Face Of Indonesia In Marketing

  • Uploaded by: Sumardi Oye
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Face Of Indonesia In Marketing as PDF for free.

More details

  • Words: 709
  • Pages: 2
Face of Indonesia in Marketing Perspective (SWA) Perilaku belanja konsumen Indonesia ternyata identik dengan panggung sandiwara. Ada skenario narrative consumption yang dirancang untuk menyampaikan pesan buat di persepsi khalayak. Inikah missing link yang menjadi batu sandung study pasar selama ini? Setiap hari ribuan produk baru diluncurkan di pasar. Namun hanya sedikit sekali yang mendulang sukses, selebihnya mati muda atau merana berkepanjangan. Lantas produk seperti apa yang diharapkan konsumen?. Mengapa ada segelintir produk yangb sukses, tetapi banyak sekali yang gagal, padahal produk tersebut bisa dikatakan sejenis dan membidik lapisan konsumen yang sama? Bagaimana agar produk yang diciptakan bisa memenuhi kebutuhan dan laris dibeli konsumen? Pertanyaan inilah yang terus menggelitik pikiran para produsen dan pemasar. Berbagai riset pasar mulai dari skala lokal hingga nasional sebenarnya kerap dilakukan. Berdasarkan survey tersebut kerap dilakukan segmentasi, diferensiasi, targeting, posisioning, dan lainsebagainya agar pasar sasaran menjadi lebih fokus. Toh produk tetap bertumpuk dan tidak diminati konsumen. Lantas apa yang salah? Rupanya, kebanyakan sigi tadi salah sasaran, karena hanya berkutat mengandalkan data keras beruipa data demografis yang memilah konsumen berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi, dan besar pengeluaran semata. Kita tahu survey demografis memiliki kelemahan karena terlalu berfokus pad “siapa” (konsumen) dan “apa (produk), ketimbang bagaimanan dan apa yang menjadi dasar pertimbangan dalam membeli produk. Padahal justru latar belakang prilaku membeli inilah yang paling penting bagi pemasar. Dan disinilah pentingnya pendekatan psikografis, yang mencoba melihat consumer insight dengan meneropong aktifitas, kepentyingan dan opini (activities, interest & opinion/AIO) konsumen yang dilatarbelakangi gaya hidup mereka. Upaya mengukur sisi kejiwaan konsumen Indonesia seperti ini memang bukan yang pertama kali dilakukan. Pada edisi khusus Juni 1995, SWA pernah menyuguhkan sajian utam mengenai peta konsumen dari segmentasi psikografis ini. Pendekatan AIO konsumen kami padukan dengan nilai-nilai dan gaya hidup (value added & life style) mereka. Untuk survey lapangan dan pengolahan datanya kami bekerja sama dengan tiga lembaga sekaligus : PT Surindo Utama, MARS (Marketing Resach Specialist) dan MarkPlus. Namun harus diakui hingga kini sedikit sekali studi yang mencoba menguak dalam perilaku konsumen seperti ini. Repotnya sigi perilaku konsumen yang dilakukan itupun hanya mewakili segmen tertentu : remaja, ibu rumah tangga, anak-anak, masyarakat perkotaan, dan sebagainya, sehingga tidak bisa memetakan perilaku konsumen secara lebih komprehensif. Dalam konteks inilah kita patut menyambut gembira survei face of Indonesia yang dilakukan LOWE Indonesia bersama lembaga riset Promt sepanjang akhir tahun lalu dan dirilis hasilnya awal 2005. studi perilaku konsumen seperti ini selalu menarik perhatian, karena para produsen dan pemasar sangat berkepentingan mengetahui bagaimana sesungguhnya keinginan dan perilaku konsumen mereka yang belum banyak

terungkap selama ini. Apalagi studi LOWE tentang konsumen Indonesia lengkap dan komprehensif serta berskala nasional, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pasalnya survei ini merupakan bagian dari program LOWE Asia Pasifik yang tengah menyusun buku tentaang wajah konsumen Asia. Melalui survei ini Lowe mwncoba menggambarkan tipikal konsumen Indonesia. Menurut mereka ada 8 segmen psikografi konsumen yang bisa dibedakan satu dengan yang lainnya dari cara mereka menidentifikasikan diri di lingkungan sosialnya, pola pikir, kepercayaan, prilaku dan sebagainya. Ke delapan konsumen ini adalah Confident Establish alias Bapak baik-baik yang meliputi 15,2% populasi, The Optimistic Domestic Goddes (ibu PKK, 13,5%), The Change-Expectaning Lad(Demi teman, 10,5%), The Cheerful Humanist (Si Lembut Hati, 12,1%), The Introvert Wallflower, Si Pasrah, 8,1%), The Savvy conqueror/City Slicker (main untuk Menang, 16%), The Networking pleasure Seeker (Gaul Glam, 11%, serta The Spontaneous Fun-Loving (Bintang Panggung, 13,6%). Masing-masing segmen memiliki karakter sendiri-sendiri yang bisa anda baca detailnya pada bagian lain dari rangkaian sajian utama kali ini. Melalui penggambaran karakteristik ke 8 segmen psikografi ini, produsen dan pemasar bisa lebih dalam menyeruak ke jantung hati konsumen dan mengenali bukan hanya sebagai status sosial (pendidikan, kedudukan dan peran)-nya, melainkan juga pola pikir, tujuan hidup, kegemaran dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Tak kalah penting adalah deskripsi tentang narrative consumption konsumen. Dengan menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, studi in i mentimpulakan bahwa konsumen sebenarnya mencoba menyampaikan pesan tertentu melalui gaya belanjanya. Malah studi ini menganalogikan kegiatan konsumsi dengan memainkan peran pada sebuah lakon. Aktornya adalah konsumen yang membangun skenario untuk menciptakan ceritaatau persepsi tertentu (narrative) dengan membeli produk atau jasa tertentu dan mempertontonkanya kepada khalayak- yang bisa saja dirinya sendiri atau orang-orang di sekitarnya. Dengan kata lain, produk dan jasa yang dibeli konsumen bukan semata karena kebutuhan atau fungsinya, melainkan juga untuk menciptaka persepsi tertentu mengenai dirinya-misalkan status dan gengsi.

Related Documents

Face
May 2020 25
Face
November 2019 39
Face
July 2020 23
Face
November 2019 32
Face
November 2019 39

More Documents from ""