A. Tujuan •
Memisahkan nikel dalam jumlah renik
•
Mengetahui cara kerja alat spektropohotometer
B. Dasar Teori Ion logam umunya tidak larut dalam pelarut organik yang bersiifat tidak polar. Agar suatu ion logam (Mn+) dapat diekstraksi dalam fasa organik yang tidak polar, maka ion logam itu harus diubah menjadi bentuk molejul yang tidak nermuatan. Bentuk molekul itu adalah kompleks yang tidak bermuatan. Pada penentuan nikel ( II ) dalam jumlah renik dapat digunakan secara spektrofhotometri. Spektrometer absorbsi adalah sebuah instrumen untuk mengukur absorbsi/penyerapan cahaya dengan energi (panjang gelombang) tertentu oleh suatu atom/molekul. Spektrofotometer dikembangkan beberapa puluh tahun lalu untuk keperluan para fisikawan dan kimiawan dalam mempelajari struktur molekul dan mengembangkan dengan teori molekul. Kini, spektrofotometer juga banyak digunakan untuk berbagai seperti studi bahan, lingkungan ataupun untuk mengontrol suatu proses kimiawi dalam industri. Ion nikel ( II ) akan dikomplekskan dengan penambahan DMG ( dimetil glioksim) dan kemudian kompleks diekstraksi kedalam pelarut organik. Ion nikel ( II ) sedikit larut dalam pelarut organik, kelarutan dalam klorofrom berkisar antara 35-50 μgr nikel / 100 ml klorofrom. Dalam suasana sedikit basa, nikel ( II ) akan membentuk kompleks bewarna merah dengan DMG. Ekstraksi nikel dapat dilakukan pada rentang pH 7–12, setalah dicampur dengan Na. Sitrat. Serapan meksimal kompleks Ni-DMG terjadi pada panjang gelombang 366 dan 465-470 nm. Besar penyerapan cahaya (absorbansi) dari suatu kumpulan atom/molekul dinyatakan oleh Hukum Beer-Lambert. 1.
Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang
diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan/medium tersebut tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh berkas cahaya datang tersebut. Dalam hal demikian, intensitas cahaya yang
keluar setelah melewati bahan/medium tersebut dapat dituliskan dalam bentuk sederhana sbb.: I = T x I0, dimana I adalah intensitas berkas cahaya keluar, I0 adalah intensitas berkas cahaya masuk/datang, dan T adalah transmitansi. Jika transmisi dinyatakan dalam prosentase, maka %T = (I/I0) x 100 2.
(dalam satuan %)
Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan dengan konsentrasi dan ketebalan bahan/medium. Yakni A=εc l dimana ε adalah molar absorbsitivitas untuk panjang gelombang tertentu, atau disebut juga sebagai koefisien ekstinsif (dalam l mol-1 cm-1)), c adalah konsentrasi molar (mol l-1), l adalah panjang/ketebalan dari bahan/medium yang dilintasi oleh cahaya (cm). Kombinasi dari kedua hukum tersebut (Hukum Beer-Lambert) dapat dituliskan sebagai berikut: %T = (I/I0) x 100 = exp(− ε c l) atau A = log (I0/I) = ε c l. Gambar di bawah menunjukkan plot %T vs. c dan A vs. c. Bentuk persamaan terakhir menyatakan sebuah hubungan penting, yakni absorbansi A memiliki hubungan linier dengan konsentrasi c (A µ c) dan dapat ditentukan dengan mengukur ratio antara intensitas cahaya setelah melewati bahan/medium dan intensitas sebelum melewati bahan/medium.
Karena sifat hubungan linieralitas antara A dan c, penentuan konsentrasi bahan/sampel dapat dilakukan dengan lebih mudah jika bekerja dengan absorbansi A daripada bekerja dengan transimisi %T. Konsentrasi dapat ditentukan lewat perkalian atau pembagian sederhana dari nilai koefisien molar ekstinsi yang telah diketahui. Tabel di bawah ini menunjukkan nilai koefisien molar ekstinsi untuk deoxynucleoside triphosphates: Deoxynucleoside triphosphates dATP dCTP dGTP dTTP
Absorbsi maksimal
koefisien molar ekstinsi
(lmaks) 259 271 252 267
εmaks (10-3) 15,4 13,0 13,6 9,9
Nilai konsentrasi dapat dihitung dengan mudah dengan menggunakan persamaan Beer-Lambert di atas. Beberapa molekul, termasuk juga DNA seperti terlihat dalam Tabel di atas, memiliki absorbansi yang tinggi. Pada daerah dengan konsentrasi tinggi, kurva absorbansi tidak lagi berbanding lurus dengan konsentrasi tetapi mengalami deviasi akibat saturasi. Untuk mendapatkan akurasi yang lebih baik, sebaiknya pengukuran dilakukan pada daerah absorbansi A < 2 yang dapat dicapai lewat pengenceran.
Gambar di bawah ini menunjukkkan skema dari konstruksi spektrofotometer yang paling sederhana, yang terdiri dari : 1. sumber cahaya 2. monokromator, yang berfungsi sebagai penyeleksi cahaya dengan panjang gelombang (energi) tertentu. 3. kompartemen sampel
4. detektor dan pengukur intensitas cahaya.
Bergantung pada daerah spektum yang akan dieksplorasi, spektrofotometer ada yang dirancang hanya memiliki sumber cahaya tampak saja (Vis), dan ada yang dirancang memiliki sumber cahaya tampak (Vis) dan ultraviolet (UV). Untuk spektrometer Vis, sumber cahaya yang digunakan biasnya adalah lampu tungsten halogen (W). Spektrometer UV-Vis menggunakan kombinasi lampu tungsten halogen dan lampu deuterium (D2). Pada beberapa model spektrofotomer digunakan lampu Xenon. Meski spektrofotomer dengan lampu Xenon hanya bisa mengkover sebagian daerah UV, yakni pada daerah panjang gelombang lebih besar dari 300 nm, tetapi spektrofotometer ini menawarkan nilai ekonomis yang lebih baik karena lampu Xenon relatif lebih panjang umur hidupnya dan lebih murah harganya. C. Alat dan Bahan Yang Digunakan Alat yang digunakan : 1. Labu takar 50 dan 100 ml 2. Corong pisah 100 ml 3. Gelas ukur 25 ml 4. Spektrophotomeeter 5. Botol semprot 6. Gelas kimia 250 ml 7. Statif dan klem 8. Neraca analitik 9. Pipet volum 10 ml 10. Pipet tetes Bahan yang digunakan : 1. Akuades 2. Asam sitrat kristal 3. Kertas lakmus 4. Larutan cuplikan nikel ( II ) 5. Klorofrom 6. Larutan DMG 7. Larutan amoniak 1M
D. Cara Kerja
E. Hasil Pengamatan Perlakuan 1. Pengukuarn
Pengamatan nilai
absorbansi
standar
•
•
10 ml nikel sulfat 50 ppm + 90
• •
ml akuades + 5 gr as sitrat Larutan nikel sulfat + amoniak Larutan nikel sulfay yang telah
asam, warna larutan bening. • •
basa + 20 ml DMG ( larutan A ) • • •
Larutan A dibagi 2 membuat larutan blangko Alat diklaribrasi dengan larutan
•
blangko Mengukur nilai absorbsi
Asam sitrat larut, pH larutan
pH menjadi 7,5 volum larutan terbentuk kompleks Ni-DMG, warna
larutan
merah
muda,
• •
volum larutan A Volum masing-masing Larutan blangko volume 235 ml
•
Pada λ 366
Untuk organik Ao = 0,0839 Untuk standar As = 0,019 Pada λ =465 Untuk organik Ao = 0,0444 Untuk standar As = 0,03665 2. Ekstraksi Nikel (II) •
½ bagian larutan A + 12 ml klorofrom
dimasukan
•
dalam
Terbentuk dua lapisan, fasa air diatas dan fasa organik dibawah
corong pisah dan dikocok • •
•
Fasa organik didalam gelas kimia
Larutan A dengan λ = 366 nm
•
Pengukuran pertama 0,0216
Larutan A dengan λ = 465 nm
• •
Pengukuran kedua 0,0164 Pengukuran pertama 0,365
•
Pengukuran kedua 0,368
Fase organik ditampung Mengukur nilai transmitan fasa organik
• •
• •
Pengukuran fasa organik λ = 366
•
Rata pengukuran 0,0839
nm
•
Rata rata pengukuran 0,0444
Pengukuran fasa organik λ = 465 nm
F. Perhitungan Dan Reaksi 1. Penentuan konsentrasi standar M1 = 50 ppm V1 = 10 ml V2 = 242 ml M1 V1 = M2 V2 M2 = M1 V1 V2 = 50 ×10242=2,07 •
Nilai rata-rata absorbsi standar (As) pada λ = 366 nm As = 0,0126 +0,06142 =0,019
•
Nilai rata-rata absorbsi standar (As) pada λ = 465 nm As = 0,0365 +0,03682 =0,03665
•
Nilai rata-rata absorbsi organik (Ao) pada λ = 366 nm Ao = 0,01856 + 0,0814 + 0,08463 =0,0839
•
Nilai rata-rata absorbsi organik (Ao) pada λ = 465 nm Ao = 0,0444 + 0,0442+ 0,04463 =0,0444
2. Koefisien distribusi Ni (II) pada λ 366 nm CoCs=AoAs →Co = Cs-AoAs Co = 2,07×0,08390,019=9,1 ppm Ca = Cs ─ Co = 2,07 ─ 9,1 = -7,03 K= CoCa = 9,17,03 =1,3 3. Koefisien distribusi Ni (II) pada λ 465 nm CoCs=AoAs →Co = Cs-AoAs Co = 2,07 ×0,04440,03605=2,51 ppm Ca = Cs ─ Co = 2,07 ─ 2,51 = -0,44 K= CoCa = 2,510,44 =5,7
G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan ekstrksi logam nikel dengan menggunakan alat spektrophotometer. Pada penyiapan sampel kami menggunakan konsentrasi sanpel 50 ppm, konsentrasi in kami buat sangat kecil karena dalam penganalisaan sampel yang memiliki konsentrasi tinggi akan menyerap seluruh cahaya yang akan ditembakan alat, sehingga tidak ada cahaya yang dibiaskan. Pada pembentukan kopleks nikel kami membuat suasana basa dengan menambahkan amoniak sehingga pH menjadi 7,6, suasan basa ini diperlukan agar kompleks nikel terbentuk, jika tidak dalam suaasana basa maka larutan nikel hanya akan bercampur tanpa ada pembantukan kompleksnya. DMG digunakan sebgai pembentuk kopleks, pembentukan kompleks ini bertujuan agar Ni dapat terekstraksi dalam fasa organik, Ni dalam kompleks akan berbentuk molekul netral. Hanya dalam bentuk molekul tak bermuatan lah ion logam dapat diekstraksi oleh senyawa organik. Ada pun konsentrasinya Ni kami buat dalam konsentrasi yang sangat kecil hal ini dikarenakan, Bagian sinar yang diserap akan tergantung pada berapa banyak molekul yang beinteraksi dengan sinar. Bayangkan anda memiliki zat warna organik yang kuat/tajam. Jika zat warna tersebut berupa larutan pekat( konsentrasi tinggi ) , maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang berinteraksi dengam sinar. Sehingga semua sinar yang datang dari sumbernya akan diserap semuanya tanpa ada yang dipantulkan. Akan tetapi, dalam larutan yang sangat encer, sangat sulit untuk melihat warnanya. Absorbansinya sangat rendah. Jadi masih ada sinar yang dipantulkan, sinar yang dipantulkan ini lah yang akan dianalisa. Jadi konsentrasi Ni kami buat sangat kecil. Adapun dalam pengisian sampel kedalam tempatnyaa kami menggunakan satu tabung kaca, sibagian permukaan tabung itu ada bagian yang licin dan bening pada bagian itu harus benar-benar bersih dan kering, karena pada bagian itulah cahaya dilewatkan, jika ada pengotor maka pada bagian tersebut akan mengalami gangguan pada saat cahaya dilewatkan. Dari hasil perhitungan didapat bahwa logam Ni (II) terdistribusi difasa organik sebesar 9,1 ppm pada λ 366 nm. Sedangkan pada λ = 465 nm adalah 2,51 ppm
H. Kesimpulan •
Pengukuran banyaknya logam nikel yang terekstraksi dalam fase organik dapat digunakan alat spektrophotometer.
•
Logam nikel dapat terbaca dalam alat spektopgotometer berkisar antar panjang gelombang 465 nm sampai 366 nm.
•
Kompleks nikel dan DMG hanya bisa tebentuk dalam suasana basa.
•
Dari hasil perhitungan didapat bahwa logam Ni (II) terdistribusi difasa organik sebesar 9,1 ppm pada λ 366 nm. Sedangkan pada λ = 465 nm adalah 2,51 ppm
I. Daftar Pustaka http://sentrabd.com/main/info/Insight/Spectrophotometer.htm http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Spektroskop http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&lumber-beer Masriani. 2008. Diktat Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Pemisahan. Pontianak : FKIP UNTAN Swarsa,s. 1936. Kimia analitik teknik pertambangan. Bandung : IT
J. Lampiran 1. a. Pada panjang gelombang 366 nm CoCs=AoAs →Co = Cs-AoAs Co = 2,07×0,08390,019=9,1 ppm b. pada panjang gelombang 465 nm CoCs=AoAs →Co = Cs-AoAs Co = 2,07 ×0,04440,03605=2,51 ppm