Effort

  • Uploaded by: Laily Maghfirotunnisa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Effort as PDF for free.

More details

  • Words: 1,044
  • Pages: 11
LAILY M NISA

MAGHFIRA PUBLISHER

BAB I

Shcolarship Dinginnya udara malam surabaya tengah kota malam itu, serasa mengilukan semua persendianku.Namun aku tetap tidak bergeming dari bengkelku di tidak menghalangiku untuk menuju komputer ONLINE di kampusku. Kira-kira seperempat jam aku sampai disana. “ Dipojok sebelah kiri mas, ada yang masih kosong “ kata mas rizal mahasiswa shift sekaligus penunggu komputer ONLINE itu. Aku langsung menuju tempat yang dimaksud dengan membalas senyum kepada mas rizal tadi. Sudah beberapa semester ini aku menerima beasiswa dari perusahaan DJARUM , salah satu pabrik rokok yang selalu membiayai anak kuliah sepert aku Setelah menekan beberapa tombol dikeyboard aku langsung terkoneksi pada situs yang kucari ”Alhamdulillah aku masuk lagi ” teriakku dalam hati.

Langsung

kututup

situs

tersebut.

Setelah

mengucapkan

Hamdalah

beberapa kali dalam hati aku meninggalkan komputer ONLINE itu dengan wajah berbinar- binar. “ Mas arya , tadi dapat teflón dari ibu dirumah “ kata Dias, adik kosku ketika melihatku masuk kekamarku. “ Jam berapa dik? “ tanyaku . “ Seperempat jam setelah mas keluar tadi “ kata dias sambil melipat baju yang telah ia setrika. “ Aku kewartel dulu ya dik “ pamitku sambil mengenakan jaket kulit usang yang tadi kupakai “ Iya mas “ Jawab dias yang sibuk menyetrika. “ Ya memang masih anak kos jadi musti ngirit segala kebutuhan “ sahutku dalam hati ketika melihat dias menyetrika tapi tetap senang mengerjakan tanpa mengeluh. Dias adalah mahasiswa teknik sipil angkatan 2006 satu tahun dibawahku. Seorang anak petani dari sebuah daerah kecil di kabupaten Ngawi.

Sejak umur satu hari sudah menjadi piatu karena

ibunya meninggal setelah melahirkannya. Dia sendiri adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Semua saudaranya juga sudah menempuh S1 di beberapa universitas ITB,UGM dan UNEJ. “ Ah orang tua yang hebat “ kataku dalam hati membayangkan betapa hebatnya pak abdul, ayah dias dalam membiayai pendidikan anak- anaknya.

“ Mau kemana mas arya? “ tanya fitrha , tetangga kosku yang berjarak 100 m dari kosku. Lamunananku tentang keluarga dias buyar . “ Mau kewartel “ jawabku singkat. fitrha tersenyum sambil mengangguk. Aku membalas senyum seraya berkata “ Jangan lupa lusa ada kajian lagi ya “ ingatku pada gadis berjilbab itu. Fitrha hanya memberi anggukan tanpa berkata sedikitpun. Kajian rutin itu mendatangkan ustad kekampus kami yang diadakan seminggu sekali dan diadakan tiap jumat agar tidak mengganggu mahasiswa dalam mengerjakan tugas kuliahnya . Aku sendiri bertindak sebagai wakil ketua I dan merangkap pengkoordinir alias Pengubrak- ubrak Akhirnya aku sampai juga diwartel bu giyanti. Ada yang kosong mbak?” Tanyaku pada mbak yani , anak bu giyanti yang pertama yang sering menunggu WARTEL itu. “ Di KBU 3 itu ar kosong “ jawab mbak yani. Kuangkat gagang teflón dan menekan bebepa digit nomer teflón mas Zaki, tetanggaku sebelah rumah yang hanya tetanggaku itulah

satu- satunya

orang di RTku yang punya teflón. “ Halo , mbak rani “ kataku pada suara wanita diseberang sana “ Ya ini siapa ya? “ tanya mbak rani.

“ Aku arya, mbak bisa minta tolong dipanggilkan ibu? “ tanyaku pada mbak rani “ O arya , kamu tutup saja telfonnya dulu ,nanti 10 menit lagi teflón ya!” saran mbak rani. “ Ya mbak “ kataku. Aku selalu merepotkan mas zaki dan mbak rani, pasangan suami istri yang tinggal bersebelahan dengan rumahku. Mereka selalu mau membantu tetangga yang membutuhkan seperti keluargaku. Jangankan teflón, TV berwarnapun aku tak punya yang ada hanya TV butut keluaran tahun 70-an yang masih mangkring diruang tamu. Tidak ada yang menonton karena gambarnya juga kabur karena kami tidak bisa membeli antenanya. Sepuluh menit berlalu aku kembali mengangkat gagang telfon yang tadi kuletakkan kembali dan kutekan lagi beberapa nomer yang tadi kutekan. ” Halo ” suara wanita paruh baya yang langsung saja kukenali . ” Halo,ibu ” Kataku. ” Ibu tadi nelpon aku nggih ? Ada apa bu, bapak sakit lagi asmanya ? tanyaku pada ibu. ” Ndak,le.. bApakmu sehat alhamdulillah tadi ibu cuma ngilengno kamu tok. Sabtu lusa itu nujuhbulanannya mbak ayu mu lho, kita berempat kerumah mbakmu di sedayu” sahut ibu .

” Masya Allah, aku hampir lupa bu. Tapi aku mungkin datangnya sabtu pagi bu karena ada pengajian rutin dikamus ” kataku. ” Ya ndak apa- apa kan acaranya sabtu sore ” kata ibu. ” Nanti aku naik kereta pagi- pagi jam3 kok bu ” kataku. ” Ya hati-hati dijalan ya ” Pesan ibuku . ” Inggih bu ” kataku. Mbak laras kakakku yang tertua memang sudah tua kehamilannya , aku akan punya keponakan lagi setelah umar, anak mbak laras yang pertama . Kulihat isi dompetku masih ada tiga puluh ribu cukup untuk makan sehari lagi dan ongkos pulang .Sejak kulah di ITS semester awal Alhamdulillah ,aku sudah tidak minta uang pada kedua orang tuaku karena mereka juga kekurangan . Aku sendiri tiap siang hari kerja part

time di bengkel mas panji mulai dari jam 12 sampai jam 5 , pemilik dealer dan bengkel motor disebelah kampus,Alhamdulillah cukup untuk membayar kos dan uang makan sehari hari.kalau biaya SPP aku sudah dapat beasiswa tiap semester dari DJARUM.

BAB II MAULANA AMIN SHIDDIQ Ternyata hari ini adalah tanggal merah, pantas saja banyak sekali orang distasiun bungur ini. Kalaupun ramai sih tidak seramai ini. ” Ada apaan sih pak, kok ramai banget ga kayak biasanya ” aku tanya pada bapak lopak koran diseberang jalan. ” Itu mas perayaan imlek ” jawab bapak itu. Masya Allah, ya ini kan hari rayanya para etnis tionghoa. Makanya dari dari tadi yang kulihat kebanyakan bermata sipit dan berkulit kuning langsat. Aku terburu- buru mengejar bis dan mengacung-acungkan

karcis yang sedari tadi kubawa. Sesaat kemudian aku sudah berada didalam

bis

tersebut.

Ketika

sampai

diterminal

kertosono,

aku

bersebelahan tempat duduk dengan seorang bapak paruh baya yang mengaku hendak mencari kerja di Malaysia. Namun, karena ditipu oleh oknum penyalur tenaga kerja dan kehilangan hampir 20juta rupiah, beliau berniat kembali kekampung halamannya. Ketika bapak itu bercerita aku mengamati garis-garis wajah seketika langsung teringat pada pak de taryo, seorang kakek-kakek yang sudah renta dikampungku yang sering menceritakan dongeng perjuangan kemerdekaan pada ku dan teman-teman saat kami bermain mencari yuyu ( kepiting sawah,red ) terbanyak akan mendapat yuyu yang dikumpulkan oleh semua anak- anak. Tapi sipemenang juga tidak akan mendapat semua yuyu tersebut karena dia harus memasakkan dan memakannya bersama temann-teman yang lain. Begitulah suasana kampungku, sungguh mengesankan.

BAB III SALBIA…..!

Arya wardhana!!

BAB III MENJADI TUMPUAN

Related Documents

Effort
June 2020 21
Effort
November 2019 24
Team Effort
November 2019 22
Effort Estimation
November 2019 31
Francis Cow Effort
November 2019 16

More Documents from ""