Ega Lusiana.docx

  • Uploaded by: Chrisna Wahyu Ramadhan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ega Lusiana.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,209
  • Pages: 37
PROPOSAL PENELITIAN TENTANG TEKNIK DISTRAKSI TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA TINDAKAN PEMASANGAN INFUS ANAK USIA 6-12 TAHUN

DI SUSUN OLEH: NAMA KELOMPOK : 1. DIRGA SETIANTO 2. EGA LUSIANA 3. EKI IRLIANTI

TINGKAT : II B

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA WACANA METRO TAHUN 2018/2019

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan terima kasih atas kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan penulisan proposal dengan judu “TEKNIK DISTRAKSI TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA TINDAKAN PEMASANGAN INFUS ANAK USIA 6-12 TAHUN” makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah METODE PENELITIAN . Kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyak nya kepada dosen pembimbing METODE PENELITIAN dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, walaupupun kami sadar bahwa makalah ini mungkin jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran sebagai tambahan pengetahuan bagi kami didalam penyusunan makalah-makalah yang selanjutnya. Harapan kami,semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amiin.

Metro, 21 Maret 2019 Penyusun

Kelompok

i

DAFTAR ISI

HALAM JUDUL KATA PENGATAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Tehnik Distraksi ...................................................... 6 B. Tinjauan Tentang Nyeri ....................................................................... 8 1. Kerangka Konsep ........................................................................... 28 2. Hipotesis Penelitian........................................................................ 28 3. Definisi Oprasional ........................................................................ 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .................................................................................. 31 B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 31 C. Instrumen Penelitian............................................................................. 31 D. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data .................................. 32 E. Pengolaan Data..................................................................................... 33 F. Analisa Data ......................................................................................... 33 G. Etika Penelitian .................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak di pandang bukan sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai makhluk unik yang memiliki kebutuhan spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melaikan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Fokus utama dalam pelaksanan keperawatan anak adalah peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, dengan falsafah yang utama yaitu asuhan keperawatan yang terapeutik. Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah anak apapun bentuknya, harus berlandasan pada prinsip asuhan yang terapeutik yaitu menciptakan/membina hubungan saling percaya antara klien dan perawat sebelum melakukan tindakan keperawtan. ( Yupi 7& Suparti 2004) Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pediatrik telah berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri, cemas, dan takut pada anak. Sangat didasari bahwa sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat mengatasi masalah yang timbul sebagai dampak perawatan tersebut di atas. Hal ini memrlukan perhatian khusus dari tenaga kesehatan, khususnya perawat dalam melaksankan tindakan pada anak. ( Yupi & Suparti, 2004) Fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa seorang anak dianggap tidak perlu mengerti dan sering dibohongin bahkan kadang diperlukan tenaga yang kuat untuk memegang anak agar tidak berontak pada saat dilakukan tindakan invasif. Reaksi yang ditunjukkan anak usia sekolah terhadap perlukaan atau rasa nyeri dengan ekspresi baik secara verbal maupu nonverbal karena anak sudah mampu mengkomunikasikan dan mengontrol perilakunya dengan menggigit bibir

1

atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat. (Yupi & Suparti, 2004 ) Nyeri adalah keluhan yang sering kita jumpai dalam praktik seharisahri. Pengalaman nyeri dapat dibagi menjadi 3 bagian : nosisentif, respons subyektif,kognitif terhadap masukan dan respons perilaku terhadap masukan. Sensasi nyeri dapat dirasakan berasal dari seluruh bagian tubuh kita karena pada umumnya seluruh jaringan tubuh mendapat persarafan. Karena itu pasien dapat datang karena keluhan nyeri kepala, nyeri dibagian mata atau telinga, nyeri dada, nyeri pinggang, nyeri dalam perut, nyeri daerah panggul, nyeri lutut, nyeri tumit dan sebagainya. Dari gambaran diatas dapat dimengerti bahwa tidaklah mudah untuk menangani kasus dengan keluhan nyeri. Nyeri tidak dapat ditunjukkan dengan tepat lokasinya, seringkali bahkan tindih dengan komponen nyeri rujukan, balum lagi tambahan penyulit dari kon psikologinya. ( Samekto, dkk, 1991) Nyeri adalah keluhan yang sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari. Pengalaman nyeri dapat dibagi menjadi 3 bagian: nosisentif, respons subyectif/kognitif terhadap masukan nosiseptif dan respons prilaku terhadap masukan. Nyeri tidak dapat di tunjukan dengan tepat lokasinya, seringkali bahkan tu,pang tindih dengan komponen nyeri rujukan, belum lagi tambahan penyulit dari kon psikologinya. ( samekto,dkk, 1991) Tindakan pemasangan infus sebagai salah satu tindakan prosedural yang mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh serta mengatasi ketidak adekuatan masukan cairan peroral. ( betz & sowden, 2002) namun terlepas dari tujuan pemasangan infus, tidak dapat dihindari bahwa tindakan pemasangan infus dapat menimbulkan nyeri. Teknik distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami. Distraksi menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan menghindarkan toleransi terhadap

2

nyeri. Distraksi memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu singkat, untuk mengatasi nyeri intensif yang hanya berlangsung beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan prosedur invansif contohnya disuntik atau diinfus ( potter, 2005) Dari temuan dilapangan menunjukan bahwa anak yang akan mendapatkan tindakan pemasangan infus cenderung memperlihatkan reaksi penolakan denfgan cara menanggis, memberontak atau secara ferbal menyatakan penolakan. Dari hasil pengamatan seing kali menemukan pasien anak pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus menunjukan perubahan prilaku, fisiologis, ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang merupakan indikator umum bahwa anak merasakan nyeri. Rasa nyeri akibat tindakan pemasangan infus tidak bisa dihilangkan tetapi dapat dikurangi menggunakan tehnik distraksi sebagaimana yang telah dikemukaan sebelumnya sehingga tindkan yang dilakukan tidak menimbulkan trauma pada anak dan berdasar pada konsep asuhan keperawatan yang terapeutik pada anak.

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: ‘apakah ada pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun

3

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Diketahuinya pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun. 2. Tujuan khusus a. Diketahuinya pengaruh tehnik distraksi dengan mendengar musik terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun. b. Diketahuinya pengaruh tehnik distraksi dengan menonton vidio, terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun. c. Diketahuinya pengaruh tehnik distraksi dengan pernafasan terkontrol terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi rumah sakit Memberi masukan pada rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dengan melaksanakan program tehnik distraksi pada anak usia 6-12 tahun yang mendapatkan prosedur infasif khususnya prosedur pemasangan infus. 2. Bagi tenanga keperawatan Sebagai referensi yang nantinya akan dijadikan bahan acuan dalam rangka meningkatkan mutu pemberian pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan khususnya pada keperawatan anak 3. Bagi penelitian Memberi masukan serta dasar bagi peneliti selanjutnya. 4. Bagi pendidikan Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan seperti bahan pustaka atau bahan perbandingan untuk peneliti selanjutnya

4

5. Bagi peneliti Sebagai

bahan pengetahuan untk

mendapat

pengalaman dan

meningkatkan kemampuan untuk menganalisa pengaruh tehnik distraksi terhadap penurunan nyeri anak usia 6-12 tahun yang mendapat prosedur pemasangan infus

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tehnik Distraksi 1. Pengertian Distraksi yaitu memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri yang menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditranmisikan ke otak. ( Brunner & suddart, 2002) Mekanisme distraksi ini dapat dijelaskan adanya endoprin dan ankefalin dalam tubuh yang merupakan substansi yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap tranmisi nyeri. Endoprin dan enkefalin, susbtansi seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh adalah contoh dari substansi yang menghambat transmisi inplus nyeri. Apabila tubuh mengeluarkan substansi-substansi ini satu efeknya adalah pereda nyeri. Substansi ini ditemukan dalam konsentrasi yang kuat adalah sistem saraf pusat. ( Brunner & Suddart, 2002). Cara bagaimana distraksi mengurangi nyeri dapat pula dijelaskan dengan terori gerbang kendali nyeri ( Wall, 1978). Yaitu proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain serta stimulasi srabut yang mengirim sensasi tidak nyeri menurunkan tranmisi inplus nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitori dalam kornudorsalis medula spinalis mengandung enkefalin yang menghambat tranmisi nyeri.

6

Menurut Betz & Sowden (2002), tehnik distraksi yang diterapkan dalam penatalaksanaan nyeri tidak terlepas dengan selalu berpatokan pada usia pasien. Adapun tehnik distraksi yang bisa diterpkan pada anak usia sekolah meliputi imajinasi, mendengarkan musik atau dongeng melalui handseat, menonton vidio, pernafasan terkontrol, dan stimulasi kutan. 1. Penatalaksanaan a. Bernafas dalam b. Massage sambil menarik napas pelan-pelan c. Mendengarkan lagu-lagu sambil menepukan jari tangan d. Mebayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata e. Menonton tv ( acara kegemaran). 2. Tujuan a. Memberikan kenyamanan pada klien b. Dapat beradaptasi lebih efektif terhadap dtres karna sakit dan dirawat di rumah sakit. c. Meningkatkan atau menurunkan presepsi nyeri klien d. Meningkatkan atau menurunkan toleransi terhadap nyeri

7

B. Tinjauan Tentang Nyeri 1. Definisi nyeri Menurut Mcaffery dan Beebe ( 1989). Dalam Perry & Potter mengatakan bahwa nyeri adalah apa yang dikatakan oleh seorang yang mengalaminya mengatakn bahwa rasa itu ada. Menurut Wong ( 2003) definisi ini dengan sendirinya berarti bahwa anak itu harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat juga di ekspresikan melalui menanggis, pengutaraan, atau berbagai isyarat prilaku. Menurut Mahon ( 1994). Dalam Perry & Potter nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan keusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau fungsi seorang individu.

1. Fisiologi Nyeri Nyeri terjadi bila ada keurasakan jaringan yang aktual maupun potensial. Kerusakan jaringan yang bisa disebabkan oleh termal, mekanik, seperti yang tercantum dalam tipe nyeri, menyebabkan terlepasnya mediator nyeri seperti brandikinin, histsmin, asetil kolin, serotinin, angiotensin, vasopresin yang memberikan sinyal kepada reseptor nyeri ( yang berupa akhiran saraf bebas yang terletak diseluruh tubuh), sehingga inplus tersebut dihantarkan ke otak melalui penghantar inpls nyeri ( saraf aferen) ke otakuntuk diolah dan diterjemahkan. ( samekto, dkk, 1991 )

8

Proses terjadinya nyeri/mekanisme nyeri Ada empat tahapan terjadinya nyeri : a. Transduksi Merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima ujung-ujung safar. Stimuli ini dapat berupa stimuli fiski (tekanan), suhu (panas) atau kimia (subtansi nyeri). Terjadinya perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunkan nilai ambang rangsang nosiseptor karena mediatormediator tersebut diatas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat ditimbulkan karena rangsangan yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Ransangan nyeri diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi implus syaraf.

b.

Transmisi Tranmisi dari implus berlanjut saat masuk kedalam kornu dorsalis

dari medulla spinalis melalui serat-serat delta A yang besar dan bermeielin tipis, serta serat-serat tipe C tanpa meilin. Dari sini impuls dibawa melalui jalur anterolateral ke thalamus dan kemudian ke korteks. Di korteks inilah implus diterima sebagai nyeri. Baik transduksi maupun transmisi terjadi pada jalur aferen.

9

c. Modulasi Adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan implus nyeri, hambatan terjadi melalui sistem analgesik endogen yang melibatkan bermacammacam neurotransmiter antara lain endropin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuro di spinalis. Implus ini bermula dari area periaquaductuagery (PAG) dan menghambat transmisi implus pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau supraspinalis.

d. Persepsi Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang implus nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosioanal (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringan nya nyeri yang dirasakan.

1. Sifat Nyeri Adapun sifat-sifat nyeri sebagai berikut: a. Akut : singkat, berhubungan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi, intensitasnya secara cepat berkurang selang beberapa hari sampai minggu. Contohnya: nyeri bedah, luka bakar,dan fraktur. b. Persiten dan kronik : nyeri persisten selama 3 bulan atau lebih. Contohmya : atritis dan kritis sel sabit. c. Kekambuhan : efisode nyeri berulang diselangi interval bebas nyeri. Contohya : sakit kepala, nyeri dada dan nyeri abdomen atau tungkai. d. Neuropatik : nyeri persisten berkaitan dengan ekstabilitas persisten atau abnormal dalam susunan saraf ferifer atau pusat. Tanpa cedera jaringan terus-menerus, sering dilukiskan sebagi “terbakar”, “aneh” atau seperti “ tertusuk jarum “. Contohnya sindrom nyeri, amputasi dan cedera fleksus distropi.

10

e. Psikogenik: nyeri persisten yang merupakan manifestasi dari penyakit kejiwaan.

Contohnya

:

gangguan

somatik,

gangguan

nyeri

somatoforom dan konversi. Menurut Suddarth dan Brunner (2002), dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui yaitu : a. Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi, hal ini menarik perhatian ``bahwa nyeri benar terjadi mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Nyeri akaut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bulan. b. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermitan yang menetap sepanjang suatu episode waktu (lebih dari 6 bulan). Nyeri berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati, biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebab.

1. Macam-macam Nyeri a. Nyeri fisik

Nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan atau kelainan organ. b. Nyeri Perifer

1) Superfisial pain ( nyeri pada kulit) , mukosa terasa tajam atau seperti ditusuk, akibat rangsangan fisik, mekanik, kimia. 2) Deep pain ( nyeri dalam ) Nyeri pada daerah vicera, sendi pleura, peritoneum.

11

3) Refered (menjalar) a) Kejang otot didaerah lain. b) Nyeri dirasakan pada daerah yang jauh dari sumber rangsangan. c) Sering terjadi pada deep pain 4) Nyeri sentral Akibat rangsangan pada tulang belakang, batang otak dan thalamus. 5) Nyeri psikologis Keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan pada organ tempat dan tingkat keparahan berubah (rekayasa). Contoh neurosis traumatik.

2. Respon Nyeri a. Respon nyeri berdasarkan tingkatan

1. Tidak nyeri 2. Nyeri ringan Rata-rata denyut meningkat, rata-rata denyut menurun, tak bergerak, takut, tekanan darah sistolik meningkat, tekanan darah sistolik menurun, gelisah 3. Nyeri sedang Rata-rata pernapasan meningkat, singkop, bagian tubuh bergeseran, depresi, diaforesis, muntah, meringis, marah, tonus otot meningkat, panas, kulit kering, resah, putus asa. 4. Nyeri berat Muka pucat, frustasi, menggeliat kuat, difusi biji mata, penyempitan biji mata, monoton lambat, sangat tegang, perasaan sedang dihukum, merintih, menangis. b. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup :

a.

Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur)

b. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir) c. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan) d.

Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri)

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri

12

1. Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)

3. Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)

4. Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

13

6. Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

7.

Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

8. Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

14

5. Skala Pengukuran Derajat Nyeri Untuk anak-anak skala yang digunakan adalah skala oucher yang di kembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-10 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat)

Keterangan Tidak nyeri : bila skala nyeri 0 Nyeri ringan : bila skala nyeri 1-3 Nyeri sedang : bila skala nyeri 4-7 Nyeri berat : bila skala nyeri 8-10

15

Menurut De idhoe (2007) Penatalaksanaan nyeri ada dua yaitu : a. Intervensi Farmakologis 1. Analgesik Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan jalan mendepresi sistem saraf pusat pada Thalamus dan Korteks Cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Untuk alasan ini maka analgesik dianjurkan untuk diberikan secara teratur dengan interval, seperti setiap 4 jam setelah pembedahan.

2. Plasebo Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik (seperti : gula, larutan garam/normal saline, atau air) tetapi hal ini dapat menurunkan nyeri. Hal itu karena faktor persepsi kepercayaan klien.

b. Intervensi Non Farmakologis. 1. Distraksi

Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Distraksi di duga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks.

16

Distraksi dibagi menjadi : a. Mendengar musik

Mendengar musik adalah kegiatan mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. b. Menonton video

Menonton video adalah menonton acara-acara yang bersifat humor atau acara yang disukai oleh klien akan menjadi tehnik distraksi yang dapat membantu mengalihkan perhatian klien akan nyeri yang ia alami atau terjadi penurunan stimulus nyeri. c. Pernafasan terkontrol melakukan inhalasi perlahan melalui hidung

dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). d. Imajinasi

Imajinasi adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas menggabungkan nafas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan.

17

2. Stimulasi dan masase kutaneus

Beberapa strategi penghilang nyeri nonfarmakologis, termasuk menggosok kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah berdasarkan mekanisme ini. Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden.

3. Terapi es dan panas

Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan. Terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang

reseptor

yang

sama.

Terapi

es

dapat

menurunkan

prostaglandin, yang memperkuat 23 sensivitas reseptor nyeri. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

4. Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS)

TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS diduga menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (nonmenstransmisikan nyeri. Penjelasan lain untuk keefektifan TENS adalah efek plasebo (pasien mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan endorfin, yang juga memblok transmisi nyer

18

5. Hipnosis

Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas tetapi tampak diperantarai oleh sistem endorfin.

2. Tinjauan Tentang Pemasangan Infus 1. Pengertian Pemasangan infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan jarum abocath dan infus set. (Potter, 1999) Selain itu menurut Hidayat (2008), pemasangan infus didefinisikan sebagai suatu tindakan pengobatan yang dilakukan dengan cara memasukkan caiaran elektrolit, nutrisi dan obat-obatan kedalam tubuh melalui pembuluh darah vena dalam jumlah yang banyak serta dalam waktu yang cukup lama dengan menggunakan kanul.

2. Tujuan a.

Memenuhi cairan dan elektrolit setelah banyak kehilangan cairan.

b. Memberikan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. c. Menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena.

3. Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena a. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids) b.

Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.

c.

Pemberian kantong darah dan produk darah.

d.

Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu)

19

4. Keuntungan Terapi intravena a. Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke

tempat target berlangsung cepat. b.

Absorsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan .

c. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat

dipertahankan maupun dimodifikasi. d. Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular

atau subkutan dapat dihindari. e. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena

molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.

5. Kerugian Terapi Intravena a. Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut

sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi b. Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed

Shock”. c. Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu: 1. Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode

tertentu . 2.

Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia.

3. Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan

20

6. Peran perawat dalam terapi intravena a. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus

maupun kemasannya. b.

Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)

c.

Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten

d.

Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas

e. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi f.

Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan

7. Alat dan Bahan a. Standar infus dan set infus b. Cairan sesuai program medik c.

Jarum infus (abocath) dengan ukuran yang sesuai

d. Pengalas e. Turniket, plester dan gunting f.

Kapas alkohol, kasa steril dan betadin g. Sarung tangan

8. Prosedur Kerja a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b. Cuci tangan c. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian karet

atau akses selang ke botol infus. d.

Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar

e. Letakkan pengalas dibawah tempat (vena) yang akan dilakukan

penusukan. f.

Lakukan pembendungan dengan turniket 10-12 cm di atas tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular (bila sadar)

21

g. Gunakan sarung tangan steril h. Desinfeksi yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 27 i.

Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dan posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.

j.

Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath). Apabila saat penusukan terjadi pengeluaran darah melalui jarum, maka tarik keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena

k.

Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian bagian infus dihubungkan atau di sambungkan dengan selang infus

l.

Membuka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.

m. Lakukan fiksasi dengan kasa steril n. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran

jarum o.

Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

p.

Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe jarum infus

9. Tehnik Fiksasi a. Metode Chevron 1. Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan dibawah hub kateter dengan

bagian yang berperekat menghadap ke atas. 2. Silangkan kedua ujung plester melalui hub kateter dan rekatkan pada

kulit pasien. 3.

Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan selang infus untuk memperkuat, kemudi

b. Metode U 1. Potong plester ukuran 1,25 cm dan letakkan bagian yang berperekat

dibawah hub kateter

22

2.

Lipat setiap sisis plester melalui sayap kateter, tekan kebawah sehingga paralel dengan hub kateter

3. Rekatkan plester lain diatas kateter untuk memperkuat. 4) Pastikan

kateter terekat sempurna dan berikan label c. Metode H 1. Potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah. Rekatkan plester pada sayap

kateter

10. Tipe vena yang harus dihindari: a. Vena yang telah digunakan sebelumnya b.

Vena yang telah mengalami infiltrasi atau phlebitis

c. Vena yang keras dan sklerotik d.

Vena-vena dari ekstremitas yang lemah secara pembedahan

e.

Area-area fleksi, termasuk antekubiti

f.

Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi

g.

Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil dan berdinding tipis

h. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke i.

Vena yang memar, merah dan bengkak

j.

Vena-vena yang dekat dengan area yang terinfeksi

k.

Vena-vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium

11. Cara penusukan cairan dengan infus set a. Kemasan infus set b. Putar klem pengatur tetesan sampai selang tertutup c.

Pertahankan sterilitas penusuk botol

d.

Buka penutup botol dengan tehnik aseptik atau antiseptik

e.

Perhatikan arah menarik penutup

f.

Tusukkan ujung penusuk infus set ke botol secara tegak lurus dengan menerapkan tehnik aseptik. Jangan diputar

23

g. Bila menggunakan botol gelas, pasang jarum udara h.

Tekan chamber sampai cairan terisi setengah

i.

Naikkan ujung infus set sejajar chamber

j.

Putar klem pengatur tetesan perlahan supaya udara mudah keluar

k.

Jarak botol dengan IV catheter minimal setinggi 80 cm

3. Tinjauan Tentang Anak Usia 6-12 tahun Saat ini yang disebut anak bukan lagi yang berumur 21 tahun, tetapi berumur 18 tahun, seperti yang ditulis harlock (1980) masa dewasa dini mulai umur 18 tahun. Menurut UU No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. (Suprajitno, 2004) Menurut (Potter, 2005), Di negara-negara berkembang ini mulai saat anak mulai masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun, pubertas sekitar usia 12 tahun merupakan tanda akhir masa anak-anak menengah. Periode ini dikenal sebagai fase usia sekolah yaitu dimana anak mempunyai lingkungan lain selain keluarga, terutama sekolah. Anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan selain keluarganya. Usia sekolah ( 6-12 tahun ) Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik, kognitif dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi. 1. Anak usia 6-7 tahun : membaca seperti mesin, mengulangi tiga angka

mengurut ke belakang, membaca waktu untuk seperempat jam, anak wanita bermain dengan wanita, anak laki-laki bermain dengan lakilaki, cemas terhadap kegagalan, kadang malu atau sedih, peningkatan minat pada bidang spiritual.

24

2. Anak usia 8-9 tahun : kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik

meningkat, menggunakan alat-alat seperti palu, peralatan rumah tangga, ketrampilan lebih individual, ingin terlibat dalam segala sesuatu, menyukai kelompok dan mode, mencari teman secara aktif. 3. Anak usia 10-12 tahun : a. pertambahan tinggi badan lambat b.

pertambahan berat badan cepat

c.

perubahan tubuh yang berhubungan dengan pubertas mungkin tampak

d.

mampu melakukan aktivitas seperti mencuci dan menjemur pakaian sendiri

e.

memasak, menggergaji, mengecat

f.

menggambar, senang menulis surat atau catatan tertentu

g. membaca untuk kesenangan atau tujuan tertentu h. teman sebaya dan orang tua penting i.

mulai tertarik dengan lawan jenis

j.

sangat tertarik pada bacaan, ilmu pengetahuan

k.

Beberapa perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun) antara lain : 1. Perkembangan Fisik

Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat dari pada setelah lahir tetapi meningkat secara terus menerus, hal ini berbeda pada setiap anak dan waktu yang berbeda. Potter (2005), Rata-rata tinggi badan meningkat 5 cm per tahun dan berat badan bervariasi, meningkat 2-3,5 kg per tahun. Anak laki-laki sedikit lebih tinggi dan lebih berat dari pada anak perempuan selama tahun pertama sekolah. Kira-kira 2 tahun sebelum pubertas, anak mengalami peningkatan pertumbuhan yang cepat. Anak perempuan yang mencapai lebih dulu mengalami pubertas mulai melampui anak laki-laki dalam tinggi dan berat badan.

25

2. Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa sangat cepat, rata-rata anak usia 6 tahun memiliki kosa kata sekitar 3000 kata yang cepat berkembang dengan meluasnya pergaulan dengan sebaya dan orang dewasa serta kemampuannya membaca. Mereka menerima bahasa sebagai alat untuk menggambarkan dunia dalam cara subyektif dan menyadari bahwa kata-kata mempunyai arti yang berubahubah bukan absolut. Mereka dapat menggunakan kata-kata yang berbeda untuk obyek atau konsep yang sama, dan mereka memahami bahwa satu kata dapat memiliki banyak arti. (Potter, 2005)

3. Perkembangan Psikososial (Erikson)

Pendekatan Erikson, perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah tahap industri versus inferioriti dimana anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Perasaan sukses dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan. Anak-anak yang menghadapi kegagalan dapat merasakan biasa saja atau perasaan tidak berharga, yang dapat mengakibatkan menarik diri dari sekolah dan teman sebayanya. (Yupi & Suparti, 2004).

4. Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Menurut Yupi & Suparti (2004), Pada usia sekolah, perkembangan psikoseksual dikenal sebagai fase laten dimana anak menggunakan energi

fisik

dan

psikologis

yang

merupakan

media

untuk

mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada awal masa laten, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan anak laki-laki.

26

5. Perkembangan Kognitif (Piaget)

Pada usia ini dikenal dengan ”Concrete Operasional”, dimana pemikiran meningkat atau bertambah logis dan koheren. (Yupi & Suparti, 2004) Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang dilakukan berulangulang, tetapi pemahamannya belum mendalam.

6. Perkembangan Moral

Kode moral dan aturan sosial menjadi lebih nyata sesuai peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman sosial anak usia sekolah. Anak usia sekolah mempertimbangkan motivasi dan perilaku aktual saat membuat penilaian tentang bagaimana perilaku mereka mempengaruhi mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan untuk fleksibel saat menerapkan aturan dan mengambil perspektif orang lain yang esensial dalam mengembangkan penilaian moral. (Yupi & Suparti, 2004)

27

4. Kerangka Konseptual 1. Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah di uraikan maka untuk meneliti pengaruh teknik distraksi terhadap penurunan rasa nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun didapatkan kerangka konsep sebagai berikut Variabel Independen Teknik Distraksi Mendengar musik Menonton vidio Pernafasan terkontrol

Variabel dependen Penurunan nyeri

2.

Hipotesi Penelitian a. Hipotesis Alternatif ( Ha ) -

Ada pengaruh tehnik distraksi dengan mendengar musik terhadap

penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun di BPRSUD Labuang Baji Makassar. -

Ada pengaruh tehnik distraksi dengan menonton video terhadap

penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 6-12 tahun di BPRSUD Labuang Baji Makassar. -

Ada pengaruh tehnik distraksi dengan pernapasan terkontrol

terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus anak usia 612 tahun di BPRSUD Labuang Baji Makassar.

28

3. Defenisi Operasional 1. Mendengar musik adalah kegiatan mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

Adapun kategori sebagai berikut : a. Baik : jika mendengarkan musik dan mengetukkan jari atau kaki/ bernyanyi/ menggelengkan kepala/ menggerakkan tubuh b.

Kurang : jika mendengarkan musik dan tidak mengetukkan jari atau kaki/ bernyanyi/ menggelengkan kepala/ menggerakkan tubuh

2. Menonton video adalah menonton acara-acara yang bersifat humor atau acara yang disukai oleh klien akan menjadi tehnik distraksi yang dapat membantu mengalihkan perhatian klien akan nyeri yang ia alami atau terjadi penurunan stimulus nyeri. Adapun kategori sebagai berikut : a. Baik : jika menonton video dan terjadi penurunan stimulus nyeri b. Kurang : jika menonton video dan tidak terjadi penurunan stimulus nyeri 3. Pernapasan terkontrol adalah melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Adapun kategori sebagai berikut : a. Baik

:

terlihat

melakukan

inhalasi

perlahan

melalui

hidung

dan

menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati) b. Kurang : tidak terlihat melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dan menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati)

29

4. Nyeri pada tindakan pemasangan infus adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami

gangguan

sensoris

dan

emosional

yang

dimanifestasikan secara vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh, interaksi sosial, dan perubahan fisiologis pada tindakan pemasangan infus Adapun Kategori sebagai berikut : a. Nyeri ringan : tak bergerak, takut, gelisah, nadi meningkat, nadi menurun b.

Nyeri sedang : pernapasan meningkat, meringis, mual/muntah, marah, pergeseran bagian tubuh, berkeringat banyak

c. Nyeri berat : menggeliat kuat, sangat tegang, merintih, menangis, mulut dan gigi terkatup

30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre eksperimental Design dengan pendekatan One Group Pre-test – Post-test. Pengembangannya ialah dengan cara melakukan satu kali pengukuran di depan (pre-test) sebelum adanya perlakuan dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test)

B. Tempat dan waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian dilaksanakan di ruang perawatan anak di BPRSUD

Labuang Baji Makassar. 2. Waktu Penelitian dilaksakan pada Januari-febuari 2010.

C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pemutar musik

dari

perangkat

MP3

player

yang

dihubungkan

dengan

headphone/earphone dan tv mobile.observasi. Untuk variabel yang akan diukur yaitu Mendengar musik baik jika responden mendengarkan musik dan mengetukkan jari atau kaki/ bernyanyi/ menggelengkan kepala/ menggerakkan tubuh, kurang jika mendengarkan musik dan tidak mengetukkan

jari

atau

kaki/

bernyanyi/

menggelengkan

kepala/menggerakkan tubuh. Menonton video baik jika responden menonton video dan terjadi penurunan stimulus nyeri, kurang apabila responden menonton video dan tidak terjadi penurunan stimulus nyeri. Pernafasan terkontrol baik jika responden melakukan inhalasi terkontrol, kurang apabila responden tidak melakukan inhalasi terkontrol. Nyeri pada tindakan pemasangan infus diberikan pernyataan yang menunjukkan nyeri yang dirasakan responden dengan menggunakan skala nyeri berdasarkan respon nyeri yaitu nyeri ringan: tak bergerak, takut,

31

gelisah, nadi meningkat, nadi menurun. Nyeri sedang: pernapasan meningkat, meringis, mual/muntah, marah, pergeseran bagian tubuh, berkeringat banyak. Nyeri berat : menggeliat kuat, sangat tegang, merintih, menangis, mulut dan gigi terkatup. Sedangkan lembar observasi, apabila responden memperlihatkan gejala yang sesuai dengan pertanyaan pada lembar observasi maka diberi nilai 1 dan 0 44 bila responden tidak memperlihatkan gejala yang sesuai dengan pertanyaan pada lembar observasi.

D. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan cara melakukan observasi langsung pada pasien. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, arsip catatan medik pasien, serta dokumen penting lainnya. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Menentukan populasi penelitian yaitu pasien anak yang dilakukan

tindakan pemasangan infus di BPRSUD Labuang Baji Makassar. 2.

Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi.

3.

Penjelasan tujuan penelitian dan prodesur tindakan penelitian pada sampel terpilih.

4.

Melakukan tindakan teknik distraksi

5. Melakukan observasi terhadap penurunan nyeri. 6.

Pengumpulan

dan

analisa

mannwhitney 7. Penyajian hasil penelitian.

32

data

dengan

menggunakan

Uji

E. Pengolaan data 1. Editing

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan

kelengkapan data, keseragaman data. 2.

Koding Dilakukan untuk memudahkan pengelolahan data yaitu memberikan simbol-simbol dari setiap jawaban responden.

3.

Tabulasi Mengelompokkan data dalam bentuk tabel yaitu hubungan antara variable dependen dengan independen.

F. Analisa Data 1. Analisa Univariat

Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan presentasi dari variabel yang diteliti. 2. Analisa bivariat

Setelah memperoleh nilai dari masing-masing tabel selanjutnya data dianalisa dengan computer SPSS versi 15. dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Data yang diperoleh dalam bentuk ordinal dianalisa dengan menggunakan uji Mann-whitney. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknik distraksi terhadap penurunan nyeri pada tindakan pemasangan infus pada anak 0,05 artinya ada 0,05 bila hasil analisis p  dengan tingkat signifikan pengaruh.

G. Etika Penelitian 1. Persetujuan atau izin untuk melakukan penelitian dari institusi

pelayanan tempat penelitian akan dilaksanakan. 2. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak

akan mencantumkan nama lengkap yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 3.

Confidentiality Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan saat penelitian dijamin peneliti dan informasi ini hanya digunakan untuk penelitian.

33

DAFTAR PUSTAKA Al Quran Digital versi 2. 1, (http://www.alquran-digital.com.2004. Diakses 03 Maret 2010) American Music Therapy Association. 2006. Music Therapy in The Treatment and Managemant of Pain. http/www.musictherapy.orgfactsheets.pain.pdf. Diakses 24 November 2007 Betz & Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik.Edisi 3. EGC. Jakarta. 597-9, 606-9 Brooker, Christine. (2003). Kamus Saku Keperawatan.Edisi 31. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Brunner & Suddart. ( 2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, Edisi 8, Jakarta. EGC. 212, 215-7, 221-4, 232-4, 463-85 Halim, Samuel., 2007. Efek Mozart dan Terapi Musik Dalam Dunia Kesehatan.Hhtp//www.tempo.co.id/medika, Diakses 5 September 2007 Hartwig, Mary S dan Wilson, Lorraine M. 2002. Nyeri. Dalam : Price, S. A dan Wilson, L. M, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed. 6, Cetakan I, Jakarta EGC Hidayat, Alimul. A. (2008). Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta; EGC. 79,80 Hidayat, Alimul. A. (2002). Riset Keperawatan.Salemba Medika. Jakarta Hidayat, Alimul. A.(2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.Salemba Medika. Jakarta Kusyati, Eni (2006). Keterampilan dan Produser Laboratorium Keperawatan Dasar.Buku Kedokteran. Jakarta. 197

Related Documents

Ega
April 2020 7
Ega Lusiana.docx
December 2019 10
Ega Egutegia07
August 2019 9
Ega Cob.doc
November 2019 7
Pemogokan & Unjuk Rasa-ega
November 2019 8
Ega Esamoldeak 2001
June 2020 9

More Documents from ""

Tbc Ppt.pptx
December 2019 9
Askep Malaria.docx
April 2020 6
Leaflat Dbd.docx
December 2019 18
Ega Lusiana.docx
December 2019 10