REFERAT “HANGING”
Disusun untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Mengikuti Kegiatan Kepanitraan Klinik Senior dibagian Forensik
PEMBIMBING: dr. Agustinus Sitepu Sp.F
DISUSUN OLEH : Bimo Bagoes Wicaksono
101218126
Gema Mauloni
102118169
Heryana Rhuly
102117101
BAGIAN ILMU FORENSIK RSUD.DR.RM.DJOELHAM KOTA BINJAI MEDAN UNIVERSITAS BATAM 1
2019 KATA PENGANTAR
Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Hanging” tepat pada waktunya. Adapun salah satu tujuan pembuatan laporan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu ForensikRSUD. DR. R. M. Djoelham Binjai. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Binjai, 31 Januari 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN Definisi ............................................................................................................... 3 Ciri Khas Hanging ............................................................................................. 3 Mekanisme Penyebab Kematian ........................................................................ 4 Jenis-Jenis Hanging............................................................................................ 7 Tanda Post Mortem ........................................................................................... 8 Temuan Pemeriksaan Luar ................................................................................. 9 Temuan Pemeriksaan Dalam ............................................................................ 11 Efek Lanjut pada Kasus Hanging yang Masih Hidup ....................................... 11 Aspek Medikolegal .......................................................................................... 11 BAB III PENUTUP Kesimpulan ....................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bunuh diri adalah masalah utama sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan gantung diri merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di dunia yang lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya. Gantung diri atau hanging adalah suatu keadaan dimana seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terdapat pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan, tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung, tenaga tersebut berasal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat badan digunakan. WHO memperkirakan pada 2020 angka bunuh diri secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa dibandingkan 1,8 per 100.000 jiwa pada 1998. Pada 2010, WHO melaporkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.4 Berdasarkan data yang diluncurkan forensik FKUI/RSCM 2004 dalam lima tahun terakhir, terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri dan 348 perempuan bunuh diri. Dari jumlah tersebut, 41% melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri, insektisida 23%, dan overdosis mencapai 356 orang.5 Pada penelitian terhadap 65 kasus mati gantung diri di Departemen Forensik Fakultas Kedokteran Madras, Chennai, India pada periode Agustus 2008 - Juli 2009 mengenai fakor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa mati gantung diri, didapatkan 84,7% kasus 1
umur korban dibawah 40 tahun, 50,8% kasus waktu peristiwa gantung diri terjadi pukul 3 pagi sampai 12 siang, 95,5% kasus terjadi dirumah korban sendiri, 92,3% kasus korban tinggal dengan keluarganya dan 69,2% kasus korban sudah menikah. Faktor-faktor yang banyak penyebab gantung diri adalah 33,8% pernikahan yang tidak bahagia, 18,5% kasus berhubungan dengan penyakit organ dan 16,8% kasus berhubungan patah hati. Mati gantung diri atau hanging sangat akrab dalam kehidupan seharihari. Tindakan bunuh diri cara ini sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi atau apa saja yang dapat melilit dileher.6 Pengetahuan mengenai ciri, jenis, mekanisme dan identifikasi kematian, hasil temuan pemeriksaan pada korban gantung diri dan tatalaksana maupun komplikasi pada korban gantung diri yang masih hidup sangat diperlukan mengingat kasus gantung diri sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari dan tindakan ini dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Hanging (gantung) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian sehingga udara terhalang masuk ke saluran pernapasan. Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan
berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher.1 Kejadian hanging merupakan hal yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu tindakan bunuh diri. Hal ini dikarenakan dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan menggunakan tali, kain, dasi atau bahan apa saja yang dapat melilit.2 Pada peristiwa hangaing, tidak harus seluruh berat badan berada di atas lantai, sebab dengan tekanan berkekuatan 10 pon pada leher sudah cukup untuk menghentikan aliran darah di daerah itu . oleh karena itu, tindakan gantung diri dapat dilakukan dengan sebagian tubuh berada di atas lantai.3
B. Ciri Khas Hanging Ciri khas hanging adalah sebagai berikut:4 1. Biasanya bermotif bunuh diri 2. Alat penjerat berupa tali, bersimpul hidup, dan jumlah lilitan satu atau lebih 3. Tanda jeratan pada leher korban arahnya miring dan tidak kontinu 4. Tanda jeratan di antara dagu dan laring 5. Tidak ditemukan tanda-tanda perlawanan pada korban
3
6. Fraktur trakea dan laring jarang terjadi, tetapi fraktur tulang lidah sering terjadi 7. Perdarahan di saluran pernafasan sangat jarang ditemukan 8. Saliva mengalir dari salah satu sudut bibir 9. Lokasi kejadian biasanya pada tempat yang sepi dan tersembunyi 10. Kondisi di sekitar korban umumnya rapi, jika didalam ruangan biasanya dikunci dari dalam
C. Mekanisme Penyebab Kematian Hanging menyebabkan kematian dengan berapa mekanisme yang biasa berlangsung bersamaan. Pada setiap kasus hanging beberapa kondisi di bawah akan terjadi:4 1. Memicu reflex vagus 2. Vena jugularis tersumbat 3. Arteri karotis tersumbat 4. Fraktur vertebra servikal 5. Menutupnya jalan nafas Dari kondisi di atas, dapat disimpulkan penyebab kematian pada korban hanging yaitu: 1. Asfiksia 2. Iskemi otak 3. Reflex vagus 4. Kerusakan medulla oblongata Penekanan pada ganglion saraf karotis oleh tali yang melingkar pada leher korban dapat menyebabkan carotid body reflex (reflex vagus) sehingga memicu perlambatan denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia jantung sehingga terakhir korban mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme kematian ini jarang didapatkan karena untuk menimbulkan reflex 4
karotis, tekanan langsung yang kuat harus diberikan pada area khusus di mana carotid body berada. Hal ini sukar dipastikan karena reflex vagus juga dapat dimunculkan walaupun tanpa hanging.5 Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban hanging dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus hanging dengan motif bunuh diri mempunyai mekanisme seperti ini. Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari otak ke jantung untuk sirkulasi. Pada hanging sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban. Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial seara perlahan-lahan dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Tekanan yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting tetapi durasi lamanya tekanan diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan mekanisme tersebut. Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul bintik perdarahan di wajah dan mata akibat dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang lama.5,6 Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. hal ini karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh hal yang demikian, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus hanging dengan motif bunuh diri. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada jaringan lunak sekitar arteri 5
karotis akibat tekanan yang besar ini. tekanan ini menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah yang sianosis tetapi tidak ada bintik perdarahan6,7 Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada hanging
dengan mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa
terjadi pada hukuman gantung atau korban hanging yang dilepaskan dari tempat tinggi. sering terjadi fraktur atau cedera pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai “hangman fracture”. fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medula oblongata sehingga terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal karena henti nafas.5 Tertutupnya jalan nafas menyebabkan asfiksia. Kondisi ini terjadi setelah korban tidak sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya, korban mati. Gambaran klasik asfiksia adalah sebagai berikut:8 1. Kongesti pada wajah Kulit tampak kemerahan pada wajah dan kepala akibat hambatan aliran kembali vena ke jantung oleh kompresi leher 2. Edema pada wajah Pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena akibat peningkatan vena hasil obstruksi aliran kembali vena jantung 3. Sianosis pada wajah Warna biru pada kulit akibat adanya darah terdeoksigenasi dalam sistem vena yang terkongesti serta kadang-kadang turut melibatkan system arteri 4. Bintik perdarahan pada kulit wajah dan mata
6
Perdarahan halus sebesar ujung jarum lazim ditemukan di wajah dan sekitar kelopak mata selain pada konjungtiva dan sklera akibat darah bocor dari vena kecil yang mengalami peningkatan tekanan. Keadaan ini diduga akibat hipoksia dinding pembuluh darah namun belum terbukti pasti. Peteki bukan tanda diagnostic asfiksia karena dapat ditemukan pada keadaan batuk atau bersin yang terlampau keras. Hal yang terkait peteki wajah adalah peteki visceral yang disebut “tardieu spots” yang sebelumnya dianggap tanda khas asfiksia kini sudah terbukti bukan tanda terjadinya obstruksi pernafasan
D. Jenis-Jenis Hanging Hanging dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan letak tubuh ke lantai, letak jeratan, dan bentuk simpul:2 1. Berdasarkan letak tubuh ke lantai: a. Tergantung total (complete) Tubuh tergantung ditas lantai b. Setengah tergantung (partial) Bagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat badan 10-15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging hamper selamanya karena bunuh diri 2. Berdasarkan letak jeratan:2 a. Tipikal Letak simpul dibelakang leher, jeratan berjalan simetris disamping leher dan dibagian depan leher diatas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe ini b. Atipikal 7
Letak simpul bias dimana saja selain tipikal. Pada atypical hanging, bila titik hanging terdapat disamping, leher akan berada dalam
posisi
sangat
miing
(fleksi
lateral)
yang
dapat
mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat korban akan menjadi tidak sadar. c. Kasus dengan letak titik gantung di depa atau di dagu 3. Berdasarkan simpul:2 a. Simpul hidup (running noose) b. Simpul mati (satu atau lebih) Pemeriksaan jenis dan panjang bahan yang dipakai, serta jenis simpul dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebaskan lilitan dari leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong diluar simpul, karena bentuk simpul bisa membantu penentuan kemarian secara medikolegal.2
E. Tanda Post Mortem Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di leher. Kelainan pada autopsi tergantung pada apakah arteri pada leher terutup atau tidak. Bila jerat kecil dan keras maka terjadi hambatan total arteri sehingga wajah akan pucat dan tidak terdapat peteki pada kulit maupun konjungtiva. Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan pada aliran vena dari kepala ke leher sehingga akan tampak perbendungan pada daerah sebelah atas ikatan. Pada keadaan ini darah tidak terkumpul di otak, sedangkan pada kulit dan konjungtiva masih terdapat petekie yang merupakan akibat terkumpulnya darah ekstravaskuler. Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai tanda-tanda asfiksia, respiratory distress, sianosis, dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila kematian karena tekanan pembuluh darah vena 8
maka sering didapati tanda-tanda perbendungan dan perdarahan atau peteki di konjungtiva bulbi, okuli, dan di otak bahkan sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda-tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemi otak), yang menyebabkan gangguan pada respirasi dan jantung tiba-tiba berhenti dengan tanda-tanda post mortem yang minimal. Tanda-tanda diatas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapati tanda-tanda gabungan.1,4
F. Temuan Pemeriksaan Luar Temuan pemeriksaan luar pada kasus hanging antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bekas jeratan (ligature mark ) berparit, bentuk oblik seperti V terbalik, tidak kontinyu, terletak dibagian atas leher, kecoklatan, kering seperti kertas perkamen, kadang disertai luka lecet ditepi jejas akibat gesekan pada kulit leher dan perdarahan di tepi jejas.2,4 Perdarahan subkutan pada bekas tali di leher ditemukan pada pemeriksaan luar dan tanda perdarahan subkapsular di kelenjar submandibular yang berlokasi di bawah tanda bekas tali merupakan temuan padakasus hanging antemortem.9 2. Kita dapat memastikan letak simpul dengan menelusuri bekas jeratan. Simpul terletak di bagian yang tidak ada berkas jeratan, kadang didapati juga bekas tekanan simpul di kulit. Bila beban penggangtung kecil dan keras (seperti kawat) maka bekas jeratan tampak dalam, sebaliknya bisa bahan lembut dan lebar seperti selendang, maka bekas jeratan tidak begitu jelas. Bekas jeratan juga dipengaruhi oleh lamanya korban tergantung, berat badan korban (komplit atau inkomplit) dan ketatnya jeratan. Pada keadaan lain bisa didapati leher dibelit beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung dalam keadaan ini 9
didapati beberapa bekas jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap ada bagian yang tidak tersambung yang menunjukan letak simpul.2 3. Leher bisa didapati sedikit memanjang karena lama tergantung bila segera diturunkan tanda memanjang ini tidak ada. Muka pucat atau bisa bengkak, bintik, perdarahan tardeou’s spot tidak begitu jelas, konjungtiva bulbi dan palpebral lidah terjulur dan sianosis, kadang ada tetesan urin, feses dan sperma.2 4. Distribusi lebam mayat mengarah kebawah yaitu pada kaki, tangan, dan genitalia eksterna. Bila korban lama tergantung, dibagian atas jeratan warna kulit lebih gelap karena adanya lebam mayat. Bila segera diturunkan lebam mayat bisa didapati dibagian depan atau belakang tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan. Pada korban wanita, labium membesar dan terdapat lebam sedangkan pada laki-laki hal ini terjadi pada skrotum, penis dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat terkumpulnya darah sedangkan semen keluar karena relaksasi otot sfingter post mortal.2,4 5. Hambatan pada sirkulasi vena ketika sirkulasi arteri bertahan, menyebabkan
hipertensi
lokal dan ruptur kapiler subsekuen.
mekanisme ini mengarah kepada pembentukan petekie (Tardieu’s spot) yang merupakan temuan penting pada mati lemas.9 Adanya petekie disebabkan oleh gangguan aliran keluar vena intrakranial sedangkan aliran arteri ke kepala terus berlangsung. di lain pihak, peteki timbul akibat peningkatan tekanan vena yang dikombinasikan dengan jejas hipoksik pada sel-sel endothelial yang disebabkan statis vena dan jaringan yang asidosis. Keluarnya saliva merupakan tanda pasti pada kasus hanging antemortem.10
10
G. Temuan Pemeriksaan Dalam Jaringan bawah kulit dan jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, saluran pernafasan congested, demikian juga paru-paru dan organ dalam lainnya. Terdapat Tardeou’s spot di permukaan paru-paru, jantung dan otak. Darah berwarna gelap yang lain jarang. Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line) pada tunika intima dari arteri karotis interna.2
H. Efek Lanjut pada Kasus Hanging yang Masih Hidup Efek lanjut pada kasus hanging yang masih hidup antara lain sebagai berikut:4 1. Perdarahan peteki akan menetap selama beberapa hari 2. Jejas jerat akan membengkak dan terbentuk kulit keras pada epidermis yang telah terkikis 3. Luka pada laring akan menimbulkan kesulitan menelan karena nyeri dan suara serak selama beberapa hari sampai beberapa minggu 4. Hipoksia serebral yang menimbulkan koma dapat bersifat menetap (irreversible), jika sembuh akan meninggalkan gejala sisa seperti scoliosis, kelainan neurologic, dan lain-lain.
I. Aspek Medikolegal Pada kasus kematian karena hanging harus dilakukan penyelidikan yang teliti sebab hanging dapat terjadi karena: 1. Bunuh diri Kejadian ini yang paling banyak dijumpai 2. Pembunuhan Biasanya sebelum digantung dibunuh lebih dahulu dengan cara lain 3. Kecelakaan 11
Contohnya yaitu pada waktu jatuh dari pohon, bagian belakang bajunya tersangkut dahan atau pada waktu terjun paying, lehernya terlilit parasut Biasanya perbuatan bunuh diri dilakukan sama banyaknya oleh kedua jenis kelamin dan sepertinya tidak tergantung umur, artinya dilakukan dari remaja sampai orang tua. Pemeriksaan TKP penting untuk menjelaskan bila ada luka di tubuh korban. Bila tergantung dekat dinding mungkin ada tonjolan yang dapat melukai korban menjelang kematian.2 Pembunuhan dengan cara hanging jarang terjadi kecuali orang tidak berdaya atau dilemahkan terlebih dahulu dengan kekerasan ata racun. Tidak jarang korban yang telah mati, kemudian digantung untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Bila demikian dokter perlu mencari dan memastikan sebab kematian korban. Ini merupakan bagian penting dari pemeriksaan dokter untuk mengarahkan adanya unsur pembunuhan.2 Kecelakaan karena mati gantung sangat jarang, biasanya berhubungan dengan pekerjaan yang sering menggunakan tali atau pada anak-anak. Bisa terjadi accidental hanging yang berhubungan dengan sexual asphyxia, di mana korban secara masochistik sengaja membuat partial asfiksia untuk mencapai derajat orgasme lebih tinggi. Dengan menyetel tali yang dapat menjerat leher lebih kencang maka ia dapat mencapai orgasme dan setelah itu tali dilonggarkan kembali tetapi perbuatan melonggarkan ikatan ini kadangkadang tidak sempat dilakukan karena korban kehilangan kesadaran akibat asfiksia dan akhirnya mati. Dalam hal ini, di dekat korban sering di dapati gambar-gambar yang berbau pornografi, korban telanjang arau pakai baju wanita dan ada ejakulat.2 Untuk menentukan cara kematian tersebut cara kematian tersebut perlu dilakukan pemeriksaan di tempat kejadian. Tujuan pertamanya ialah untuk mengetahui apakah korban sudah mati atau belum. Jika ada dugaan belum 12
mati maka hendaknya korban segera diturunkan untuk kemudian dilakukan upaya penyelamatan. Tujuan keduanya ialah untuk mengumpulkan fakta-fakta guna dipakai sebagai dasar membuat kesimpulan tentang cara kematian tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan di tempat kejadian ialah:2 1. Keadaan lokasi Perlu dilihat ada tidaknya benda-benda penumpu, misalnya kursi atau meja. 2. Posisi korban Perlu dipikirkan kemungkinannya korban dapat melakukan gantung diri dengan posisi seperti yang ditemukan. 3. Keadaan tali Perlu dipikirkan adanya kemungkinan yang bersangkutan melakukan gantung diri dengan kondisi tali serta simpul seperti yang ditemukan. Jika simpulnya simpul hidup, mungkinkah kepalanya dapat melewati lingkaran tali jika seandainya tali dilonggarkan secara maksimal. Bila menggunakan simpul mati, mungkinkah lingkaran jerat dapat dilewati kepala. 4. Keadaan Korban Perlu diteliti apakah distribusi lebam mayat sesuai.kondisi lidah (menjulur atau tidak), perlu dikaitkan dengan posisi jeratan di leher. Mengenai keluarnya sperma, urine. Dan feces tidak dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa cara kematian yang bersangkutan disebabkan karena bunuh diri. Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk memperkirakan cara kematian memberikan gambaran sebagai berikut.4
13
Perkiraan cara kematian berdasarkan pemeriksaan di TKP Pembunuhan
Bunuh Diri
Alat Penjerat: Simpul
Biasanya Simpul Mati
Simpul hidup
Jumlah lilitan
Hanya satu
Satu atau lebih
Arah
Mendatar
Serong ke atas
Jarak Titik Tumpu- Dekat
Jauh
Simpul Korban: Jejas Jerat
Berjalan mendatar
Meninggi ke arah simpul
Luka Perlawanan
Ada
Tidak ada
Luka-luka lain
Ada, sering di daerah Biasanya leher
tidak
ada,
mungkin terdapat luka percobaan lain
Jarak dari lantai
Jauh
Dekat,
dapat
tidak
tergantung TKP: Lokasi
Bervariasi
Tersembunyi
Kondisi
Tidak teratur
Teratur
Pakaian
Tak teratur, robek
Rapi dan baik
Alat:
Dari si pembunuh
Berasal dari yang ada di TKP
Surat Peninggalan:
Tidak ada
Ruangan:
Tak
Ada
teratur,
dari luar
14
terkunci
Perbedaan hanging dengan strangulasi No
Observasi
Mati Gantung
Penjeratan
1
Motif
Bunuh Diri
Pembunuhan
2
Tanda Asfiksia
Kurang jelas
Jelas
3
Tanda Jeratan di Miring, tidak Kontiniu
Horizontal dan kontiniu
Leher 4
Letak Jeratan
Antara dagu dan laring
5
Bekas Tali
Keras, kering, coklat Lunak dan kemerahan tua
seperti
Di bawah tiroid
kulit
disamak 6
Lecet Setentang tali
Jarang dijumpai
Umumnya ada
7
Tanda Perlawanan
Tidak ada
Sering ada
8
Fraktur laring dan Jarang
Sering
trachea 9
Fraktur os hyoid
Sering
10
Dislokasi vertebra
Ada
Jarang pada
juridicial Jarang
hanging 11
Perdarahan
pada Sangat jarang
Ada, bersama buih dari
saluran pernapasan 12
Air ludah
mulut dan hidung Mengalir
dari
salah Tidak ada
satu sisi sudut mulut 13
Tardieu’s Spot
Jarang
Sering
14
Muka
Pucat
Sianosis dan kongesti
15
BAB III KESIMPULAN
Hanging (gantung) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian sehingga udara terhalang masuk ke saluran pernapasan. Kematian pada korban hanging dapat disebabkan karena asfiksia, iskemi otak, refleks vagus, ataupun kerusakan medulla oblongata. Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di leher. Diagnosis kematian pada kasus hanging dapat ditegakkan melalui pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bekas jeratan, simpul yang terletak di bagian yang tidak ada bekas jeratan, leher yang sedikit memanjang, distribusi lebam mayat yang mengarah ke bawah, dan adanya Tardeu’s spot. Pada pemeriksaan dalam, jaringan bawah kulit dan otot pada bekas jeratan didapati hematom, saluran pernafasan, paru-paru, dan organ lainnya congested dan terdapat Tardeu’s spot, darah berwarna gelap dan encer, patah tulang lidah (Os hyoid), dan adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line) pada tunika intima dari arteri karotis interna Perbedaan hanging dan strangulasi dapat dilihat dari motif, tanda asfiksia, tanda jeratan di leher, letak jeratan, bekas tali, lecet setentang tali, tanda perlawanan, fraktur laring, trakea, os hyoid, dislokasi vertebrata, perdarahan pada saluran pernafasan, air ludah, Tradeu’s spot, dan kulit muka. Efek lanjut pada kasus hanging yang masih hidup adalah terdapat perdarahan petekie yang menetap selama beberapa hari, jejas jerat membengkak dan terbentuk kulit keras, luka pada laring, dan hipoksia serebral yang dapat menimbulkan koma yang bersifat menetap (irreversible) sehingga dapat menimbulkan gejala sisa seperti psikosis, kelainan neurologik, dan lain16
lain. Pada kasus kematian karena hanging harus dilakukan penyelidikan yang teliti sebab hanging dapat terjadi karena bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan.
17
DAFTAR PUSTAKA 1. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara 2. Amir, A. 2014. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 3. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro 4. Budiyanto A, Widiatmakan W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun’im, Sidhi. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 5. Hawley D. 2016. Death by Strangulation 6. Skhrum J. Michael MD, Ramsay A. David, MB, ChB. 2007. Forensic Pathology of Trauma, Common Problems for the Pathologist. Tontowa, New Jersey 7. Emoehazy, William S. 2018. Hanging Injuries and Strangulation 8. Sheperd R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine. Blackwell Publishing: London 9. Arslan, Murat Nihat. 2013. Possible Death Mechanism other thatn Respiratory Asphyxia in a Suicidal Hanging Case. Romanian Journal Legal Medicine 10. Shaikh, Mohammed Musaib M. 2013. Journal Indian Acad Forensic Medicine
1