Empat Syarat Keberlanjutan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit.docx

  • Uploaded by: yustian. yusuf
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Empat Syarat Keberlanjutan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,776
  • Pages: 5
EMPAT SYARAT KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT _ Dr. Ir. Sudradjat, M.S Staf Pengajar Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Kepala Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargiil. “Syarat-syarat lahan dapat ditanami sawit untuk mencapai produktivitas secara maksimal, yaitu kelapa sawit harus ditanam pada wilayah dengan curah hujan minimal 120 mm/bulan dan idealnya sekitar 2500 mm/tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Jadi, idealnya curah hujan 200 mm dan minimal 125 mm per bulan.” “Komoditas sawit sebetulnya tidak merusakan lingkungan, tetapi penyebabnya adalah cara pembukaan lahan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah ekologis, seperti membuka lahan dengan cara dibakar, tidak memperhatikan High Conservation Value pasti akan merusak lingkungan dan bukan hanya untuk kelapa sawit, tetapi berlaku untuk komoditas lainnya.” Dalam usaha apapun dan dimanapun jika kita mengusahakan suatu komoditi maka harus menguntungkan secara ekonomi. Jika tidak menguntungkan kemungkinan tidak akan dapat terus berkembang, termasuk dalam agribisnis komoditas kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan komoditi strategis yang sangat penting sebagai sumber devisa negara, sumber mata pencaharian masyarakat dan komoditi yang menguntungkan pebisnis dan petani pekebun. Dilansir dari beritasosial.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa industri sawit memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Ekspor komoditi sawit tercatat sebanyak 12% dari ekspor nasional. Kontribusi ekspor sawit mencapai angka Rp 31,4 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 5,6 juta orang. Bukan hanya perusahaan besar, bisnis komoditi ini juga terbukti dapat meningkatkan perekonomian rakyat. Kepemilikan perkebunan kelapa sawit terdiri dari perkebunan besar negara, swasta nasional dan asing serta perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat pun ada dua, yaitu perkebunan rakyat yang bermitra dengan perusahaan perkebunan (Inti-Plasma) dan perkebunan swadaya. Keuntungan pengusaha kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat produktivitasnya sekitar 15 ton TBS per hektare atau dapat menghasilkan uang sekitar 20 juta per hektare per tahun. Secara umum usaha agribisnis kelapa sawit yang berkelanjutan (sustainable) harus memenuhi empat aspek utama, yang pertama adalah aspek teknis yang meliputi kondisi lahan, kondisi iklim dan ketersediaan teknologi. Jika lahan yang tersedia sesuai yang berarti bahwa iklim dan tanah memenuhi persyaratan tumbuh tanaman dan teknologi sudah siap, maka jaminan produktivitas tinggi secara teknis sudah memenuhi syarat.

Kemudian yang kedua, yaitu kaidah ekonomi. Mengusahakan suatu komoditi termasuk sawit maka harus menguntungkan secara ekonomi. Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup berupa pangan, sandang dan papan atau perumahan, juga kesehatan dan rekreasi. Selain itu juga untuk kebutuhan pemeliharaan tanaman dan bahkan harus bisa juga mengembangkan atau memperluas usahanya. Dari data menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan kelapa sawit dalam 2-3 dekade ini berkembang dengan pesat. Artinya bahwa kelapa sawit secara ekonomi terbukti menguntungkan. Ketiga, adalah kaidah sosial, artinya masyarakat menerima kehadiran perkebunan kelapa sawit sebagai potensi pengembangan agribisnis. Selain itu juga produk sawit harus diterima oleh masyarakat dalam dan luar negeri. Dengan adanya perkebunan sawit maka akan membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung dan masyarakat pun bisa menjadikan sumber mata pencaharian. Kemudian selain itu masyarakat akan secara langsung terlibat dalam tataniaga termasuk kedalam proses pengolahan seperti di perkebunan dan di perkantoran, maka artinya masyarakat menerima secara teknis ekonomi dan sosial. Agar sawit diterima oleh masyarakat dunia, maka budidaya sawit harus mengikuti tata cara yang ramah lingkungan, tidak merusak alam dan mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Selanjutnya yang ke empat, yang tidak kalah penting dalam usaha agribisinis kelapa sawit adalah soal hukum. Kaidah-kaidah atau aspek hukum meliputi Izin Prinsip, Surat Izin Usaha Perkebunan, Hak Guna Usaha (HGU) harus terpenuhi terlebih dahulu. Dengan demikian Jika keempat aspek teknis, ekonomis, sosial dan hukum sudah terpenuhi maka, perkebunan sawit atau usaha agribisnis apapun dalam bidang pertanian akan berlanjut. Meningkatkan Produktivitas Fokus perhatian kita, baik pemerintah maupun akademisi, adalah bagaimana meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat. Tingkat produktivitas hanya 2.5 ton CPO per hektare per tahun, produktivitas ini setengah daripada yang dicapai oleh perkebunan swasta atau negara yang dapat mencapai 4.5 ton CPO. Jangan bandingkan dengan tingkat produktivitas Malaysia, mereka dapat mencapai 10 ton CPO. Pertanyaan kita adalah mengapa perkebunan rakyat lebih rendah produktivitasnya dibandingkan perusahaan besar? Ini yang menjadi permasalahan, terdapat kesenjangan tingkat produktivitas diantara pelaku usaha perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Peningkatan produktivitas berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan akan semakin terjamin keberlanjutannya. Bagaimana upaya untuk meningkatkan produktivitas bagi perkebunan rakyat? Kunci utama adalah pada penggunaan benih yang bermutu, benih yang bersertifikat yang dihasilkan oleh produsen benih kelapa sawit. Saat ini banyak petani yang menggunakan benih palsu, artinya benih yang tidak bersertifikat, sehingga setelah menunggu 3-4 tahun baru diketahui karena tanaman kelapa sawit tidak berbuah, kalaupun berbuah hanya sedikit, rendemen minyaknya rendah. Kondisi ini sangat merugikan petani. Faktor yang kedua adalah penggunaan teknologi, terutama untuk pemupukan. Tanaman kelapa sawit adalah tanaman dengan produktivitas tinggi, sehingga memerlukan hara yang cukup tinggi juga untuk dapat mencapai potensi produksinya. Sebenarnya informasi dosis pupuk yang diperlukan untuk kelapa sawit sudah ada dan informasi ini mudah diakses. Namun petani belum sepenuhnya memahami bahwa untuk mendapatkan produksi tinggi, tanaman harus dipupuk. Pupuk yang diberikan harus memenuhi 4 tepat, yaitu tepat dosis,

tepat jenis, tepat waktu dan tepat cara aplikasinya. Hal-hal ini yang masih abai di tingkat petani. Beberapa faktor lain yang menyebabkan rendahnya produktivitas kelapa sawit rakyat adalah rendahnya kesadaran petani untuk melakukan pemeliharaan lainnya seperti pengendalian gulma, perawatan jalan untuk panen, pemanenan dan konservasi tanah dan air. Konservasi tanah dan air ini sangat penting untuk menjamin ketersediaan air. Teknik pemanen air saat musim hujan seperti pembuatan rorak, terasering dan perawatan tanaman penutup tanah, menjadi sangat penting untuk dilakukan. Teknologinya sudah tersedia tinggal melakukannya untuk menjamin produktivitas yaang tinggi. Selain faktor-faktor tersebut, persyaratan tumbuh tanaman harus dipenuhi. Tanaman kelapa sawit adalah tanaman yang menghasilkan sepanjang tahun, tidak ada musim buah kelapa sawit. Tanaman berbuah terus menerus setelah memasuki umur tanaman menghasilkan, yaitu mulai berbuah pada umur tiga tahun. Syarat-syarat lahan dapat ditanami sawit untuk mencapai produktivitas secara maksimal, yaitu kelapa sawit harus ditanam pada wilayah dengan curah hujan minimal 120 mm/bulan dan idealnya sekitar 2500 mm/tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Jadi, idealnya curah hujan 200 mm dan minimal 125 mm per bulan. Jika terdapat bulan kering, curah hujan kurang dari 100 mm, maksimal 2-3 bulan. Jika bulan kering berturut-turut lebih dari 3 bulan, maka pembuahan sangat terganggu dan akibatnya dapat mempengaruhi pembuahan satu sampai dua tahun berikutnya. Dengan demikian menjadi sangat logis bahwa kelapa sawit memerlukan air yang sangat banyak, karena produktivitasnya tinggi. Untuk mencapaai potensi produksi kelapa sawit, maka persyaratan tumbuh tanaman harus dipenuhi, yaitu wilayah dengan curah hujan minimal 120 mm per atau 2500 mm per tahun dan menyebar merata sepanjang tahun, minimal 1-2 bulan kering. Tidak boleh ada bulan kering melebihi 3 bulan. Dengan teknologi budidaya yang tepat maka produktivitas akan tercapai. Rotasi panen satu minggu sekali per blok atau 3 minggu pada pohon yang sama. Umur produksi tanaman kelapa sawit 25 sampai 30 tahun sehingga sangat menarik sebagai komoditi agribisnis. Isu Lingkungan Sawit merupakan komoditi yang sangat sensitif, sawit merupakan tanaman penghasil minyak yang paling efisien saat ini. Produksi minyak sampai 4 ton/ha/tahun, jauh lebih besar dibandingkan dengan minyak dari kedelai yang hanya menghasilkan 0.6 ton/ha/tahun. Maka minyak sawit menjadi komiditi yang selalu dikampanyekan buruk oleh negara pesaing. Isu-isu lingkungan yang berkembang membidik perkebunan sawit sebagai tanaman yang tidak ramah lingkungan. Sawit diisukan merusak lingkungan dan sawit menghancurkan biodiversitas. Apa penyebabnya? Dengan banyaknya pembukaan lahan yang tidak menggunakan kaidah konservasi, perkebunan apapun termasuk kelapa sawit jika tidak menggunakan kaidah konservasi pasti akan merusak lingkungan. Komoditas sawit sebetulnya tidak merusakan lingkungan, tetapi penyebabnya adalah cara pembukaan lahan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah ekologis, seperti membuka lahan dengan cara dibakar, tidak memperhatikan High Conservation Value pasti akan merusak lingkungan dan bukan hanya untuk kelapa sawit, tetapi berlaku untuk komoditas lainnya. Di dalam undang-undang perkebunan, tata cara pembukaan lahan diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang

berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian inti permaslahannya bukan pada komoditas sawit, tetapi teknik yang digunakan seperti pembukaan lahan tidak mengikuti kaidah-kaidah lingkungan sehingga mencuat isu bahwa sawit merusak lingkungan. Dahulu, sebelum sawit itu berkembang, hampir semua pelaku usaha sawit kurang memperhatikan lingkungan, tidak seluruhnya memang tetapi itu terjadi mungkin hanya beberapa saja di perkebunan besar atau di perkebunan rakyat yang patuh terhadap peraturan. Setelah peraturan atau regulasi yang digulirkan pemerintah, dengan terbentuknya UndangUndang perkebunan, dan Undang-Undang lingkungan hidup adalah bentuk upaya pemerintah untuk mengurangi penyimpangan dari pembukaan lahan yang sembarangan. Saat ini, dalam upaya untuk mengurangi dampak dari pengaruh lingkungan, pemerintah menangkal hal tersebut melalui ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. ISPO bersifat mandatori atau wajib, berlaku untuk perkebunan besar maupun perkebunan kecil. Selain ISPO, perkebunaan besar mengikuti regulasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). RSPO digagas oleh asosiasi yang terdiri dari berbagai organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit (perkebunan, pemrosesan, distributor, industri manufaktur, investor, akademisi, dan LSM bidang lingkungan) yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan yang bersifat volunteer atau tidak wajib. Jika mengikuti kebijakan RSPO pun sama halnya dengan ISPO komoditas akan diterima lebih baik oleh pasar Eropa. Jadi, pada bahasan ini secara kongkret khusus tertuju pada keberlanjutan (sustainability) pembangunan pertanian secara umum. Pembangunan perkebunan berkelanjutan berarti bahwa pembangunan tidak hanya memikirkan pada generasi saat ini, tetapi juga memikirkan untuk generasi yang akan datang. Empat aspek, yaitu aspek teknis, ekonomi, sosial dan hukum sudah terpenuhi, dengan memperhatikan kaidah tersebut berarti kita memikirkan generasi-generasi yang akan datang. Dari sisi teknis agronomis Indonesia merupakan surganya bagi komoditas sawit, Indonesia sangat cocok untuk ditanami kelapa sawit. Pada saat ini sudah tersedia 14 perusahaan yang menyediakan benih unggul dan bersertifikat. Ketersediaan benih yang unggul ini menjamin dicapainya produktivitas yang tinggi. Benih dengan kualitas unggul yang sudah mempunyai sertifikasi dari perusahaan produsen benih tidak mudah dijangkau oleh petani. Para petani kesulitan mendapatkan benih tersebut dari perusahaan, sebab kurangnya memperoleh akses informasi. Petani kecil yang tergabung dalam satu koperasi atau suatu asosiasi akan lebih menguntungkan dalam membeli benih kepada produsen benih dengan jumlah yang cukup besar sehingga harga lebih ekonomis dan lebih efisien. Tentunya hal tersebut menjadi upaya-upaya untuk menjaga produktivitas berkelanjutan baik secara teknis yang terdiri dari aspek lingkungan, budidaya dan ketersediaan. Aspek ekonomi dan sosial juga menjadi kunci untuk terwujudnya pembangunan perkebunan yang berkelanjutan. Aspek hukum menjadi tolak ukur dalam menjamin kepastian berusaha dan teknis budidaya seperti pembukaan lahan, dan High Conservation value harus selalu diperhatikan. Sumber-sumber mata air harus tetap dijaga karena air sebagai sumber kehidupan. Membuka lahan dengan cara membakar akan menghancurkan biodiversitas fauna dan flora, sehingga pembukaan lahan dengan pembakaran tidak boleh dilakukan.

Related Documents


More Documents from ""