Edisi: 011/Maret 2008
Minggu, 23 Maret 2008, hampir sehari penuh lebih dari 500 kesenian lokal bagi masyarakat Bantul. warga dari lima dusun dampingan Jejaring Ford Foundation Sebelumnya, sepanjang setahun program sejak Mei 2007 (JFF), yaitu Joho (Banguntapan), Kedungpring (Pleret), Klisat sedikitnya digelar 27 pentas dusun, 10 kali antardusun dan 5 (Pundong), Warungpring (Bambanglipuro) dan Kadisoro kali di lingkup desa. Pentas ke pentas diharapkan tak seka(Pandak) berkumpul di Lapangan Trirenggo, Bantul. dar menjadi media pemulihan dan hiburan warga, melainkan Mereka, lelaki dan menjadi media pembeperempuan, orangtua, relajaran pengorganisasian maja hingga anak-anak, kesenian dan pengayaan hadir menyemarakkan pengalaman bagi seluruh acara milik mereka yang yang terlibat dalam prodisaksikan langsung Bupagram ini. Selain itu, bisa ti Bantul: Pentas Seni dan menunjukkan bahwa akKarnaval Lima Dusun. tivitas berkesenian akan Warga lima dusun ini lebih hidup dan semarak memenuhi angkasa Lapajika melibatkan berbagai ngan Trirenggo dengan lapisan masyarakat dan bebunyian musik pengiring berbagai kelompok usia. reog yang ritmis-dinamis, Karena, aktivitas kesenian musik pengiring srandul itu sejatinya milik seluruh yang kadang menghentak warga. kadang melankolis, komDengan pentas lima Bupati Bantul Idham Samawi menyaksikan karnaval peserta Pentas Seni dan Karnaval binasi kibor-terbang pengdusun dimungkinkan Lima Dusun di Trirenggo, Minggu (23/3). iring lakon Ande-ande masyarakat dari berbagai Lumut, lengkingan koor salawat seni Empak serta nyanyian tempat dan kelompok sosial bisa bertemu dan mendapatkan anak-anak yang mementaskan Tari Dolanan Anak. pengalaman berbeda dari praktik sehari-hari, terutama di biSebelumnya, sebagian dari mereka menyemarakkan rute dang kesenian. Terlebih lagi, bentuk-bentuk acara seperti karsepanjang dua kilometer dari Lapangan Dwiwindu ke Trirengnaval dan pementasan di panggung terbuka merupakan sesuatu go, dengan karnaval berkostum tematik dan aneka bebunyian yang tak banyak dilakukan, terutama pasca terjadinya gempa. instrumen musik dari barang bekas. Selain pentas lima dusun, mulai akhir Maret, menjelang Secara formal, ini semacam penutupan rangkaian program berakhirnya program JFF 28 April 2008, para pengampu proRevitalisasi Seni Tradisi, salah satu dari tujuh program pada Program melakukan kegiatan evaluasi bersama kelompok damgram Terpadu Pemulihan Sosial Ekonomi Pascagempa Bantul pingan masing-masing di tiap dusun. JFF. Dengan penanggungjawab Rumah Seni Cemeti, program ini Evaluasi ini dimaksudkan untuk melihat aspek kemanfaatan bertujuan menghidupkan kembali aktivitas berkesenian di lima program bagi warga, terutama terkait dengan tujuan awal yaitu dusun yang terhenti karena gempa 27 Mei 2006. Keseluruhan untuk ikut memulihkan kehidupan sosial-ekonomi pascagempa. program JFF resmi berakhir April 2008. Diharapkan, evaluasi ini bisa menunjukkan bahwa program JFF Di luar formalitas itu, diharapkan dengan adanya acara bermanfaat bagi warga, bukan sebaliknya: meninggalkan masaini seluruh partisipan yang terlibat dalam program di lima lah di komunitas. Pada sisi lain, berguna bagi perbaikan ataupun dusun bisa menunjukkan perkembangan yang terjadi selama peningkatan kualitas pelaksanaan program jika program serupa berlangsungnya program dan memberikan alternatif peristiwa dilanjutkan atau dijadikan model di tempat lain. (*)
Edisi: 011/Maret 2008 |
Dapur Info
Kesibukan di Bagian Keuangan
Pengantar Redaksi: Selama ini rubrik Dapur Info banyak memuat laporan tentang kegiatan intern lembaga, baik itu tentang program Pemulihan Pasca Gempa Bantul Yogyakarta ataupun kegiatan lain seperti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan media, umum ataupun khusus. Untuk program Pemulihan Pasca Gempa Bantul, seringkali rubrik ini memuat tentang perkembangan kegiatan peserta Peliputan Mendalam. Namun, kali ini redaksi Newsletter akan menceritakan secara khusus tentang salah satu bagian yang sangat berperan penting dalam program ini yakni bagian keuangan dan administrasi. satu tujuan workshop ini untuk menyamakan persepsi atau Seperti biasa dalam laporan setiap 3 bulan sekali, pembaca menstandarkan laporan keuangan yang akan dilaporkan ke Newsletter akan disuguhkan dengan adanya supplement Ford Foundation sebagai pemberian dana. Tujuan lainnnya laporan keuangan. Adapun salah satu tujuan suplemen yang untuk mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas dalam berisi laporan keuangan seluruh LSM anggota jejaring menjalani program. Ford Foundation (FF) Setelah program dimaksudkan adanya berjalan tiga bulan, transparansi sesama setiap LSM anggota anggota. jejaring FF membuat Bagian keuangan laporan keuangan. Hal LP3Y adalah salah ini juga telah disepakati satu bagian yang pada workshop keuangberperan dalam program an tersebut. Pemulihan Ekonomi, Namun, kenyataanSosial dan budaya Pasca nya tidak semua Gempa Bantul ini. Selain anggota jejaring FF peran LP3Y sebagai mampu mewujudkanpendamping selama nya, sehingga bagian program berlangsung keuangan pun masih serta memantau kegiatan harus mengoreksi ke anggota Jejaring FF, hal-hal yang terkadang bagian keuangan LP3Y salah seorang bagian keuangan nampak sibuk memeriksa laporan yang masuk. sangat elementer. Tidak pun dipercaya sebagai sedikit yang dapat menerima, kemudian mampu berjalan sesuai koordinator keuangan jejaring FF. Tugas utama bagian dengan standar yang telah ditetapkan bersama, namun ada pula keuangan LP3Y ini adalah mengkonsolidasi laporan keuangan yang lambat sehingga laporan seringkali terlambat dikoreksi. anggota jejaring FF untuk selanjutnya dilaporkan ke Ford Padahal konsekuensi dari keterlamabatan penyerahan Foundation. laporan tersebut dapat berdampak kelancaran transfer dana Dua anggota keuangan LP3Y, Susiani dan Ida Ismawati yang dibutuhkan untuk kegiatan anggota jejaring FF. yang menjalani tugas dalam penggunaan dana Pemulihan Gempa ini. Peran ini juga terkadang dibantu oleh administrator, Mengoreksi laporan, bekerja hingga larut Sunarsih dalam menelaah, mengoreksi serta mencermati malam. khusus di bidang dana bergulir ekonomi dan housing. Cerita berawal, ketika salah satu personel keuangan Sejak awal terbentuknya program, persiapan berupa sendiri di ruang kerjanya. Memang tidak jarang, atau bahkan workshop keuangan juga telah diselenggarakan. Salah | Edisi: 011/Maret 2008
Dapur Info dikatakan sering bagian keuangan pulang hingga mendekati Menunggu uang ditransfer, ditelpon sampai magrib bahkan hingga pukul 19.00. Padahal karyawan lainnya dirumah. sudah pulang sejak waktu menunjukkan pukul 16.00. Bagian keuangan ternyata tidak hanya selesai di kantor saja, Dalam ruangan dengan mengoreksi hasil pekerjaan tetapi terkadang juga sampai di rumah masih disibukkan dengan anggota jejaring Ford Foundation memang membutuhkan kerjaannya. Pada suatu hari salah satu anggota jejaring FF yang ketelitian. Hal ini dilakukan, jika laporan tidak lolos dari menunggu transfer/pengiriman uang antar bank yang tak kunjung penilaian standar laporan keuangan yang telah disepakati masuk ke rekeningnya, padahal uang tersebut akan digunakan. bersama, maka dana Sesampai di rumah salah, selanjutnya yang diminta seorang bagian keuangan atau diturunkan secara pernah punya pengalaman, bertahap kepada masingmasih ditelpon padahal ia masing anggota LSM sudah tiba di rumah. tersebut tidak akan cair. Itulah salah satu Hal ini tentu bukti dari hasil ketermembuat pihak angota lambatan pembuatan jejaring akan kesulitan laporan keuangan. dalam menjalankan Padahal jika saja laporan program yang telah keuangan yang dibuat direncana-kan. Terlebih tidak terlambat, ia lagi hal ini berkaitan tidak akan mengalami dengan pinjaman kepada hal seperti itu. Itulah warga, menjadwalkan konsekuensi jika laporan adanya kegiatan tidak diberikan maka memberikan bantuan uang yang dibutuhkan misalnya. Salah satu pemandangan ketika mereka sedang serius bekerja. untuk kegiatan tidak akan Laporan keuangan cair. “Ini sesuai prosedur yang dibuat oleh masing-masing LSM anggota jejaring dan sudah disepakati bersama,” kata Susi ketika bercerita. biasanya dilaporkan setiap bulan sekali. Jika laporan yang Namun pengalaman ditelpon di rumah ternyata tidak diberikan ke bagian keuangan terlambat, otomatis pencairan hanya mengenai masalah transfer uang tetapi juga tentang lain dana untuk kepentingan kegiatan lembaga tersebut akan hal seperti menanyakan alasan mengapa bukti yang diberikan tersendat. Tidak mungkin bagian keuangan LP3Y akan tidak memenuhi syarat. mencairkan dana berikutnya jika tidak ada laporan keuangan dari tiga bulan sebelumnya. *** Sesungguhnya masih banyak cerita menarik dan dapat Jadwal konsultasi bagai dokter kedatangan menjadi contoh pembelajaran semua anggota jejaring termasuk LP3Y. Dari pengalaman itu pula, sikap anggota jejaring dalam pasien atau klien. melaporkan hasil kegiatan misalnya, banyak yang dapat Menjelang penyerahan laporan keuangan pertiga bulanan, dipetik. Banyak anggota jejaring FF yang disiplin menyerahkan jumlah LSM anggota jejaring FF yang akan berkonsultasi, laporan tepat waktu, namun juga tidak sedikit dari 11 anggota hampir setiap hari ada. Konsultasi dilakukan agar ada jejaring FF yang sering terlambat menyerahkan. standarisasi dalam pelaporan. Tidak sedikit mereka yang Pelajaran berharga yang terpenting dalam melihat kerja kemudian setelah dikoreksi, direvisi dan dikoreksi kembali di ruang bagian keuangan ini adalah disiplin dan kejujuran. masih harus memperbaiki. Disiplin dalam mengerjakan suatu hal dan nilai kejujuran Terkadang, karena pagi-pagi sekali sudah ada anggota dibutuhkan dalam melaporkan setiap dana yang digunakan. bagian kekuangan LSM anggota jejaring yang sudah nongol Untuk itu sejak awal program Pemulihan Pasca gempa di kantor, padahal bagian keuangan belum datang, karyawan Bantul ini selalu mengedepankan nilai-nilai akuntabilitas dan lain sering mengatakan kalau bagian keuangan sudah ditunggu transparansi antar sesama anggota jejaring FF. Semoga ini pasien/klien di ruang rapat. terwujud. (may)
Edisi: 011/Maret 2008 |
Analisis Info
Rekonsiliasi Sosial Pascagempa: Berita Pemotongan Dakons Tidak Tuntas
Bulan Maret ini, rekonsiliasi sosial warga Bantul mulai dilaksanakan di tingkat RT (Kedaulatan Rakyat, 12-032008). Sebagai salah satu acara yang menandai berakhirnya program pemulihan pascagempa di Bantul yang direncanakan berakhir Mei 2008, melalui rekonsiliasi sosial seluruh warga korban gempa di Bantul diajak untuk melupakan segala persoalan yang terjadi saat pemulihan, terutama yang terkait dengan penyaluran dana rekonstruksi. Sehubungan dengan itu, mengapa rekonsiliasi sosial perlu dilaksanakan bisa dimaknai sebagai bentuk pengakuan atas dua hal. Pertama, belum semua persoalan yang timbul telah diselesaikan. Kedua, walau sebagian persoalan telah diselesaikan, namun cara yang ditempuh belum tentu memuaskan warga yang dirugikan dalam persoalan tersebut. Salah satu atau kedua hal itu berpotensi menyebabkan kerukunan antar warga menjadi retak, begitu pula antara warga dan aparat. Kekhawatiran bahwa hal tersebut bisa menjadi duri dalam hubungan antar pihak tersebut di masa mendatang, menyebabkan upaya rekonsiliasi sosial menjadi penting. Berdasarkan pengamatan, berbagai persoalan yang dihadapi warga korban gempa dalam pelaksanaan pemulihan pascagempa tidaklah luput dari pemberitaan suratkabar, sejak masa tanggap darurat hingga masa pemulihan. Dana bantuan disalurkan tidak tepat sasaran, terlambat, dana rekonstruksi dipotong, dan lain-lain. Dengan latar belakang seperti itu, menarik mengamati berita surakabar tentang penyelesaian berbagai persoalan terkait pemotongan dana rekonstruksi. Apakah semua persoalan telah diselesaikan secara tuntas? Apa cara penyelesaian yang ditempuh? Apakah cara tersebut bisa memuaskan warga korban gempa yang mengalami persoalan itu? Jawaban atas pertanyaan tersebut membantu pemahaman mengapa rekonsiliasi penting diupayakan.
Tanpa Proses Hukum
Saat masa tanggap darurat, suratkabar memberitakan bahwa tidak semua warga korban gempa segera mendapat bantuan makanan, tenda, obat-obatan, dan sebagainya. Suratkabar juga memberitakan persoalan terkait pembagian | Edisi: 011/Maret 2008
bantuan uang tunai untuk biaya hidup selama tiga bulan. Warga yang lebih memerlukan karena tergolong miskin, tidak memperoleh bantuan. Sedang warga dengan kemampuan ekonomi lebih baik, justru memperoleh bantuan. Persoalan yang timbul program pemulihan mulai dilaksanakan juga diberitakan suratkabar. Ada warga korban gempa yang tidak mendapat bantuan dana rekonstruksi, walau rumah yang bersangkutan jelas rusak akibat gempa. Ada pula warga yang memperoleh bantuan dana rekonstruksi dalam jumlah maksimal (Rp 15 juta), padahal kerusakan rumahnya termasuk ringan. Persoalan yang muncul dalam berita suratkabar tidak sebatas penyaluran bantuan yang dinilai tidak adil itu. Kasus pemotongan dana bantuan dilakukan baik oleh aparat pemerintah desa maupun oleh tenaga pendamping kelompok masarakat (petugas pokmas), bisa dibaca dalam berita suratkabar. Bahkan diberitakan, pemotongan itu ada yang disertai intimidasi, teror, dan kekerasan fisik. Semua persoalan itu meresahkan warga korban gempa. Muncul tanda tanya, kecurigaan, ketidakpercayaan, dan antipati. Kerukunan antar warga retak, begitu pula hubungan antara warga dan aparat pemerintah desa. Seperti diberitakan, warga sebetulnya tidak tinggal diam. Mereka mencoba mengemukakan persoalan yang dihadapi kepada berbagai pihak lewat berbagai saluran, mulai dari surat pembaca hingga unjuk rasa. Tujuannya agar pihak berwewenang segera bertindak mengatasi persoalan tersebut. Jika tidak, mereka akan menempuh jalur hukum. Memang, ada kasus yang diselesaikan secara hukum. Akan tetapi, kebanyakan kasus yang terjadi tidak ditangani seperti itu. Sesuai kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul (Suara Merdeka, 21-09-2007), ribut-ribut dengan menempuh jalur hukum tidak dikehendaki. Cukup dengan mengembalikan potongan dana kepada yang berhak. Kebijakan tersebut hanya berlaku bagi pelaku yang adalah anggota masyarakat. Apabila pelaku adalah pegawai negeri sipil atau aparat pemerintah, Bawasda (Badan Pengawas Daerah) akan memberikan sanksi disiplin. Untuk kasus yang telah ditangani polisi atau kejaksaan, pemerintah daerah tidak akan mengintervensi.
Analisis Info Tak Berlanjut
Sejak kebijakan Pemkab Bantul atas penyelesaian persoalan pemotongan dana rekonstruksi diberitakan, berita suratkabar tentang perkembangan masalah terkait tidak ditemukan. Ada tiga hasil pengamatan yang menunjukkan hal itu. Pertama, tidak ditemukan berita surat kabar yang menjelaskan apakah berkat kebijakan Pemkab Bantul dimaksud, semua warga korban gempa yang mengalami pemotongan dana rekonstruksi sudah memperoleh haknya secara utuh. Kedua, tidak ditemukan berita suratkabar yang mengungkap apa dan bagaimana langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan persoalan akibat intimidasi, teror, atau kekerasan fisik yang dialami sejumlah warga korban gempa sebagai ekses pemotongan dana rekonstruksi. Ketiga, tidak ditemukan berita suratkabar yang memaparkan apa sikap warga terhadap kebijakan Pemkab Bantul dalam menyelesaikan persoalan pemotongan dana rekonstruksi. Apakah kebijakan itu diterima warga sebagai cara yang memuaskan, tidak diberitakan. Dengan demikian, berita suratkabar tidak bisa dijadikan sumber informasi untuk memahami mengapa rekonsiliasi sosial perlu diselenggarakan.
Tanpa Sikap Kritis
Tidak ada pentunjuk yang menjelaskan mengapa pasca kebijakan Pemkab Bantul, perkembangan penyelesaian persoalan dana rekonstruksi tidak diberitakan suratkabar. Penjelasan yang masuk akal adalah bahwa hal itu terjadi karena jurnalis tidak mengamati perkembangan dimaksud. Dengan kata lain, jurnalis tidak bersikap kritis terhadap kebijakan Pemkab Bantul itu. Sebab, apabila bersikap kritis, banyak pertanyaan yang bisa diajukan jurnalis menyangkut kebijakan tersebut. Pertanyaan mendasar yang penting adalah sejauh kebijakan itu merupakan langkah yang tepat. Apakah setelah kebijakan itu diterapkan, semua persoalan bisa diselesaikan? Apakah cara penyelesaian persoalan sesuai kebijakan itu, bisa memuaskan warga korban gempa yang telah dirugikan oleh persoalan dimaksud? Pertanyaan kritis semacam itu seharusnya terpikirkan oleh jurnalis sejak awal, begitu kebijakan Pemkab Bantul dikeluarkan. Sebab, tidak ada jaminan bahwa begitu kebijakan diterapkan, maka semua persoalan selesai. Juga tidak ada jaminan bahwa kebijakan itu akan diterima sebagai cara penyelesaian yang memuaskan, mengingat persoalan pemotongan dana rekonstruksi, sebagaimana diberitakan suratkabar, menyangkut beberapa persoalan sekaligus. Ambil contoh mengenai konsekuensi yang ditimbulkan kebijakan Pemkab Bantul itu. Disebutkan, sesuai kebijakan yang ditempuh, persoalan pemotongan dana rekonstruksi tidak akan diselesaikan lewat jalur hukum. Muncul pertanyaan, apakah warga korban gempa yang mengalami pemotongan dana itu
setuju, asal uang potongan itu dikembalikan, persoalan dianggap selesai? Apakah warga tersebut menilai tindakan pemotongan dana rekonstruksi bukan tindakan yang melanggar hukum, dan karena itu tidak perlu diselesaikan lewat jalur hukum? Lagi pula, seolah terjadi pilih kasih. Untuk kasus yang belum sampai ke tangan polisi, tidak diterukan lewat proses hukum. Pertanyaan yang sama berlaku pula untuk tindakan intimidasi, teror, dan kekerasan fisik yang menyertai pemotongan dana rekonstruksi. Pemotongan dana rekonstruksi adalah satu hal. Tindakan intimidasi, teror, dan kekerasan fisik yang menyertai pemotongan itu adalah hal lain. Apakah dengan pengembalian uang potongan itu, berarti persoalan yang timbul akibat tindakan intimidasi, teror, dan kekerasan fisik, dengan sendirinya dianggap selesai oleh warga yang mengalami tindakan tersebut? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa tindakan intimidasi, teror, dan kekerasan fisik, merupakan tindakan yang melanggar hukum? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya tidak terpikirkan oleh jurnalis. Saat yang sama, jurnalis juga melupakan bahwa di benak pembaca yang membaca berita persoalan pemotongan dana rekonstruksi, termasuk berita tentang kebijakan Pemkab Bantul, pertanyaan serupa juga bisa muncul. Karena itu, jurnalis tidak tergerak tidak tergerak untuk mengamati lebih lanjut bagaimana persoalan diselesaikan, dan kemudian menulis berita yang memuat jawaban pertanyaan yang muncul di benak pembaca. Membiarkan pertanyaan tidak terjawab, jelas menyalahi prinsip dasar jurnalisme. Pembaca berhak tahu, karena itu jurnalis selalu dituntut menulis berita yang mampu menjawab pertanyaan pembaca. Tidak boleh ada pertanyaan tersisa. Untuk itu, merupakan keharusan bagi jurnalis untuk mengamati perkembangan persoalan dimaksud, lalu menulis berita berdasarkan pengamatan itu. Masih terkait dengan prinsip jurnalisme, ada hal lain yang tidak kalah penting. Tanpa memberitakan perkembangan penyelesaian persoalan pemotongan dana rekonstruksi, terutama apa sikap warga korban gempa terhadap kebijakan Pemkab Bantul, jurnalis mengabaikan dua hal. Di satu sisi, tanpa memberitakan sikap warga korban gempa terhadap kebijakan itu, jurnalis bisa dikatakan bersikap tidak adil. Dengan hanya memberitakan kebijakan Pemkab Bantul, jurnalis hanya memberi kesempatan bagi Pemkab Bantul untuk menyuarakan kepentingan sendiri. Sedang warga korban gempa tidak diberi kesempatan yang sama. Di sisi lain, jurnalis gagal menempatkan persoalan penerapan kebijakan itu dalam konteks lebih luas. Kebijakan Pemkab Bantul mengenai penyelesaian persoalan pemotongan dana rekonstruksi, haruslah dilihat dalam hubungan antara pemerintah dan warganegara, berdasarkan tatanan yang berlaku dalam kehidupan bernegara yang demokratis. Dengan memberitakan sikap warga korban gempa atas kebijakan Pemkab Bantul, publik bisa menilai sejauh mana kebijakan itu sesuai tatanan dimaksud. Artinya, jurnalis tidak menjalankan fungsi pengawasan yang dimiliki pers sebagai institusi sosial yang diwakilinya. Sudah tentu kecenderungan tersebut harus ditinggalkan.(ron).
Edisi: 011/Maret 2008 |
Sumber Info
Situasi HIV & AIDS di Kota Yogyakarta Disusun : dr. Sri Wulanningsih, Ka.Bid. P2-PL Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
Epidemiologi
Kasus tercatat pertama kali di Yogyakarta tahun 1993 (WNA) Tahun 1994 tidak tercatat kasus baru Sejak tahun 2000 trend epidemi HIV & AIDS meningkat Peningkatan tajam mulai terjadi pada tahun 2004
Kumulatif kasus HIV dan trend epidemi di Yogyakarta s.d. Maret 2008
Distribusi Kasus Berdasar Faktor Resiko Tertular HIV Th 2007(lap. RS)
lanjutan epidemiologi Peningkatan
tajam terjadi terutama pada kelompok faktor resiko Penasun dan Waria penyebab tingginya kasus pada dua kelompok tersebut:
Kemungkinan
1. Sharing jarum suntik antar pecandu 2. Penggunaan kondom yang rendah pada Waria
| Edisi: 011/Maret 2008
Sumber Info KUMULATIF KASUS AIDS DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR TAHUN 2007
Distribusi Menurut Jenis Kelamin
Terbanyak pada Laki-laki (50 = 79.36%) Pasien yang ditemukan di rumah sakit lebih banyak laki-laki, hal
ini kemungkinan karena laki-laki lebih berani periksa kesehatan
Perempuan merasa malu jika diketahui positif HIV (Budaya) (13 =20,63%)
Upaya Penanggulangan HIV-AIDS DI KOTA YOGYAKARTA: Dibentuk KPA Kota Yogyakarta yg terdiri dari berbagai instansi Dibentuk 3 Klinik IMS Dibentuk 3 Klinik VCT & 1 Klinik Lapangan Dibentuk jejaring pelayanan ART antara RS dengan Masyarakat Promosi Kondom bagi kelompok beresiko Penyediaan layanan CST & PMTCT Sero Survey di kelompok WPS, Waria, Lapas, Anjal Sosialisasi & penyuluhan kepada kelompok beresiko
Layanan 1 Atap (One Stop Services) yang meliputi layanan Klinik VCT, Klinik IMS, dan Harm Reduction (pengurangan dampak buruk) Layanan Klinik Bergerak (Clinic Mobile Services) dengan layanan yang sama dengan Puskesmas Layanan 1 Atap Menyusun Renstra Penanggulangan HIV & AIDS Kota Yogyakarta Puskesmas
Oo00oO Edisi: 011/Maret 2008 |
Spesial Info
Media dan Isu Pemanasan Global
Masalah ancaman pemanasan bumi sudah banyak dibahas di berbagai tempat, pun disiarkan media. Berita tentang seminar, artikel opini maupun aneka peristiwa bersangkut paut dengan ancaman itu sering kali pula mewarnai lembaran media cetak dan disiarkan di radio serta televisi. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah selama ini media sudah menempatkan isu pemanasan global itu sebagai hal penting sehingga menempati posisi layak diberitakan, atau hanya melihat adanya unsur dramatisasi dan prominensi di balik berita itu? Mungkin, bagi sebagian pengelola media, isu pemanasan global hanya dipandang sebagai isu yang tak begitu menarik, tidak “seksi”. Kalah dengan beragam peristiwa politik, sosial maupun ekonomi. Selain itu, media juga menganggap isu itu masih kalah dengan kondisi riil masyarakat Indonesia mutakhir yang sedang bergulat melawan naiknya harga berbagai macam barang, seiring dengan makin mahalnya harga bahan bakar. Lingkup persoalan sosial masyarakat yang lebih luas, menjadi daya tarik bagi media untuk mewartakannya. Dengan demikian, meski dunia saat ini juga sedang dihadapkan pada masalah genting menyangkut kecenderungan naiknya suhu planet ini, akan tetapi belum tentu masyarakat luas hirau pada masalah itu. Mengapa? Masyarakat sampai saat ini masih banyak yang menganggap isu itu belum secara langsung menerpa atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Meski sebenarnya gejala itu sudah bisa dirasakan. Di Indonesia, misalnya, sudah sering terjadi gelombang pasang air laut, kekeringan di berbagai tempat atau hujan tak kunjung reda dan serangan angin puting beliung. Peristiwa itu masih sering dianggap sebagai penyimpangan
| Edisi: 011/Maret 2008
cuaca belaka, karena tidak secara spesifik bersinggungan langsung dengan hajat hidup masyarakat sehari-hari. Demikian pula di berbagai belahan bumi lain. Topan Nargis yang baru saja menghilangkan nyawa tak kurang dari 100.000 orang Myanmar misalnya. Peristiwa itu muncul di media tidak dengan penjelasan ada kaitannya dengan persoalan pemanasan global, tapi lebih pada persoalan sosial. Misalnya tiadanya bantuan dari negara lain karena dihalangi penguasa setempat. Lantas seperti apa sebenarnya isu pemanasan global itu disikapi oleh media? Sudahkah media menempatkannya pada posisi yang layak? Memang, sudah semestinya masyarakat diberi informasi tentang terjadinya pemanasan global yang sedang dan terus mengancam kehidupan bumi dan isinya. Salah satu peristiwa berskala mundial yang gencar diberitakan media adalah diselenggarakannya konferensi PBB tentang perubahan iklim, United Nation Framework on Climate Change (UNFCCC) yang digelar akhir tahun 2007 lalu di Nusa Dua, Bali. Indonesia bertindak sebagai tuan rumah pada acara yang diikuti oleh 189 negara itu. Sebelum acara itu digelar pada 314 Desember 2007, media sudah banyak melansir berbagai kesiapan tuan rumah. Mulai dari keamanan yang superketat sampai hotel-hotel yang penuh. Bahkan, keputusan Presiden RI untuk sementara berkantor di Bali sebagai wujud mendukung acara KTT Iklim itu, juga diberitakan dengan porsi cukup besar. Namun, apa sebenarnya esensi diselenggarakannya acara itu? Apa sebenarnya yang sedang terjadi di planet bumi ini? Bagaimana menangkal pemanasan global agar tidak terjadi
Spesial Info dengan cepat? Seperti apa ancaman pemanasan global itu? Bagaimana diskusi atas argumen berbagai negara peserta KTT Iklim di Bali itu berlangsung? Apa saja kiat masing-masing negara menghadapi pemanasan global? Adakah kiat-kiat itu yang bisa diterapkan di negara lain? Apa langkah Indonesia sudah berpihak pada upaya mencegah arus pemanasan global, dan tidak sekadar diberitakan sebagai tuan rumah acara besar yang menelan dana lebih dari Rp 100 miliar itu? Deretan pertanyaan di atas masih bisa bertambah, seiring dengan munculnya berbagai pertanyaan dengan landasan berpikir: secara konkret bagaimana masyarakat harus bersikap menghadapi pemanasan global? Adakah negara ini sudah berpihak pada upaya untuk mencegah arus pemanasan itu agar tidak lebih cepat melanda? Justru yang muncul di media adalah berita dengan judul sensasional. Sekadar contoh, dikutip beberapa judul di suratkabar: Enam Tahun Lagi, Es di Antartika Hilang; 2.000 Pulau Terancam Tenggelam; Sidang Diwarnai Walk Out; Perundingan Bali Road Map Alami Kebuntuan. Informasi seperti apa sebenarnya yang bisa didapat khalayak dengan membaca berita berjudul seperti dikutip di atas? Pemilihan sudut pandang penulisan berita, semata hanya mengandalkan unsur menarik, tanpa memberi informasi detil tentang apa masalah yang sedang terjadi dan bagaimana jalan keluarnya. Misalnya pada judul Enam Tahun Lagi Es di Antartika Hilang (KR17/12/07). Pembaca tidak secara langsung mendapat kejelasan tentang dampak hancurnya es Antartika itu. Bahkan, lead berita itu tidak juga menjelaskan. Malah, memaparkan kegagalan kesepakatan pengurangan gas emisi dalam acara besar-besaran di Bali itu. Penjelasan judul itu baru bisa ditemui pada alinea kelima mengutip Direktur Eksekutif Greenpeace International, Gerd Leipold. Namun tidak menerangkan apa saja yang dimaksud, apa dampak serta bagaimana solusi pencegahannya, agar proses penghancuran es tidak berlangsung cepat. Demikianlah, berita tentang pemanasan global berseliweran di media. Ada yang secara sungguh-sungguh sudah memberi penjelasan. Ada pula yang setengah-setengah. Tapi masih banyak yang hanya menyentuh kulitnya. Artinya, berita dilansir hanya karena ada satu unsur kelayakan, misalnya kepopuleran atau ketermukaan tokoh di balik sebuah peristiwa, yang barangkali bersangkut paut dengan masalah pemanasan global itu. Entah itu sekadar statement, pernyataan pendapat para ahli yang
berkompeten, atau memang ada peristiwa aktual yang berkaitan dengan isu tersebut. Kini, isu tentang pemanasan global seolah memang sudah menjadi biasa diketahui oleh khalayak melalui pemberitaan media. Frasa global warming, misalnya, sudah tidak lagi asing. Bahkan di beberapa kesempatan, dijadikan bahan lawakan. Namun, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Hanya sedikit orang mengerti dan peduli. Isu pemanasan global semestinya tidak saja menjadi isu serius bagi para ahli, tetapi juga harus diketahui masyarakat awam. Mengapa? Bagaimana pun bumi yang hanya satu ini, merupakan satu-satunya tempat berpijak dan hidup umat manusia. Kalau bumi ini “sakit” atau rusak, bagaimana bisa nyaman dihuni? Suhu bumi yang meningkat tiap tahun dan diprediksi akan mencapai 40 derajat Celcius di tahun 2100, kiranya bukan sekadar teori. Maka harus ada tindakan dan langkah nyata. Memberi pemahaman kepada masyarakat melalui media tentang apa arti sesungguhnya pemanasan global itu, merupakan salah satu langkah. Peningkatan suhu dunia sebagai dampak efek rumah kaca merupakan pengertian pemanasan global. Mengutip Dr Untung Iskandar dalam artikelnya (KR 8/12) beberapa jenis gas berlaku sebagai gelas rumah kaca, yaitu membiarkan masuk sinar matahari dan menahan panasnya sewaktu dipancarkan balik. Makin banyak gas rumah kaca (GRK) di dalam atmosfir, makin panas bumi. Upaya pencegahan pemanasan bumi, sebenarnya bisa dilakukan mulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Misalnya menjaga lingkungan di sekitar rumah, tidak menggunakan barang dengan CFC di lemari es atau penyejuk ruangan dan aerosol di parfum-parfum. Mencegah kerusakan, pembakaran dan pembalakan liar hutan. Akantetapi,bagaimanajikaadaperistiwayangsesungguhnya berkaitan dengan isu itu muncul dalam pemberitaan di media? Masih banyak berita yang lebih memunculkan sensasi daripada solusi dan pemberian pemahaman. Misalnya, tentang munculnya titik api kebakaran di hutan Sumatera dan Kalimantan setiap kali jelang musim kemarau tiba? Berita hanya memunculkan asap yang mengepung kota, penerbangan terganggu, aktivitas masyarakat terkendala dan sebagainya. Demikian pula ketika terjadi tanah longsor, atau banjir di beberapa tempat. Maka, isu pemanasan global dan perubahan iklim tidak serta merta secara spesifik dijelaskan agar masyarakat awam paham apa yang sedang terjadi dan bagaimana harus menyikapi.(awd)
Edisi: 011/Maret 2008 |
Info Buku
Berdebat tentang Sosiologi Media INILAH buku yang menyelidiki atau lebih tepat Memang, buku ini sarat dengan teori. sebagai perdebatan sentral, berkaitan dengan Cara penyampaian-nya pun terstruktur sosiologi media. Dalam bagian pendahuluan sebagai buku teks terutama bagi mahasiswa. ditulis, teks buku ini dirancang bagi para Sehingga, banyak muncul anjuran atau pembaca yang memiliki sedikit atau bahkan lebih tepat sebagai penugasan, misalnya tanpa pengetahuan tentang subyek tersebut. tentang Poin Studi, berisi apa yang mesti Selain itu, ada pula bagian yang mengharuskan dikerjakan oleh pembelajar, disusul langkah pembaca (khususnya mahasiswa) menuliskan kerja yang lain. apa poin kajian dan aktivitasnya, dengan Dibagi menjadi enam bagian, berturuttujuan untuk mendorong pertimbangan tentang turut buku ini mengupas tentang apakah berbagai isu yang dibahas. yang dimaksud dengan media massa, Maka mengalirlah definisi tentang apakah budaya populer, media massa: institusi yang dimaksud dengan media massa. Apa dan kekuasaan, produksi media dan berita, sejarah, konsep dan pendekatan kritis tentang representasi, ras dan budaya generasi muda media massa? Menurut Burton, secara umum, serta audiens, efek dan perdebatan tentang media dipahami sebagai mencakup sarana kekerasan. komunikasi seperti pers, media penyiaran Pada bagian 4, yang membahas media (broadcasting) dan sinema. Judul Buku : Pengantar untuk Memahami massa: institusi dan kekuasaan, Selain itu, masih ada rentang MEDIA dan BUDAYA POPULER pembaca dibawa mengenal lebih jauh media yang luas mencakup berbagai Penulis tentang berbagai isu utama, lengkap : Graeme Burton : Jalasutra Yogyakarta jenis hiburan (entertainment) dan Penerbit dengan teorinya. Misalnya tentang Tahun : 2008 informasi untuk audiens yang besar, bagaimana ungkapan kekuasan : 213 yang menurut Burton adalah majalah Tebal dengan repetisi materi dalam produksi atau industri musik. Ada pula industri media. Dicontohkan tentang siklus yang mendukung berbagai aktivitas media, bahkan jika industrifilm Lethal Weapon yang memperkuat melalui repetisi, ide-ide industri itu tidak berkomunikasi secara langsung dengan publik, tentang maskulinitas dan hubungan pertemanan baik antara yakni kantor berita yang menyuplai berita semacam Press sesama pria. Dalam poin ini berkaitan dengan genre-genre, Association, Screen service membuat ulasan untuk film, Gallup jenis materi media yang diulang. Kekuasan juga meresap menyediakan riset pasar. Terdapat pula industri telekomunikasi dalam produk kebudayaan. yang membawa materi untuk media, kabel atau satelit. Grame Burton juga menyampaikan berbagai teori tentang Dengan demikian, maksud media dalam hal ini adalah media massa dan masyarakat. Ada teori fungsionalis, teori merujuk pada berbagai institusi atau bisnis yang berkomunikasi pluralis, teori libertarian (pluralis liberal), teori tanggungjawab dengan para audiens, terutama dala menyediakan pengisi sosial, teori Marxis, teori feminis dan teori postmodernis. waktu luang/hiburan. Buku ini penting, bagi siapa saja yang ingin mengetahui, Lantas, bagaimana tentang sejarah media? Penulis memahami dan mengkaji lebih dalam tentang media dan memaparkan, hal itu akan bervariasi menurut perspektif budaya populer. Terutama, memang, ditujukan bagi para sejarawan. Misalnya tentang penerapan kekuasaan politik, mahasiswa. Bagi para pembaca umum, misalnya, dibutuhkan atau tentang proses perubahan sosial, atau dikaitkan dengan sedikit tenaga untuk dapat mencerna apa maknanya. Apalagi, situasi kelompok-kelompok sosial spesifik seperti wanita dan bahasa yang disampaikan kurang “renyah”, tidak begitu plastis etnis minoritas. dan komunikatif, tapi cenderung menggurui dan sedikit kaku. Namun, pada dasarnya sejarah adalah tentang informasi Seperti yang sudah kita mahfum, buku saduran dari bahasa dan interpretasi. Informasi adalah tentang bukti dan sumber asing, kadang menghadapi kendala dalam penuturan ketika primer dan sekunder. Sedangkan interpretasi adalah tentang harus diterjemahkan.(awd) pemahaman seseorang akan bukti tersebut. 10 | Edisi: 011/Maret 2008
InfoBuku
Membaca Sejarah Peran Kaum Perempuan MESKI sudah banyak buku mengulas tentang Masih belum lengkap, pembaca feminisme, namun buku karya tiga aktivis diberi lagi penjelasan rinci tentang seorang perempuan ini sangat menarik. Selain karena tokoh bernama Suster Juana Ines, sarjana paparan yang disampaikan lugas, jelas, juga dan penyair Meksiko (1651-1695) yang dilengkapi penjelasan secara visual. Melalui bisa menjadi teladan dari “perempuan beberapa gambar, sketsa, ilustrasi bahkan yang mandiri” pada masa sebelum adanya foto-foto, konsep tentang feminisme masuk emansipasi. Dia mengambil pilihannya lebih dalam, mudah dipahami, sesuai judul sendiri yang khas pada masanya, yaitu buku yang ditujukan untuk pemula. Dengan dengan menjadi biarawati ketimbang demikian, pemahaman tentang feminisme menikah, punya suami dan anak-anak. Di tidak melulu tekstual. Ini sangat membantu. dalam biara dia punya waktu untuk belajar Dua penulis, Marisa Rueda dan Marta dan menyulis karya besar pertama dalam Rodriguez, dilahirkan di Buenos Aires, dunia puisi Amerika Latin. kemudian mereka tinggal di London, Inggris Narasi dalam buku menjadi cair, karena sejak 1974. Sedangkan Susan Alice Watkins menggunakan bahasa yang mudah dicerna. adalah penulis lepas, yang juga tinggal di Juga karena penggunaan bahasa visual London. Sejak 1973 aktif bergiat dalam semacam komik, seluruh isi jadi lebih mudah kelompok pembangun kesadaran di Judul Buku : FEMINISME untuk PEMULA ditangkap. Oxford, terlibat kampanye aborsi, Penulis Setelah sejarah perkembangan : Susan Alice Watkins, Marta demo serikat buruh perempuan, gerarkan perempuan, persoalan Rodriguez, Marisa Rueda : Resist Book Yogyakarta kelompok pengasuhan anak dan bayi Penerbit kemudian melambung pada topik Tahun : 2007 dan gerakan perempuan. yang diberi judul Materialisme historis Tebal : 176 Lantas, apakah feminisme? dan nasib Perempuan (hal 82). Pada Dilandasi dengan penjelasan bahwa bagian ini dituturkan tentang Freidrivh feminisme adalah perlawanan terhadap pembagian kerja di Engels (1820-1895), seorang sosialis, penulis dan aktivis, suatu dunia yang menetapkan kaum laki-laki sebagai yang yang merupakan pendukung berat hak-hak dan hak pilih berkuasa dalam ranah publik –seperti dalam pekerjaan, perempuan. olahraga, perang, pemerintahan—sementara kaum perempuan Persoalan kemudian berjalan ke tahun 1968, ketika aksi hanya menjadi pekerja tanpa upah di rumah dan memikul kelompok pembebasan perempuan di Amerika memprotes seluruh beban kehidupan keluarga, kemudian mengalir melalui kontes kecantikan tahunan, Miss America. Para aktivis itu sejarah para tokoh penggerak sebelum bangkitnya feminisme, datang dari berbagai daerah di Amerika untuk melangsungkan masa feodal, masa pada waktu munculnya hak-hak alamiah, gerilya non-stop di jalanan di luar gedung kontes. lantas zaman pencerahan. Demikianlah, dengan penuturan yang rinci tentang apa Para tokoh penggerak yang ditampilkan, untuk menyebut yang terjadi pada perkembangan gerakan perempuan di dunia, beberapa nama, antara lain Boadice (61 M) prajurit ratu yang buku ini telah mengantar khalayak pembacanya memahami menantang pendudukan Roma atas Inggris, Sappho (650 SM) tentang arti, peran dan hak kaum perempuan, yang mestinya penyair besar pada masa Yunani Kuno, Murasaki Shikibu yang sejajar dengan kaum laki-laki, tapi sampai sekarang masih terus hidup di Jepang tahun 978-1026, Ratu Elizabeth II hingga berlangsung penomorduaan peran dan praktek ketidakadilan Joan of Arc (1412-1431) pejuang Perancis yang dieksekusi terhadap perempuan.(awd). pada umur 19 tahun. Penjelasan tentang mereka dilengkapi dengan gambar sang tokoh.
Edisi: 011/Maret 2008 | 11
Profil
P P L a k pesdam N U
Pp Lakpesdam Nu (LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA) LAKPESDAM adalah salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja untuk program pemberdayaan masyarakat. Ia merupakan salah satu perangkat organisasi Nahdlatul-Ulama (NU) yang mendapat mandat untuk menyelenggarakan program kajian, penelitian, pendidikan, pelatihan, penerbitan dan pusat dokumentasi NU dalam rangka khidmat NU dan proses mewujudkan masyarakat yang sejahtera, berkeadilan dan demokratis. LAKPESDAM didirikan oleh Pengurus Besar NahdlatulUlama (PBNU) pada tanggal 7 April 1985/16 Rajab 1405 di Jakarta bertepatan dengan Harlah NU yang ke 61.
Latar belakang berdirinya LAKPESDAM:
1. Nahdlatul-Ulama adalah organisasi yang berwatak gerakan sosial kemasyarakatan yang berlandaskan nilai dan kaidah keagamaan yang oleh banyak pihak dirasakan memiliki potensi besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dan kerja nyata di bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Potensi ini ditandai dengan kenyataan besarnya pengaruh dan kepemimpinan para Ulama’/Kiai di tengah masyarakat pedesaan, baik sebagai kaum terdidik maupun sebagai pemimpin tidak formal. 2. Perlu dijaga kelangsungan khidmat NU dalam proses kemerdekaan dan pembangunan dari masa kemasa, baik melalui ribuan lembaga pendidikan formal maupun non formal dan pesantren dalam rangka mencerdaskan bangsa dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui berbagai pranata sosial yang diciptakannya. 3. Puluhan juta warga NU yang tersebar di berbagai pelosok tanah air yang memiliki ikatan kultural yang kokoh dipedesaan yang meliputi kalangan petani, nelayan, pengecer, pengusaha kecil, pengrajin, buruh dsb. Masih belum dikembangkan dan dimanfaatkan kemampuannya secara maksimal bagi pembangunan dirinya sendiri maupun bagi pembangunan masyarakat dan bangsa. 4. Usaha-usaha pengembangan potensi di atas perlu dilaksanakan lebih kreatif dan produktif serta diperluas jangkauannya secara lebih nyata. Upaya ini perlu
12 | Edisi: 011/Maret 2008
direncanakan, dipersiapkan dan diselenggarakan melalui cara sistematis dan berkonsep. Adapun Visi LAKPESDAM NU yakni: Menjadi fisilitator dan dinamisator yang amanah dalam memperkuat iklim kondusif bagi terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis, dan berkeadilan dengan berazaskan nilai-nilai Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti; Al-Adalah (Keadilan), Al-Musawah (Kesetaraan), Al-Tawasuth (Moderat), Al-Tawazun (Keseimbangan), dan Al-Tasamuh (Toleransi) Sedangkan misinya yaitu Menumbuhkembangkan Sumberdaya Manusia agar memiliki kedalaman iman, keluasan ilmu, kepekaan nurani, ketajaman nalar, keterampilan profesional, kemandirian sikap dan semangat juang menuju terciptanya masyarakat sejahtera, mandiri, berkeadilan dan berkeadaban. Tujuan lembaga ini antara lain, meningkatkan kapasitas kader dan kelembagaan, memperkuat kapasitas basis/jamaah dan mengembangkan wacana kritis keberagamaan, sosial dan budaya LAKPESDAM mempunyai beberapa program di antaranya: 1. Program Kajian Keagamaan, Sosial dan Kebudayaan 2. Program Penguatan Basis 3. Program Penguatan Kader dan Kelembagaan 4. Program Dokumentasi, Informasi, dan Penerbitan 5. Program Fundraising Pada Program Pemulihan Ekonomi, Sosial dan Budaya pasca Gempa Bantul ini, LAKPESDAM sebagai salah satu anggota Jejaring Ford Foundation yang menangani program housing (perumahan) di dusun Kedungpring, Pleret Bantul. Adapun para pengurus untuk program ini: Muhyidin, S.TP (Project Officer), Marzuki Kurdi (Field Officer), Mas’ud Fahlefi (finance Officer), A. Yani (Administrator), Subandi (Community Organizations). Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang lembaga ini silakan menghubungi: Kantor Perwakilan Yogyakarta: Ploso, Wonolelo, Pleret, Bantul Yogyakarta 55792. Telp: (0274) 6624232 // email:
[email protected] atau di kantor Pusat: Jl. H. Ramli No. 20 A RT 002/03 Menteng Dalam Tebet Jakarta 12970 Telp. (021) 8298855, 8281641 Fax. (021) 8354925 E-mail:
[email protected] Webside: www.lakpesdam.or.id