Fiqh Siyasah.docx

  • Uploaded by: Roro
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fiqh Siyasah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,755
  • Pages: 19
A. Ketatanegaraan dan Pemerintahan pada masa Bani Umaiyah Munculnya pemikiran Islam sebagai cikal bakal kelahiran peradaban Islam pada dasarnya sudah ada pada awal pertumbuhan Islam, yakni sejak pertengahan abad ke-7 M, ketika masyarakat Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidin. Kemudian mulai berkembang pada masa Dinasti Umayyah, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketinggian peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah merupakan dampak positif dari aktifitas “kebebasan berpikir” umat Islam kala itu yang tumbuh subur ibarat cendawan di musim hujan. Setelah jatuhnya Dinasti Abbasiyah pada tahun 1258 M, peradaban Islam mulai mundur. Hal ini terjadi akibat dari merosotnya aktifitas pemikiran umat Islam yang cenderung kepada ke-jumud-an (stagnan). Setelah berabad-abad umat Islam terlena dalam “tidur panjangnya”, maka pada abad ke-18 mereka mulai tersadar dan bangkit dari stagnasi pemikiran untuk mengejar ketertinggalannya dari dunia luar (Barat/Eropa).1

Perkembangan pemikiran dan peradaban Islam ini karena didukung oleh para khalifah yang cinta ilmu pengetahuan dengan fasilitas dan dana secara maksimal, stabilitas politik dan ekonomi yang mapan. Hal ini seiring dengan tingginya semangat para ulama dan intelektual muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan

agama,

humaniora

dan

eksakta

melalui

gerakan

penelitian,

penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan. Kemudian gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak. Setelah meninggalnya Ali yang tewas terbunuh, pengikut-pengikutnya mengangkat Hasan ibn “Ali menjadi khalifah di Kufah. Sementara di Syam, kedudukan Muawiyah pun semakin kukuh didukung oleh penduduknya. Hasan pun bukanlah lawan yang berarti bagi Muawiyah. Hasan yang lemah dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya dan membuat perjanjian damai dengan Muawiyah. Muawiyah selain sebagai pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin.

1

‫نظام الحكم في الشريعة والتاريخ اإلسالمي‬

1

Terlepas dari itu, dalam diri muawiyah terkumpul sifat-sifat sorang penguasa, politikus, dan administrator.2 Sebagai administrator yang ulung dan politikus yang cedik Muawiyah memainkan perananannya memimpin dunia islam yang luas tersebut. Muawiyah merangkul kembali tokoh-tokoh yang pernah dipecat oleh Ali. Sebelumnya, Muawiyah telah merangkul Amr ibn Ash sebagai mediatornya dalam tahkim dengan Ali. Ini merupakan salah satu kelihaian Muawiyah. Padahal, ketika Utsman ibn Affan berkuasa, Amr pernah dipecat dari gubernur Mesir. Muawiyah agaknya tidak mau mengulangi “kecerobohan” Usman, dan mengangkat Amr kembali sebagai Gubernur Mesir. Amr merupakan diplomat yang ulung, tenaga dan pemikirannya sangat dibutuhkan oleh Muawiyah dalam menjalankan pemerintahannya. Selain itu, al Mughirah

ibn

Syu’bah

diangkat

menjadi

gubernur

Kufah

dengan

tugas

khususmenumpas perlawanan pendukung Ali yang masih setia. Ziyad ibn Abihi yang semula mendukung Ali pun dirangkulnya dengan cara menasabkannya dengan ayahnya (Abu sofyan) dan mengangkatnya sebagai gubernur Basrah. Ziyad bertugas mengamankan Persia bagian selatan dari rongrongan oposisi. Setelah merasa aman, mulailah Muawiyah membenahi negara dan melakukan berbagai kebijakan politik. Perubahan politik yang dilakukan Muawiyah adalah memindahkan ibukota negara damaskus. Kota ini adalah “kampung halaman” kedua baginya dan merupakan basis Muawiyah dalam memperoleh dukungan rakyat. Selain jauh dari pusat oposisi Kufah, Damaskus terletak diantara daerahdaerah kekuasaan Bani Umayyah. Ini merupakan pilihan yang tepat bagi Muawiyah untuk mengamankan kedudukannya dan menjalankan roda pemerintahan. Perubahan lain yang dilakukan Muawiyah adalah menggantikan system pemerintahan yang bercorak syura Dengan pemilihan Kepala negara secara penunjukan. Berbeda dengan empat khalifah sebelumnya, Muawiyah tidak menyerahkan masalah ini kepada umat Islam, tetapi menunjuk putranya sendiri, Yazid, menjadi penggantinya. Ini mengawali lahirnya corak monarki dalam pemerintahan Islam yang berlangsung bahkan hingga awal abad ke-20M.

2

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam(Jakarta: AMZAH, 2009), h. 118.

2

Disamping sebagai wujud ambisinya untuk memperkuat posisi Bani Umaiyah, Muawiyah agaknya ingin meniru corak kerajaan yang berkembang di Persia dan Romawi. Ini wajar, Karena selama menguasai Syam, Muawiyah banyak melihat dan berinteraksi dengan pola hidup dan kebudayaan penduduk setempat yang bercorak Persia dan Romawi, Muawiyah sendiri terpengaruh pada gaya hidup dan kebiasaan mereka, Sehingga ketika masih menjadi gubernur umar pernah menegurnya. Muawiyah berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang kukuh dan dilanjutkan oleh pengganti penggantinya.3 Dalam perluasan wilayah muawiyah dan dinasti Bani Umayyah umumnya, Melakukan berbagai penaklukan setidaknya ekspansi dinasti ini meliputi 3 front yaitu Front pertempuran menghadapi bangsa Romawi di Asia kecil, Konstantinopel dan pulau-pulau di Laut Tengah; Front Afrika Utara dari Selat Gibraltar hingga Spanyol dan front timur hingga sindus, india. Hingga akhir Bani Umayyah pada 750 M. Kekuasaan Islam sudah mencapai lautan Atlantik di barat dan lembah indus di Timur. Selain perluasan Bani Umayyah juga melakukan berbagai penyempurnaan di bidang administrasi negara atau birokrasi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. dalam Bidang administrasi negara, untuk pertama kalinya muawiyah memperkenal lembaga pengawal pribadi atau (hajib) dalam sistem pemerintahannya. Para pengawal inilah yang menjalankan tugas-tugas protokoler khalifah dalam menentukan dan menerima Siapa yang berhak bertemu dengan khalifah. Selain pengalaman tragedi Ali yang tewas terbunuh Muawiyah juga mendapat inspirasi pelembagaan Hajib ini dari pengaruh syam dan persia. Muawiyah tidak ingin tragedi yang menimpa Ali terjadi pada dirinya. Ia sadar bahwa orang-orang yang tidak senang kepadanya terutama kelompok Syi'ah selalu berusaha mencelakakan dirinya. Hasan Ibrahim Hasan melukiskan bagaimana khawatirnya muawiyah keselamatan dirinya sehingga Ia menggunakan Bodyguard ia menyediakan tempat khusus di dalam masjid dan tempat itu tidak boleh diusik oleh orang lain dan ia salat sendiri di situ terpisah dari manusia lainnya bila ia sujud maka pengawalnya siap berdiri di dekat kepalanya

3

Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Prenadamedia group, 2014). Hlm.91

3

melindunginya dengan pedang terhunus. 4 itulah Sebabnya Ia menggunakan pengawal dalam menjalankan pemerintahannya dalam perkembangannya para hajib ini kekuasaan yang luas, karena merekalah yang mengatur pertemuan pejabat-pejabat negara lainnya delegasi negara sahabat maupun anggota masyarakat dengan Khalifah. Pemerintahan pusat terdiri dari 5 departemen yaitu Diwan Al jund atau militer, Diwan Al kharaj atau perpajakan dan keuangan, Diwan Al rasail atau suratmenyurat, Diwan alkhatam atau arsip dan dokumentasi negara, Diwan Al barid atau layanan pos dan registrasi penduduk. Berapa Departemen ini memang telah ada pada zaman Umar, sedangkan sebagian lain merupakan kebijaksanaan khalifah berdasarkan tuntutan perkembangan yang terjadi.Muawiyah lah Khalifah yang pertama membentuk dewan-dewan tersebut. masing-masing Departemen atau dewan dipimpin oleh seorang Khatib atau sekretaris. Pada awal pemerintahannya Bani Umayyah

menggunakan

bahasa

daerah

masing-masing

untuk

administrasi

negara,sebagaimana sebelum daerah-daerah tersebut ditaklukan. Di Mesir bahasa yang digunakan adalah bahasa Kopti, di Syam Bahasa Romawi dan Irak bahasa Persia. Bahkan muawiyah sendiri mengangkat seorang non Arab bernama Sergon ibn Mansur dan anaknya sebagai pegawai lembaga keuangan. Setelah Abdul Malik bin marwan memerintah, dilakukanlah arabisasi. Bahasa Arab menggantikan bahasabahasa tersebut dalam administrasi negara. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut Bangsa Arab pun menempati kedudukan lebih tinggi dari non Arab. Kebijaksanaan ini diikuti oleh pengganti penggantinya berikutnya pengutamaan golongan Arab inilah yang kemudian merupakan ciri khas Bani Umayyah dan akhirnya menjadi pemicu ketidakpuasan di kalangan warga non Arab dipun mereka telah masuk Islam. Dalam pemerintahan daerah wilayah kekuasaan Bani Umayyah dibagi menjadi lima provinsi Besar, yaitu 1). Hijaz, Yaman dan Arabia; 2). Mesir bagian utara dan selatan 3). Irak dan Persia 4). Mesopatamia, Armenia dan Azarbaijan 5). Afrika Utara, Spanyol,Perancis bagian selatan Sisilia dan Sardinia.5 Tiap-tiap provinsi di Pimpin oleh seorang Gubernur yang bertugas menjalankan administrasi politik dan militer untuk wilayah masing-masing. mereka langsung diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab kepadanya. 4 5

Hassan Ibrahim Hassan, Al-Nuzhum al-islamiyah (kairo: Mathaba'ah, 1953). Hlm.14 Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Prenadamedia group, 2014). Hlm 92

4

Karenanya sifat Bani Umayyah adalah sentralistik. Kepala Daerah hanya melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan dari pusat.

Untuk membantu

kelancaran tugasnya, gubernur-gubernur ini dibantu oleh seorang atau beberapa sekretaris pengawal dan dan pejabat penting seperti dapat pajak dan kepolisian. Selain pejabat eksekutif khalifah juga mengangkat Hakim untuk daerah. Mereka memiliki kekuasaanyang

independen dan tidak bisa diintervensi oleh

Khalifah. Para hakim ini menangani dan memutuskan perkara yang terjadi dalam masyarakat baik yang berhubungan dengan pelanggaran ringan atau hisbah seperti kecurangan dalam perdagangan dan penipuan di pasar, maupun perkara yang berhubungan dengan Al ahwal Al syakhsiyah hukum perdata/keluarga dan yang berat seperti jarimah yang ditangani oleh lembaga qadha'. Adapun untuk pengadilan tingkat tinggi ditangani oleh lembaga wilayah al-mazhalim yang sejak masa Khalifah Abdul Malik (684-750M) untuk pusat dipegang langsung oleh Khalifah. Dalam penanganan ini, khalifah menyediakan waktu yang khusus untuk menyelesaikan perkara yang masuk wilayah al-mazhalim. Sabun untuk daerah, jabatan dipegang oleh qadhi almazhalim. Ini juga menangani tindakan pejabat pejabat negara yang berbuat wewenang-wewenang terhadap rakyatnya. Dalam beberapa hal wilayah al-mazhalim ini dapat di sejajarkan dengan peradilan tata usaha negara dalam sistem peradilan Indonesia.. Jabatan Hakim dipegang oleh ahli ahli fiqih mujtahid. Mereka memutuskan perkara berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Karenanya, kekuasaan kehakiman ini mutlak dan bebas dari pengaruh pihak lain masuk khalifah sekalipun. Dalam hal ini, khalifah hanya mengawasi dan mengontrol pekerjaan Hakim. Jika terdapat Hakim melanggar dan menyimpang dari tugasnya,maka khalifah segera memecatnya. Keputusan hakim pun mengikat dan wajib dipatuhi oleh pejabat-pejabat lain seperti para pegawai perpajakan. Satu perkembangan baru dalam Dinasti Umayyah sejak zaman muawiyah telah diadakan registrasi putusan hakim.

5

Hal ini pertama kali dilakukan oleh Salim bin Anaz, hakim Mesir yang menangani perkara warisan. Setelah memutuskan perkara tersebut, tidak berapa lama kemudian kedua pihak berperkara berselisih dan meminta putusan kembali darinya, melihat kasus ini, maka Salim memandang perlu dilakukan pencatatan/pembukuan putusan hakim agar dapat dijadikan pedoman dan putusan yang diambil tidak tumpang tindih.6 Dalam Hal ini pemerintahan Bani Umayyah tetap mempertahankan tradisi Khulafaur Rasyidin yang memisahkan antara jabatan eksekutif dan yudikatif. Dalam perekonomian dan peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintahan Bani Umayyah juga mencatat perkembangan yang pesat. Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan (65-89 H/ 684-705M). Alat tukar mata uang bizantium dan persia yang berlaku sebelumnya diganti dengan mata uang yang dicetak sendiri dan memakai bahasa Arab. Pada masa penggantinya, al-walid bin Abdul Malik (8696 H/ 705-714M), Daulah Umayyah mengalami Puncak kemakmuran. Ia memberi jaminan hidup untuk anak yatim dan orang cacat dan menyediakan pendidikan buat mereka Hal penting yang menunjang pendapatan negara pada masa Bani Umayyah antara lain zakat dari umat Islam, rampasan perang atau ghanimah, pajak atas tanah dari warga non muslim (kharaj), Pajak Perdagangan (usyr), dan pajak kepala warga non-muslim (jizyah). Sumber keuangan ini dimanfaatkan untuk menjalankan roda pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. dari hasil pendapatan inilah muawiyah membangun Armada angkatan lautnya yang tangguh dan membangun pelabuhan perdagangan damaskus yang sebelumnya sudah mati akibat peperangan antara Bizantium dan Persia.

6

Hassan Ibrahim Hassan, Al-Nuzhum al-islamiyah (kairo: Mathaba'ah, 1953). Hlm 58

6

Untuk kesejahteraan penduduk Muawiyah memberi tunjangan yang besarnya disesuaikan menurut jasa dan keutamaan mereka. Montgomery Watt mencatat besarnya tunjangan tersebut sebagai berikut : 1. Veteran Perang Badr 5000 Dirham 2. Yang masuk Islam sebelum hudaibiyah 4000 dirham 3. Yang masuk Islam semasa Abu Bakar 3000 dirham 4. Peran perang qadisiyah dan yarmuk 2000 dirham 5. Yang masuk Islam setelah Qadisiyah 1000 dirham 6. Golongan minoritas variasi antara 200 -500 dirham 7. Janda-janda Nabi Muhammad SAW 10.000 dirham 8. Istri-istri Veteran Perang Badar 500 Dirham Menurut watt pemberian tunjangan tersebut tetap dijalankan hingga akhir periode Bani Umayyah. Setelah berjaya selama 100 tahun akhirnya pada 759 M, dinasti Bani Umayyah hancur dan digantikan oleh Bani Abbas untuk melihat faktor-faktor kehancurannya perlu kiranya diperhatikan latar belakang internal dan eksternal dalam kerajaan ini. Ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam faktor internal yaitu: 1. Sejak semula daulat Bani Umayyah sudah menetapkan platfrom nya sebagai negara sekuler.

Khalifah hanya memegang kekuasaan politik dan tidak

memegang kekuasaan agama karenanya, perhatian Bani Umayyah terhadap perkembangan keagamaan lebih kecil dibandingkan dengan perluasan daerah kekuasaan. Ini mengakibatkan rasa tidak senang di kalangan masyarakat. 2. Sistem suksesi berdasarkan warisan. sejak awal muawiyah telah membunuh tradisi Syuro yang dilakukan empat khalifah sebelumnya dalam memecahkan persoalan kenegaraan. Dengan sistem suksesi berdasarkan warisan, tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk menilai kualifikasi pemimpin mereka, karena mereka harus menerima saja pemimpin mereka dari keluarga Bani

7

Umayyah sendiri. Di sisi lain, sistem ini melahirkan intrik-intrik istana yang berujung pada pembunuhan. Bahkan Khalifah Umar bin Abdul al-Aziz khalifah yang memimpin dengan sangat adil dan bijaksana, tewas diracun oleh keluarganya sendiri. Mereka tidak senang dengan kepemimpinannya. diIstana sendiri, para khalifah pada umumnya hidup dalam kemewahan dan melampaui batas. Kekayaan Negara yang berlimpah membuat mereka lupa diri dan tidak memperhatikan tugas-tugas kenegaraan 3. Politik diskriminatif kerajaan terhadap non Arab (mawali). Mereka diperlakukan sebagai kelompok inferior dalam masyarakat. Walaupun dalam teori semua orang yang beriman adalah sama,namun pada kenyataannya kelompok non Arab terasing dalam masyarakat. J.J Sounders mencatat bahwa orang non Arab tidak boleh kawin dengan orang Arab. Mereka juga dikenakan beban pajak yang tinggi, sedangkan orang Arab bebas sama sekali dari kewajiban tersebut. Di kalangan Arab sendiri terdapat pertentangan dalam menyikapi kebijaksanaan negara yang diskriminatif ini. Suku-suku Arab Utara atau Qaisyiyah ingin mempertahankan politik ini, sedangkan suku-suku Arab Selatan di Yaman atau Bani Kalb memandang mereka perlu diperlakukan secara adil, sama dengan golongan Arab. Dalam faktor eksternal, gangguan-gangguan dari gerakan oposisi juga turut memperlemah kerajaan ini. Di antara yang paling berbahaya adalah gerakan khawarij di Oman, syiah di kufah, dan Abdullah bin Zubair yang mendapat dukungan dari penduduk hijaz, Yaman Irak dan Iran.Mereka kecewa dengan cara cara licik muawiyah dalam mencapai puncak karirnya sebagai khalifah. Gerakan gerakan oposisi tersebut senantiasa menggerogoti daulat Bani Umayyah, melemahkan kerajaan tersebut. Akhirnya pada tahun 133 H/750 M revolusi Bani Abbas berhasil menghancurkan kekhalifahan ini. Peta politik umat Islam pun berganti dan dikuasai kembali oleh keluarga Bani Hasyim.7

7

Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Prenadamedia group, 2014). Hlm 97

8

B. Ketatanegaraan pada masa Bani Abbas Daulah Abbasiyah berdiri, sebenarnya dilatarbelakangi oleh penyelewenganpenyelewengan pemegang-pemegang kekuasaan daulah Umayyah seperti delik, golongan, suku, kaum dan kawan, begitu pula penindasan terhadap syiah, Hasyimiyah dan dikucilkan kaum Muslimin Ajam. Maka timbullah gerakan bawah tanah untuk menentangnya. Pada sisi lain adalah yang penting bagi Umayyah, bahwa dia yang pertama mengadakan penjara bagi yang dinyatakan bersalah setelah divonis pada peradilan itu. Pada waktu itu pula ijtihad dilaksanakan dengan seluas-luasnya tanpa terikat dengan satu pandangan, bahkan di dalam “al-Qadha fi al-Islām” dinyatakan qadhi memutuskan perkara tanpa nash yang positif atau ijma’ ulama pendahulunya, baik berupa pandangan maupun berupa ijtihad. Tetapi apabila ia mengalami kesukaran, maka ia minta tolong pada fuqaha Mesir dan dari kalangan mereka banyak berpedoman pada khalifah dan pada wali dalam hal ini menentukan pandangan8 Dinasti Bani Abbas ditegakkan secara revolusi di atas sisa-sisa kekuatan Bani Umayyah. Setelah berhasil menggulingkan Marwan II, khalifah terakhir Bani Umayyah pada tahun 750 M Abu Al Abbas Al saffah memproklamirkan berdirinya Kerajaan Bani Abbas. meskipun al-saffah merupakan pendiri dinasti ini, orang yang berjasa mengembangkannya adalah Abu Ja'far al-mansyur (137 -159 M / 754 - 775 M). Kebijakan terpenting yang dilakukan Al Mansyur adalah memindahkan ibukota ke Baghdad pada tahun 145 H/ 762 M. Pada mulanya, pusat pemerintahan Abbasiyah adalah di kufah. Namun kota ini kurang aman, karena kufah merupakan basis pendukung Syi'ah yang sangat Pro Ali. Oleh karena itu, al-saffah memindahkannya ke hasyimiyah, dekat kufah. Di sini juga masih belum aman dari oposisi Syiah, karena dekat dengan kufah. Akhirnya pada masa al mansur ibukota dipindahkan ke Baghdad.

8

Fangky Suleman, "Peradilan Masa Bani Abbasiyah," Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 14 (2016). Hlm 3

9

Pilihan ini sangat tepat Karena posisinya yang strategis terletak di delta sungai Tigris baghdat juga merupakan pusat kebudayaan tertua (Babylonia) dalam sejarah peradaban manusia. Dari sinilah Khalifah Al Mansur melakukan konsolidasi memantapkan bangunan kerajaannya Dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan. Selanjutnya, para penerusnya mengembangkan dan memajukan dinasti nya dalam berbagai bidang. C. Sistem Pemerintahan pada masa Bani Abbas Sistem pemerintahan yang dikembangkan oleh Bani Abbas merupakan pengembangan dari bentuk yang sudah dilaksanakan sebelumnya, Bani Abbas mengembangkan sistem pemerintahan dengan mengacu pada 4 aspek yaitu : aspek Khalifah, Wizarah, Hijabah dan Kitabah. 1. Aspek Khilafah Berbeda dengan pemerintahan Bani Umayyah sebelumnya, Bani Abbas menyatukan kekuasaan agama dan politik. Perhatian mereka terhadap agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan politis, yaitu untuk memperkuat posisi dan melegitimasi kekuasaan mereka terhadap rakyat. Pemanfaatan bahasa agama dalam pemerintahan ini terlihat pertama kali dalam pernyataan Al-Mansyur bahwa dirinya adalah wakil Allah di bumi Nya (Zhill Allah fi al- Ardh). Pernyataan ini telah menggeser pengertian khalifah sebelumnya dalam Islam. Abu bakar yang dilantik sebagai khalifah pertama tidak menyatakan dirinya sebagai khalifah Tuhan, tetapi khalifah Rasulullah. Sebab, ia menggantikan kedudukan diri Rasulullah Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin politik dan keagamaan. Abu Bakar tidak menggantikan posisi beliau sebagai Rasul. Setelah Umar memerintah, gelar khalifah malah digantinya dengan Amir Al Mukminin. Karenanya, Abu Bakar dan Umar tidak merasa diri mereka mutlak benar dan harus diikuti . mereka membutuhkan kontrol sosial dari segenap rakyatnya agar dapat menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar. Sementara pada masa Bani Umayyah, kekuasaan mereka lebih terpusat pada urusan politik.

10

Pernyataan al-mansur di atas menunjukkan bahwa khalifah memerintah berdasarkan mandat Tuhan, bukan pilihan rakyat. Oleh karenanya, kekuasaannya adalah suci dan mutlak serta harus dipatuhi oleh umat, karena khalifah berkuasa dalam masalah politik kenegaraan dan agama sekaligus. Para khalifah Bani Abbas akhirnya mengklaim diri mereka sebagai bayang-bayang Tuhan muka bumi (the shadow of god in the earth) dan khalifah Tuhan, bukan khalifah nabi. Berdasarkan prinsip ini kekuasaan khalifah bersifat absolut dan tidak boleh digantikan kecuali setelah ia meninggal. Ironisnya, absolutisme kekuasaan khalifah didukung pula oleh pemikiranpemikiran tokoh-tokoh sunni yang hidup pada masa daulat Bani Abbas berkuasa, Ibn Abi Rabi' , Al Mawardi, Al Ghazali dan Ibnu Taimiyah adalah beberapa tokoh sunni yang mendukung gagasan kekuasaan mutlak khalifah dan sakralnya kedudukan mereka. Al-ghazali bahkan berpendapat bahwa sumber kekuasaan adalah dari Tuhan dan diberikanNya kepada sebagian kecil hambaNya. Karena, kekuasaan khalifah yang mendapat mandat dari Tuhan tidak boleh diganggu apalagi diturunkan.9 2. Aspek Wizarah Wizarah adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugastugas kepala negara. Orang yang membantu dalam pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan tersebut dinamakan Wazir.Sebelum masa Bani Abbas, wizarah memang telah ada, tapi belum ter lembaga. Pada zaman Nabi SAW yang membantu tugastugas kenegaraan beliau antara lain adalah Abu Bakar dan pada masa Abu Bakar ia dibantu oleh Umar. Pada zaman Bani Umayyah Wazir hanya berfungsi sebagai penasehat. Pada masa Bani Abbasiyah di bawah pengaruh kebudayaan Persia, Wazir ini mulai dilembagakan. Dalam pemerintahan al-saffah, Wazir yang diangkatnya adalah Abu Salamah Al khallal Ibnu Sulaiman Al Hamadzani. Wazir ini bertugas sebagai tangan kanan khalifah. Dia menjalankan urusan urusan kenegaraan atas nama khalifah. Dia berhak mengangkat dan memecat pegawai pemerintahan, kepala daerah, bahkan Hakim. Wazir juga berperan mengoordinasi Departemen Departemen seperti 9

Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Prenadamedia group, 2014). Hlm 99

11

Departemen perpajakan Departemen pemerintahan dan Departemen Keuangan . Kepala Departemen ini kadang-kadang disebut juga dengan Wazir akan tetapi mereka tetap mengikut dan berada di bawah kontrol kekuasaan Wazir koordinator. Departemen-departemen yang dikepalai oleh masing-masing Wazir ini merupakan kabinet dalam pemerintahan Bani Abbas yang disebut dengan Diwan Al Aziz. Berdasarkan hal ini al-mawardi ahli tata negara pada masa Bani Abbas membagi Wazir menjadi dua bentuk. Pertama Wazir Al-tafwidh, yaitu Wazir yang memiliki kekuasaan luas memutuskan berbagai kebijaksanaan kenegaraan, Ia juga merupakan koordinator kepala kepala departemen. Pasir ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri, besarnya kekuasaan wazir al tafwidh ini maka orang yang menduduki ini merupakan orang-orang kepercayaan Khalifah . kedua , Wazir al tanfidz yaitu wazir yang hanya bertugas sebagai pelaksana kebijaksanaan yang digariskan oleh Wazir tafwidh. ia tidak berwenang menentukan kebijaksanaan sendiri.10 Wazir tafwidh yang terkenal pada masa Bani Abbas adalah keluarga Al Barmaki. Khalifah Harun ar-rasyid mengangkat Yahya Bin Khalid al Barmaki dan memberinya kewenangan yang besar dalam pemerintahan . "Aku menyerahkan urusan kenegaraan ini kepadamu untuk mengatur Rakyat laksanakanlah sesuai dengan apa yang menurutmu benar engkau boleh mengangkat dan memecat Siapa yang engkau anggap perlu". demikian pesan Harun ar-rasyid kepadanya. Khalifah Arrasyid kemudian memberinya stempel khusus (tempel negara). Dengan demikian urusan kenegaraan semuanya berada di tangan Yahya. Dalam masa pemerintahan Al muktasim ketika Khalifah tidak begitu berkuasa lagi, Wazir-wazir berubah fungsi menjadi tentara pengawal. mereka terdiri dari orang-orang Turki. Begitu kuatnya kekuasaan mereka di pusat pemerintahan ( Baghdad), sehingga khalifah hanya menjadi boneka. Mereka dapat mengangkat dan menjatuhkan Khalifah sekehendak hatinya. Panglima tentara pengawal yang bergelar Amir al Umara atau Sultan inilah pada dasarnya yang berkuasa di ibukota pemerintahan. Khalifah-khalifah tunduk pada kemauan mereka dan tidak bisa berbuat apa-apa. Namun yang menarik, panglima tersebut tidak berani mengadakan kudeta 10

Hassan Ibrahim Hassan, Al-Nuzhum al-islamiyah (kairo: Mathaba'ah, 1953). Hlm 43

12

merebut kursi kekhalifahan dari keluarga Abbasiyah, meskipun khalifah sudah lemah tidak berdaya. padahal kesempatan dan kemampuan untuk itu mereka miliki. Barangkali, Sunny tentang Al- A'immah min Quraisy (kepimpinan umat dipegang oleh suku Quraisy) tetap mereka pegang Teguh. Mereka merasa tidak syar'i kalau menjadi khalifah, karena bukan termasuk keturunan Quraisy. Kalau mereka melakukan kudeta merebut kekuasaan,

tentu akan menimbulkan

Gejolak dalam masyarakat . Oleh sebab itu, mereka merasa lebih aman berperan di belakang layar mengendalikan Khalifah. 3. Aspek kitabah Besarnya pengaruh wazir-wazir dalam pemerintahan membutuhkan tenagatenaga untuk membantu tugas-tugasnya dalam mengoordinasi masing-masing departemen. Untuk itu, wazir pun mengangkat para katib untuk menempati posposnya. Diantara jabatan katib ini adalah katib ar-rasail, katib al-kharaj, katib a-jund, katib al syurthah, dan katib al qadhi. Sesuai dengan namanya para katib (kuttab) bertugas dalam bidang masing-masing. Diantara jabatan katib yang paling strategis dan penting adalah jabatan katib ar-rasail. Ia mengumumkan keputusan atau undangundang, menyusun dan mengonsep surat politik dengan bahasa yang baik dan indah sebelum disahkan oleh khalifah serta mengeluarkan surat-surat resmi negara. Itu sebabnya khalifah memilih katib ar rasail ini dari kalangan ahli sastra. Katib Arrasail ini dapat dikatakan asisten pribadi (aspri) khalifah atau sekretarisNegara, karena dia duduk berdampingan dengan khalifah dalam menentukan kebijaksanaan negara dan mengumumkannya kepada masyarakat. Tampaknya ada perbedaan tugas antara kepala dewan dan kepala dewan (wazir tanfidz) bertugas mengurus departemen yang mereka pimpin dan menjalankanya sesuai dengan petunjuk khalifah atau wazir tanfidz. Adapun katib bertugas

mengawasi

administrasi

departemen.

Ia

bertugas

dalam

bidang

kesekretariatan pada masing-masing departemen.

13

4. Aspek Hijabah Hijabah berarti pembatas atau penghalang. Dalam sisitem politik bani abbas, hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah, karena tugas dan wewenang mereka adalah menghalangi dan membatasi agar tidak semua orang bebas bertemu dengan khalifah bani abbas. Mereka bertugas menjaga keselamatan dan keamanan khalifah. Pada masa al-khulafa’ al-rasyidin hijabah ini tidak ada dan tidak dibutuhkan. Siapa saja boleh bertemu dengan khalifah kapan saja tanpa ada halangan. Bahkan khalifah bergaul membaur bersama-sama mereka secara intens. Setelah terjadi pembunuhaan terhadap diri khalifah Ali, Muawiyah, sebagaimana disebutkan diatas sebelumnya, bersikap lebih hati-hati. Ia memutuskan bahwa tidak sembarang orang bisa bertemu dengan khalifah. Pada masa bani abbas, protokoler ini lebih diperketay. Orang tidak diperkenankan masuk istana dan bertemu dengan khalifah kecuali untuk hal-hal yang sangat penting. Bila ada tamu yang datang, hajib terlebih dahulu menanyakan maksud dan tujuanya. Setelah itu, barulah hajib memutuskan boleh tidaknya ia bertemu dengan khalifah. Kalau boleh, hajib sendiri yang mengantarkanya kepada khalifah. Adanya hajib ini tampaknya merupakan suatukebutuhan dan kemasyarakatan serta luasnyb daerah pemerintahan bani abbas menuntut perlunya khalifah bersikap skstra hati-hati terhadap segala kemungkinan buruk yang dapat menimpa diri mereka. Jadi dapat dipahami bahwa hajib ini kurang lebih sama dengan pengawal pengamanan presiden (passpampres) pada masa sekarang. Harun nasution menyebutkan bahwa

hajib dapat diartikan sebagai kepala rumah tangga istana.

Bahkan hajib yang kuat memiliki kekuasaan yang lebih besar dari wazir. Hajib memiliki kedudukan penting dalam sebagai besar urusan pemerintahan. Menterimenteri deoartemen harus mendapat persetujuan hajib dalam melaksanakan tugastugas kenegaraan.11 Selain empat aspek tersebut diatas, untuk urusan daerah (provinsi), khalifah bani abbas mengangkat kepala daerah (amir) sebagai pembantu mereka. Ketika meraka masih kuat, sestem pemerintahan ini bersifat sentralistik. Semua kepala daerah bertanggung jawab oleh khaligfah yang diwakili oleh wazir. Namun setelah kekuasaan 11

pusat

lemah,

masing-masing

amir

berkuasa

penuh

mengatur

Dr. Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Prenadamedia group, 2014). Hlm 103

14

pemerintahanya sendiri. Hingga pada akhirnya banyak daerah yang melepaskan diri dari kekuasaan pusat. Pada masa tersebut timbullah dinasti-dinasti kecil, baik dibarat bmaupun timur baghdad. Di bagian barat antara lain berdiri dinasti idrisi (marokko, 788-974), alghlabi (tunis, 800-969 M), dan thulun (868-905 M), dan samaniyah, (Balkh, 874-999 M). Dinasti-dinasti ini biasanya muncul karena pertama, pemberontakan pemimpin lokal yang berhasil, lalu mendirikan pemerintajhan sendiri; kedua, kekuasaan gubernur yang diangkat oleh khalifah semakin kuat., sehingga tidak mau diganti. Akhirnya ia sendiri melepaskan diri dari kekuasaan pusat (baghdad) dan mengangkat anakanya sebagai penggantinya. Pada masa al saffah daerah kekuasaan bani abbas dibagi menjadi duabelas provinsi. Pemerintah daerah (amir) dibagi tiga keamiran , yaitu imarah istkhfa’; imarah isti’la, dan imarah khashah. Masing-masing imarah mempunyai wewenang yang jelas. Imarah istikhfa’ bertugas antara lain mengatur dan menggaji tentara daerah, memungut pajak, menjadi imam, dan menegakkan pelaksanaan hukum,. Mereka adalah pejabat eksekutif daerah(gubernur). Imarah istila’ bertugas dalam masalah ketertiban umum , semacam kepala kepolisian daerah (polda). Mereka bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban daerah. Adapun imarah khashah bertugas menangani masalah ketentaraan. Dengan kata lain, jabatan ini kira-kira sama dengan jabatan panglima daerah militer (pangdam). Seperti halnya pada masa bani umaiyyah, kekuasaan yudikatif (al-shultoh alqadha’iyah) dibagi kepada bidang hisbah, al qadha’ al mazhalim. Tugas dan kewenangan mereka juga tidak beda pada masa sebelumnya. Namun selain bidang tersebut pada masa bani abbasiyah juga membentuk lembaga peradilan militer (Qodhi al-askar atau qodhi al-jund). Khalifah sendiri juga menyedikan waktu-waktu tertentu di istana untuk menangani perkara-perkara khusus. Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-ilmu agama atau ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu Hadits, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh, ilmu tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan eksakta, seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta melahirkan teknologi

15

yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat Islam. Hasil dari perkembangan pemikiran yang sudah dirintis dari periode klasik awal adalah kemajuan peradaban Islam yang mencapai puncak kejayaannya terutama pada masa dua khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Ketika keduanya memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin, walaupun ada juga pemberontakan tapi tidak terlalu mempengaruhi stabilitas politik negara, dan luas wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah ini mulai dari Afrika Utara sampai ke India.12 Dalam perekonomian, sumber pendapata terbesar negara berasal dari pajak. Pada masa harun al rasyid, pemasukan negara dari sektor ini mencapai 272juta dirham dan 4,5 juta dinar. Sementara pada masa mu’tashim , pajak yang berhasil terkumpul meningkat sebesar 314.271.350 dirham dan 5. 502.000 dinar daerahdaerah pengumpul pajak tercatat sebagai berikut: 1. Sawad di irak 114.357,650 dirham 2. Al-ahwaz 23.000,000 dirham 3. Persia, 24.000,000 dirham 4. Kirman 6.000,000 dirham 5. Mikran, 1.000,000 dirham 6. Isfahan, 105.000,000 dirham 7. Sijistan, 1.000,000 dirham 8. Khurasan, 27.000,000 dirham 9. Halwan, 9.000,000 dirham 10. Mahin, 9.800,000 dirham 11. Hanadzan, 1.700,000 dirham 12. Masbidzan, 1.200,000 dirham 13. Mahjan qoysan, 3.000,000 dirham 14. Igharin, 3.000,000 dirham 15. Qum dan qoysan, 3.000,000 dirham 16. Azerbaijan, 4.500,000 dirham.

12

‫نظام الحكم في الشريعة والتاريخ اإلسالمي‬

16

Penghasilan dari pajak tersebut, selain untuk kepentingan masyarakat luas, dibelanjakan untuk membayar gaji pegawai tiap-tiap departemen. Selain pajak, sumber devisa negara lainya adalah pertanian, perdagangan , dan industri. Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Popularitas Daulah Abbâsiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun arRasyîd t (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mûn (813- 833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyîd untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandianpemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.13

13

H. Fuad Riyadi, "PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH," Jurnal Libraria, 2 (2014). Hlm 101

17

Kesimpulan Pemerintahan Dinasti Umayyah dianggap sebagai masa penyebaran benih kebudayaan yang berkembang subur di masa Dinasti Abbasiyyah. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Dinasti Umayyah, seperti ilmu-ilmu keagamaan (ilmu qira’at, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa) dan juga ilmu arsitektur. Selain banyaknya ilmu pengetahuan yang berkembang dan memunculkan ulama-ulama besar di berbagai bidang, Dinasti umayyah juga berperan besar dalam perkembangan Islam di dunia. Karena pada masa inilah, pemerintahan Islam berhasil menaklukan wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Romawi dan Byzantium. Bahkan pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, wilayah kekuasaan Islam terbentang sampe ke Andalusia, Afrika Utara, Persia, Asia Tengah dan wilayah Hindia. Sedangkan,

pada

masa

bani

Abbasiyah

konsep

kekhalifahan

(pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. ciri-ciri sistem pemerintahan yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain : (1) dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab, (2) dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah,

18

Daftar Pustaka Iqbal, Dr. Muhammad. Fiqh Siyasah. Jakarta: Prenadamedia group. 2014. Hassan, Hassan Ibrahim. Al-Nuzhum al-islamiyah. kairo: Mathaba'ah. 1953. Suleman, Fangky. "Peradilan Masa Bani Abbasiyah." Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah. 14 (2016). Riyadi, H. Fuad. "PERPUSTAKAAN BAYT AL HIKMAH." Jurnal Libraria. 2 (2014). ‫نظام الحكم في الشريعة والتاريخ اإلسالمي‬

19

Related Documents

Fiqh
November 2019 66
Fiqh Fix.docx
April 2020 9
Fiqh Lessons
November 2019 21
Liens Fiqh
May 2020 9
Project-fiqh
April 2020 10
Fiqh Qurban
June 2020 20

More Documents from ""

Wakaf K5-converted.docx
April 2020 16
Metpen.docx
April 2020 13
Wakaf K5.docx
April 2020 12
Fiqh Siyasah.docx
April 2020 10
Distributed System
May 2020 15
Cara Shlat Lima Waktu.doc
October 2019 75