kafein
Transfer panas (mis.,
Berikan
pemanas
yang
konveksi,
pasif
(misalnya selimut,
evaporasi, radiasi)
pakaian
Trauma Usia ekstrem
hangat,
tinggi karbohidrat
metabolisme
konduksi,
Bebaskan
hangat,
tutup kepala)
Berikan pengobatan dengan
24
hati-hati
Monitor
adanya
gejala-gejala yang berhubungan dengan hipotermia ringan
Monitor syok
adanya pemanasan
kembali
Monitor
warna
kulit dan suhu kulit
Identifikasi faktor medis, lingkungan dan
faktor
yang
lain
mungkin
memicu hipotermia 4. Ketidakefektifan termoregulasi (00008) Faktor yang berhubungan
Fluktuasi lingkungan
Termoregulasi
Monitor
Dengan kriteria hasil:
vital
suhu
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi
dan
Monitor
tanda-tanda
tekanan
darah, nadi, suhu, RR
dan
status
25
Penyakit
Trauma
Usia yang ekstrem
rentang normal
pernafasan dengan
Tidak
tepat
ada
perubahan warna
kulit
Monitor
dan
laporkan tanda dan gejala
hipotermia
dan hipertermia
Monitor irama dan laju pernafasan
Monitor suara paru
Monitor
pola
pernapasan abnormal
Monitor kulit,
warna suhu,
kelembaban
Monitor
sianosis
sentral dan perifer
26
G.
Daftar Pustaka Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nanda. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Nurjannah, I (ed). 2015. Nursing Intervention Clasification (NIC) edisi bahasa Indonsia. Elsevier.
Nurjannah, I (ed). 2015. Nursing Outcome Clasification (NOC) edisi bahasa Indonsia. Elsevier.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.