Fhf24.docx

  • Uploaded by: Nanda Prima
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fhf24.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,464
  • Pages: 16
Diagnosis dan Tatalaksana pada Hemofilia Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731 [email protected] Abstrak Hemophilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex-linked resesif dan autosomal resesif. Gejala yang paling sering terjadi ialah perdarahan,baik didalam tubuh ataupun diluar tubuh. Rehabilitas medik merupakan faktor penting dalam penanganan hemofilia terutama penanganan akibat dari komplikasi muskulosketal. Pendekatan tim dalam hal ini mutlak harus dipenuhi sehingga dapat membantu pasien dan keluarga sampai pada masalah psikososial dan kehidupan sehari-hari. Untuk mendiagnosis dan membandingkan dengan penyakit lain dibutuhkan anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan faktor koagulasi. Prognosis baik bila semua pihak bekerjasma termasuk dalam edukasi kepada pasein dan keluarga. Kata kunci: hemophilia, perdarahan, diagnosis Abstract Hemophilia is a group of blood clotting disorders with sex-linked recessive and autosomal recessive characteristics. The most common symptom is bleeding, either inside the body or outside the body. Medical rehabilitation is an important factor in the treatment of hemophilia especially the treatment of musculosketal complications. The team's approach in this case absolutely must be met so that it can help patients and families to psychosocial problems and everyday life. To diagnose and compare with other diseases requires a guided history, physical examination and investigation such as coagulation factor testing. The prognosis is good when all parties work together include education to pasein and family. Keywords: hemophilia, bleeding, diagnosis Pendahuluan

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia. Hemophilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sex-linked resesif dan autosomal resesif. Gejala yang paling sering terjadi ialah perdarahan,baik didalam tubuh ataupun diluar tubuh. Masalah perdarahan dan kelainan pembekuan disini harus ditangi secara pendekatan tim. Prevalensi hemophilia di Indonesia untuk pada tahun 2006 ialah 4,1 per 1 juta kasus. Kasus hemophilia A lebih sering ditemukan dibandingkan dengan hemophilia B yaitu tercatat sebanyak 1 per 10 ribu kasus sedangkan kasus hemophilia B 1 per 20-3- ribu kasus. Untuk kasus hemophilia C di Indonesia belum terdapat data resmi karena kasus ini jarang ditemukan, diperkirakan 1 per 100 ribu kasus hemophilia.1 Rehabilitas medik merupakan faktor penting dalam penanganan hemofla terutama penanganan akibat dari komplikasi muskulosketal. Pendekatan tim dalam hal ini mutlak harus dipenuhi sehingga dapat membantu pasien dan keluarga sampai pada masalah psikososial dan kehidupan sehari-hari.1 Sistem hematologi dan Patofisioligi Darah2 Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sum-sum tulang dan nodus limfa. Untuk menjalakan fungsinga, darah harus tetap dalam cair normal. Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vascular akibat trauma. Untuk mencagahnya darah memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran dalam pembuluh darah. Pembekuan yang berlebih juga sama bahayanya karena potensial menyumbat aliran darah ke jaringa vital. Untuk menghindar komplikasi ini, tubuh memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan melarutan bekuan yang terbentuk dalam pembuluh darah. Anemia adalah keadaan adanya penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Dapat terjadi akibat produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang, tingginya pengahancuran sel darah merah dalam sirkulasi ataupun perdarahan.

Kelainan perdarahan, dapat disebabkan oleh kekurangan trombosit ataupun faktor pembekuan dalam sirkulasi. Fungsi trombosit dalam plasma darah dapat terganggu akibat insufisiensi sum-sum tulang, kerusakan limfa meningkat atau abnormalitas trombosit beredar. Kekurangan faktor pembekuan biasanya disebabkan oleh kurangnya produksi faktor ini dalam hati. Hemophilia adalah kelainan yang disebabkan oleh kekurangan faktor pembekuan darah VIII dan IX. Hemofilia Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X.3 Anamnesis Anamnesis bisa kita mulai dengan memperhatikan perjalanan penyakit hemophilia ini. Dimana ada periode neonatal, infant toddler dan child, serta adolescent dan adult. Pada periode infat toddler dan child pada usia 1 – 10 tahun. Pada periode infant dan toddler resiko terjadinya perdarahan menjadi lebih tinggi seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan bayi yaitu mulai belajar untuk duduk, berjalan, dan berlari. Hematom dan hemartrosis mulai ditemukan pada periode ini. Selain itu, pemberian imunisasi juga memerlukan perhatian khusus karena imunisasi biasanya diberikan secara muscular.4 Karena hemophilia merupakan penyakit gangguan perdarahan yang bersifat herditer hal penting yang gharus ditanyakan pada pasien adalah riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Dimana perempuan biasanya sebagai pembawa sifat sedankan laki-laki ebagai penderita. Perempuan carrier yang menikah dengan laki-laki normal dapat menurunkan 1 atau lebih anak laki-laki penderita hemophilia atau 1 atau lebih anak perempuan carrier. Sedangkan laki-laki penderita hemophilia yang menikah dengan perempuan normal akan menurukan anak laki-laki normal atau anak perempuan carrier.4

Gambar 1. Pewarisan Hemofilia Etiologi dan Klasifikasi Hemophilia Hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.5 1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang ditemukan, terutama pada pria. 2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan pada pria. 3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita. Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal. 2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX . F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk: hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat telomer lengan panjang kromosom X

(Xq), tetapi pada lokus yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis. 1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga hemofilia klasik 2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas. 3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. Derajat penyakit pada hemofilia :6 1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. 2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang berlebihan. 3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius

Pemeriksaan fisik dan gejala klinis a. Aktivitas Tanda : Kelemahan otot Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.

b. Sirkulasi Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral Gejala : Palpitasi c. Eliminasi Gejala : Hematuria e. Nyeri Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel. Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot g.

Keamanan

Tanda : Hematom Gejala : Riwayat trauma ringan. - Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa nyeri dan terjadi bengkak. - Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan Atropati hemofilia dengan ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas. - Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang berlebihan, dan juga perdarahan otak. - Terjadi Hematoma pada Extrimitas. - Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainankelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi.5

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.3,5 Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya. Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata. Pendarahan intracranial bisaterjadi secara spontan atau

trauma

yang

menyebabkan

kematian.

Retriperitoneal

dan

retrofaringeal

yang

membahayakan jalan nafas dan mengancam kehidupan. Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak, Perdarahan jaringan lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degeneratif pada persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan.3,5 Pemeriksaan Penunjang1 1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)

2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose. 3. Uji skrining koagulasi darah : a. Jumlah trombosit b. Masa protombin c. Masa tromboplastin parsial d. Masa pembekuan thrombin e. Assay fungsional factor VIII dan IX Patofisiologi6,7 Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular. Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons

pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi

trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan. Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.

Gambar 2.Patofisiologi Hemophilia

Epidemologi Prevalensi hemophilia di Indonesia untuk pada tahun 2006 ialah 4,1 per 1 juta kasus. Kasus hemophilia A lebih sering ditemukan dibandingkan dengan hemophilia B yaitu tercatat sebanyak 1 per 10 ribu kasus sedangkan kasus hemophilia B 1 per 20-3- ribu kasus. Untuk kasus

hemophilia C di Indonesia belum terdapat data resmi karena kasus ini jarang ditemukan, diperkirakan 1 per 100 ribu kasus hemophilia.1 Prognosis Baik bila semua pihak terlibat. Disabilitas berat dan kematian akibat hemophilia serta komplikasinya hanya terjadi sekitar 5-7% pada hemophilia berat. Penentuan prognosis pada hemophilia tidak sepenuhnya tergantung pada komplikasi yang terjadi, melainkan harus dilihat secara keseluruhan termasuk masalah psikososial yang terkait dan tingkat kepercayaan diri pasiesn.9 Tatalaksana Protokol penanganan kasus kelainan pembekuan darah yang dianjurkan berdasarkan kadar plasma spesifik, yakni kadar faktor pembekuan VIII/IX dalam darah. Pada kasus hemartrosis, bila tidak didapatkan respons dengan pemberian terapi hematologi, perlu dipikirkan tindakan joint aspiration (arthrocentesis). Tindakan ini harus dilakukan 3-4 hari setelah onset hemartrosis untuk mengistirahatkan sendi yang terkena, sehingga pada saat joint aspiration dilakukan, inflamasi yang terjadi tidak terlalu hebat (joint aspiration sendiri sudah bersifat invasif). Joint aspiration ditujukan untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi. Kontraindikasi joint aspiration ialah adanya proses infeksi baik sistemik maupun lokal yang sedang berlangsung. Pemilihan ukuran jarum sekitar 25-30G untuk mengurangi nyeri saat penusukan dan inflamasi setelah joint aspiration selesai dilakukan.

Gambar 3. Protocol Penanganan Pemberkuan Darah Komplikasi 1. Timbulnya inhibitor.

Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.5 2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti :3,5 1. Lutut 2. Pergelangan kaki 3. Siku Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti : 1. Panggul 2. Bahu

3. Infeksi yang ditularkan oleh darah Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis

B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat faktor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.3,5 Diagnosis banding Idiopatik trombositopenis Purpura Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan hematologi yang umum terjadi dengan karakteristik penurunan jumlah platelet dalam darah perifer. Keadaan ini berhubungan dengan kelainan autoimun yang menyebabkan peningkatan kecepatan destruksi platelet dan tidak optimalnya produksi platelet. Penurunan jumlah platelet terjadi <150x109/L. penyebab pasti belum diketahui namun sebagian besar disebabkan oleh proses imun. Gambaran klinis ITP bervariasi antara setiap pasien dimana bentuk perdarahan dapat berupa purpura, ekimosis,ptekiedan perdaeahan mukosa. Gelembung perdarahan data tampak pada rongga mulut dan permukaan mukosa lainnya. Perdarahan pada gusi dan epistaksis merupakan bentuk perdarahan lain yang sering terjadi. Perdarahan spontan pada mukosa, intracranial dan gastrointestinal dapat terjadi apabila jumlah plateletnya <10.000/iL.8 ITP pada anak diperkirkan terjadi antara 1,9-6,4/100.000 anak setiap tahunnya. ITP pada anak distribusinya hamir sama antara laki-laki (52%) dan perempuan (48%). Puncak prevalen terjadi pada anak-anak usia 2 hingga 4 tahun. Munculnya perdarahan merupakan komplikasi yang serius, terutama pedarahan intracranial. Angka kematian akibat perdarahan diperkirakan sebesar 1% pada anak-anak dan 5% pada dewasa. Pasien dengan jumlah platelet 50x109/L biasanya tidak memerlukan pengobatan sedangkan pasien dengan jumlah platelet yang rendah membutuhkan pengobatan tergantung dengan gejala dan resiko pedaraha yang dialami.8 ITP pada anak-anak biasanya akut dan dapat membaik dengan sendirinya, onset dikarakteristikkan dengan onset mendadak dai ptekie dan pur[ura diperkirakan 2-3 minggu setelah terinfeksi virus atau imunisasi. ITP pada dewasa biasanya kronis dengan onset tersembuny tampa gejala prodromal.

Gambar 4. Gambaran Perdarahan pada ITP Gambar 4. Perdarahan pada ITP

Gambar 5. SHDT dan SSTL Disseminated Intravascular coagulation(DIC) Suatu proses sistemik disebabkan oleh pembentukan trombin patologis. Secara klinis, DIC ditandai oleh trombosis maupun perdarahan. DIC dihasilakan oleh aktivasi koagulasi lokal atau sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor koagulasi dan fibriogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit diaktifkan dan dikonsumsi.9 DIC meupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang mendasari DIC yaitu sepsis, leukemia akut, kanker lainnya, trauma, dan luka bakar. Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fi brinogen masih dalam interval normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif (jarang sampai berat), pemanjangan activated partial thromboplastin time (aPTT) dan prothrombin time (PT), dan kadar fi brinogen yang rendah. Kadar D-dimer umumnya akan meningkat akibat aktivasi koagulasi dan fi brin yang saling terhubung secara difus.

Gambar 6.Tatalaksana DIC

Gambar 7. Tatalaksana ITP9 Leukemia3 Merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum-sum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Leukemia diabi atas leukemia limfoblasti akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Penyebab leukemia masih belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat genetic (trisomi 21, sindrom bloom’s,anemia fanconi’s da ataksia telangiektasia) mempunyai lebih tinggi untuk menderita leukemia dan kembar monozigot. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semualeukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu LLA 82% dan LMA 18%. Leukemia kronis mencapai 3% dari seluruh leukemia pada anak. Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Dimana pasien seringkali mengeluh demam, mengigil, keringat malam, hulang napsu makan dan penurunan berap badan. Namun untuk memastikan diperlukan punksi sum-sum tulang dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit dan trombositopenia. Bisa terdapat eosinofil reaktif. Pada pemerksaan hapus darah tepi ditemukan sel blas.

Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatanpenyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfuse darah/trombosit, pemberian antibiotic, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial. Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukemianyan berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, intensifikasi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. Transplantasi sumsum tulang mungkin emberikan kesepatan untuk sembuh.

Gambar 7. Gambaran Klinis Leukemia

Gambar 8. Diagnosis Banding Hemofila Bedasarkan Pemeriksaan Penunjang Penutup Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik sexlinked resesif dan autosomal resesif. Kelainan pembekuan darah disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan darah VIII atau IX. Komplikasi hemofilia terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu adanya hemartrosis atau perdarahan otot.1 Untuk mendiagnosis dan membandingkan

dengan penyakit lain dibutuhkan anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan faktor koagulasi. Prognosis baik bila semua pihak bekerjasma termasuk dalam edukasi kepada pasein dan keluarga. Daftar Pustaka 1. vincentius Y, Engeline A. rehabilitasi Medik pada Hemofilia. Jurnal Biomedik (JBM) vol 5 no 2 Juli 2013. Hlm 67-73. 2. Handayani,Wiwik, Sulistyo, Andi Hariwibowo. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta:2008. 3. Bambang P, Sutaryo, Ugrasena, Endang W, Maria A. Buku Ajar Hematoligi Onkolgi Anak. Cetakan Ke Empat Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012 4. WHO. Ageing. [homepage on the Internet]. Available from: http://www.who.int/. Diakses pada 30 April 2017. 5. Murwani,Arita. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press:Yogjakarta;2008 6. Betz, C.L dan Linda A.S. Mosby’s Pediatric Nursing Reference by Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden. New York: Elsevier;2009. 7. veny k y, Ariawati K. inhibitor pada Hemofilia. Medicina vol 43 no 1 januari 2012 8. Alvina. Idiopathic thrombocytopenic purpura : laboratory diagnosis and management. 2011;30:126-34. 9. Linderman C, Eichenfield E. Inhibitors to factor VIII. In: Peerlinck K, Jacobson M, editors. Textbook of Hemophilia. Singapore: Wiley-Blackwell, 2010; p. 62.

More Documents from "Nanda Prima"