Fix.docx

  • Uploaded by: KREATIFITAS TANPA BATAS
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,835
  • Pages: 11
RICHO DIANA AVIYANTI 186020300111009 / MAGISTER AKUNTANSI (ED) TUGAS RMK AUDITING & ASSURANCE THE INTERACTION BETWEEN NATIONAL AND ORGANIZATIONAL CULTURE IN ACCOUNTING FIRMS: AN EXTENSION AMIE PRATT, LAWRENCE C. MOHRWEIS & PHIL BEAULIEU

A.

Abstrak Soeters & Schreuder / S&S (Accounting, organization & society, 75-85, 1988) meneliti

interaksi antara budaya nasional dan organisasi di perusahaan akuntansi yang beroperasi di Belanda. Paper ini merupakan lanjutan dari penelitian mengenai dampak budaya nasional dan organisasi pada akuntan Inggris dan Australia. Akuntan publik A.S. juga digunakan dalam desain penelitian sebagai kelompok pembanding. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang kuat antara budaya nasional dan organisasi untuk perusahaan akuntansi yang beroperasi di Inggris, namun inconclusive untuk perusahaan yang beroperasi di Australia. B.

Pendahuluan Penelitian yang dilakukan Soeters & Schreuder (S&S), menunjukkan bahwa bahwa budaya

nasional dapat berinteraksi dengan budaya organisasi. Hofstede (1980) menggunakan empat dimensi budaya diantaranya. 

Power distance



Penghindaran ketidakpastian



Individualsma



Maskulinitas Guna membandingkan nilai-nilai budaya akuntan Belanda yang bekerja di perusahaan

Belanda dengan budaya Belanda dan budaya akuntan Belanda yang bekerja di perusahaan milik AS yang beroperasi di Belanda, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam penghindaran ketidakpastian dan maskulinitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji temuan S&S pada akuntan publik yang bekerja di Inggris dan Australia yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok. 

Kelompok 1: akuntan Inggris (Australia) bekerja di perusahaan Inggris (Australia) beroperasi di Negara Inggris (Austalia).



Kelompok 2: akuntan Inggris (Australia) bekerja di perusahaan AS beroperasi di Negara Inggris (Australia).



Kelompok 3: akuntan AS bekerja di perusahaan AS beroperasi di Negara Amerika Untuk setiap negara, peneliti berhipotesis bahwa nilai budaya kelompok 2 akan turun

dibandingkan dengan kelompok 1 dan 3 karena proses seleksi dan sosialisasi yang berlangsung diperusahaan AS yang beroperasi di Negara Inggris dan Australia. Jika dibandingkan dengan kelompok 1,

maka perilaku dari akuntan kelompok 2 cenderung menyerupai akuntan di

kelompok 3. Desain penelitian ini menyerupai dengan desain penelitian dari S&S, namun dengan dua pengecualian, yakni: 

Penelitian ini membandingkan nilai-bilai budaya dari 3 kelompok, salah satunya akuntan publik Amerika yang bekerja di Negara Amerika. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai-nilai budaya pada akuntan publik non Amerika yang bekerja di perusahaan Amerika sama seperti akuntan publik non Amerika yang bekerja di perusahaan non Amerika pula.

 1.

Penelitian ini disesuaikan dengan jenis kelamin, usia, area funsional, dan peringkat. Definisi dan Ukuran Budaya Hofstede (1980) menyatakan bahwa budaya mengacu pada "pemrograman pikiran

kolektif" yang memanifestasikan dirinya melalui mitos, ritual, kebiasaan, dan kepercayaan tentang realitas. Lebih detail, Rokeach (1972) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota kelompok sangat penting dalam definisi budaya, mendefinisikan nilai sebagai atribut individu yang ditandai oleh kecenderungan luas untuk lebih memilih keadaan tertentu daripada urusan lainnya. Wiener (1988) mengungkapkan bahwa dalam sebuah tinjauan penelitian budaya, sebagian besar peneliti sepakat bahwa nilai-nilai bersama "adalah elemen kunci dalam definisi budaya”. Hofstede (1980) menyatakan bahwa sistem nilai budaya terlihat/ ditunjukkan dalam empat dimensi terpisah, diantaranya: 

Power Distance mengacu pada sejauh mana anggota kelompok mengamati dan menerima kenyataan bahwa kekuasaan di antara anggota kelompok didistribusikan secara merata.



Penghindaran Ketidakpastian mengacu pada kebutuhan budaya untuk mengurangi ketegangan dengan menetapkan pedoman perilaku dan menjamin stabilitas karier.



Individualisme mengacu pada sejauh mana budaya didasarkan pada kerangka sosial yang longgar dengan prioritas tertinggi dari anggota adalah untuk menjaga diri mereka sendiri.



Maskulinitas mengacu pada sejauh mana nilai-nilai dominan yang didorong oleh budaya adalah "maskulin", yang mencakup ketegasan dan kurangnya minat pada kesejahteraan anggota lain. Hofstede (1982) mengembangkan The Value Survey Module (VSM) dan Panduan

Penilaian untuk The Value Survey Module untuk mengukur ukuran masing-masing dari empat dimensi yang terdiri 50 item yang dikelompokkan sesuai dengan formula yang dijelaskan dalam Panduan Penilaian untuk memberikan ukuran dimensi. C.

Hipotesis Premis dasar dari penelitian ini adalah bahwa proses seleksi dan sosialisasi yang digunakan

oleh suatu organisasi akan membantu untuk menentukan nilai-nilai budaya keanggotaan. Proses seleksi dan sosialisasi yang digunakan oleh perusahaan AS yang beroperasi di Inggris dan Australia diasumsikan mencerminkan nilai budaya akuntan publik AS. Penelitian ini membandingkan ukuran empat dimensi budaya Hofstede (1980) di tiga kelompok. H1: Skor pada masing-masing dari empat dimensi budaya untuk Grup 2 akan berada di antara skor Grup I dan 3 D.

Pengumpulan Data

Terdapat dua versi kuesioner dengan jumlah item-item VSM, diantaranya: 

Versi pertama menempatkan item VSM dibagian awal



Versi kedua menempatkan item VSM mendekati bagian akhir

Dampak urutan pertanyaan diharapkan dapat memberikan respons yang berbeda antara kedua versi. 

Kuesioner disebarkan ke perusahaan-perusahaan berbagai ukuran di Inggris (Birmingham, Derby, Liverpool, London, dan Manchester), Australia (Melbourne, Sydney, dan Brisbane), dan AS (New York, Chicago, Seattle, Denver, dan South Bend).



Untuk menguji hipotesis, responden dibagi menjadi enam kelompok, tiga untuk perbandingan Inggris dan tiga untuk perbandingan Australia. Tiga kelompok pembanding untuk masing-masing negara dicocokkan pada jenis kelamin, usia, area fungsional, dan peringkat secara acak dengan menghilangkan responden dari kelompok yang lebih besar.

E.

Hasil

Hasil menunjukkan bahwa: 

Kasus Inggris skor Grup 2 berada di antara Grup 1 dan 3 untuk keempat dimensi budaya.



Kasus Australia, skor Grup 2 berada di antara Grup 1 dan 3 untuk 2 dimensi (Power Distance dan Individualisma) dari 4 dimensi.

Peneliti juga melakukan tes tambahan untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengapa hasil sample Inggris lebih kuat diabndingkan dengan hasil sample Australia. Hasil menunjukkan bahwa: 

Australia adalah negara yang jauh lebih muda daripada Inggris dan terdiri dari beragam kelompok budaya yang beragam.

 F.

Akuntan Inggris memiliki budaya yang lebih homogen dibandingkan akuntan Australia. Implikasi

Temuan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa: 

Nilai-nilai budaya akuntan Inggris yang bekerja di perusahaan AS yang beroperasi di Inggris mencerminkan nilai-nilai budaya akuntan AS



Nilai-nilai budaya akuntan publik yang bekerja di Inggris mungkin tidak sepenuhnya homogen.



Nilai-nilai budaya perusahaan akuntansi AS relatif kuat, setidaknya cukup kuat untuk menarik akuntan lokal dengan nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai akuntan AS.



Masalah “bentrokan budaya” juga mungkin terjadi akibat meningkatnya aktivitas megamerger di antara perusahaan-perusahaan CPA yang berasal dari berbagai negara.



Dampak “bentrokan budaya” dapat menyebabkan keluarnya anggota lokal dari perusaaah, yang banyak di antaranya mendirikan perusahaan baru dengan membawa klien-klien penting.

Sumber: Pratt, J., Mohrweis, L. C., & Beaulieu, P. 1993. The Interaction Between National And Organizational Culture in Accounting Firm: An Extension. Accounting, Organizations and Society, 8 (7/8): 621-628. THE EFFECT OF CLIENT MANAGEMENT BARGAINING POWER, MORAL REASONING DEVELOPMENT, AND BELIEF IN A JUST WORLD ON AUDITOR INDEPENDENCE CAROLYN A. WINDSOR & NEAL M. ASHKANASY A.

Abstrak Dalam dua pengujian, penelitian ini mempraktekkan tanggapan auditor terhadap skenario

konflik audit dengan menguji hipotesis bahwa pengembangan moral reasoning dan belief in a just world mempengaruhi resistensi terhadap kekuatan client management. Berdasarkan desain mixed factorial ANOVA, menunjukkan bahwa independensi auditor ditentukan secara interaktif. Terdapat tiga gaya pengambilan keputusan auditor yang muncul yaitu otonom, akomodatif, dan pragmatis. Auditor otonom responsif terhadap keyakinan pribadi, sehingga mereka yang memiliki kepercayaan pada dunia yang tinggi cenderung menolak kekuatan client management. Auditor pragmatis responsif terhadap kekuatan client management, terlepas dari kepercayaan. Auditor yang akomodatif merespons keyakinan pribadi dan kekuatan client management yang terdiri dari kelompok yang paling tidak resisten, terutama ketika mereka yang percaya pada dunia yang tidak adil. Paper ini memperluas penelitian dari Ponemon dan Gabhart (1990) tentang penilaian independensi auditor, dengan memasukkan variabel keyakinan ekonomi dan pribadi dalam konteks konflik audit dengan client management. Penelitian ini pertama kali mengemabngkan konsep independensi auditor berdasarkan proses pengambilan keputusan yang kompleks yang menggabungkan konstruk pengembangan moral reasoning Kohlberg (1969) dan konsep kepercayaan Lemer (1980) tentang keadilan. Untuk mengatasi kekhawatiran tentang hasil validitas internal dan eksternal berdasarkan hipotesis yang melibatkan interaksi tingkat tinggi (Keppel, 1989), desain langkah-langkah campuran faktorial dilakukan dua tahap untuk

pemeriksaan penilaian independensi auditor dalam menghadapi kekuatan client management bargaining. B.

Independensi auditor Fokus penelitian ini secara khusus pada independensi, yang didasarkan pada pandangan

bahwa auditor adalah manusia sosial, tunduk pada berbagai emosi, kepercayaan, dan prasangka. Penelitian dalam bidang ini umunya menekankan isu-isu yang berkaitan dengan switching auditor perusahaan dan masalah independensi auditor individual dari persepsi auditor dan pihak ketiga. C.

Pengambilan keputusan yang kompleks Dengan mengganti variabel dari model Trevino dengan yang ada dalam model Ashkanasy,

dimungkinkan untuk mendapatkan model yang dapat diuji dalam penelitian ini. Ketiga variabel tersebut yakni: 

Dimensi ekonomi atas kekuatan client bargaining.



Pengembangan moral reasoning.



Belief in a just world.

D.

Kekuatan Client Management Bargaining Peneliti menggunakan konsep kekuatan client bargaining dalam hal faktor situasional

yang memberikan tekanan pada auditor sehingga mempengaruhi perilaku independensi auditor.Wawancara awal dengan mitra audit senior menunjukkan bahwa tiga dimensi utama kekuatan manajemen klien yaitu: 

Kondisi keuangan klien.



Ukuran client fees



Tender

E.

Perkembangan Moral Reasoning Penelitian ini menggunakan konstruk moral reasoning milik Kohlberg (1969). Teori

Kohlberg mencakup tiga tingkat umum pengembangan moral reasoning, pada setiap tingkat terdiri dari dua tahap. Dalam penelitian ini, peneliti mengantisipasi bahwa tingkat moral reasoning yang lebih tinggi (diukur menggunakan skor-P) akan dikaitkan dengan resistensi yang lebih besar terhadap kekuatan client management bargaining.

F.

Keyakinan Pribadi pada Dunia yang Adil Penelitian ini menggunakan kepercayaan pribadi dengan ukuran keyakinan pada dunia

yang adil (belief in a just world). Untuk mengukur keyakinan keadilan, peneliti menggunakan keyakinan dalam dimensi dunia yang adil / tidak adil yang diidentifikasi oleh Collins (1974). G.

Hipotesis

H1: Auditor dengan moral reasoning yang tinggi dan dipengaruhi oleh keyakinan terhadap dunia yang adil cenderung resisten terhadap kekuatan manajemen klien. H2: Auditor dengan moral reasoning yang rendah dipengaruhi oleh kekuatan manajemen klien, tetapi tidak dipengaruhi oleh keyakinan terhadap dunia yang adil. H3: Auditor dengan moral reasoning menengah dipengaruhi oleh kekuatan manajemen klien dan keyakinan terhadap dunia yang adil. H.

Metoda Analisis Fokus penelitian ini adalah pada interaksi antara faktor ekonomi klien, pengembangan

moral reasoning, dan keyakinan pada dunia yang adil. Desain penelitian yang digunakan adalah mix factorial ANOVA dengan tiga langkah berulang dan dua variabel independen antar kelompok yang sesuai.Tiga langkah berulang adalah faktor ekonomi yang diidentifikasi oleh mitra audit senior: (1) kondisi keuangan klien; (2) ukuran fees; dan (3) tender. Dua variabel independen antara kelompok adalah (1) tingkat moral reasoning dan (2) kepercayaan pada dunia yang adil. Variabel dependen adalah ukuran sejauh mana auditor akan menyetujui keinginan client management. Penelitian ini dilakukan dengan dua studi independen yaitu, studi awal dan studi validasi kedua atau berdasarkan sampel yang lebih besar untuk meningkatkan kekuatan analisis. Perbedaan pada hasil studi awal dan validasi diharapkan untuk menunjukkan bahwa teori yang mendasarinya berlaku di kedua kejadian. 1.

Penelitian awal Instrumen eksperimental terdiri dari booklet kuesioner dalam 3 bagian: dilema etis, skala

locus of control, dan skala DIT. Situasi dilema etis disajikan dalam bentuk studi kasus singkat untuk menguji independensi auditor dibawah tekanan kekuatan client management menggunakan tiga langkah berulang. Responden diminta untuk berasumsi bahwa mereka adalah auditor dari perusahaan dengan client management yang tidak setuju dengan auditor bahwa jumlahnya material, dengan materialitas 8%. Tujuan dari dilema ini adalah untuk menempatkan auditor dalam situasi konflik dengan client management, dengan kekuatan economic bargaining yang

diwakili oleh delapan skenario dengan menyajikan 3 pernyataan: kondisi keuangan klien (baik atau buruk); ukuran biaya (besar atau kecil); dan audit eksternal ditenderkan (ya atau tidak). Responden diminta untuk membuat penilaian subyektif tentang dilema menggunakan skala Likert tujuh poin. 1 menunjukkan kemungkinan kecil auditor akan menyetujui pandangan client management dan 7 menunjukkan kemungkinan akuisisi yang tinggi. Responden diminta untuk menyelesaikan setiap skenario secara berurutan, tanpa berkonsultasi dengan kolega. Instrumen yang sama kemudian diuji pada sampel 160 siswa audit tahun ketiga. Skala kepercayaan merupakan subskala dunia yang adil dari Collins '(1974) dengan 46-item versi skala Likert dari Rotter (1966) yang merupakan kuesioner kontrol internal-eksternal. Tanggapan untuk masingmasing item didasarkan pada skala Likert tujuh poin. 1 (satu) menunjukkan ketidaksepakatan yang kuat dan 7 (tujuh) menunjukkan kesepakatan yang kuat. Menggunakan Defining issues test (DIT) versi 3-story yang didasarkan pada teori Kohlberg (1969) tentang pengembangan penalaran moral yang terdiri dari sejumlah cerita singkat yang menghadirkan dilema moral dalam kehidupan sehari-hari. Responden menjawab pertanyaan mengenai pentingnya mempertimbangkan berbagai aspek dari setiap cerita menggunakan skala respon lima poin.1 menunjukkan paling tidak penting dan 5 menunjukkan paling penting. a.

Sampel Penelitian Awal Sampel penelitian terdiri dari 61 responden, yang terdiri dari auditor berpengalaman yang

diambil dari bagian-lintas dari perusahaan-perusahaan besar multinasional yang berlokasi di pusat metropolitan. Respons yang lengkap datang dari 12 mitra audit senior, 25 manajer / manajer senior, 8 asisten manajer / penyelia, dan 5 senior audit dengan 15 wanita dan 35 pria. Para responden memiliki usia rata-rata 33 tahun dan rata-rata pengalaman audit 12 tahun b.

Hasil Penelitian Awal

Hasil penelitian awal secara keseluruhan: 

Responsivitas auditor terhadap kondisi keuangan tidak signifikan pada auditor yang memiliki keyakinan pada dunia yang adil.



Responsivitas auditor menjadi signifikan pada tingkatan moral reasoning tertentu saat auditor memiliki keyakinan pada dunia yang adil.



Dalam konteks keyakinan terhadap dunia yang adil, kelompok auditor dengan moral reasoning tinggi adalah yang paling resisten, sementara kelompok auditor dengan moral

reasoning menengah adalah yang paling tidak resisten terutama pada kondisi klien yang memberikan opsi tender. c.

Pembahasan Penelitian Awal Hasil menunjukkan adanya tiga kelompok auditor berdasarkan tingkat pengembangan

moral reasoning. Pengelompokan tingkatan moral reasoning auditor menggunakan klasifikasi dari Kohlberg (1986) dan Antle dan Nalebuff (1991) yaitu: Auditor dengan moral reasoning rendah (pragmatic), Auditor dengan moral reasoning menengah (accommodating) dan Auditor dengan moral reasoning tinggi (autonomous). 2.

Penelitian Validasi

a.

Sampel Penelitian Validasi Penelitian validasi dilakukan kepada167 orang auditor dari KAP enam besar (big-six firms)

dengan perolehan respon lengkap dari 107 orang. Lokasi penelitian adalah bagian pusat kota yang berbeda (lokasi 2). Berdasarkan jabatan, komposisi responden adalah 17 orang partner, 53 orang senior manager, 18 orang assistant manager, 19 orang senior auditor. Berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri atas 86 orang laki-laki dan 20 orang perempuan (satu responden tidak teridentifikasi). Rata-rata usia responden adalah 31 tahun dengan rata-rata pengalaman audit selama 10 tahun. Sampel dibagi ke dalam 3 kategori berdasarkan nilai keyakinan pada dunia yang adil. Jumlah sampel yang besar memungkinkan adanya kategori keyakinan pada dunia yang adil pada tingkat menengah. b.

Hasil Penelitian Validasi

Hasil penelitian validasi secara keseluruhan: 

Auditor dengan moral reasoning tinggi (autonomous) dan memiliki keyakinan pada dunia yang adil, secara signifikan lebih resisten terhadap kondisi keuangan klien.



Auditor dengan moral reasoning menengah (accommodating) dan memiliki keyakinan pada dunia yang tidak adil, secara signifikan lebih tidak resisten terhadap kondisi keuangan klien.



Auditor yang meyakini bahwa dunia tidak adil secara keseluruhan lebih responsif terhadap audit fee.

c.

Pembahasan Penelitian Validasi Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan dukungan untuk gagasan bahwa

independensi auditor adalah bagian dari proses pengambilan keputusan yang rumit. Auditor dengan moral reasoning tinggi dan berkeyakinan pada dunia yang adil cenderung tahan terhadap

kekuatan manajemen klien. Auditor dengan moral reasoning rendah (pragmatis) tidak dipengaruhi oleh keyakinan pribadi pada dunia yang adil dan secara umum merespon positif (mudah menuruti) kekuatan manajemen klien atas dasar kepentingan pribadi. Auditor dengan moral reasoning menengah (accommodating) dengan keyakinan pada dunia yang tidak adil adalah kelompok yang paling lemah ketahanannya terhadap kekuatan manajemen klien. Penyebabnya adalah adanya interaksi antara keyakinan pribadi dan pertimbangan ekonomi. I.

Perbedaan dari Dua Penelitian Perbedaan ini muncul dalam konteks pengukuran tiga variabel ekonomi (kondisi keuangan

klien, besaran audit fee, dan opsi tender). Kondisi keuangan klien terlibat dengan moral reasoning dan keyakinan terhadap dunia yang adil pada kedua penelitian (interaksi tingkat lanjut). Variabel audit fee menunjukkan pengaruh utama pada penelitian awal tetapi dibiaskan oleh keyakinan terhadap dunia yang adil pada penelitian validasi. Opsi tender (tendering) muncul sebagai interaksi tingkat lanjut pada penelitian awal, tetapi menunjukkan interaksi dua arah dengan kondisi keuangan pada studi validasi. Perbedaan disebabkan oleh pengoperasian masing-masing variabel sebagai variabel eksplisit/implisit, yakni (1) Variabel eksplisit diukur dengan cara melihat kesan yang ditimbulkan oleh variabel tersebut pada perilaku auditor, (2) Variabel implisit diproses secara kognitif oleh auditor. Audit fee adalah variabel eksplisit yang menggambarkan hubungan auditor-klien dan tidak dipengaruhi oleh moral reasoning. Variabel ini memiliki interaksi rendah dengan keyakinan pribadi. Kondisi keuangan adalah variabel implisit. Variabel ini diproses secara kognitif oleh auditor dan berinteraksi dengan keyakinan pribadi. Opsi tender (tendering) adalah konsep yang tidak familiar di lokasi 1 sehingga menjadi variabel implisit. Pada lokasi 2, konsep tendering ini umum dipraktikkan sehingga digolongkan sebagai variabel eksplisit. Oleh karena itu, Peneliti perlu memperluas model dengan mempertimbangkan dimensi implisiteksplisit sebuah variabel. J. 

Keterbatasan Penelitian Metodologi penelitian bertumpu pada respon auditor terhadap skenario buatan yang bervariasi pada variabel ekonomi yang menggambarkan kekuatan klien.



Penelitian berdasarkan pada desain pengukuran berulang sehingga bermasalah pada karakteristik yang disyaratkan.



Validitas konstruk dari pengukuran psikologis tidak selalu menggambarkan keyakinan dan kognisi responden yang sebenarnya.

K.

Kesimpulan dan Implikasi

Kesimpulan: 

Permasalahan independensi auditor tidak bisa dijelaskan dengan peraturan preskriptif atau bertumpu pada standar audit semata.



Auditor adalah individu yang perilakunya merupakan hasil interaksi dari faktor ekonomis, kognitif, dan emosional dalam sebuah proses pengambilan keputusan yang rumit.

Implikasi: 

Perilaku independensi auditor bersifat rumit dan melibatkan interaksi antara nilai pribadi, kognisi, dan situasi sehingga fokus pada satu dimensi tidak cukup untuk memperbaiki kinerja etis auditor.



Organisasi tempat auditor bekerja perlu mempertimbangkan nilai organisasi yang hendak dikembangkan untuk memperbaiki perilaku auditor.

Sumber: Windsor, C. A. and Ashkanasy, N. M. 1995. The Effect of Client Management Bargaining Power, Moral Reasoning Development and Believe in a just world on Auditor Independence. Accounting, Organizations and Society, 20 (7/8): 701-720.

Related Documents

Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113

More Documents from "Ersi Ghaisani Masturah"

Manova.docx
December 2019 15
Simpulan.docx
April 2020 9
Terjemahan Teoh & Wong.docx
December 2019 5
Fix.docx
April 2020 1
Gender.docx
December 2019 11