Fa Ani Nisa.docx

  • Uploaded by: Anisah Mahmudah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fa Ani Nisa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,269
  • Pages: 21
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama

: Muh. Sigit Triadi

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 15 tahun

Pekerjaan

: Pelajar SMA

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Rappocini Raya Gang 1

B. SUBJEKTIF Anamnesis Terpimpin: • Keluhan Utama

: Demam

• Keluhan Tambahan

: Batuk

• Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Demam hilang timbul dan terutama dirasakan pada malam hari. Pasien juga mengeluh batuk yang dialami sejak 1 hari yang lalu. Batuk berdahak tidak disertai darah. Sesak tidak ada, nyeri menelan ada. Mual dan muntah tidak ada. Nyeri perut, konstipasi, ataupun diare tidak ada. Buang air kecil lancar berwarna kuning. Buang air besar baik. Nafsu makan kurang. Tidak ada penurunan berat badan. • Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat asma dan alergi tidak ada.

1

 Riwayat Penyakit Keluarga : Ada riwayat tuberkulosis pada ayah pasien yang dialami 6 tahun yang lalu dan sudah dinyatakan sembuh. • Riwayat Psikososial : Pasien sering begadang dan memiliki pola makan yang tidak teratur serta jarang minum air putih.

C. OBJEKTIF 1. Status Pasien •

Keadaan Umum : Sakit ringan/ Gizi Baik/ Composmentis



Tinggi badan

: 155 cm

Berat Badan

: 40 kg

IMT

: 19.8 (normal)

Tanda Vital

:

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

:86 x/menit

Pernapasan

:18 x/menit

Suhu

: 36,7 0C, axilla

2. Pemeriksaan Fisik 

Kepala -

Bentuk

: Normal, simetris kiri dan kanan

-

Rambut

: Hitam, sukar dicabut

-

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik (-), reflek

cahaya (+/+) -

Telinga

: Tophi (-), serumen (-), pendengaran dalam batas

normal, nyeri tekan di prosesus mastoideus (-) -

Hidung

: Septum deviasi (-), perdarahan (-), sekret (-)

-

Mulut

: Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-),

perdarahan gusi (-), faring hiperemis (+) • Leher : -

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

-

Kelenjar gondok

: Tidak ada pembesaran

2

-

JVP

: R+1 cmH2O

-

Pembuluh darah

: Tidak ada kelainan

-

Tumor

: (-)

• Thoraks : - Inspeksi Bentuk

:Simetris kiri dan kanan, tidak ada

retraksi

subcostal, intercostal, suprasternalis. Sela iga

: Dalam batas normal

- Palpasi Fremitus raba

: Vokal fremitus sama pada kedua hemithorax

Nyeri tekan

: (-)

- Perkusi

: Sonor pada kedua hemithorax

- Auskultasi

: Bunyi pernapasan vesikuler, ronkhi -/- , wheezing

-/

Jantung : Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra Batas kiri atas ICS II linea midclavicularis sinistra Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dextra Batas kiri bawah ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-)

 Abdomen Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+), kesan normal

Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

 Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan

3

• Ekstremitas : Superior

: Akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger, tidak ada edema maupun deformitas

Inferior

: Akral hangat, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger, tidak ada edema maupun deformitas.

D. ASSESSMENT Faringitis Akut

E. PLANNING -

Promotif Menjelaskan tentang penyakit faringitis akut dan bagaimana mencegah penularannya, yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, menjaga kebersihan tangan, dan edukasi mengenai cara batuk yang benar. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.

-

Preventif Mencegah penularan infeksi dengan mencuci tangan dengan sering, terutama sebelum makan dan setelah batuk atau bersin, menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol ketika air dan sabun tidak tersedia, menghindari merokok dan menghirup asap rokok. Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.

-

Kuratif 

Terapi Medikamentosa

-

Paracetamol 500mg 3x1

:

Berperan sebagai analgetik dan antipiretik. Dosis untuk anak yaitu 10 sampai 15mg/kg/dosis diberikan secara oral tiap 4 sampai 8 jam dalam sehari. -

Amoxicillin 500mg 3x1 sebagai antibiotik

-

Dexamethason 0,5mg 3x1 untuk menekan inflamasi

-

Guaifenesin 100 mg 3x1 untuk mengeluarkan dahak(ekspektoran)

4





Terapi nonmedikamentosa : -

Minum air banyak untuk mencegah dehidrasi

-

Berkumur dengan air hangat

-

Kompres dingin di leher untuk membantu mengurangi nyeri

-

Beristirahat sampai merasa lebih baik

Rehabilitatif -

Kontrol ke dokter apabila keluhan tidak membaik

F. PROGNOSIS Ad Functionam : bonam Ad sanationam : bonam Ad vitam : bonam

G. ANALISA KASUS a. Faktor Internal 1. Genogram 70

73

68

47

66

45

17

15

Keterangan: : Laki-laki : Perempuan : Pasien : Tinggal serumah

5

2. Struktur keluarga Sigit adalah salah satu pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas di Puskesmas Maradekaya yang saat ini berusia 15 tahun. Khairuddin, Ayah Sigit, berusia 47 tahun dan Suryani, Ibu Sigit, berusia 45 tahun. Sigit memiliki satu orang kakak bernama Septian yang berusia 17 tahun.

3. Family Circle

Septian

Khairuddin

Sigit

Suryani

Halija

4. Siklus Keluarga Pasien ini, dari hasil wawancara kepada pasien langsung, diketahui bahwa pasien berada pada tahap ke lima yakni, keluarga dengan anak remaja (anak tertua berusia 17 tahun).

6

5. Family Assessment Dilakukan dengan pendekatan metode APGAR No. Pernyataan

Sering/Selalu Kadang-

Jarang/Tidak

kadang 1

Saya puas bahwa saya dapat kembali kepada keluarga saya, bila saya



menghadapi masalah 2

Saya puas dengan cara2 keluarga saya membahas serta



membagi masalah dengan saya 3

Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya



melaksanakan kegiatan dan ataupun arah hidup yang baru 4

Saya puas dengan cara2 keluarga saya menyatakan rasa



kasih sayang dan menanggapi emosi 5

Saya puas dengan



7

cara2 keluarga saya membagi waktu bersama

Adaptasi

:2

Kemitraan

:1

Pertumbuhan

:2

Kasih Sayang

:1

Kebersamaan

:1

Hasil

: 7 (TIDAK ADA DISFUNGSI KELUARGA)

b. Faktor Eksternal Data-data berupa faktor eksternal yang dapat diperoleh dari pasien: 1. Faktor Biologi: Dari segi faktor biologi, didapatkan bahwa ayah pasien memiliki riwayat menderita tuberkulosis paru sekitar 6 tahun yang lalu namun sudah dinyatakan sembuh. 2. Faktor Gaya Hidup: Pasien memiliki kebiasaan begadang dan malas makan (pola makan tidak teratur). 3. Faktor Perilaku Kesehatan: Pasien terkadang tidak mencuci tangan sebelum makan, dan tidak menghabiskan obat-obat yang diberikan dari Puskesmas. 4. Faktor Pelayanan Kesehatan: Jarak rumah pasien dengan Puskesmas tidak begitu jauh namun keluarga pasien tidak rutin memeriksakan diri ke Puskesmas. 5. Faktor Psiko-Sosio-Ekonomi: Pasien tidak memiliki faktor stress dari keluarga. Kehidupan sosial dengan masyarakat sekitar baik.

Pemenuhan kebutuhan dan

pendapatan keluarga cukup.

8

6. Faktor Lingkungan Kerja: Pasien adalah seorang pelajar SMK. 7. Faktor Lingkungan Fisik: Ventilasi dan penerangan di dalam tempat tinggal pasien tidak terlalu baik.

Lifestyle : Istirahat, asupan nutrisi, kebersihan kurang

Family Perilaku Kesehatan : Obat yang diberikan tidak dikonsumsi sesuai anjuran

Pelayanan Kesehatan: Pasien memiliki jaminan kesehatan, jarak rumah ke PKM agak jauh

Faktor Biologi: Ada riwayat TB pada ayah pasien

Lingkungan Psiko SosioEkonomi:Faktor stress tidak ada, Kehidupan sosial dengan lingkungan baik, Pendapatan keluarga cukup

Pasien Usia 15 Tahun, Faringitis Akut

Lingkungan Kerja : Tidak ada

Lingkungan fisik: Ventilasi dan penerangan dalam rumah kurang

9

c. Penatalaksanaan Keluarga Penderita adalah seorang pelajar, biaya kehidupan sehari-hari serta kebutuhan hidup lainnya ditanggung oleh orang tua yaitu ayah dan ibu yang berprofesi sebagai wiraswasta. Penderita bertempat tinggal di pemukiman yang padat penduduk, dengan lingkungan sekitar yang kurang bersih. Rumah pasien tergolong rumah yang kurang

sehat dilihat dari kurangnya ventilasi dan

penerangan yang kurang memadai. Penderita diketahui menderita demam sejak 4 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh batuk berdahak dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan didapatkan hiperemis pada faring. Pada anggota keluarga yang lain ada yang menderita batuk juga yaitu ayah pasien, yang juga memiliki riwayat TB yang sudah dinyatakan sembuh 6 tahun yang lalu. Untuk menanggulangi agar infeksi saluran pernapasan atas (faringitis akut) pasien dapat membaik, maka diperlukan pendekatan dan pelaksanaan hal-hal khusus bagi penderita serta keluarga secara disiplin, yakni: 1. Pasien 

Pasien dianjurkan agar minum air putih yang cukup untuk mencegah dehidrasi.



Pasien diberikan edukasi untuk mencuci tangan terutama sebelum makan dan setelah batuk atau bersin.



Pasien diberikan edukasi mengenai cara batuk yang benar agar mengurangi risiko penularan ke orang sekitarnya.



Pasien disarankan untuk berperilaku hidup sehat, makan teratur dan mengonsumsi makanan yang bergizi.

2. Keluarga 

Selain penderita, anggota keluarga diharapkan untuk mendukung pasien dalam menjalankan gaya hidup sehat dan pola makan yang teratur.



Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah.

10

Rencana mengenai hal-hal yang akan dilakukan selanjutnya dapat dirangkum dalam suatu program perencanaan: 1. Menyarankan pasien untuk memeriksakan diri ke dokter jika keluhan-keluhan yang dirasakan tidak membaik dalam tiga hari kemudian. 2. Memberikan edukasi serta masukan bagi penderita serta keluarga mengenai gaya hidup sehat. 3. Menyarankan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faringitis adalah suatu peradangan didalam rongga mulut atau faring yang biasanya disertai kesulitan menelan. Kebanyakkan awal mula penyakit ini berasal dari rongga mulut yang disertai demam dan lesu. Tapi biasanya hanya berlangsung beberapa hari saja. Dan biasanya pasien datang berobat dengan keluhan rasa sakit jika menelan.1Tetapi harus diperhatikan lamanya sakit tenggorokkan. Infeksi tenggorokan oleh organisme yang resisten atau tidak di terapi dapat membentuk abses yang berbahaya diberbagai rongga jaringan lunak di sekeliling saluran nafas.2 Faringitis akut adalah manifestasi klinis terbanyak infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dimana istilah faringitis dipakai untuk menunjukkan adanya peradangan pada mukosa dan submukosa faring dan struktur lain disekitarnya yaitu orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.3 2.2. Epidemiologi Faringitis akut memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobatke tenaga kesehatan tiap tahunnya. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40- 60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap tahunnya..4 Faringitis akut dapat terjadi pada semua umur, sering terjadi pada anak usia 5-15 tahun dan jarang pada anak usia di bawah 3 tahun, insiden meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun dan berlanjut sepanjang akhir masa anak hingga dewasa. 5,6,7 2.3. Etiologi Virus merupakan etiologi terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah). Virus penyebab penyakit respiratori seperti

12

Adenovirus, Rhinovirus, dan virus Parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr virus,EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi mononikleosis seperti splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik seperti infeksi virus campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat menunjukan gejala faringitis akut.5 Streptococcus ß hemoliticus grup A (SBHGA) adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 –30 % dari penyebab faringitis akut pada anak. Diperkirakan sebanyak 15 juta kasus faringitis didiagnosis setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan 15-30% pada anak usia sekolah dan 10% diderita oleh dewasa serta 20-30% kasus disebabkan oleh streptococcus beta hemoliticus grup A. Faringitis tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Masa infeksi SBHGA terjadi di musim dingin dan awal musim semi di daerah beriklim sedang,di daerah beriklim tropis seperti Indonesia, insiden tertinggi terjadi pada musim hujan.6,7,8 Faktor-faktor predisposisi radang kronik di faring ini adalah rhinitiskronis, sinusitis, iritasi kronik yang dialami perokok dan peminum alkohol jugainhalasi uap yang merangsang mukosa faring pada pekerja di laboratorium.Infeksi dapat menyebabkan terjadinya faringitis kronis. Daerah yang berdebu sertaorang yang biasa bernafas melalui mulut karena hidung tersumbat merupakansalah satu faktor penyebab terjadinya penyakit ini.9 Pada faringitis kronis atropi diduga disebabkan oleh karena udara yangtidak cukup di hangatkan dan di lembabkan oleh hidung. Seperti yang terjadi pada pernafasan mulut kronis dan pada keadaan rhinitis atropika dimana fungsi pelembaban

dari

hidung

tidak

berfungsi

sehingga

menimbulkan

rangsangan sertainfeksi pada faring.9 2.4. Faktor Risiko 

Usia 3 – 14 tahun.



Menurunnya daya tahan tubuh.



Konsumsi makanan dapat mengiritasi faring



Gizi kurang 13



Iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.



Paparan udara yang dingin.10,11,12

2.5. Klasifikasi 2.5.1. Faringitis Akut a. Faringitis Viral Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus, Epstein Barr Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus, dan lain-lain. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. b. Faringitis Bakterial Infeksi stereptokokus beta hemolitikus grup A merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Faringitis akibat infeksi bakteri streptokokkus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : 

Demam



Anterior Cervical lymphadenopathy



Eksudat tonsil



Tidak ada batuk Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor 1. Bila skor 0-1 maka pasien

tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptokokkus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptokokkus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptokokkus group A. c. Faringitis Fungal Candida

dapat

tumbuh

di

mukosa

rongga

mulut

dan

faring.

d. Faringitis Gonorea Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital

14

2.5.2. Faringitis Kronik a. Faringitis Kronik Hiperplastik Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. b. Faringitis Kronik Atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. 2.5.3. Faringitis Spesifik a. Faringitis Tuberkulosis Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. b. Faringitis Luetika Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring, seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinik tergantung stadium penyakitnya.10,11,12 2.6. Patofisiologi Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang

kemudian menyebabkan respon

peradangan lokal. Rhinovirus

menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai dengan invasi lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan sekret hidung di bandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.5

15

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008

2.7. Gejala Klinik Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu: 

Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan mual.



Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk, dan seringkali terdapat pembesaran KGB leher.



Faringitis fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.



Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.



Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.



Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik.

16



Bila dicurigai faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual, terutama seks oral.10,11,12

2.8. Penegakkan Diagnostik Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Hasil Anamnesis Keluhan 

Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan



Demam



Sekret dari hidung



Dapat disertai atau tanpa batuk



Nyeri kepala



Mual



Muntah



Rasa lemah pada seluruh tubuh



Nafsu makan berkurang

Pemeriksaan Fisik 1. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 2. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. 3. Faringitis fungal, pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa faring lainnya hiperemis. 4. Faringitis kronik hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (cobble stone).

17

5. Faringitis kronik atrofi, pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 6. Faringitis tuberkulosis, pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan pada mukosa faring dan laring 7. Faringitis luetika tergantung stadium penyakit: a. Stadium primer Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula b. Stadium sekunder Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat eritema yang menjalar ke arah laring. c. Stadium tersier Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap. 2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram. 3. Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan KOH.10,11,12 2.9. Penatalaksanaan Komprehensif Penatalaksanaan 

Istirahat cukup.



Minum air putih yang cukup.



Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis fungal diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari. Untuk faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan Nitras Argentin 25%.

18



Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus Isoprinosine dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari.



Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus group A, diberikan antibiotik Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4x500 mg/hari.



Pada faringitis gonorea, dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3, seperti Seftriakson 2 gr IV/IM single dose.



Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari.



Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.



Analgetik-antipiretik



Selain antibiotik, Kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang diberikan dapat berupa Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari selama 3 hari.

Konseling dan Edukasi Memberitahu pasien dan keluarga untuk: 

Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.



Berhenti merokok bagi anggota keluarga yang merokok.



Menghindari makan makanan yang dapat mengiritasi tenggorok.



Selalu menjaga higiene mulut dan tangan10,11,12

2.10. Komplikasi 

Tonsilitis



Abses peritonsilar



Abses retrofaringeal



Gangguan fungsi tuba Eustachius 19



Otitis media akut, Sinusitis



Laringitis



Epiglotitis



Meningitis



Glomerulonefritis akut



Demam rematik akut



Septikemia10,11,12

2.11. Prognosis Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui danditerapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang terlambat dan penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.4 Ad vitam : Bonam Ad functionam : Bonam Ad sanationam : Bonam

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilmu kesehatan penyelaman; Barotrauma hal.52-57; PenerbitPT.Gramedia Jakarta; 2000 2. Empey DW, Medder KT. Nasal decongestants. Drugs. 1981 Jun;21 (6): 438-43. Pubmed PMID : 6166444 FKUI: Buku ajar THT; Gangguan fungsi tuba; Penerbit FKUI, edisi ke-enam; tahun 2007 3. Thompson LD. Pharyngitis. IN: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and neck surgery-otolaryngology, 5thed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins:2006.p.601-13. 4. Marcus

L,

Acute

Pharyngitis,

internet

http://www.nejm.com/topic342.html, 2003. -1. 5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : EGC 6. Ebell MH, Smith MA, Barry HC, Ives K,Carey M. The rational clinical examination: does this patient have strep throat? JAMA 2000;284:291218. 7. Del Mar CB. Understanding the global burden of acute respiratory infections. Annales Nestle 2000;58:41-8. 8. Carapetis JR, Steer AC, Mulholland EK, Weber M. The global burden of group A streptococcal diseases. Lancet Infect Dis 2005;5:685-94. 9. Stoll D. Inflamatory acute rhinosinusitis. Presse Med. 2001 Dec 22-29; 30 (39-40 pt 2) : 33-40. Review. French. Pubmed PMID : 11819910 10. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.(Adam dan Boies, 1997) 11. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGrawHill. 2003.(Lee, 2003) 12. Rusmarjono. Soepardi, E.A.Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, KepaladanLeher.

Ed.

ke-6.Jakarta:Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia. 2007(Hafil, et al., 2007)

21

Related Documents

Fa Ani Nisa.docx
November 2019 9
Ani
April 2020 26
Ani
December 2019 41
Fa
November 2019 37
Ani
December 2019 35
Ani
July 2020 26

More Documents from ""