Dokumen (5)

  • Uploaded by: jihan dsyah
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dokumen (5) as PDF for free.

More details

  • Words: 1,843
  • Pages: 6
Sejarah Suku jawa 1. Babad Tanah Jawa Sejarah Masyarakat jawa menurut Babad Tanah Jawa yaitu berasal dari kerajaan Kling. Pada masa itu kerajaan Kling sedang berada dalam situasi yang kacau akibat dari perebutan kekuasaan. Kemudian salah satu pangeran Kling yang tersisih pergi meninggalkan kerajaan tersebut bersama dengan para pengikutnya yang setia. Pangeran Kling mengembara hingga ia menemukan sebuah pulau terpencil yang belum berpenghuni. Mereka bahu-membahu membangun pemukiman, dan akhirnya mereka juga mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Javacekwara. Keturunan pangeran inilah yang dianggap sebagai nenek moyang suku jawa menurut Babad Tanah Jawa. 2. Surat Kuno Keraton Malang Menurut surat kuno ini menyebutkan bahwa asal-usul penduduk jawa berasal dari kerajaan Turki pada tahun 450 SM. Sang Raja mengirim rakyatnya untuk mengembara dan membangun daerah kekuasaan mereka yang belum dihuni. Migrasi ini dilakukan secara bergelombang selama beberapa waktu. Akhirnya utusan raja tersebut sampai di sebuah tanah yang subur, banyak ditemukan aneka bahan pangan. Tidak sulit untuk beradaptasi dan membangun pemukiman di sana. Semakin lama semakin banyak gelombang migrasi yang datang. Pulau asing tersebut akhirnya diberi nama tanah jawi oleh orang-orang yang datang, karena disana banyak ditemukan tanaman jawi. 3. Tulisan kuno india Berdasarkan tulisan kuno india menyebutkan bahwa pada jaman dulu beberapa pulau di kepulauan Nusantara menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pada suatu waktu terjadilah musibah sehingga menyebabkan meningkatnya permukaan air laut. Beberapa daratan terendam air hingga akhirnya memisahkan pulau—pulau tersebut dari daratan utama. Tulisan kuno tersebut juga menyebutkan seorang pengembara yang bernama Aji Saka. Ia mengembara ke beberapa penjuru dan akhirnya menemukan pulau Jawa. Menurut tulisan kuno ini, Aji Saka adalah orang pertama yang menginjakkan kaki di bumi Jawa. Ia dan pengikutnya dianggap sebagai nenek moyang suku jawa saat ini. 4. Pendapat Arkeolog Menurut ahli arkeologi asal-usul penduduk jawa tak terlepas dari asal-usul orang Indonesia itu sendiri. Para arkeolog yakin bahwa nenek moyang suku jawa berasal dari penduduk pribumi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya fosil manusia purba Pithecanthropus Erectus dan juga Homo Erectus. Eugene Dubois yang merupakan seorang ahli anatomi yang berasal dari Belanda menemukan sebuah fosil Homo erectus. Penemuan tersebut bertempat di Trinil pada tahun 1891. Fosil Homo erectus tersebut lebih dikenal dengan sebutan manusia Jawa. Kemudian dilakukan perbandingan antara DNA pada fosil manusia kuno tersebut dengan suku jawa pada masa kini. Hasil yang didapat cukup menarik, bahwa DNA tersebut tidak memiliki

perbedaan yang jauh satu sama lain. Hal tersebut akhirnya dipercayai oleh beberapa ahli arkeologi sebagai teori asal-usul keberadaan suku jawa. 5. Pendapat Sejarawan Para sejarawan memiliki pendapat berbeda mengenai asal-usul suku jawa. Von Hein Geldern menyebutkan bahwa telah terjadi migrasi penduduk dari daerah Tiongkok bagian selatan atau yang biasa disebut Yunan di kepulauan Nusantara. Migrasi ini terjadi dimulai dari jaman neolitikum 2000 SM sampai jaman perunggu 500 SM secara besar-besaran dan bertahap menggunakan perahu cadik. Menurut Dr.H.Kern yang mengungkapkan penelitiannya pada tahun 1899, menyebutkan bahwa bahasa daerah di Indonesia mirip satu sama lain. Kemudian ia menarik kesimpulan jika bahasa tersebut berasal dari akar rumpun yang sama yaitu rumpun Austronesia. Hal inilah yang menguatkan Geldern tentang teorinya mengenai asal-usul suku jawa dan bangsa Indonesia.

Kebudayaan suku jawa 1. Wayang Kulit Wayang Kulit merupakan salah satu kebudayaan suku jawa yang dipercaya telah dikembangkan oleh wali Songo. Wali Songo merupakan tokoh-tokoh yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang menggunakan beberapa alat, seperti wayang, batang pisang untuk menancapkan, kain putih dan lampu sorot. Permainan wayang dilakukan selama semalam suntuk. Pertunjukan ini disertai dengan musik gamelan khas jawa dan juga penyanyi sinden. Cerita wayang itu sendiri berkisah mengenai pelajaran dalam kehidupan. Misalnya Mahabrata dan Ramayana yang telah dimodifikasi sesuai dengan kultur Jawa. 2. Senjata Tradisional Senjata khas yang digunakan oleh orang Jawa berupa keris. Keris merupakan pusaka yang sangat penting yang juga dipercaya memiliki kesaktian. Keris dibuat oleh para Mpu yang ditempa serta diberi mantra-mantra. Salah satu keris yang melegenda ialah keris Mpu Gandring dalam cerita Ken Arok. 3. Seni Musik Suku Jawa memiliki musik tradisional yang dihasilkan oleh gamelan. Gamelan digunakan oleh wali songo pada zaman dahulu untuk menyebarkan agama islam. Gamelan merupakan gabungan dari beberapa alat musik seperti kendang, gong, kenong, bonang, kempul, gambang, slenthem dan lain-lain. 4. Seni Tari Tari tradisional Jawa amat beragam. Tari-tarian ini ada yang berupa gerakan lemah gemulai, dan ada juga yang memiliki gerakan yang tangkas. Biasanya tari-tarian Jawa tak terlepas dari unsur magis. Beberapa tarian Jawa itu seperti sintren, bedhaya, kuda lumping, reog dan lainnya. Tari-tarian ini biasa diiringi musik gamelan dan seruling.

5. Bahasa Dan Aksara Masyarakat Jawa biasa menggunakan bahasa jawa dalam percakapan sehari-hari. Bahasa jawa sendiri mempunyai beberapa tingkatan tergantung dari dengan siapa percakapan itu berlangsung. Tingkatan tersebut yaitu “ ngoko” yang merupakan bahasa sedikit kasar yang digunakan kepada seseorang yang tingkatannya berada dibawah, kemudian “krama madya” yaitu bahasa jawa yang digunakan kepada orang yang sederajat, dan “krama inggil” yaitu bahasa yang digunakan kepada orang yang lebih tua atau dihormati. Aksara Jawa memiliki 20 buah huruf yaitu ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja,ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Artinya adalah ada dua utusan yang setia saling bertarung sama-sama saktinya dan sama-sama matinya. 6. Falsafah Hidup Falsafah yang dianut orang Jawa merupakan pedoman hidup bagi masyarakat. Beberapa diantaranya yaitu “urip iku urup” hidup itu harus bermanfaat, “mangan ora mangan sing penting kumpul” kebersamaan merupakan hal penting dan lain-lain. 7. Budaya Kejawen Merupakan suatu budaya yang sangat melekat dalam masyarakat jawa. Ajaran ini merupakan gabungan dari adat istiadat, budaya, pandangan sosial dan filosofis orang Jawa. Ajaran kejawen hampir mirip seperti agama yang mengajarkan spiritualitas masyarakat Jawa kepada Penciptanya. Demikianlah berbagai macam teori yang disebutkan mengenai asal-usul suku jawa. Tak dapat dipungkiri bahwa suku jawa memang memiliki sejarah yang panjang serta kebudayaan yang mengagumkan. Sebagai bangsa Indonesia hendaklah kita untuk mengetahui dari sejarah yang membentuk diri kita saat ini

Budi pekerti orang jawa

Untuk memahami aktualisasi etika Jawa dalam ajaran budi luhur ke dalam pekerti masa kini, digunakan konsep Geertz (1973:129-130) bahwa budi luhur dapat diposisikan berada pada tataran ”ought” (yang seharusnya) dan budi pekerti pada tataran ”is” (yang nyata ada). Adapun etika adalah seperangkat norma yang membingkai pekerti. Dalam kehidupan orang Jawa, antara budi luhur sebagai world view, budi pekerti sebagai ethos, dan etika sebagai norma hidup, seharusnya harmoni sampai tataran ”cocog.” Namun, menurut Turner (dikutip Morris, 2003:328) antara gagasan abstrak dan budi pekerti serta etika sebagai praksis belum tentu harmoni, sebab sering terjadi aksi sosial, spontanitas pekerti, dan idiosinkrasi (kelainan yang khas pada seseorang). Bahkan, tidak jarang pula yang menampilkan pekerti simbolik dalam hidupnya sehingga maknanya memerlukan penafsiran yang akurat. Contoh : Nasihat orang tua kepada anak

Kata-kata ora ilok/ora elok sangat kental dengan nasihat orang tua kepada anaknya atau yang lebih muda, seolah-olah kalau kita kerjakan sudah setengah dosa atau dalam tahap kualat. Bahkan, kalau orang itu telanjur melanggar harus di ruwat. Kalau sekarang banyak ditemui berupa slametan. Mungkin, di antara kita pernah mendengar kalimat “ora ilok” (tidak pantas). Kalimat itu sering terucap dari orang tua saat kita melakukan sesuatu yang mereka anggap itu tidak pantas, misalnya: makan di depan pintu, menyapu di malam hari dapat kehilangan rezeki, potong kuku di malam hari dapat kehilangan rezeki, tidur di depan pintu akan didatangi hantu, anak kecil tidak boleh keluar setelah jam enam sore, dan lain lain. Pada dasarnya, ora ilok adalah nasihat orang tua kepada anaknya. Namun, nasihat tersebut merupakan nasihat yang tersamarkan atau dirahasiakan supaya anak-anak yang diberi nasihat dapat menaatinya. Nasihat itu tidak disampaikan terus terang, tetapi disembunyikan dan diganti dengan nasihat yang lebih berifat ancaman atau hal yang menakutkan. Meskipun demikian, nasihat-nasihat itu memiliki makna positif jika kita telaah lebih mendalam. 1. Aja lungguh ing ngarep lawang, mundhak wong sing nglamar mbalik. ‘Jangan duduk di depan pintu agar orang yang ingin melamar tidak pergi’. Nasihat ini mengandung ancaman atau hal yang menakutkan agar dipatuhi. Kenyataan sebenarnya adalah orang yang duduk di depan pintu itu selain menghalangi orang lain untuk masuk, tetapi juga menyebabkan sakit karena tiupan angin yang masuk dari pintu. 2. Aja lungguh ing dhuwur bantal, mundhal wudunen. ‘jangan duduk di atas bantal, menyebabkan bisulan’. Orang yang duduk di atas bantal, selain tidak sopan, membuat bantal yang diduduki itu kotor. 3. Aja ngidoni sumur, mundhal lambe suwing. ‘Jangan membuang ludah ke dalam perigi, dapat membuat bibir sumbing’. Kenyataannya adalah ludah yang jatuh ke dalam perigi akan menyebabkan kualitas perigi menjadi tidak bagus. Terlebih lagi, jika orang yang membuang ludah itu mempunyai penyakit menular melalui air ludah maka akan menularkan penyakit pula. 4. Aja ngelungguhi sapu, mundhak dicakot lintah. ‘Jangan duduk di atas sapu, dapat digigit lintah’. Kenyataannya adalah sapu merupakan alat untuk membersihkan sampah. Jadi, sudah dipastikan sapu itu kotor. 5. Aja mangan ing ngarep omah. ‘Tidak boleh makan di depan pintu’. Pada zaman dahulu makanan sangat langka dan mahal. Mereka tidak ingin makanan itu tumpah karena saat anaknya makan terus tersenggol orang yang lewat. Selain itu, mereka juga menghormati tetangga/orang lain yang lewat karena makanan dapat

Perekonomian orang jawa Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada sektor pertanian dan perkebunan, khususnya dari bercocok tanam di areal persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti Tarumanagara, Mataram, dan Majapahit, sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai lumbung padi dan menjadi pengekspor beras sejak zaman dahulu. Secara tidak langsung tanah jawa yang subur menjadi kontribusi terhadap pertumbuhan penduduk pulau ini. Perdagangan dengan negara-negara di Asia lainnya seperti India dan Tiongkok sudah terjadi pada awal abad ke-4, terbukti dengan ditemukannya beberapa peninggalan sejarah berupa keramik Tiongkok dari periode tersebut. Selain itu Jawa juga terlibat aktif dalam perdagangan domestik misalnya perdagangan rempahrempah Maluku yang sudah dirintis semenjak era Majapahit hingga era Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Perusahaan dagang tersebut mendirikan pusat administrasinya

di Batavia pada abad ke-17, yang kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-18. Selama masa penjajahan, Belanda memperkenalkan budidaya berbagai tanaman komersial seperti tebu, kopi, karet, teh, kina, dan lain-lain. Di beberapa wilayah Jawa dibuka lahan perkebunan dalam skala besar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Beberapa komoditi berhasil dikembangkan di Jawa salah satunya adalah Kopi. Kopi Jawa bahkan mendapatkan popularitas global di awal ke-19 dan abad ke-20, sehingga nama Java telah menjadi sinonim untuk kopi. Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia Belanda hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di awal abad ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung, sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon menjaga warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang Pantai utara Jawa, terutama disekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Gresik, dan Sidoarjo. Jaringan jalan tol dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan Soeharto hingga sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di berbagai kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional.

Daftar pustaka 1. https://www.romadecade.org/suku-jawa/ 2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jawa 3. https://www.google.com/amp/s/satwikobudiono.wordpress.com/2012/09/19/budiluhur-budi-pekerti-dan-etika-dalam-budaya-jawa/amp/

Related Documents

Dokumen (5)
August 2019 43
Dokumen (5).docx
May 2020 13
Dokumen (5).docx
December 2019 43
Dokumen (5).docx
April 2020 23
Dokumen (5).docx
October 2019 30
Seri-dokumen-kunci-5
April 2020 7

More Documents from ""