Fince Seminar.pdf

  • Uploaded by: NurVikaAmilia
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fince Seminar.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 11,709
  • Pages: 69
JUDUL PENELITIAN Hubungan Kepercayaan Epistemologi dan Self-Efficacy terhadap Pemahaman Konsep Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja IDENTITAS PENELITI Nama

: Fince Utang Manggil

NIM

: 1513021034

Jurusan

: Pendidikan Fisika

Fakultas

: Ilmu Pengetahuan Alam

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu investasi

modal manusia (human

investment) yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta ketrampilan

yang

diperlukan

dirinya,

masyarakat,

bangsa

dan

negara

(Kemendikbud, 2003). Sampai saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM)

1

masih menjadi indikator kemajuan suatu bangsa. Mulyono (2012) menyatakan bangsa-bangsa maju di dunia pasti ditopang oleh sumber daya SDM berkualitas sehingga memiliki keunggulan hampir di semua bidang. Para peneliti ini dan pengambilan kebijakan di seluruh dunia secara terus menerus masih tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negara masing-masing. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga masih tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan. Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pendidikan, maka kualitas pendidikan salah satunya akan tercermin dari kualitas hasil pembelajaran. Keberhasilan belajar akan dicapai jika siswa memiliki pemahaman konsep yang baik terhadap suatu materi pembelajaran. Pembelajaran fisika dalam kurikulum 2013

mengembangkan

proses

pembelajaran

yang

interaktif,

inspiratif

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, kontekstual dan kolaboratif memberi ruang yang cukup bagi prakasa, kreativitas dan kemandirian peserta didik. Lisma et al (2017) menyatakan pemahaman konsep termasuk dalam satu diantara aspek hasil belajar yang diukur yakni aspek memahami, sehingga dapat disimpulkan pemahaman dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Terlebih dalam pembelajaran fisika, pemahaman konsep sangat diperlukan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar siswa. Pemahaman konsep sangat diperlukan dalam pembelajaran Sains khususnya Fisika

agar siswa mampu

menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan yang lebih kompleks. Aeniah et al (2018) menyebutkan hal dasar yang dibutuhkan pembelajaran

fisika

adalah

siswa

dapat

2

mengusai

konsep-konsep

dan

keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecah masalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun harapan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Kualitas pendidikan Indonesia yang tercermin dari hasil belajar siswa masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut Sarnapi (2016) hasil survie PISA (Programme for Internasional Student Assement) tahu 2015 menempatkan Indonesia pada peringkat 69 dari 76 negara yang menjadi anggota survei. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan survei yang dilakuakan oleh TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science Study), Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara yang ikut serta dalam studi ini. Hasil survei kedua lembaga tersebut mengidentifikasihkan pemahaman konsep sains siswa masih rendah, yang hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar dan belum mampu mengomunikasikan, mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak. Melihat fakta yang terjadi, maka kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan ini menimbulkan kesenjangan. Samudra et al (2014) meneliti permasalahanpermasalahan yang dihadapi siswa SMA Kota Singaraja dalam pembelajaran fisika berasal dari faktor internal siswa, yaitu siswa tidak menyukai pembelajaran fisika dan masih mengagap fisika sebagai pelajaran yang sulit. Kesulitan siswa dalam mempelajarai fisika disebabkan oleh dua hal, yaitu materi fisika yang padat, menghafal, dan menghitung, serta pembelajaran fisika dikelas yang tidak kontekstual. Temuan ini memberikan petunjuk bahwa perlunya pegetahuan lebih detail faktor internal siswa tersebut.

3

Selanjutnya, Kolo et al (2017) menyatakan bahwa prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis, yaitu motivasi, sikap, interaksi, dengan lingkungan, self-efficacy, keluarga, stress, dan lain-lain. Faktor yang paling berdampak terhadap kesenjangan adalah kepercayaan epistemologi dan selfefficacy. Ghufro (2017) Berpendapat bahwa kepercayaan epistemologi adalah kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan dan pengaruh mengetahui terhadap proses kognitif, seperti bagaimana kepercayaan individu menyetujui kebenaran informasi, mengorganisasi informasi, mendapatkan pengetahuan dan pembenaran pengetahuan. Novanda et al (2018) menyatakan keberhasilan seseorang dalam mengusai suatu materi disebabkan oleh keyakinan yang dimilikinya, karena keyakinan yang akan menyebabkan orang tersebut berperilaku sedimikian rupa sehingga keyakinan tersebut akan menjadi kenyataan. Salah satu sumber keyakinan adalah tingkat kepercayaan diri terhadap kemampuan kita sendiri (self-efficacy). Kepercayaan epistemologi memainkan peran penting didalam perilakuperilaku akademis, seperti mempengaruhi pengunaan teknik-teknik dalam belajar. Teknik belajar yang dipilih menentukan prestasi belajar siswa. Hofer & Pintrich (dalam Ghufron, 2017) menyatakan bahwa kepercayaan epistemologi memainkan peran penting didalam perilaku-perilaku akademis, seperti mempengaruhi penggunaan teknik-teknik dalam belajar. Sebagai contoh, para individu yang percaya bahwa struktur pengetahuan terdiri dari potongan-potongan yang tidak bertalian dengan informasi, kemungkinan akan menggunakan teknik menghafal sebagai teknik belajar dan bukan teknik pemahaman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa para individu yang memandang bahwa pengetahuan adalah sama, tak

4

berubah dan stabil cenderung mengunakan teknik menghafal fakta-fakta ilmiah. Berbeda dengan para individu yang memandang pengetahuan dinamis, yang akan mengutamakan aspek pemahaman informasi. Lebih dari itu, para individu yang percaya bahwa teknik memahami adalah strategi terbaik dalam belajar, kan memepunyai hasil yang lebih baik pada saat ujian akhir dbandingkan dengan para individu yang percaya bahwa teknik menhafal adalah teknik yang terbaik (Davis dalam Ghufro, 2017) Sama hal dengan kepercayaan epistemologi, self-efficacy juga dapat dapat dijadikan sebagai prediktor pemahaman konsep belajar siswa (Hulu & Minauli, 2017). Self-efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pencapaian (Bandura, 1997). Menurut Yoanita et al (2016) self-efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai tujuan dan memprediksi seberapa seberapa usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Self-efficacy secara efisien dapat mencerminkan pemahaman konsep belajar siswa kearah positif. Hal ini secara eksplisit diungkapkan oleh Santrock (Nastuti et al. 2018) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy tinggi berpengaruh terhadap keberhasilan dalam belajar.

Yoanita et al (2016)

menyatakan siswa dengan self-efficacy tinggi jika diperhadapkan berbagai tugas dan ujian dapat menyelesaikan tugas dan ujian yang telah diberikan. Siswa dengan self-efficacy tinggi memiliki perbedaan pandangan tentang perasaan, pikiran, dan perbuatan, sehingga lebih optimis dan mampu untuk mengatasi keraguan, utamanya dalam mengatasi tantangan dan kesulitan tugas (Vikas, 2017). Siswa

5

yang demikian akan menjadikan self-efficacy yang ada pada dirinya sebagai alat untuk membangun ketenangan dalam menghadapi kesulitan saat mengerjakan soal dan tugas. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa self-efficacy adalah salah satu predikstor tingkat kesuksesan pemahamn konsep belajar siswa (Humaina. 2017) Apabila ditelusuri lebih lanjut, khususnya pada pembelajaran fisika, baik kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa terlihat keterkaitannya satu sama lain dalam meningkatakan pemehaman konsep belajar siswa. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaiman membiasakan siswa untuk sadar terhadap pemahaman konsep dan sel-efficacy siswa. Pada disiplin ilmu tertentu khususnya pelajaran fisika, kedua variabel ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan pelajaran fisika tergolong pelajaran yang sulit dan memerlukan penalaran yang mendalam untuk memahami setiapa materi yang terkandung di dalamnya. Realitanya, siswa memiliki keyakinan yang rendah dalam belajar fisika. Tidak hanya itu, beberapa data penelitian juga menunjukkan hasil yang sama. Salah penelitian Auruh (2017) menunjukan self-efficacy sains siswa perempuan dan laki-laki masih tergolong rendah. Rendahnya self-efficacy sains tersebut berdampak pada rendahnya pemahaman konsep belajar sains siswa. Kepercayaan epistemologi juga masih bermasalah dalam pembelajaran fisika. Pandangan terhadap sulitnya fisika dikarenakan fisika identik dengan rumusrumus menjadikan siswa mudah menyerah dan sters dalam mengikuti pelajaran fisika dikelas. Lestari et al (2015) meyebutkan siswa yang meyakini bahwa dalam menyelesaikan masalah-masalah fisika dikelas adalah selalu dengan menggunakan rumus, tanpa memahami konsep maka mereka hanya akan menghafal rumus tanpa

6

mau mencari tahu konsep pendukungnya. Hal ini patut menjadi perhatian guru agar memikirkan strategi, model serta metode pembelajaran yang mampu membuat siswa merubah cara berpikir mereka terhadap fisika. Apa yang siswa yakini terhadap fisika akan mempengaruhi pilihan strategi dan pendekatan belajar mereka terhadap fisika. Berdasarkan keterkaitan hubungan kepercayaan, self-efficacy dan pemahaman konsep yang dibuktikan oleh beberapa penelitian tersebut, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut yang berjudul “ Hubungan Kepercayaan Epistemologi dan Self-Efficacy terhadap Pemahaman Konsep Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri di Kota Singaraja”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permaslahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan kepercayaan epistemologi dan pemahaman konsep fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja? 2. Apakah terdapat hubungan antara self-efficacy dan pemahaman konsep fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja? 3. Apakah terdapat hubungan antara kepercayaan epistemologi dan selfefficacy terhadap pemahaman konsep fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

7

1. Mendeskripsikan hubungan kepercayaan epistemologi dan pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja. 2. Mendeskripsikan hubungan antara self-efficacy dan pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja . 3. Mendeskripsikan hubungan secara bersama-sama antara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy dengan pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja. 1.4 Manfaat Penelitian Secara umum manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi, yakni manfaat secara teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1

Manfaat teoritas Sacara teoritas, hasil penelitian yang direncanakan ini dapat bermanfaat

untuk (1) memberikan kontribusi mengenai peran kepercayaan epistemologi dan self-efficacy dalam meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa. (2) menjadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang mempertimbangkan penerapan model pembelajaran inovatif dengan memperhatikan kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa. 1.4.2

Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berperan

dalam penetapan kebijakan dibidang pendidikan. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bagi guru fisika, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagaimana kepercayaan

epistemologi

dan

self-efficacy

mampu

meningkatkan

pemahaman konsep fisika siswa. Berdasarkan informasi ini, guru dapat

8

merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahamn konsep belajar fisika dengan memperhatikan semua aspek diantara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy. 2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam perbaikan pelaksaan pembelajaran di Sekolah dengan memperhatikan aspek kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa, sehingga pembelajaran nantinya memberikan hasil yang maksimal. 3. Bagi peneliti, yakni sebagai calon guru, penelitian ini diharapkan dapat member pengalaman dan menjadi acuan peneliti selanjutnya mengenai hubungan antara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy dalam keterkaitan meningkatkan pemahaman konsep belajar fisika.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri se-Kota Singaraja untuk kelas X MIA pada pembelajaran fisika. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA SMA Negeri di Kota Singaraja pada semester genap tahun pelajaran 2018/2019. Sampel yang diambil dengan cara proportional random sampling. Kepercayaan epistemologi dan self-efficacy sebagai prediktor siswa, sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman konsep fisika. Penelitian ini mengunakan tujuh kategori dari dimensi proses kognitif, meliputi menafsirkan, mencontohkan,

mengklasifikasikan,

merangkum,

menginferensi,

membandingkan dan menjelaskan. Penelitian ini tidak memberikan perlakuan atau proses pembelajaran pada sampel penelitian. Artinya, semua variabel yang

9

diteliti merupakan ukuran kemampuan dan sikap alami yang sudah dimiliki oleh setiap siswa itu sendiri.

1.6 Defenisi Konseptual dan Operasional 1.6.1

Defenisi Konseptual Definisi konseptual yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup definisi

konseptual kepercayaan epistemologi, self-efficacy, dan pemahaman konsep 1. Kepercayaan epistemologi adalah kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan dan pengaruh mengetahui terhadap proses kognitif, seperti bagaiamana kepercayaan individu menyetujui kebenaran informasi, mengorganisasi informasi, mendapatkan pengetahuan dan pembenaran pengetahuan (Ghufron, 2017). Terdapat lima dimensi kepercayaan Epistemologi, yaitu 1) pengetahuan bersifat sederhana (simple knowledge), 2) pengetahuan bersifat pasti (certain knowledge), 3) pengetahuan berasal dari orang yang lebih tahu (omniscient), 4) belajar dengan cepat (quick learning), dan 5) kecakapan/kecerdasan dalam memperoleh pengetahuan (innate ability) (Schommer dalam Gufro, 2017). 2. Self-efficacy adalah adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pencapaian (Bandura, 1997). Terdapat tiga dimensi self-efficacy, yaitu level of self-efficacy, generality of self-efficacy, dan strength of self-efficacy. Level of self-efficacy berkaitan dengan kesulitan tugas. Generality of self-efficacy berkaitan

10

dengan luas bidang tugas. Strengt of self-efficacy berkaitan dengan kekuatan individu terhadap keyakinan (Bandura, 1995) 3. Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang diharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tanpa mengubah artinya Sakti (dalam Puspita, 2018). Berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl pada dimensi proses kognitif, meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menginferensi, membandingkan dan menjelaskan. 1.6.2

Defenisi Operasional Berikut ini dijelaskan definisi operasional kepercayaan epistemologi, self

efficacy, dan pemahamn konsep 1. Kepercayaan epistemologi adalah skor yang diperoleh siswa setelah menjawab kuesioner kepercayaan epistemologi. Indikator kuesioner dikembangakan berdasarkan 5 dimensi 1) pengetahuan bersifat sederhana (simple knowledge), 2) pengetahuan bersifat pasti (certain knowledge), 3) pengetahuan berasal dari orang yang lebih tahu (omniscient), 4) belajar dengan cepat (quick learning), dan 5)

kecakapan/kecerdasan dalam

memperoleh pengetahuan (innate ability) 2. Self-efficacy adalah skor yang diperoleh siswa setelah menjawab kuesioner self-efficacy siswa. Indikator kuesioner dikembangkan berdasarkan 3 dimensi self-efficacy siswa, yaitu level of self-efficacy, generality of selfefficacy, dan strength of self-efficacy.

11

3. Pemahaman konsep fisika adalah skor yang diperoleh siswa setelah menjawab tes pemahaman konsep. Tes ini menggunakan tes pilihan ganda materi usaha dan kalor. Berdasarkan taksonomi Anderson dan Krathwohl pada dimensi proses kognitif, meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menginferensi, membandingkan dan menjelaskan.

12

II. 2.1

KAJIAN PUSTAKA Kepercayaan Epistemologi Berikut dijelaskan tentang definisi kepercayaan epistemologi dan dimensi

kepercayaan epistemologi. 2.1.1. Definisi Kepercayaan Epistemologi Secara etimologis, epistemologi berasal dari bahasa Yunani dari gabungan kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos lazim menunjukkan teori atau pengetahuan secara sistemik (Ghufron, 2009). Epistemologi adalah cabang ilmu yang menerangi masalah-masalah filosofis yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, Epistemologi bagian filsafat yang meneliti asal usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan bagaimana memperoleh pengetahuan (Lestari et al. 2015). Pengertian ini menunjukan bahwa epistemologi yang menentukan kebenaran; macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Menurut

Schommer (dalam Ghufron 2017) terdapat perbedaan antara

penelitian epistemologi dalam filsafat dan psikologi pendidikan. Perbedaannya adalah, apabila di dalam filsafat epistemologi memfokuskan pada investigasi tentang “kebenaran”, “universalitas” dan “absolutisme” pengetahuan. sedangkan dalam psikologi pendidikan memfokuskan tentang bagaimana kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan dan pengaruh mengetahui terhadap proses kognitif. seperti bagaimana kepercayaan individu menyetujui kebenaran suatu informasi, mengorganisasikan informasi, mendapatkan pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan. Ghurfo (2017) menyatakan bahwa kepercayaan

13

epistemologi adalah kepercayaan individu tentang sifat pengetahuan dan pengaruh mengetahui terhadap proses kognitif, seperti bagaiamana kepercayaan individu

menyetujui

kebenaran

informasi,

mengorganisasi

informasi,

mendapatkan pengetahuan dan pembenaran pengetahuan. Menurut Aditomo (2017) menyatakan bahwa kepercayaan epistemologi adalah pendapat dan cara pandang individu tentang pengetahuan disebut. Penelitian Davis (1997) dan Hofer & Pintrich (1997) (dalam Ghufron, 2017). Sebagai contoh, individu yang percaya bahwa struktur pengetahuan terdiri dari potongan-potongan yang tidak bertalian dengan informasi, kemungkinan akan menggunakan teknik menghafal sebagai teknik belajar dan bukan teknik pemahaman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa para individu yang memandang bahwa pengetahuan adalah sama, tak berubah dan stabil cenderung mengunakan teknik menghafal fakta-fakta ilmiah. Berbeda dengan para individu yang memandang pengetahuan dinamis, yang akan mengutamakan aspek pemahaman informasi. 2.1.2.

Dimensi Kepercayaan Epistemologi

Dimensi kepercayaan epistemologi dipaparkan oleh Schommer (dalam Gufro, 2017), yaitu 1. Pengetahuan bersifat sederhana (simple knowledge) misalnya pengetahuan pengetahuan terorganisir secara sederhana atau terpotong-potong atau mempunyai keterkaitan berbagai konsep. 2. Pengetahuan bersifat pasti (certain knowledge), bersifat absolut, menetap atau berkembang.

14

3. Pengetahuan berasal dari orang yang lebih tahu (omniscient), dari pengalaman orang yang mempunyai otoritas dalam menyampaikan pengetahuan atau berasal dari pemikiran sendiri diikuti dengan berbagai bukti. 4. Belajar dengan cepat (quick learning), seperti mahir dengan cepat atau tertahap melalui proses dengan mudah atau perlu kerja keras. 5. Kecakapan/kecerdasan dalam memperoleh pengetahuan (innate ability) yang bersifat bawaan yang menetap atau dapat berubah atau dapat berkembang setiap saat. Kepercayaan epistemologi secara umum dibagi menjadi kepercayaan tentang hakekat pengetahuan dan kepercayaan tentang hakekat belajar. Dapat dilihat sebgai berikut: 1. Kepercayaan tentang hakekat pengetahuanterdiri dari tiga dimensi (Ghufron, 2012) yaitu: Pertama, bahwa pengetahuan berasal dari orang yang lebih tahu atau lebih ahli (authority/expert knowledge) seperti dosen atau buku referensi, dibandingkan dengan logika dan pemikiran sendiri. Pada dimensi ini, mahasiswa tidak mempunyai perspektif pengetahuan, sehingga percaya bahwa informasi dari buku referensi adalah benar, dan bahwa pengajar mesti menyampaikan meteri dalam proses pembelajaran (Schommer dalam Ghufro 2017). Hal ini berbeda pada mahasiswa yang mempunyai kepercayaan epistemologis yang lebih canggih, yang lebih menekan pada pengertian bahwa pengetahuan berasal dari kontruksi pemikiran sendiri.

15

Kedua, bahwa pengetahuan bersifat pasti (certain knowledge), absolut, tidak berubah, dan tidak tentative. Mahasiswa yang mempunyai kepercayaan epistemologis yang canggih, cenderung mempercayai bahwa pengetahuan bersifat pasti dan tidak bisa berubah (Jehng et al dalam Ghufron, 2017) Ketiga, proses yang teratur (orderly process). Memaparkan bahwa dimensi proses yang teratur, atau yang disebut juga dengan belajar keras (rigid learning), adalah dimensi kepercayaan tentang apakah belajar merupakan suatu proses bahwa individu secra pasif menerima pengetahuan yang sudah jadi, ataukah proses memformulasikan fakta-fakta dimana individu secra mandiri membangun gagasan-gagasan mereka. Dalam dimensi ini, perspektif mahasiswa lebih menyukai belajar dengan mengambil materi seacara persis atau sama dengan apa yang mereka baca dibuku referensi dan cenderung mengikuti apa yang tertulis disana dari awal sampai akhir (Jheng et al dalam Ghufron, 2017) 2. kepercayaan hakekat tentang belajar terdiri dari dua dimensi yaitu: Pertama, belajar dengan cepat (quick learning). Pada dimensi ini, mahasiswa memiliki perspektif yang mempercayai bahwa untuk memahami sesuatu sangat tergantung pada saat pertamakali mempelajarinya, maka akan mengalami semacam kebinguungan (Jheng et al dalam Ghufron, 2017) Kedua, kemampuan atau kecakapan bawaan (innate Ability). Kemampuan

bawaan

merupakan

tingkat

dari

kepercayaan

bahwa

kemampuan untuk belajar bersifat lebih kepada bawaan , dari pada diperoleh atau didapatkan (Jheng et al dalam Ghufron, 2017). Pada dimensi ini,

16

mahasiswa berspektif bahwa mahasiswa yang baik tidak harus belajar dengan giat dikampus karena sebagian manusia dilahirkan dengan membawa cara yang baik bagi dirinya. 2.2 Self-Efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Bandura (1997) Self-efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menentukan dan melaksanakan berbagai tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pencapaian. Bandura (1997) lebih jauh menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan yang ada dalam diri seseorang terhadap kemampuan atau potensi dalam dirinya untuk mencapai tujuan tertentu dengan sukses dan mengontrol keadaan-keadaan disekitarnya demi mencapai hasil yang memuaskan. Dengan adanya self-efficacy pada siswa, diharapkan bahwa siswa dapat meraih prestasi yang tinggi di sekolah. Djauhari & Wardani (2016) menyatakan bahwa selfefficacy tidak hanya sebagai prediksi tentang perilaku seperti ungkapan “saya akan” tetapi lebih kepada ungkapan “saya dapat melakukan”. Self-efficacy didefinisikan dan diukur bukan sebagai sifat melainkan kayakinan tentang kemampuan mengkoordinasi ketrampilan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam domain dan keadaan tertentu. Self-efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai tujuan dan memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Self-efficacy mempengaruhi seseorang terhadap pemilihan tugas individu, memperkuat ketahanan diri dan prestasi

17

diri. Dibandingkan seseorang yang ragu akan kemampuannya, seseorang yang memikir self-efficacy tinggi dalam belajar atau mengerjakan tugas akan berpartisipasi lebih jauh, bekerja lebih keras, bertahan lebih lama ketika menemukan kesulitan dan akan mencapai level prestasi yang lebih tinggi. Sehingga pemahaman konsep yang akan didapat oleh siswa yang memiliki self-efficacy tinggi pasti lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki self-efficacy rendah (Yoannita et al, 2016) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan

seseorang

terhadap

kemampuan

yang

dimilikinya

untuk

mengorganisasikan dan bisa menampilkan perilaku performa yang efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu dengan baik serta merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara antara faktor perilaku dengan faktor lingkungan. 2.2.1

Aspek-Aspek Pembentukan Self-Efficacy Ahriana et al (2017) mengungkapkan bahwa aspek pembentukan self-

efficacy seseorang terdiri dari empat faktor 1. Performance Accomplishment Performance Accomplishment merupakan sumber pengharapan yang utama karena didasarkan pada pengalaman individu ketika berhasil mengerjakan sesuatu dengan baik. Bandura (1986) dalam Ahriana et al (2017), menyebut hal ini dengan nama lain, yaitu enactive attaintment atau sumber informasi yang paling berpengaruh karena memiliki dasar pada keberhasilan pengalam pribadi dalam menyelesaikan suatu tugas dengan baik.selain itu, Bandura (1986) juga menyebut hal ini sebagai mastery experience dimana

18

keberhasilan sebelumnya dimasa lalu akan mempengaruhi keberhasilan dan pekerjaan tugas-tugas berikutnya. 2. vicorius experience (Pengalaman Orang Lain) vicorius experience adalah pengalaman yang di dapat ketika individu melihat keberhasilan orang lain dalam mengerjakan tugas dengan baik. Pengharapan dapat tumbuh pada diri individu yang memiliki posisi sebagai pengamat pada saat dirinya menyaksikan orang lain mampu melakukan aktivitas dalam situasi yang tertekan tanpa akibat yang merugikan. Pengamatan ini akan menumbuhkan keyakinan bahwa suatu saat dirinya akan mampu juga dan berhasil jika berusaha secara intensif dan tekun. Kemudian akan timbul sugesti bahwa jika orang lain dapat melakukan dengan baik, maka dirinya juga akan mampu atau paling tidak ada sedikit perbaikan dan peningkatan dalam kinerjanya. 3. verbal persuasion (persuasi verbal) menurut Bandura (Ahriana et al 2017) persuasi verbal digunakan untuk keyakinan seseorang bahwa dirinya memiliki kemampuan. Individu yang dapat meyakinkan secara verbal oleh lingkungan akan mengeluarkan usaha yang besar dibandingkan jika dirinya memiliki keraguan akan kemampuan yang dimilikinya. 4. Emotional Arousal (Dorongan Emosional) Emotional Arousal adalah muncul dan naiknya emosi seseorang ketika individu berada dalam situasi yang tertekan. Saat berada dalam situasi tertekan, kondisi emosional dapat mempengaruhi pengaharapan individu. Rasa takut dan cemas akan mengalami kegagalan. Membuat individu

19

menjadi tidak yakin dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya (Bandura, dalam Ahriana et al 2017) 5. physiologicl and affective states (Keadaan dan Reaksi Fisiologis) stress dan kecemasan memiliki akibat negative terhadap self-efficacy. Jika individu tidak sedang mengalami gejolak perasaan maka diri mampu berfikir relative tenang, jernih dan terarah. Hal ini berguna dapat melihat apakah tujuan yang akan dicapai sulit, sedang atau mudah. Pada akhirnya selfefficacy yang akan muncul akan lebih sesuai dengan kenyataan yang sedang dihadapi oleh individu yang bersangkutan. 2.2.2

Komponen atau Dimensi Self-Efficacy

1. Dimensi level self-efficacy Dimensi ini berkaitan dengan tingkatan kesulitan tugas. Persepsi individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan cenderung memilih mengerjakan tugas-tugas yang sifatnya sulit dibangdingkan dengan yang sifatnya mudah. Individu akan melakukan kegiatan yang dirasa mampu untuk dilaksanakan terutama kegiatan yang diperkirakan diluar batas kemapuan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat kesulitan tugas maka semakin tinggi pula tuntutan self-efficacy individu tersebut. 2. Dimensi generality self-efficacy Dimensi Dimensi generality menjelaskan tentang keyakinan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Hal ini berkaitan dengan bidang pencapaian individu seperti penguasaan tugas, penguasaan materi , serta mengatur waktu. Tidak semua individu mampu

20

melakukan tugas dalam berbagai bidang tertentu akan tetapi individu yang melmiliki self-efficacy yang tinggi cenderung mengusai tugas dari berbagai bidang berbeda. Sementara, indidvidu yang memiliki self-efficacy rendah hanya menguasai dari bidang-bidang tertentu. 3. Dimensi strength Dimensi ini berkaitan erat dengan kekuatan akan keyakinan yang dimiliki oleh individu. Hal ini meliputi gigih dalam belajar, gigih dalam menyelesaikan tugas-tugas, serta konsisten dalam mencapai tujuan-tujuan. Indidvidu yang memiliki keyakinan yang kuat akan dalam dirinya tentu akan berusaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Namun bagi individu yang tidak memiliki keyakinan yang kuat, maka indidvidu tersebut akan mudah menyerah untuk berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2.3

Cara Meningkatkan Self-Efficacy Ahriana et al (2017) menyatakan ada empat cara yang dilakukan agar

individu dapat meningkatkan self-efficacy yang dimiliki yaitu: 1) Memilih tujuan yang secara realistis dapat dicapai. 2) Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang sedang dilakukan. Hal ini penting dilakukan agar pengaruh kegagalan masa lalu tidak tercampur baur dengan rencana yang sedang dilakukan. 3) Tetap fokus mempertahankan prestasi. 4) Membuat daftar kegiatan dan mengerjakan sesuatu berdasarkan tingkat kesulitan tugas. Hal ini penting untuk meningkatkan self-efficacy secara bertahap dalam mengerjakan hal-hal yang sulit. 2.3 Pemahaman Konsep

21

Pemahaman konsep merupakan terjemahan dari istilah understanding yang artinya sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari murizal (2012). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Pemahamn merupakan proses pembangkitan makna dari sumber-sumber bervariasi. Misalnya, melalui pengamatan fenomena, membaca, mendengar, dan diskusi. Menurut Bloom (dalam Radiko et al. 2018) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertianpengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interprestasi dan mampu mengklasifikasikannya. Suastra (2009) menyatakan bahwa konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman yang mana konsep itu timbul sebagai hasil pengalam manusiadengan lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta yang generalisasi. Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya (Purwanto, 2004). Secara sederhana, pemahaman merupakan kemampuan untuk membuktikan hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hafal secara verbalistik, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta. Menurut Mawaddah & Ratih (2016) pemahaman adalah suatu proses yang terdiri dari kemapuan untuk menerangkan dan menginterprestasikan sesuatu, mampu memberikan gambaran, contoh, dan penjelasan yang lebih luas dan memadai serta mampu memberikan uraian dan pelajaran yang lebih kreatif.

22

Sedangkan konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan, atau suatu pengertian. Fisika merupakan materi sains yang hakikatnya adalah ilmu yang mempelajari tentang alam dan gejalanya, yang terdiri atas proses dan produk. Proses yang dimaksud adalah proses ilmiah, yaitu proses yang langkahlangkahnya mengunakan prosedur atau metode ilmiah (Rosidah et al. 2018). Pembelajaran sains khususnya fisika menuntut siswa untuk memahami konsep-konsep yang ada, karena dengan memahami konsep siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah, mengenal gejala-gejala alam yang ada disekitarnya, dan menyelesaikan soal. Menurut Hamdani et al (dalam Rosidah et al. 2018) Pemahaman konsep adalah

kemampuan

menangkap

pengertian-pengertian

seperti

mampu

mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami (translation), mampu memberikan interprestasi (interpretation), dan mampu mengaplikasikannya (extrapolation). Menurut Ferdianto dan Ghany (dalam Rosidah et al. 2018) ada tiga macam pemahaman yaitu: 1) pemahaman translasi (translation) digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi; 2) pemahaman interprestasi (interprestasi) digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide; 3)pemahamn ekstraplorasi dan pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation), mencakup estimasi prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, juga mencakup pembuatan kesimpulan.

23

Menurut Handayani (2016) pemahaman konsep adalah kemapuan individu untuk memahami suatu konsep tertentu. Seorang siswa telah memiliki pemahaman konsep apabila siswa telah menangkap makna atau arti dari suatu konsep. Bentuk dari pemahaman konsep berupa pemahamn terjemahan, pemahaman penafsiran dan pemahamn ektrapolasi. Menurut Sakti (dalam Puspita, 2018) mengungkapkan bahwa pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengaharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tanpa mengubah artinya. Kemampuan pemahaman konsep sangatlah penting, karena dalam fisika konsep yang satu dengan konsep yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Pemahaman konsep

merupakan salah satu dimensi kognitif, menurut

Anderson dan Krathwohl (2010), pemahaman konsep merupakan langkah awal dalam membentuk

kemampuan mentransfer pengetahuan. Siswa

dikatakan memahami apabila siswa telah mampu mengkontruksikan makna dari pesan-pesan pembelajaran baik yang bersifat lisan, tulisan atau grafis, yang dismapaikan melalu pengajaran, buku, atau layar komputer. Contoh, pesan pembelajaran misalnya demonstrasi fisika dikelas, catatan, gambargambar, dan simbol lainnya yang tertuang pada kertas. Selain itu, siswa dikatakan memahami apabila telah mampu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama mereka.

24

Aderson & Krathwohl ( 2001) menyebutkan Indikator-indikator yang digunakan sebagai acuan dalam proses memahami konsep-konsep yang dilakukan oleh siswa yaitu sebagi berikut 1. Menafsirkan Menafsirkan yaitu siswa dapat menerjemahkan suatu bentk informasi kebentuk

yang

lain.

Menafsirkan

yang

dimaksud

,

seperti

mentrasformasikan suatu permasalahan fisis kedalam sebuah gambar, diagram, atau grafik 2. Mencontohkan Pemberian contoh munc ul saat seorang siswa memberiakn contoh atau ilustrasi dari suatu konsep atau prinsip yang umum. Proses ini identifikasi terhadap suatu konsep umum menjadi konsep konsep yang lebi detail dan mengkhusus. 3. Mengklasifikasikan Mengklasifikasikan yaitu dapat mengelompokkan cirri-ciri yang sesuai dengan contoh dan konsep. Mengklasifikasikan muncul jika seorang mengenali bahwa sesuatu (misalnya kejadian atau contoh yang khusus) termasuk kedalam kategori tertentu (misalnya konsep atau prinsip) 4. Merangkum Merangkum yaitu dapat mengabstraksikan informasi yang diterima menjadi point-point yang umum.. merangkum muncul ketiak siswa mengusulkan pertanyaan mewakili yang diberikan atau ringkasan dari tema yang umum. 5. Menginferensi

25

Menginferensi yaitu membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima. 6. Membandingkan Membandingkan yaitu dapat menentukan keterkaitan antara dua atau lebih objek, ide maupun peristiwa yang diamati. Dalam proses ini, siswa juga menentukan hubungan antara konsep-konsep yang relevan. 7. Menjelaskan Menjelaskan muncul saat siswa mampu untuk membentuk dan menggunakan suatu pengalaman berdasarkan hubungan sebab-akibat antara satu variabel terhadap variabel lainnya. Berdasarkan penjelasan mengenai pemahamn konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahamn konsep merupakan bagian dari ranah kognitif dalam belajar yang mencakup serangkaian proses yang kompleks. Pemahaman konsep dalam penelitian ini diukur dengan semua indikator diatas dalam tes pemahaman konsep berupa tes pilihan ganda diperluas. 2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berikut disajikan beberapa hasil penelitian relevan guna mendukung landasn kegiatan empiris penelitian ini. Ghufron & Suminta (2017) menunjukkan terdapat hubungan yang negatif antara kepercayaan epistemologi dan belajar berdasarkan regulasi diri. Artinya semakin tinggi kepercayaan epistemology individu semakin rendah regulasi diri dalam belajarnya. Kolo et al (2017) menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan anatara self-efficacy dan prestasi akademik mahasiswa. Ketika self-

26

efficcay mahasiswa tinggi akan menghubungkan prestasi dengan kemampuan self-efficacy, sehingga lebih yakin untuk mengerjakan segala kesulitan. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki tingkat tingkat kepercayaan diri dibawah rata-rata terlihat kurang memiliki usaha untuk menghadapi kesulitan dan merugikan lingkungannya. Hal ini akan berdampak pada ketidakmampuan siswa untuk menunjukkan hasil terbaikdalam hal menjawab tes akademik bermuara pada rendahnya prestasi akademik. Ahriana et al (2017) mengungkapkan bahwa tingkat self-efficacy dengan hasil belajar fisika kelas XI MIA SMA Negeri 1 Takalar tergolong baik. Dari penelitian ini dapat diketahui, bahwa self-efficacy merupakan faktor yang tidak mempengaruhi hasil belajar seseorang. Jadi, untuk meningkatkan hasil belajar fisika khususnya dalam penyelesaian soal-soal fisika, siswa dapat meningkatakan self-efficacy dengan cara memahami konsep fisika dengan baik. Humaida (2017) membuktikan keterkaitan hubungan antara self-efficacy dan

prestasi

belajar

akademik.

Spesifiknya

hasil

penelitiannya

mengungkapkan 1) self-effcacy dan berpikir positif mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap prestasi akademik mahasiswa, 2) tidak ada hubungan perbedaan jenis kelamin berkaitan dengan dampak self-efficacy dan berpikir positif terhadap prestasi akademik, 3) terdapat korelasi yang signifikan antara self-efficacy dan berpikir positif terhadap prestasi akdemik, dan 4) skor responden pada psikometrik adalah signifikan tinggi. Hasil penelitian dapat dianggap sebagai langkah menuju pemahaman dan prediksi kinerja actual mahasiswa sesuai dengan beberapa variabel psikologis lainnya.

27

Artinya, faktor psikologis seperti self-efficacy, bepikir positif, dan perbedaab gender dapat ijadikan sebagai predictor prestasi belajar. Nastuti et al (2018) pada analisi self-efficcay dan pemahaman konsep siswa didapat hubungan yang sangat rendah dan tidak signifikan. Artinya, tidak semua siswa yang self-efficcay tinggi memiliki hasil belajar tinggi, sebaliknya self-efficacy rendah ada juga yang hasil belajarnya tinggi, kalau hasil belajar tinggi bearti pemahaman konsep siswa juga tinggi. Aurah (2017) pada penelitian menunjukkan hubungan korelasional anatar self-efficcay dan prestasi belajar khususnya pada pembelajaran sains. Tidak hanya itu, self-efficacy sains dan skor pada tes pemecahan masalah genetika siswa perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Berdasarkan hasil ini, maka diharapkan pendidikan sains dan guru lebih mempertimbangkan aspek selfefficacy siswa didalam kelas.

Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi

diyakini mampu memperoleh hasil yang baik pada tes pemecahan masalah yang diberikannya. Lebih lanjut, apabila ditemukan tingkat self-efficacy yang rendah pada siswa, maka interverensi yang tepat untuk membantu siswa tersebut adalah melalui pembelajaran perwakilan, metakognitif, regulasi diri, penetapan tujuan, dan sebagainya. Handayani (2016) mengemukakan adanya hubungan positif dan signifakan antara efikasi diri dan pemahamn konsep matematika. Antara lain siswa yang memiliki kepercayaan diri serta pandangan positif tentang dirinya sendiri akan mampu meningkatkan pemahaman konsep.

28

2.5 Kerangka Berpikir Pembealajaran fisika diharapkan dapat melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan konsep-konsep yang terkandung dalam setiap materi pembelajaran memerlukan pemberdayaan ketrampilan berpikir siswa dalam hal tersebut tidak cukup hanya dengan pemaparan teori. Siswa harus dipacu untuk berpikir dan mengerahkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk memahami konsep yang dipelajari. Artinya pembelajaran fisika akan berhasil dengan baik, apabila potensi-potensi yang ada dalam diri siswa dapat dimunculkan dan dikembangkan secara maksimal pada kegiatan pembelajaran. Potensi-potensi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh faktor internal siswa. Faktor internal yang dimaksud terdiri dari kepercayaan epistemologi dan self-efficacy. Kepercayaan epistemologi merupakan pendapat dan cara pandang individu tentang pengetahuan disebut. Dimensi-dimensi kepercayaan epistemologi, yaitu simple knowledge, certain knowledge, omniscient, quick learning, dan innate ability. Selanjutnya self-efficacy merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan tidakan untuk mengelola situasi. Self-efficacy dapat tercermin dari tiga dimensinya, yaitu level, generality dan strength. Kepercayaan

epistemologi

memainkan

peran

penting

didalam

perilaku-perilaku akademis, seperti mempengaruhi penggunaan teknik-teknik dalam belajar. Individu yang percaya bahwa teknik memahami adalah strategi terbaik dalam belajar, akan memepunyai hasil yang lebih baik pada saat ujian akhir dbandingkan dengan para individu yang percaya bahwa teknik

29

menghafal adalah teknik yang terbaik. Artinya, jika kepercayaan epistemologi maka pemahaman konsep belajar juga akan diprediksi tinggi. Sebaliknya, jika kepercayaan epistemologinya rendah, maka pemahamn konsep belajar juga rendah. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu untuk melakukan tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk dimenangkan dan mempunyai usaha yang tinggi. Usaha-usaha yang dilakukansiswa dalam belajar. Tersebut tentunya berdampak positif terhadap pemahaman mereka terkait materi yang dipelajari. Hal ini mengidikasikan adanya hubungan yang positif antara selfefficacy siswa dan pemahaman konsep belajarnya. Artinya, jika self-efficacy tinggi, maka pemahaman konsep belajar siswa diprediksi akan tinggi. Sebaliknya, jika self-efficacy siswa rendah, maka pemahamn konsep belajar diprediksi juga akan rendah. Secara tidak langsung, kepercayaan epistemologi maupun self-efficacy memiliki hubungan yang positif dengan pemahamn konsep belajar siswa. Artinya kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa secara bersamasama akan dapat memprediksikan pemahaman konsep belajar siswa tersebut. Tentunya, kedua faktor ini harus mampu ditingkatkan siswa agar memperoleh kesuksesan dalam pembelajaran fisika. Pada akhirnya, hal ini akan bermuara pada terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Pemaparan mengenai hubungan antarvariabel dapat dijabarkan melalui Gambar 2.1.

30

Pendidikan

Mengembangkan

Potensi Siswa

Faktor Internal

Berhubungan

Kepercayaan epistemologi

Self-efficacy Dimensi: eppppepistemol 1. Level/magnitude 2. Strength 3. Generality

Dimensi: 4. simple knowledge 5. certain knowledge 6. Omniscient e 7. quick learning 8. innate ability

Berhubungan

Berhubungan

Pemahaman konsep Mewujudkan

Kualitas Pendidikan

2.6 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. 1. Terdapat

hubungan positif antara kepercayaan epistemologi

dan

pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja

31

2. Terdapat hubungan positif antara self-efficacy dan pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja 3. Terdapat

hubungan

positif

secara

bersama

antara

kepercayaan

epistemologi dan self-efficacy terhadap pemhaman konsep belajar fisika siswa.

32

III.

METODE PENELITIAN Bab ini memaparkan tentang: 1) desain penelitian, 2) populas dan sampel

penelitian, 3) variabel penelitian, prosedur penelitian, 5) instrument penelitian, 6) uji coba instrument, 7) rancangan uji coba instrument, 8) teknik pengumpulan data, dan 9) teknik analisis data 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitaf korelasional yang termasuk

dalam

penelitian

ex-post

facto.

Penelitian

ini

bertujuan

mengungkapkan derajat keterhubungan antarvariabel tanpa memanipulasi keadaan variabel yang ada, namun langsung mencari keberadaan hubungan variabel yang direfleksikan dalam koefisien korelasi, hubungan antar prediktor dan kriterium divisualisasikan pada Gambar 3.1.

r1y

X1

Y Rxy

X2

r2y

Gambar 3.1 Desain Penelitian (Sumber: Sugiyono, 2011) Keterangan: X 1 = kepercayaan epistemologi X 2 = self-efficacy siswa

Y

= pemahaman konsep belajar fisika siswa

33

r1 y

= korelasi antara kepercayaan epistemologi dan pemahaman konsep

belajar fisika siswa

r2 y = korelasi antara self-efficacy dan pemahaman konsep belajar fisika siswa r12 = korelasi antara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa

R xy

= korelasi antara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy siswa

terhadap pemahamn konsep belajar fisika siswa 3.2 Populasi dan Sampel Berikut ini dijelaskan mengenai populasi dan sampel yang diambil dalam penelitian. 3.2.1 Populasi penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Sebaran populasi pada masing-masing sekolah pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Sebaran Populasi Penelitian Nama Sekolah

SMA N 1 Singaraja

SMA N 2 Singa Raja

Kelas X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6 X MIA 7 X MIA 8 X MIA 9 X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6 X MIA 1

34

Jumlah Siswa 34 orang 34 orang 32 orang 32 orang 32 orang 32 orang 32 orang 32 orang 32 orang 34 orang 32 orang 34 orang 34 orang 36 orang 33 orang 29 orang

SMA N 3 Sinagaraja

SMA N 4 Sinagaraja

X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6

Total

3.2.2

30 orang 29 orang 30 orang 36 orang 34 orang 22 orang 36 orang 36 orang 20 orang 797 0rang

Sampel Penelitian Sampel penelitian ini menggunakan teknik proportionate stratifield

random sampling. Pemilihan teknik ini dikarenakan populasi yang akan diteliti terbagi dalam kelas-kelas sehingga harus menentukan proporsi untuk tiap kelas agar benar-benar representatife. Tahap penentuan proporsi sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Menentukan jumlah sampel menggunakan formulasi yang di kembangkan dari Isaac dan Michael (Sugiyono, 2016).

2 N .P.Q s 2 d ( N  1)  2 P.Q Keterangan s = jumlah sampel 2 = nilai chi kuadarat untuk dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%,  5%, 10% P=Q = 0,5 N = jumlah populasi d = 0,05 Berdasarkan rumus yang diberikan, untuk taraf kesalahan 5% di peroleh jumlah sampel sebagai berikut

35

2. Menentukan jumlah siswa dalam setiap kelas yang terpilih dengan mengunakan rumus sebagai berikut.

pi 

ni s N

(Supratno, 2000)

Keterangan pi = proporsi sampel kelas ke-i

ni = jumlah total siswa di kelas ke-i N = Jumlah populasi S = jumlah sampel Jumlah sampel yang diambil tiap kelas pada masing-masing sekolah dengan menerapkan kedua cara diatas, di sajikan pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Sebaran Sampel Penelitian Nama Sekolah

SMA N 1 Singaraja

SMA N 2 Singa Raja

SMA N 3 Sinagaraja

Kelas X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6 X MIA 7 X MIA 8 X MIA 9 X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6 X MIA 1 X MIA 2 X MIA 3 X MIA 4 X MIA 1 X MIA 2 36

Jumlah Siswa 23 orang 23 orang 22 orang 22 orang 22 orang 22 orang 22 orang 22 orang 22 orang 23 orang 22 orang 23 orang 23 orang 24 orang 21 orang 20 orang 20 orang 20 orang 20 orang 24 orang 23 orang

SMA N 4 Sinagaraja

X MIA 3 X MIA 4 X MIA 5 X MIA 6

Total

15 orang 24 orang 24 orang 14 orang 518 orang

3.3 Variabel Penelitian Penelitian ini melibatkan tiga variable, yang terdiri dari dua variable independent dan satu variable dependent. Variable independent pada penelitian ini

yang disebut

sebagai

prekdiktor adalah kepercayaan

epistemologi dan self-efficacy siswa, sedangkan variable dependent yang juga disebut dengan kriterium pada penelitian ini adalah pemahaman konsep belajar fisika siswa. 3.4 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu dipaparkan sebagaiberikut 1. Mengobservasi ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian, kemudian meminta izin kepadakepala sekolah untuk melaksanakan penelitian dan berdiskusi dengan guru fisika yang ditunjukkan mengenai waktu melaksanakan penelitian. 2. Merancang instrument penelitian yang terdiri atas kuisioner kepercayaan epistemologi, kuisioner self-efficacy, dan tes pemahaman konsep belajar fisika yang berpedoman pada materi pembelajaran yang telah diperoleh siswa di sekolah 3. Melakuakan bimbingan instrumen penelitan dengan para ahli, yaitu dua dosen pembimbing dari jurusan pendidikan fisika.

37

4. Mengujikan instrument penelitian yang akan digunakan dalam penelitian di sekolah yang telah dipilih. Pengujian ini dilakukan di sekolah yang bukan merupakan tempat penelitian. Sekolah yang di pilih adalah SMA Negeri. Uji instrument kuesioner kepercayaaan epistemologi dan self-efficacy meliputi uji validitas isi, konsistensi internal butir, uji reliabitasi kuesioner. Sementara pengujian terhadap tes pemehaman konsep belajar yang berupa tes pilihan ganda meliputi uji valididtas is, konsistensi internal butir, uji reliabilitas, indekks kesulitan item (IKB), dan indeks daya beda item (IDB). 5. Melakukan perbaikan (revisi) instrument). Revisi instrument ini disesuaikan dengan hasil uji coba instrument. 6. Setelah instrument penelitian direvisi dan disetujui oleh para ahli, maka dilakuakn pengambilan data. 7. Menganalisis data dan menguji hipotesis yang telah diajukan, kemudian dilanjutkan dengan menyusun laporan penelitian. 3.5 Instrumen Penelitian Penelitian ini mengunakan instrumen berbentuk kuesioner dan tes. Kuesioner digunakan untuk mengukur kepercayaan epistemologi siswa dan self-efficacy siswa, sedangkan tes objektif untuk mengukur prestasi belajar fisika siswa. 3.5.1

Instrumen Kepercayaan Epistemologi Siswa Tingkat kepercayaan epistemologi siswa diperoleh dari respon siswa

terhadap pernyataan yang tekait dengan kepercayaan epistemlogi peda pelajaran fisika. Instrumen kepercayaan epistemologi menggunakan skala likert. Sakala tersebut mneyatakan keadaan yang dimiliki oleh siswa. Kisi-kisi

38

kuesioner dan rubrik penskoran kepercayaan epistemologi siswa disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kepercayaan Epistemologi No 1

Dimensi simple knowledge

Indikator

Contoh Pernyataan

Pengetahuan bersifat

Saya melihat bahwa

sederhana

pengetahuan sebagai sesuatu yang terpisah, konkrit dan fakta yang dapat diketahui. Saya melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang relative, saling berhubungan dan konteksual. Saya melihat bahwa, konsep sains sebagai potongan yang terisolasi yang tidak berstruktir dan berhirarki Saya melihat bahwa konsep sains sebagai sesuatu yang saling terkait, memiliki struktur, berurutan dan berhirarki.

39

No 2

Dimensi

Indikator

certain knowledge Pengetahuan bersifat pasti

Contoh Pernyataan Saya melihat bahwa pengetahuan sebagai kebenaran mutlak dan pasti

Saya percaya bahwa pendapat para ahli tentang fakta atau kebenaran pada pembelajaran fisika tidak akan berubah. Saya percaya, ilmu fisika senantiasa mengalami perubahan dan revisi. Saya percaya, dalam jurusan saya yang saat ini dianggap sebgai kebenaran bisa jadi keliru dimasa depan. 3

Omniscient

Pengetahuan berasal orang

Informasi yang

yang lebih tahu

disampaikan di bukubuku teks pelajaran saya sudah pasti benar. Bila guru fisika menyampaikan materi mengenai pelajaran fisika, saya percaya bahwa hal itu benar.

40

No 4

Dimensi quick learning

Indikator

Contoh Pernyataan

Belajar dengan cepat

Pembelajaran sains diperoleh terutama dari hafalan atau ingatan

5

innate ability

Kecakapan/kecerdasan

Belajar dan melakuakn

dalam memperoleh

sains dipandang sebagai

pengetahuan

sesuatu yang dapat ditingkatkan dengan kerja keras dan strategi belajar yang baik

Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Kusioner Kepercayaan Epitemologi No

1 2 3 4 5

3.5.2

Pilihan Jawaban

Sering Sekali (SS) Sering (S) Kadang-Kadang (KK) Jarang (J) Tidak Pernah (TP)

SKOR Pernyataan Positif 5 4 3

Pernyataan Negatif 1 2 3

2 1

4 5

Instrumen Self-Efficacy Pengambilan data pada penelitian ini mengunakan kuesioner untuk mengukur tingkat self-efficacy siswa. Indikator dalam pengukuran selfefficacy iswa berpedoman pada komponen-komponen sel-efficacy yang dikembangkan oleh Bandura (1995). Komponen-komponen self-efficacy terdiri dari level of self-efficacy (efikasi diri dari tingkat kesukaran tugas), generality of self-efficacy ( efikasi diri dari luasnya bidang tugas) dan sterngth of-self-efficacy ( efikasi diri dari tingkat kekuatan). Instrument 41

self-efficacy mengunakan skala Likert. Skala tersebut menyatakan keadaan yang dimiliki oleh siswa. Kisi-kisi kuesioner dan rubric penskoran selfefficacy disajikan pada Tabel 3.5 dan 3.6 Tabel 3.5 Kisi-kisi kuesioner self-efficacy NO Dimensi Indikator Contoh pernyataan 1` level of Keyakinan terhadap Saya mampu mengerjakan self-efficacy kemampuan dalam ualangan fisika dengan mengambil tindakan kemampuan saya sendiri yang diperlukan untuk dengan baik karena telah mencapai suatu hasil belajar dengan giat Kayakinan terhadap Saya yakin dapat mencari kemampuan yang solusi permasalahan yang dimiliki untuk mengatasi terbaik ketika mengalami hambatan dalam tingkat kesulitan dalam belajar kesulitan tugas yang fisika dihadapi. Memiliki pandangan Saya yakin dengan positif terhadap tugas mengerjakan tugas fisika yang dikerjakan yang diberikan guru, saya dapat lebih muda memahami pelajaran fisika 2 generality Mampu menyikapi Seberapapu banyaknya of self- situasi dan kondisi yang kegiatan yang saya harus efficacy beragam dengan sikap lakukan, saya yakin positif mampu menyelesaika tugas fisika yang diberikan oleh guru. Mengunakan Saya yakin dapt pengalaman hidup menyelesaikan soal-soal sebgai suatu langkah fisika kaena soal-sola untuk mencapai yang sejenis sudah pernah keberhasilan dibahas sebelumnya. Menampilkan sikap Saya yakin mendapat nilai yang menunjukkan baik pada pelajaran fisika keyakinan diri terhadap karena saya setia proses. seluruh proses Pembelajaran dengan pembelajaran baik.

42

NO Dimensi Indikator Contoh pernyataan 3 sterngth of- Memiliki keyakinan diri Saya yakin dapat self-efficacy yang dibuat terhadap mengerjakan tugas fisika potensi diri dalam hanya dengan kemampuan menyelesaikan tugas. saya sendiri. Memiliki semangat Ketika mengalami juang dan tidak mudah kegagalan dalam menyerah ketika mengerjakan soal fisika, mengalami hambatan saya akan mencoba dalam menyelesaikan kembali sampai mendapat tugas. jawaban yang benar. Memiliki komitmen Saya yakin dpat untuk menyelesaikan menyelesaikan tugas dan tugas akademik dengan mengumpulkannya tepat baik. waktu. (Diadopsi dari Atmajaya, 2018)

Tabel 3.6 Rubrik Penskoran Kuesioner Sel-Efficacy No

1 2 3 4 5

3.5.3

Pilihan Jawaban

Sering Sekali (SS) Sering (S) Kadang-Kadang (KK) Jarang (J) Tidak Pernah (TP)

SKOR Pernyataan Positif 5 4 3

Pernyataan Negatif 1 2 3

2 1

4 5

Instrumen Pemahaman Konsep Belajar Fisika Tes pemahaman konsep ini digunakan untuk memperoleh skor dan profil

pemahamn konsep siswa. Tes ini terdiri atas 20 butir soal berbentuk tes pilihan ganda diperluaskan agar siswa tidak sekedar menjawab, tetapi juga

43

dituntut untuk mengungkapkan pola berpikirnya melalui jawaban-jawaban yang diberikan. Tes ini mecakup ranah kognitif yang mengacu pada taksonomi Anderson & Krathwohl. Skor minimum tiap butir adalah 0, sedangkan skor maksimumnya adalah 4. Jadi, skor maksimum total adalah 80, sedangkan skor minimum totalnya adalah 0. Kisi-kisi dan rubric penskoran tes pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 3.7

No 1

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Belajar Fisika Dimensi Sub Materi Indikator Pengetahuan Pengaruh terhadap suhu

kalor Disajikan suatu ilustrasi tentang dua buah zat yang berbeda dengan suhu yang sama, vaolume sama dan diberikan kalor yang sama besar, namun kenaikan suhu yang terjadi antara kedua zat berbeda. Siswa mampu menyimpulkan penyebab perbedaan kenaikan suhu yang terjadi. Disajikan ilustrasi tentsng seseorang mendidihkan air dengan menggunakan kompor listrik sampai mendidih. Siswa mampu menafsirkan suhu ketika air mendidih jika nayala kompor diperbesar Siswa mampu menjekaskan kalor jenis suatu zat

44

Proses Kognitif

No 4

Sub Materi Perpindahan Kalor

Indikator

Dimensi Pengetahuan

Proses Kognitif

Disajikan ilustrasi seseorang yang merasakn panas ketika memegang sendok saat memasak sup. Siswa mampu mengklasifikasikan jenis perpindahan kalor yang terjadi pada ilustrasi. Dideskripsikan peristiwa perpindahan kalor yang terjadi secara konveksi . siswa mampu merangkum arah aliran kalor yang terjadi melalui sebuah gambar. Siswa mampu menjelaskan penyebab dapat menghangatkan badan.

3.6 Uji coba Instrumen Uji istrumen penelitian dilakukan sebelum instrument diberikan kepada responden yang menjadi sampel. Instrument diuji coba pada responden diluar populasi yang digunakan. Terdapat 2 jenis instrumen pada penelitian ini yaitu berupa kuesioner dan tes pemaham konsep. Uji coba instrumen dalam penelitian meliputi, instrument kepercayaan epistemologi dan self-efficacy, serta tes pemahaman konsep belajar fisika siswa. Adapun uji coba untuk masing-masing instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut: 3.6.1

Uji Coba Instrumen Kuesioner Kepercayaan Epistemologi dan SelfEfficacy

45

Validitas instrumen pada kuesioner kepercayaan epistemology dan selfefficacy yang digunakan dalam penelitian dalam penelitian meliputi uji validitas isi, konsistensi internal, dan reliabilitas kuesioner. 1. Uji Validitas Isi Pengujian validitas isi menyangkut pengujian terhadap isi dan format instrumen. Pengujian dapat dibantu dengan kisi-kisi instrumen atau matrik pengembangan instrumen (Santyasa, 2004). Validitas isi diestimasikan berdasarkan pertimbangan ahli isi. Penelitian meminta pertimbangan kepada dua orang dosen jurusan pendidikan fisika sebagai dosen pembimbing dan seorang guru fisika untuk melakukan estimasi validitas isi instrumen penelitian. 2. Konsistensi Internal Butir Pengujian

konsistensi

internal

butir

instrument

kepercayaan

epistemology dan self-efficacy dilakukan dengan menggunakan formulasi korelasi pearson product moment

r xy 

N  X

N  XY   X  Y 2



 ( x) 2 N  Y 2  ( Y ) 2



(Santyasa,2014) Keterangan :

rxy = koefisien korelasi butir-total N = jumlah responden X = skor butir Y = skor total Menurut Long et al (dalam Santyasa, 2014) criteria estimasi yang digunakan adalah indeks korelasi butir total diatas 0,30 disebut sebagai

46

butir yang memiliki derajat konsistensi internal butir yang tinggi, sedangkan indeks korelasi yang berada pada rentangan 0,10-0,30 direkomendasikan untuk direvisi. 3. Reliabilitas Kuesioner Instrument yang dimiliki realibilitas tinggi akan memberikan hasil yang relative sama, sekalipun instrumen tersebut digunakan dalam kurung waktu berbeda. Cara untuk menentukan realibilitas instrument kuesioner dilakukan dengan rumus koefisien Alpa Cronbach. Adapun formulanya dihitung dengan formula Mehrens dan Lehmann (dalam Santyasa, 2014)

 (

 S i2 n ) (1  ) n 1  S x2

Dengan n = jumlah butir kuesioner S i2 = varian butir, S x2 = varian total kuesioner Menurut (Santyasa, 2014) koefisien reliabilitas secara wajar bergerak pada interval 0,00 – 0,10. kriteria-kriteria unruk reliabilitas instrument dapat disajikan pada tabel 3.8 berikut Tabel 3.8 Kriteria Realibilitas instrument Batasan Koefisien

Kriteria

Realibilitas 0,00
Derajat

reliabilitas

sangat

rendah 0,20
Derajat reliabilitas rendah

0,40
Derajat reliabilitas sedang

0,60
Derajat reliabilitas tinggi

0,80
Derajat reliabilitas sangat tinggi

47

Kuesioner dengan indeks realibiltas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai perangkat instrumen yang relatif baku. Artinya kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini kuesioner yang memiliki reliabilitas > 0,40. 3.6.2

Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Uji instrumen tes pemahaman konsep belajar meliputi uji validitas isi, konsistensi internal, indeks kesukaran butir (IKB), indeks daya beda butir (IDB), dan realibilitas tes.

1. UJi Validitas Validitas isi berkenan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang

harus

diukur,

artinya

instrumen

tersebut

harus

mampu

mengungkapkan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Prosedur yang ditempuh agar suatu tes pemahaman konsep belajar mampu mencerminkan domain secara komprehensif adalah dengan menyusun kisikisi tes (Santyasa, 2014). Validitas isi diestimasikan berdasarkan pertimbangan ahli isi penelitian meminta pertimbangan kepada dua orang dosen jurusan fisika sebagai dosen pembimbing dan seorang guru fisika untuk melakukan estimasi validitas isi instrumen penelitian. 2. Konsistensi Internal Butir Konsistensi internal butir tes objektif untuk mengukur prestasi belajar dihitung dengan mengorelasikan antara skor butir dan skor total yang diperoleh siswa. Butir tes ini dianalisis dengan indeks korelasi point biserial. Indeks korelasi point biserial formula berikut (Santyasa, 2014)

48

dapat dihitung menggunakan

rpbis 

xp

xt st

p q

Dengan rpbis = koefisien korelasi point biserial,

x p = nilai rata-rata

skor tes yang menjawab, xt = nilai rata skor total untuk semua tes. s t = simpangan baku skor total setiap test, p = proporsi tes yang menjawab benar butir soal yang bersangkutan, q = 1- p . kriteria yang digunakan rpbis  0,40, butir soal sangat bai, langsung digunakan; 0,30  rpbis < 0,40, butir soal baik, perlu sedikit perbaikan; 0,20

 rpbis < 0,30, butir soal cukup, namun ada beberapa catatan, sehingga perlu perbaika; rpbis < 0,20, butir soal jelek dan tidak dapat digunakan, kecuali dilakukan revisi. 3. Indeks Kesukaran Butir Indeks kesukaran butir merupakan proporsi peserta tes yang menjawab butir tersebut dengan benar. Indeks kesukaran butir ini bermanfaat untuk memilih butir tes yang akan dipertahankan dan butir tes yang akan digugurkan. IKB dapat bernilai 0,00-1,00. Berikut adalah formula yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran butir (Santyasa, 2014). IKB =

R 100% T

Keterangan: IKB = indeks kesukaran butir R

= jumlah responden yang menjawab benar

T

= jumlah responden seluruhnya Kriteria taraf kesukaran butir ditunjukan pada Tabel 3.9

49

Tabel 3.9 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Batasan Koefisien Taraf kesukaran Butir 0,00 - 0,20 0,20 – 0,40 0,40 – 0,60 0,60 – 0,80 0,80 – 1,00

Kriteria Sanag sukar Sukar Sedang Mudah Sanagat mudah

Biasanya butir yang di toleransi sebagai tes standar adalah yang memiliki IKB = 0,30 – 0,70 (Santyasa, 2014) 4. Indeks Daya Beda Butir Daya beda butir merupakan efektivitas butir yang membedakan siswa yang memperoleh skor tinggi dengan siswa yang memperoleh skor rendah. Indeks daya beda butir dihitung dengan formula (Santyasa, 2014). IDB =

RKA  RKB 1 T 2

Keterangan: IDB = Indeks daya beda butir RKA = jumlah responden kelompok atas yang menjawab benar

RKB = jumlah responden kelompok bawah yang menjawab benar

T

= jumlah responden seluruhnya Nilai berangkat dari -1,00 sampai dengan + 1,00. Secara umum,

jika semakin tinggi IDB suatu butir, maka semakin besar kemungkinan butir tersebut mampu membedakan antara siswa yang tahu jawaban benar dan siswa yang tidak tahu. Santyasa (2014) menyatakan kriteria IDB yang dapat diacu, yaitu pada rentangan yang disjaikan pada Tabel 3.10

50

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Daya Beda Butir Indeks Daya Beda Butir

Kriteria

0,00 – 0,20

Sangat rendah

0,20 – 0,40

Rendah

0,40 – 0,60

Sedang

0,60 – 0,80

Tinggi

0,80 – 1,00

Sangat tinggi

Berdasarkan tabel tersebut, butir soal standar digunakan adalah soal yang memiliki IDB > 0,20. 5. Reliabilitas Tes Tes yang digunakan adalah tes abjektif dengan skor-skor butir bersifat dikotomis. Maka koefisien reliabilitas dihitung menggunakan formula KR20 rxy  (

n  pq ) ) (1  n 1 S x2

(Santyasa, 2014)

Keterangan: n = jumlah butir test p = persentase responden yang menjawab benar q = persentase responden yang menjawab salah

S x2 = varians keseluruhan tes Menurut Santyasa (2014) kriteria-kriteria untuk reliabilitas tes dapat disajikan pada Tabel 3.11

51

Tabel 3.11 Kriteria Reliabilitas Tes Batasan Koefisien

Kriteria

Reliabilitas 0,00 < r  0,20

Derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 < r  0,40

Derajat reliabilitas rendah

0,40 < r  0,60

Derajat reliabilitas sedang

0,60 < r  0,80

Derajat reliabilitas tinggi

0,80 < r  1,00

Derajat reliabilitas sangat tinggi

Tes pemahamn konsep dengan indeks reliabilitas berada pada kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi ditoleransi untuk diterima sebagai perangkat tes yang relatif baku. Artinya tes yang dipakai dalam penelitian ini adalah tes yang memiliki reliabilitas > 0,40. 3.7 Rancangan Uji Coba Rancangan uji coba instrument meliputi dasar estimasi dan ketentuan statistik yang digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap hasil pengujian yang dilakukan. Rancangan uji coba instrumen penelitian secara rinci disajiakan pada Tabel 3.12 Tabel 3.12 Rancangan Uji Coba Instrumen Penelitian Instrument Penelitian

Uji Coba

Kuesioner kepercayaan Validitas isi epistemologi siswa Konsistensi butir

52

Dasar Estimasi Statistik Pendapat 2 orang dosen pembimbing internal Indeks korelasi product moment antara skor butir soal dan skot total,

dengan kriteria diatas 0,30 Reliabilitas Kuesioner Koefisien alpha cronbach dengan kriteria r > 0,40 Kuesioner self-efficacy Validitas isi Pendapat 2 orang dosen siswa pembimbing Konsistensi internal Indeks korelasi product butir moment antara skor butir soal dan skot total, dengan kriteria diatas 0,30 Reliabilitas Kuesioner Koefisien alpha cronbach dengan kriteria r > 0,40 Tes Pemahaman Konsep Validitas isi Pendapat 2 orang dosen pembimbing Konsistensi internal Indeks korelasi point biserial antara skor butir sola dan skor total, dengan kriteria Pendapat 2 orang dosen pembimbing Indeks Kesukaran Butir Rentang IKB antara (IKB) 0,30 sampai dengan 0,70 Indeks Daya Beda Butir Rentang IDB  0, 20 (IDB) Reliabilitas tes Koefisien reliabilitas dengan kriteria r > 0,40

3.8 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap. Tahaptahap tersebut meliputi (1) pengumpulan data kepercayaan epistemology siswa, (2) pengumpulan data self-efficacy, dan (3) pengumpulan data pemahamn konsep belajar fisika siswa. Penjabaran masing-masing teknik pengumpulan data yang dimaksud disajikan pada Tabel 3.13

53

Tabel 3.13 Teknik Pengempulan Data Jenis Data

Instrumen Penelitian

Kepercayaan Epistemologi Self-Efficacy

Kuesioner kepercayaan Epistemologi Kuesioner self-efficacy

Pemahamn Konsep

Tes Pemahaman Konsep

Sumber Data Siswa Siswa Siswa

Waktu 15 menit 15 menit 15 menit

3.9 Teknik Analisis Data Penelitian ii menggunakan 5 tahap analisis data, yaitu analisis statistic deskriptif, uji asumsi, uji regresi linear satu predictor, uji regresi ganda dua prediktor, dan pengujian hipotesis. Masing-masing teknik analisi dijabarkan sebagai berikut. 3.9.1

Analisis Statistik Deskriptif Teknik analisis dekriptif digunakan untuk melengkapi interprestasi

terhadap hasil penelitian. Teknik ini meliputi pencarian skor rata-rata ( x ), mean ideal ( M di ), dan deviasi ideal ( Sd i ). Berikut dijelaskan analisis statistik untuk variabel kepercayaan epistemologi, self-efficacy, dan pemahaman konsep belajar siswa. 1. Kepercayaan epistemologi Kriteria

kepercayaan

epistemologi

akademik

dilakukan

dengan

mengonversi skor rata-rata kepercayaan epistemology siswa kedalam nilai absolute skala skala lima yang terdapat pa da Tabel 3.14

54

Tabel 3.14 Konversi Nilai Absolut Skala Lima Interval Skor Rata-Rata 

x  M i 1,5 Sd i 

Kategori Sangat tinggi Tinggi

M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i 

Sedang



Rendah

M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i 

Sangat rendah

x  M i 1,5 Sd i

(Sumber: Nurkanca & Sunartana, 1990) Keterangan M i = 1/2 (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) Sd i = 1/6 (skor maksimum ideal - skor minimum ideal)

Instrument kepercayaan epistemology akademik mengunakan skala Likert. Skor minimum setiap butir adalah 1 dan skor maksimalnya adalah 5. Instrumen kepercayaan epistemologi terdiri dari 3o butir pernyataan, sehingga diperoleh skor maksimum idealnya adalah 150 dan skor minimumnya idealnya 30. Nilai adalah M i = 1/2(150 + 30) = 90 dan Sd i = 1/6 (150-30) = 20. Konversi nilai absolute skala lima untuk kepercayaan epistemology siswa disajikan pada Tabel 3.15

Tabel 3.15 Konversi Nilai Absolut Lima Skala untuk Kepercayaan Epistemologi Sisiwa Interval Skor Rata 

x 120

55

Kategori Sangat tinggi



Tinggi

100  x 120 

Sedang



Rendah

80  x 100 60  x  80 

Sangan rendah

x  60

2. Self-efficacy siswa Kriteria kepercayaan epistemologi akademik dilakukan dengan mengonversi skor rata-rata kepercayaan epistemology siswa kedalam nilai absolute skala skala lima yang terdapat pa da Tabel 3.16 Tabel 3.16 Konversi Nilai Absolut Skala Lima Interval Skor Rata-Rata Kategori  Sangat tinggi x  M i 1,5 Sd i 

M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i

Tinggi



Sedang



Rendah

M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i M i  0,5 Sd i  x  M i 1,5 Sd i 

Sangat rendah

x  M i 1,5 Sd i

(Sumber: Nurkanca & Sunartana, 1990) Keterangan M i = 1/2 (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) Sd i = 1/6 (skor maksimum ideal - skor minimum ideal)

Instrument kepercayaan epistemology akademik mengunakan skala Likert. Skor minimum setiap butir adalah 1 dan skor maksimalnya adalah 5. Instrumen kepercayaan epistemologi terdiri dari 3o butir pernyataan,

56

sehingga diperoleh skor maksimum idealnya adalah 150 dan skor minimumnya idealnya 30. Nilai adalah M i = 1/2(150 + 30) = 90 dan Sd i = 1/6 (150-30) = 20. Konversi nilai absolute skala lima untuk kepercayaan epistemology siswa disajikan pada Tabel 3.17 Tabel 3.17 Konversi Nilai Absolut Lima Skala untuk Kepercayaan Epistemologi Sisiwa Interval Skor Rata

Kategori Sangat tinggi



x 120 

Tinggi

100  x 120 

Sedang



Rendah

80  x 100

60  x 120 

Sangan rendah

x  600

3. Pemahaman Konsep Belajar Siswa Prestasi belajar fisika siswa dideskripsikan dengan mengunakan pedoman Peniliana Acuan Patokan (PAP). Konversi skor prestasi belajar dengan mengacu pada pedoman konversi PAP skal lima disajikan pada Tabel 3.18 Tabel 3.18 Pedoman Konversi PAP Skala Lima Interval Nilai Kualifikasi 85 – 100 Sangat tinggi 74 - 84 Tinggi 55 – 69 Sedang 40 – 54 Rendah 0 – 39 Sangat Rendah (Sumber: Nurkancana & Sunartana, 1990)

57

3.9.2

Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakuakn uji

asumsi. Beberapa uji asmumsi harus dipenuhi sebelum melakukan uji regresi agar statistic parametrik dapat diterapkan. Adapun beberapa uji asumsi dipaprkan sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Sebaran Data Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk meyakinkan bahwa data untuk kepercayaan epistemologi, self-efficacy, dan pemahaman konsep belajar fisika siswa yang dihasilkan dalam penelitian benar-benar berdistribusi normal. Pengujian normalitas sebaran data dengan SPSS dilakukan teknik kolmogorov-Smirnov (Sugiono & Susanto, 2015). Data berdistribusi normal jika angka signifikan yang diperoleh salah satu uji statistic lebih besar dari 0,005. 2. Uji Homogenitas Varian Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui bahwa data yang akan dianalisis variannya relative kecil (Gunawan, 2016). Homogenitas dapat diasumsikan pada indeks skor-skor variabel kriterium (pemahaman konsep belajar) untuk

setiap

skor tertentu variabel

predictor (kepercayaan

epistemologi dan self-efficacy siswa) selalu sama atau hamper sama. Uji homogenitas dilakukan denagan nilai Homogenitas of Variance Test menggunakan program analisis statistic SPSS. Apabila nilai probabilitas  0,05 , maka dapat dinyatakan homogen.

58

3. Uji Linieritas Data dan Keberartian Regresi Uji linieritas dilakauakn dengan menguji linieritas hubungan anatar variabel bebas terikat (Sugiyono & Susanto, 2015). Uji linieritas yang pertama, yaitu hubungan antara variabel kepercayaan epistemologi ( X 1 ) dan variabel pemahamn konsep belajar fisika siswa (Y). uji linieritas yang kedua, yaitu hubungan antara variabel self-efficacy ( X 2 ) dan variabel pemahaman konsep belajar fisika siswa (Y). statistik of test linearity digunakan untuk pengujian linieritas sebaran data ini. Kriteria pengujiannya adalah (1) hubungan kedua variabel berbentuk linear, jika angka signifikan yang dperoleh lebih besar dari 0,05 dan (2) koefisien arah regresi pada linearity < 0,05, maka hubungan antara dua variabel adalah linear. 4. Uji Multikolonieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui kesalahan standar estimasi model dalam penelitian (Gunawan, 2016). Uji ini juga digunakan untuk mengetahui terdapat tidaknya hubungan/ korelasi yang cukup tinggi antar variabel bebas (predictor). Menguji adanya kasus multikolinieritas adalah dengan patokan nilai variance inflation factor (VIF) dan koefisien korelasi antar variabel bebas. Apabila nilai VIF suatu model kurang dari 10, maka model tersebut dinyatakan bebas dari kasus multikolinieritas. 5. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam persamaan regresi terdapat kondisi serial atau tidak anatara variabel pengganggu. Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam model regresi adalah model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel

59

kriterium pada nilai variabel predictor (Gunawan, 2016). Autokorelasi umumnya dilakuakn pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson. Kriteria pengujian Durbin-Watson menurut Karim dan Hadi (dalam Gunawan, 2016) ditampilkan pada Tabel 3.19 Tabel 3.19 Kriteria Pengujian Autokorelasi Durbin-Watson

Simpulan

< 1,10

Ada Autokorelasi

1,10 s.d. 1,54

Tanpa simpulan

1,55 s.d. 2,46

Tidak ada Autokorelasi

2,46 s.d. 2,90

Tanpa simpulan

> 2,91

Ada Autokorelasi

6. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui variabel pengganggu dalam persamaan regresi mempunyai varians yang sama atau tidak. Konsekuensi heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang diperoleh tidak efesien, baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar (Gunawan, 2016). Pengujian heteroskedastisitas dilakuakn dengan menggunakan scatterplot. Pada scatterplot diperhatiakan plot dari sebaran residual (*ZRESID) dan variabel yang diprediksikan (*ZRESID). Jika sebaran titik-titik dalam plot tidak menunjukkan adanya suatu pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa model bebas dari asumsi heteroskedastisitas. 3.9.3

Uji Regresi Satu Prediktor Uji regresi satu prediktor ini digunakan untuk memprediksi hubungan

antara satu variabel (prediktor) terhadap satu variabel terikat (kriterium). Pada

60

penelitian ini digunakan untuk memprediksi (1) hubungan antara kepercayaan epistemology dan pemahamn konsep belajar fisika dan (2) hubungan antara self-efficacya dan pemahamn konsep belajar fisika. Persamaan regresi satu predictor adalah sebagai berikut.

Yˆ  a  bX Keterangan:

Yˆ = nilai yang diprediksi a = konstanta harga X = 0 untuk prediksi Y b = koefisien regresi untuk prediksi Y X = nilai variabel bebas (predictor) Koefisien a dan b dalam regresi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

a

( Y )( X 2 )  ( X )( XY ) n  X 2  ( X ) 2

b

n ( XY )  ( X )( XY ) n  X 2  ( X ) 2

(Sugiyono, 2016)

Koefisien korelasi (R) dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut. R

N  XY   X  Y ( N  X  ( X ) 2 ( N  Y 2  ( Y ) 2 ) 2

(Sugiyono, 2016)

Pedoman untuk memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi yang telah diperoleh tercantum pada Tabel 3.20

61

Tabel 3.20 Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi

Interprestasi

0,00 – 0,19

Sangat rendah

0,20 – 0,39

Rendah

0,40 – 0,59

Sedang

0,60 – 0,79

Kuat

0,80 – 1,00

Sangat kuat ( sumber: Sugiyoono, 2016)

3.9.4

Uji Regresi Ganda Dua Prediktor Uji regresi ganda dua prekdiktor dilakukan untuk memperlihatkan hubungan antara 2 prediktor (kepercayaan epistemologi dan self-efficacy) terhadap kriterium (pemahamn konsep belajar fisika) dengan sebagai berikut.

Yˆ  a b1 X 1  b 2 X 2

(Sugiyono, 2016)

Keterangan:

Yˆ = nilai kriterium a = konstanta b1 = koefisien arah prediktor 1 b2 = koefisien arah prediktor 2 X 1 = nilai prediktor 1 X 2 = nilai prediktor 2

Untuk menghitung nilai a , b1 , dan b2 dapat mengunakan persamaan berikut.  Y  an  b1  X 1  b2  X 2

 X 1Y  a  X 1  b1  X 12  b2  X 1 X 2  X 2Y  a  X 2  b1  X 1 X 2  X 2  b2  X 22

(Sugiyono, 2016)

62

Selain persamaan regresi, ditentukan besar sumbangan relative (SR) dan sumbangan efektif (SE) masing-masing prediktor. Formula yang digunakan untuk menghitung SR dan SE adalah sebagai berikut

SR1 

b1  x1 y 100% JK reg

SR2 

b2  x2 y 100% JK reg

EF ektivitas prediktor ( R 2 ) 

JK reg JK total

SE1  SR1  R 2 SE2  SR2  R 2

(Koyan, 2012)

Nilai sumbangan efektif masin-masing prediktor terhadap kriterium menunjukkan besarnya presentase pengaruh prediktor terhadap kriterium. Koefisien determinasi ( R 2 ) digunakan untuk mengetahui seberapa besar presentase sumbangan prediktor secara bersama-sama terhadap kriterium.

3.9.5

Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dijabarkan menjadi penguji hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha), penelitian ini mengajukan 3 hipotesis sebagai berikut. 1. Hipotesis pertama menyatakan terhadap hubungan positif antara kepercayaan epistemologi dan pemahaman konsep belajar fisika siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja. Hipotetis tersebut dituliskan secara statistic sebagai berikut.

63

H 0 :  ( X1Y )  0 H a :  ( X1Y )  0 2. Hipotesis kedua menyatakan terdapat hubungan postif antara selfefficacy dan pemahaman konsep belajar siswa fisika siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja. Hipotesis tersebut dituliskan secara tatistik sebagai berikut.

H 0 :  ( X 2Y )  0 H a :  ( X 2Y )  0 3. Hipotetis ketiga menyatakan terdapat hubungan positif secara bersamasama antara kepercayaan epistemologi dan self-efficacy terhadap pemahamn konsep belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri di Kota Singaraja. Hipotesis tersebut dituliskan secara statistic sebagai berikut.

H a :  ( X1 X 2Y )  0

H a :  ( X1 X 2Y )  0 Uji hipotesis menggunakan uji F dengan rumus sebgai berikut.

F

R2 k (1  R 2 n  k  1)

(Sugiyono, 2011)

Keterangan :

F = harga bilangan F untuk garis regresi

n = jumlah anggota sampel k = jumlah variabel bebas

R = Koefisien korelasi ganda

64

Harga F yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga F tabel pada taraf signifikansi 5%. Apabila harga Fhitung  Ftabel , maka H 0 ditolak (Sugiono,

2011).

65

Daftar Pustaka

Aditomo, Anindito. (2017). Pemahamn epistemologis calon mahasiswa ilmuilmu sosial dan ilmu-ilmu alam. Jurnal Psikologi UNDIP. 16(1): 8-19. Diakses 23 September 2018 Ahriana et al. (2017). Studi analisi hubungan antara self-efficcay dengan hasil belajar fisiska siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Takalar. 4(2). 23 Diakses September 2018 Ahriana., Yani, A,. Ma’ruf. (2017). Studi analisis hubungan antara self-efficacy dengan hasil belajar fisika siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Takalar. Jurnal Jurusan Fisika , FKIP. 4(2). ISSN: 2302-8939. Diakses 23 September 2018 Anderson, I. W. & Krathwohl, D. R. (2001). A taxonomy for learning, teaching and assessing: A revision of Bloom”taxonomy of educational objective New York: Addison Wesley Longman, Inc. Diakses 23 September 2018 Atmajaya, I. K. A. B. (2018). Hubungan antara self-efficacy dan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar fisika siswa kelas XI MIPA SMA Negeri di Kota Singaraja. Tugas Akhir ( tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Fisika, Undiksha Singaraja. Diakses 23 September 2018 Aurah, C. (2017). Investigating the relationship between science self-efficacy beliefs, gender, and academic achievement, among high school student in Kenya. Journal of education and Practice. 8(8): 146-153. Tersedia pada www.iiste.org. Diakses 23 September 2018 Bandura, A. (1995). Self-efficacy in changing societies. New York: Cambridge University Press. Diakses 23 September 2018. Ghufron, Nur M. 2012. Kepercayaan epistemologi dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Jurnal Psikologi. 40(1): 102-126. Diakses 23 September 2018

66

Djauhari, D.,& Wardani, S. I. 2016. Pengaruh self-efficacy dan harapan orang tua terhadap prestasi terhadap perilaku menyaontek pada siswa. Psikosains. 11(1): 17-29. ISSN 1907-5235. Diakses 26 September 2018 Ghufron, Nur M. 2017. Hubungan kepercayaan epistemologi dan pendekatan belajar: studi metaanalisis. Jurnal Psikologi. 36(2): 130-143. Diakses 26 September 2018 Gunawan, I. (2016). Pengantar statistik inferensial. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Diakses 26 September 2018 Handayani, S. D. (2016). Pengaruh konsep diri dan kecemasan siswa terhadap pemahaman konsep matematika. Jurnal Formatif. 6(1). 22-34. ISSN:2088351X. Diakses 26 September 2018 Hulu, T., & Minauli, I. (2017). Hubungan antara kecerdasan emosi dan efikasi diri dengan prestasi belajar. Program Studi Magister Psikologi, Program Pascasarjana, Universita Medan Area. ISSN: 2085-6601. Diakses 26 September 2018 Humaida, I. A. I. 2017. Self-efficacy, positive thingking, gender difference as predictors of academic achievement in al jouf University student-Saudi Arabia. Internasional Journal of Psychology and Behavioral Sciences. 7(6): 143-151. Tersedia pada http://journal.sapub.org/ijpbs. Diakses 26 September 2018 Kemendikbud. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tersedia pada http://kelembagaan.ristekdikti.go.id. Diakses pada. Diakses 22 September 2018 Kolo, A. G., Jaafar, W. M. B. W., & Ahmad, N. B. 2017. Relationship between academic self-efficacy believed of college students and academic performance. Journal of Humanities and Social Science. 22(1): 75-80. Tersedia pada www.iosrjournals.org. 22 September 2018 Koyan , I. W. (2012). Statistik pendidikan: Teknik analisis data kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press. Lestari, W., Jusman, M & Werdiana, I. K. (2015). Keyakinan epistemology siswa lintas level akademik terhadap fisika. E- Jurnal Mitra Sains. 3(2). 61-71. 22 September 2018

67

Lisma et al. 2017. Penerapan Model Learning Cycle (LC) 7E Sebagai Upaya Peningkatam Pemahamn konsep Aspek Menafsirkan dan Menyimpulkan Pada Materi Kalor Kelas X SMA. Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika. 2(2): 35-37. 22 September 2018 Mulyono. 2012. Pendidikan dan kemajuan bangsa. Artikel Online. Tersedia pada http://asidomalau.blogspot.co.id. 10 Oktober 2018 Murizal, A., Yarman., & Yerizon. 2012. Pemahamn konsep matematika dan model pembelajaran quatum teaching. Jurnal Pendidikan Matematika. 1(1): 19-23. Diakses 10 Oktober 2018 Rosyida, F., Utaya, S., & Budijanto. 2016. Pengaruh kebiasaan belajar dan selfefficcay terhadap hasil belajar geografi di SMA. Jurnal Pendidikan Geografi. 21(2): 17-28. Tersedia http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-geografi/index. Diakses 10 Oktober 2018 Novanda, B. F., Kurniati, T & Rizmahardian, A.K. ( 2018). Hubungan antara self-efficacy dan motivasi berprestasi siswa kelas XI APA dalam mata pelajaran kimia di SMA Negeri 3 Pontianak. Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Muhammadiyah Pontianak. 6(2). P-ISSN: 2339-0654. 10 Oktober 2018. Diakses 10 Oktober 2018 Nastuti, R., Lelfita.,& Elbasthoh. 2018. Hubungan self-efficacy dan motivasi dengan pemahamn konsep IPA Terpadu siswa kelas VII SMP Pertiwi 2 Padang. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 18(3). Diakses 11 oktober 2018 Nurkancana, W., & Sunartana, P. P. N. (1990). Evaluasi hasil belajar. Surabaya: Uasaha Nasional. Diakses 11 oktober 2018 Samudra, G. B., Suastra, I. W., & Suma, K. (2014). Permasalahan-permasalahn yang dihadapi siswa SMA di Kota Singaraja dalam pembelajaran fisika. Jurnal Pendidikan IPA. 4(1): 1-7. Tersedia pada http://pasca.undiksha.ac.id. Diakses 11 oktober 2018 Santyasa, I. W. (2014). Asesmen dan evaluasi pembelajaran fisika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sarnapi. 2016. Peringkat pendidikan Indonesia masih rendah. Artikel Online. Tersedia pada http://www.pikiran-rakyat.com. Diakses 11 oktober 2018

68

Suastra, I. W. 2009. Pembelajaran sains terkini: mendekatkan siswa dengan lingkungan alamiah dan sosial budayanya. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Sugioyono. 2011. Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2016). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Supratno, J. 2000. Teknik sampling untuk survey dan eksperimen. Jakarta: PT Rineka Cipta Vikas, M. S. 2017. Self-efficacy, emotional intelligence and social maturity of adolescents. Internasional Journal Of Education Psychological Research. 6(2): 134-136. Tersedia pada www.ijepr.org. Diakses 11 oktober 2018 Yoannita, B., Budi & Rustana, C.E. (2016). Pengaruh self-efficacy terhadap hasil belajar fisika melalui penggunaan model problem based learning. Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal). V(2). Diakses 11 oktober 2018s

69

Related Documents


More Documents from "isan"