Fenomenologi Wahabisme.docx

  • Uploaded by: Anggara Lesmana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fenomenologi Wahabisme.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 540
  • Pages: 2
Fenomenologi Wahabisme Barangkali kita sering terperanjat melihat perilaku atau mendengar pendapat kaum Wahabi. Namun sayangnya, kita yang semula terperanjat ini lantas bereaksi dengan menebar pendapat yang tak jarang berujung dengan tumpukan label, stereotip—sikap yang jelas tak bermutu dalam perbincangan ilmiah. Ujung-ujungnya, kita yang semula terperanjat melihat Wahabi secara tak sadar menjadi Wahabi dan memakai pola-pikir serupa untuk menyerang Wahabi. Kita pun sebenarnya perlahan-lahan menjadi seperti yang kita benci, dan menjadi seperti kata peribahasa buruk rupa cermin dibelah. Berpijak dari fenomena di atas, tak jarang kita menemukan Wahabi Sunni dan Wahabi Syi’i, bahkan Wahabi sekuler. Istilah-istilah yang seolah oxymoron ini dalam kenyataannya bisa dengan mudah kita temukan; dan jika kita mau jujur mungkin perilaku Wahabi itu juga sudah merasuki diri kita masing-masing tanpa kita sadari. Tiap kali kita mencoba memahami fenomena Wahabi tanpa melacak akar-akar sebenarnya, maka kita akan berakhir dengan menyederhanakan kerumitannya. Banyak pakar yang secara sengaja membatasi Wahabisme sebagai gejala atau pola keberagamaan yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan klan Saudi semata-mata. Padahal pembatasan ini sebenarnya lahir dari pendangkalan yang sangat berbahaya. Sebenarnya Wahabi adalah fenomena keberagamaan yang ada sejak dahulu kala, sejak masa agama-agama sebelum Islam. Dalam Islam fenomena ini memiliki banyak manifestasi. Di masa Nabi Muhammad, fenomena Wahabi itu sebenarnya sudah muncul dalam sikap sporadis beberapa individu sahabat. Tapi kemudian ia berkembang menjadi lebih sistematik, dan memuncak pada sikap sekelompok orang yang dalam sejarah Islam dikenal dengan Khawarij. Namun, jika kita amati lebih dalam, maka kaum Khawarij yang sebenarnya berasal dari pengikut Imam Ali sendiri lebih merupakan manifestasi primitif dari Wahabisme yang muncul di zaman modern ini. Harus kita akui bahwa Khawarij—seperti kata Imam Ali sendiri—menginginkan kebenaran tetapi gagal. Tapi fenomena Wahabi zaman ini bukan lagi menginginkan kebenaran, tetapi menunggangi kebenaran. Dengan demikian, Wahabi zaman ini secara batin sama dengan kelompok Muawiyah meski secara lahiriahnya tetap menggunakan ciriciri Khawarij. Tentu tidak mudah mendaftar rangkain pola dan watak keberagamaan model Wahabi, apalagi jika kita mencoba mendekatinya secara fenomenologis. Perlu ada riset kualitatif yang serius untuk menguak seluruh pola dan watak ini secara mendalam. Hanya saja di sini saya hanya ingin melihat beberapa pola dan watak yang tampak di permukaan, sekadar sebagai bahan renungan awal. Sebelum lebih jauh, kita perlu paham bahwa pendapat atau pola keberagamaan itu dipengaruh oleh watak dan demikian pula sebaliknya. Ada siklus yang

komplementer di sini. Dari siklus ini kemudian orang yang mendalami agama mencari justifikasi, bahkan mungkin berkhayal dan mengalami sejenis kegilaan. Singkat kata, ada beberapa pola dan watak yang mendorong orang untuk beragam seperti Wahabi—dari mazhab teologis apapun ia berasal. 1. Berlebihan dalam menghayati aspek emosional agama dengan melupakan, merendahkan aspek rasional. Demikian pula sebaliknya. 2. Apresiasi yang ekstrem terhadap aspek2 formal-tekstual agama, ibadahibadah ritual dan teks-teks suci. Apresiasi ini biasanya juga diikuti dengan pemujaan pd aspek2 biologis agama, jidat hitam, jenggot panjang, pakaian2, dll 3. Penolakan yang juga sama ekstremnya pd kontretisasi atau simbolisasi agama, spt pemimpin yang disucikan, keluarga Nabi, penyucian pd turunan, kuburan, 4. Tanzih yg ekstrem terhadap Tuhan dan konsep2 dan fungsi2 agama sedemikian rupa sehingga agama itu menjadi barang asing dlm hidup 5. Tasybih yg sembarangan pd Allah dan manusia2 suci, sedemikian sehingga melegalkan raja dan turunannya menjadi khalifah sah Rasulullah. Bahkan penggunaan nama keluarga tertentu dlm sebuah kerajaan yg mengenakan bendera La ilaha illaLLAH 6.

Related Documents


More Documents from "indi aunullah"