Drown.docx

  • Uploaded by: Bimo Bagoes Wicaksono
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Drown.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,626
  • Pages: 15
BAB I Pendahuluan Fraktur nasal merupakan fraktur yang paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah, sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada wajah Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga. Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganankarena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakanfraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris. Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Fraktur nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan, epistaksis, nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontgen dari arah lateral dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi lokal dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dandipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tenggelam (drowning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke dalam pernafasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Tenggelam juga didefinisikan sebagai kegagalan respirasi yang diakibatkan berada didalam air.1 Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air maka hal itu sedah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam, berdasarkan pengertian tersebut, maka peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi di laut atau sungai, tetapi juga dapat terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air. Jumlah air yang dapat memastikan jika dihirup oleh paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.

B. Etiologi dan Faktor Resiko Faktor resiko yang terkait dengan kejadian tenggelam:3 1. Umur The Global Report on Drowning(2014) menunjukkan umur merupakan faktor resiko utama yang menyebabkan tenggelam. Hubungan ini juga dikaitkan dengan kurangnya pengawasan. Secara globl, prevalensi tenggelam tertinggi pada anak dengan usia 1-4 tahun, diikuti dengan anak usia 5-9 tahun. Tenggelam juga dilaporkan merupakan 5 besar penyebab kematian pada orang berusia 1-14 tahun di 48 dari 85 negara. 2

2. Gender Laki-laki tebih beresiko untuk mengalami tenggelam ,dengan tingkat mortalitas dua kali lipat dibanding perempuan. Laki-laki juga lebih sering untuk di rawat di rumah sakit dibanding perempuan untuk kejadian yang tidak fatal. Penelitian menunjukkan kejadian tenggelam lebih sering terjadi pada laki-laki karena mulai lebih tingginya paparan dengan air dan perilaku beresiko seperti berenang sendiri, konsumsi alkohol sebelum berenang sendiri atau naik perahu 3. Akses ke air Lebih sering atau gampangnya akses ke air merupakan faktor lain yang meningkatkan kejadian tenggelam. Orang dengan perkerjaan seperti memancing atau hobi memancing, perkerjaan di perahu kecil terutama di negara dengan ekonomi rendah lebih rentan untuk terjadi tenggelam. Anak yang tempat tinggalnya dekat dengan air terbuka seperti sungai, kolam, atau saluran irigasi juga beresiko. 4. Bencana Banjir Tenggelam merupakan 75% penyebab kematian pada bencana banjir. Bencana banjir semakin sering terjadi, dan peningkatan frekuensi ini diperkirakan akan menetap. Peningkatan resiko tenggelam pada saat kebanjiran meningkat terutama dia negara ekonomi rendah sampai menengah, dimana orang lebih banyak tinggal didaerah yang rentan banjir dan kemampuan untuk memberi peringatan, evakuasi, atau melindungi masyarakat dari banjir itu masih lemah atau baru saja dikembangkan. 5. Penggunaan Transportasi Air Transportasi air terutama penggunaan untuk keseharian ke tempat kerja atau sekolah sering di perahu yang melewati kapasitas penumpang, di operasikan dengan personel yang tidak terlatih menangani kecelakaan saat berlaya. 3

6. Faktor resiko lain Ini termasuk keadaan sosioekonomik rendah, kurangnya edukasi, daerah pedesaan, anak-anak yang lepas dari pengawasan di sekitar air, konsumsi alcohol didekat air, kondisi medis seperti epilepsi dan turis yang tidak familiar dengan daerah lokal.

C. Fisiologi Hidung a. Sebagai jalan nafas Pada saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada saat ekspirasi udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi, tetapi di bagian depan aliran udara terpecah, sebagian kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring5 b. Pengatur kondisi udara Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara diperlukan untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : 1. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. 2. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang 4

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.1 c. Sebagai penyaring dan pelindung. Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia dan, palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozyme.1 d. Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.1 e. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.1 f. Indera penghidu Beberapa bagian utama hidung yang terlibat dalam fungsi penghidu adalah neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan korteks olfaktorius. Neuroepitel olfaktorius terletak dibagian atap rongga hidung dan karna itu tidak terkena aliran udara nafas secara langsung. Sel di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel pendukung yang merupakan reseptor olfaktorius. Terdapat sekitar 20 – 30 miliar sel reseptor. Pada ujung masing masing dendrit terdapat olfaktor rod dan ujungnya terdapat silia. Silia akan terproyeksi kedalam mukus hidung dan melapisi permukaan dalam rongga hidung.7

5

Odoran yang terhirup dan sampai di area olfaktorius akan mengaktifkan respon dari silia, mula mula akan menyebar secara difus ke dalam mukus, kemudian akan berikatan dengan protein reseptor yang terdapat disilia. Protein reseptor tersebut kemudian akan saling berpasangan membentuk protein-G yang merupakan kombinasi dari tiga sub unit. Ikatan ini menyababkan stimuli guanine nucleotide, yang mengaktifan enzim adenilat siklase untuk menghasilkan adenosine monofosfat. Adenosin monofosfat yang banyak ini kemudian menjadi adenosin monofosfat siklik (cAMp) dan akhirnya mengaktifkan gerbang kanal ion natrium. Ini menyebabkan mengalirnya ion natrium dan menghasilkan potensial listrik sehingga merangsang neuron olfaktorius menjalarkan potensial aksi ke saraf pusat melalui nervus olfaktorius.7

D. Epidemiologi Fraktur nasal termasuk fraktur yang sering ditemui, mengenai 40% dari total fraktur wajah.6 Insiden pada pria lebih banyak dibanding wanita, dengan kejadian 2 kali lipat terjadi pada pria. Kejadian juga meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga. Selain itu juga sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu lintas.8

E. Etiologi Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung Penyebab utama dari trauma dapat berupa:8 6



Cedera saat olahraga



Akibat perkelahian



Kecelakaan lalu lintas



Terjatuh



Masalah kelahiran



Kadang dapat iatrogenik .

F. Patofisiologi Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominutif septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa dan kebanyakan frakturnya lebih kompleks.3 Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.3 Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontais, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.3

7

G. Klasifikasi Fraktur hidung dapat dibedakan menurut:9 1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis 2. Arah datangnya trauma a. Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar b. Dari frontal : cederanya bias terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua tulang nasal bias patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks etmoid c. Dating dari arah kaudal : relative jarang

8

Dari gambar diatas, jenis fraktur nasal juga meliputi:10 a. Fraktur lateral Adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana fraktur hanya terjadi pada salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah b. Fraktur bilateral Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang nasal dengan tulang maksilaris c. Fraktur direct frontal Fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur ini pasien akan terganggu suaranya d. Fraktur comminuted 9

Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas

H. Gejala klinis Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa:11 1. Depresi atau pergeseran tulang-tulang hidung 2. Terasa lembut saat menyentuh hidung 3. Adanya pembengkakan pada hidung atau muka 4. Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye) 5. Deformitas hidung 6. Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis) 7. Saat menyentuh hidung terasa krepitasi 8. Rasa nyeri dan kesulitan bernafas dari lubang hidung Tanda- tanda dimana pasien harus ke IGD:11 1. Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung 2. Keluar cairan berwarna kuning bening dari lubang hidung 3. Cedera lain pada tubuh dan muka 4. Kehilangan kesadaran 5. Sakit kepala yang hebat 6. Muntah yang berulang 7. Penurunan indra penglihatan 8. Nyeri pada leher 9. Rasa kebas, atau lemah pada tangan

I. Diagnosis Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi 10

anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1 Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinus paranasal posisi water bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1 Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur, bilamana tidak terdeteksi dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana (saddle nose) yang berat.9 a. Anamnesis Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bias menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menila antara trauma lama dan trauma bar sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas, obstruksi hidung dan anosmia.9

b. Pemeriksaan Fisik Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap truma seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang penilaian awal harus menjamin bahwa jalan nafas pasien dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur 11

nasal sering dihubungkan dengan trauma kepala dan leher yang bisa mempengaruhi trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi hidung, epistaksis akibat robeknya membrane mukosa. Jaringan lunak hidung akan tampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung tampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.9 Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal dapat menentukan antara deviasi septum dan hematom septum, yan mengindikasikan absolut untuk drainase bedah segera. Memastikan diagnosis fraktur hidung terutama meliputi tulang ethmoid sangat penting. Fraktur tulang ethmoid basanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmentasi berat dengan tulang pyramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligament kantus medial, apparatus lakrimalis

dan

lamina

kribriformis,

yang

menyebabkan

rinore

serebrospinalis.9,12 Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulan menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang tampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal.9,12

c. Pemeriksaan Radiologi Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang diindikasikan. Karena pada kenyataanya kurang sensitive dan spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosis.9 12

J. Terapi Tujuan penanganan fraktur hidung:13 1. Mengembalikan patensi jalan nafas hidung 2. Mengembalikan penampilan 3. Menempatkan kembali septum pada garis tengah 4. Menjaga keutuhan rongga hidung 5. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi klumela, perubahan bentuk punggung hidung 6. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung Penatalaksanaan konservatif, itu berdasarkan atas gejala klinis, erubahan fungsional dan bentuk hidungm oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhan. Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Oasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriksi topical. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, katerisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetai ligase pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topical. Biasanya diletakkan selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotic diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simtomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.1 Fraktur hidung merupakan fraktur wajah yang paling sering ditemui. Jika dibiarkan, akan menybabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi.12 Setelah memastikan bahwa saluran nafas dalam kondisi baik, pernafasan optimal dan keadaan pasien cenderung stabil, baru dilakukan penatalaksanaan terhadap fraktur dan kemungkinan kontaminasi dari benda 13

asing, maka irigasi diperlukan. Debridement juga dapat dilakukan. Fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuh kan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.12

14

BAB III PENUTUP Kesimpulan Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur paling sering terjadi pada trauma yang mengakibatkan fraktur pada tulang wajah. Angka kejadiannya 40% dari seluruh kejadian. Penyebabnya dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, terjatuh, masalah kelahiran dan kadang iatrogenic. Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luat. Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik. Gejala klinis dari fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung anosmia. Adapun pemeriksaan yang ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi septum nasi, dan epistaksis. Jika diagnosis meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen dan CT scan

15

More Documents from "Bimo Bagoes Wicaksono"