Doc-20190218-wa0026.docx

  • Uploaded by: Baiq Rista Ananta Pratiwi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190218-wa0026.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,468
  • Pages: 30
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI (BPH)

OLEH KELOMPOK 4 : 1. BAIQ RISTA ANANTA PRATIWI

(P07120317004)

2. HERU WIDYATMA

(P07120317010)

3. LONA LISTIANA

(P07120317016)

4. NI KOMANG SURTI ANGGRENI

(P07120317023)

5. RIA ELVIANA SUKMA DEWI

(P07120317029)

6. YULIA TRI KRESNAWATI

(P07120317035)

(TINGKAT 2 A / SEMESTER IV)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM TAHUN AKADEMIK 2019/2020

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang tepat pada waktunya yang berjudul “MAKALAH

ASUHAN

KEPERAWATAN

BENIGNA

PROSTAT

HIPERPLASI (BPH)” Makalah ini disusun untuk menjelaskan konsep askep BPH dalam Keperawatan agar dapat diterapkan dalam praktek keperawatan, serta diajukan demi memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medical Bedah II. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Mataram, 18 Februari 2019

TimPenyusun, Kelompok 4

1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...............................................................................

1

DAFTAR ISI..............................................................................................

2

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

3

A. Latar Belakang ......................................................................................

3

B. Rumusan Masalah .................................................................................

3

C. Tujuan ...................................................................................................

4

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

5

A. KONSEP PENYAKIT..........................................................................

5

1.

Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) ..............................

5

2.

Etiologi Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) ..................................

6

3.

Patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)...........................

7

4.

Pathway Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) .................................

8

5.

Klasifikasi Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) ..............................

9

6.

Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)..................

9

7.

Pemeriksaan Fisik Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)..................

10

8.

Pemeriksaan penunjang Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) .........

11

9.

Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH).....................

11

10. Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) ............................

13

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................

14

BAB III PENUTUP....................................................................................

28

A. Kesimpulan ...........................................................................................

28

B. Saran......................................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

29

2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BPH merupakan penyakit degeneratif yang lebih sering terjadi pada orang dengan usia lebih lanjut. Pada usia yang lanjut masalah yang mungkin muncul pada kasus BPH akan lebih komplek karena psikologis yang menurun, ketahanan tubuh yang menurun. Setiap pasien yang masuk rumah sakit pastilah mempunyai masalah, dan mereka berharap besar bahwa masalahnya akan segera terselesaikan. Akan lebih baik apabila kita tidak hanya berprioritas menyelesaikan masalaahnya saja tetapi juga menyiapkan pasien agar mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah sakit. Agar hal tersebut bisa dicapai maka pasien BPH memerlukan perawatan yang komprehensif dan profesional. Agar pasien merasa terlindungi dan terjaga dari masalah yang muncul akibat penyakitnya

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 2. Bagaimana etiologi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 3. Bagaimana patofisiologi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 4. Bagaimana pathway pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 5. Apa saja klasifikasi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 6. Bagaimana manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 7. Bagaimana pemeriksaan fisik pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 8. Bagaimana pemeriksaan penunjuang pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)? 9. Bagaimana penatalaksanaan pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)?

3

10. Apa saja komplikasi pada Benigna pada Prostat Hiperplasi (BPH)? 11. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 4. Untuk mengetahui bagaimana pathway pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 5. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 6. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 8. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjuang pada Benigna Prostat Hiperplas (BPH) 9. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) 10. Untuk mengetahui apa saja komplikasi pada Benigna pada Prostat Hiperplasi (BPH) 11. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)

4

BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Hipertrofi prostat adalah perbesaran kelenjar prostat yang membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine,

dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter.

Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya keterlibatan hormonal. Kondisi ini yang umum terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (Pierce & Neil, 2006). BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan dimana terjadi pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat; pertumbuhan tersebut di mulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa dan pembesaran bagian periuretral akan menyebakan obstruksi leher kandung kemih dan urertra pars prostatika yang mengakibatkankan berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih (Price & Wilson, 2006) BPH merupakan pertumbuhan berlebihan dari prostat yang bersifat jinak dan bukan kanker, dimana yang umumnya diderita oleh kebanyakan pria pada waktu meningkatnya usia sehingga dinamakan penyakit orang tua. Perbesaran dari kelenjar ini lambat laun akan mengakibatkan penekanan pada saluran urin sehingga menyulitkan berkemih (Rahardja, 2010). Jadi, dapat disimpulkan bahwa BPH merupakan keadaan dimana terjadi pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih dan menyumbat aliran urine keluar. Kondisi ini umumnya terkait dengan proses penuaan dan terjadi pada pria di atas usia 50 tahun.

5

2. Etiologi Menurut Pakasi (2009) penyebab pasti BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : a. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron. Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. b. Interaksi stroma – epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. c. Peningkatan Dehidrotestosteron (DHT) Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim

5α-reduktase

diperkirakan

sebagai

mediator

utama

pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHTReseptor

kompleks.

Kemudian

masuk

ke

inti

sel

dan

mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel (Hardjowidjoto, 2000).

6

d. Apoptosis Kematian sel berakibat terjadinya kondensasi dan fragmentasi sel. Sel yang telah mati tersebut akan difagositosis sel sekitarnya dan didegradasi

oleh

enzim

lisosom.

Hal

ini,

menyebabkan

pertambahan massa prostat.

3. Patofisiologi Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit hormone testosterone yang merupakan mediator pokok pertumbuhan kelenjar prostat. Hormone ini disintesis di dalam kelenjar prostat dari hormone testosterone yang beredar dalam darah, dimana proses tersebut terjadi melalui kerja enzim 5α-reduktase, tipe 2. Walaupun DHT terlihat sebagai factor trofik utama yang memediasi hyperplasia kelenjar prostat, hormone estrogen juga ikut terlibat. Interaksi stroma-epitel yang dimediasi oleh factor-faktor pertumbuhan peptide juga memberikan kontribusinya. Gejala klinis obstruksi traktus urinarius inferior terjadi karena kontraksi kelenjar prostat yang dimediasi oleh otot polos pada kelenjar tersebut. Tegangan otot polos kelenjar prostat dimediasi oleh adenoreseptor α1 yang hanya terdapat di dalam stroma kelenjar prostat (Mitchell et al, 2008). Secara makroskopik, pembesaran kelenjar terjadi karena adanya nodul-nodul dengan ukuran bervariasi dalam zona transisi (daerah periuretral) (Mitchell et al, 2008). Hiperplasia prostatika adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Prostat tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian peri uretral akan menyebabkan obstruksi leher vesika urinaria dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran urine dari vesika urinaria. Penyebab BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar

7

esterogen

serum

meningkat.

Terdapat

teori

bahwa

rasio

esterogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat (Price and Wilson, 2005).

4. Pathway

8

5. Klasifikasi Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat & De Jong, 2005) : a. Derajat 1 Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml. b. Derajat 2 Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. c. Derajat 3 Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. d. Derajat 4 Apabila sudah terjadi retensi urine total.

6. Manifestasi Klinis Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine menurun, dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (keadaan dimana urine terus menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih), dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urine kronis dan volume residu yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Smeltzer, 2001). Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia,

9

urgensi (kebelet), urgensi

dengan inkontinensia, tersendat-sendat,

mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak puas saat berkemih, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar (Price and Wilson, 2005).

7. Pemeriksaan Fisik a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok – septik. b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : a) Derajat I = beratnya  20 gram. b) Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram. c) Derajat III = beratnya  40 gram. (Price and Wilson, 2005).

10

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Uji laboratorium yang dilakukan mencakup pemeriksaan: 1) Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (SC) untuk menyingkirkan gagal ginjal 2) Urinalisis dan biakan urine untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih b. Pielografi intravena (IVP) atau US biasanya tidak dilakukan pada pria dengan hasil normal pada pemeriksaan laboratorium sederhana. Pemeriksaan ini dicadangkan untuk pasien dengan hematuria atau dicurigai mengidap hidronefrosis. c. Urodinamik dengan uroflowmetry dan sistometri dapat menilai makna BPH. Pada pemeriksaan ini, pasien berkemih dan berbagai pengukuran dilakukan. Pada uroflowmetry, pasien berkemih minimal 150 mL, kemudian laju maksimal aliran urin dicatat. d. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk

residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. e. Sistouretroskopi biasanya dicadangkan untuk pasien yang mengalami hematuria dengan sebab yang belum diketahui setelah dilakukan IVP atau US atau praoperasi telah dilakuan untuk pasien yang memerlukan TURP. f. Skor gejala, perkiraan volume prostat, dan pengukuran antigen spesifik-prostat dalam serum dapat membantu memperkirakan perkembangan BPH. (McPhee &Ganong, 2010)

9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan BPH secara umum menurut Grace and Borley (2007) adalah: a. Medikamentosa, seperti mengubah asupan cairan oral; kurangi konsumsi kafein; menggunakan Bloker α- adrenergic (misalnya

11

fenoksibenzamin, prazosin); antiandrogen yang bekerja selektif pada tingkat seluler prostat (misalnya finasteride); kateterisasi intermiten jika terdapat kegagalan otot detrusor; dan dilatasi balon dan stenting pada prostat (pada pasien yang tidak siap operasi). b. Pembedahan Indikasi pembedahan pada BPH adalah : 1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut. 2) Klien dengan residual urin  100 ml. 3) Terapi medikamentosa tidak berhasil. 4) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif Pembedahan dapat dilakukan dengan : 1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat ) 2) Retropubic atau Extravesical Prostatectomy 3) Perianal Prostatectomy 4) Suprapubic atau Tranvesical Prostatectomy Menurut Sjamsuhidjat (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis, yaitu: 1) Stadium I, biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi

proses

hiperplasi

prostat.

Sedikitpun

kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. 2) Stadium II, merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra) 3) Stadium III, reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan

12

terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal. 4) Stadium IV, yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

10. Komplikasi Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah : 1) Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi 2) Infeksi saluran kemih 3) Involusi kontraksi kandung kemih 4) Refluk kandung kemih 5) Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat 6) Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi 7) Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis. 8) Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus mengedan.

13

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan rektum dengan jari tangan dapat mengungkapkan pembesaran fokal atau difus prostat 2) Pemeriksaan

abdomen

bawah

(simpisis

pubis)

dapat

memperlihatkan pembesaran kandung kemih (McPhee & Ganong, 2010) 3) Abdomen:

Defisiensi

nutrisi,

edema,

pruritus,

echymosis

menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama. 4) Kandung kemih a. Inspeksi : penonjolan pada daerah supra pubik menunjukan adanya retensi urine b. Palpasi : akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil yang menunjukan adanya retensi urine c. Perkusi : suara redup menunjukan adanya residual urine. 5) Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis. 6) Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) dilakukan dengan posisi

knee

chest

kosong/dikosongkan.

dengan Tujuannya

syarat adalah

vesika untuk

urinaria

menentukan

konsistensi prostat dan besar prostat. b. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon 1) Pola persepsi dan Manajemen kesehatan Biasanya kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua, dan pasien biasanya tidak memperdulikan hal ini, karena sering mengatakan bahwa sakit yang diderita nya pengaruh umur yang sudah tua. Perawat perlu mengkaji apakah klien mengetahui penyakit apa yang dideritanya? Dan apa penyebab sakitnya saat ini?

14

2) Pola nutrisi dan metabolic Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya. 3) Pola Eliminasi Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada post operasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan. 4) Pola latihan- aktivitas Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan, klien juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang. Klien dengan BPH aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga. 5) Pola istirahat dan tidur Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya terganggu, disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar terus menerus dimana hal ini dapat mengganngu kenyamanan klien. Jadi perawat perlu mengkaji berapa lama klien tidur dalam

15

sehari, apakah ada perubahan lama tidur sebelum dan selama sakit/ selama dirawat? 6) Pola konsep diri dan persepsi diri Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya

karena

pengobatan

memikirkan

yang

dapat

bagaimana

dilihat

dari

akan

menghadapi

tanda-tanda

seperti

kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku. 7) Pola kognitif- perceptual Klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien biasanya terganggu karena pengaruh usia lanjut. Namun tidak semua pasien mengalami hal itu, jadi perawat perlu mengkaji bagaimana alat indra klien, bagaimana status neurologis klien, apakah ada gangguan? 8) Pola peran dan hubungan Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi klien dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu mengkaji bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar? apakah ada perubahan peran selama klien sakit? 9) Pola reproduksi- seksual Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat. 10) Pola koping dan toleransi stres Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena memikirkan

pengobatan

dan

penyakit

yang

dideritanya

menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan kegelisahan klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien

16

menghadapi masalah yang dialami? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk mengurangi stresnya? 11) Pola keyakinan dan nilai Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti gangguan

dalam

beribadah

shalat,

klien

tidak

bisa

melaksanakannya, karena BAK yang sering keluar tanpa disadari. Perawat juga perlu mengkaji apakah ada pantangan dalam agama klien untuk proses pengobatan?

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien BPH yaitu: a. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan obstruks anatomik (BPH) ditandai dengan BAK frekuensi sering namun sedikitsedikit, nokturia, dysuria, retensi urine, urgensy (dorongan berkemih), anyang-anyangan, dan dribling. b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (BPH) ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, peningkatan denyut nadi, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah, meringis, melokalisasi nyeri. c. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan kateter). d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan ditandai dengan adanya luka insisi pembedahan. e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.

17

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No 1

Diagnosa

Tujuan

dan

Keperawatan

Kriteria Hasil

Gangguan

Intervensi

Rasional

Setelah diberikan

NIC Label: Urinary

Urinary

eleminasi urin

asuhan

Elimination

Management

berhubungan

keperawatan

Management

1.

dengan

selama….

obstruks

jam,

anatomik

pasien

(BPH)

berkemih dengan

ditandai

kriteria hasil:

dengan BAK

NOC

frekuensi

x

24

1.

Monitor

diharapkan

eleminasi

dapat

termasuk

urin

pola

mengalami nokturia,

retensi

puas saat berkemih

konsistensi, bau,

berat

(pengosingan

Mengurangi

sempurna)

Elimination

diperlukan

sedikit-

a. Pola eleminasi

sedikit,

klien teratur

3.

urin

yang

nyeri

ketidaknyamanan

O:

Mengevaluasi

pasien teratur, jumlah

dan gejala dari

keseimbangan input

output urine dalam

retensi urinary

dan output cairan

rentang normal, tidak

Untuk

ada

Monitor

tanda

kontribusi

urgensy

1

menyebabkan

karakteristik

(dorongan

cc/kgBB/jam)

gangguanelimina

normal

anyangan, dan dribling

saat berkemih

4.

d. Tidak

5.

yang

mengetahui

eliminasi

normal (0.5 –

anyang-

Identifikasi factor

4.

pola

retensi urine,

nyeri

pola berkemih klien

si urine

Urinary Retention Care

Instruksikan

1.

klien

dan

Memberikan

distensi

tanda-tanda abdomen,

perawatan

yang

keluarga

lebih spesifik untuk

P:

nokturia

mencatat urinary

mengatasi

kondisi pasien

output

inkontinensia klien

mengalami

diperlukan

retensi urine f. Warna

5.

urine

Catat

Urinary

kekuningan

Care

g. Pengosongan kandung

sempurna h. Tidak

waktu

1.

ada

pertahankan

Membantu mengosongkan

Retention

kandung

kemih

dengan

teknik

nonfarmakologis

Rangsang refleks kandung

yang

2.

berkemih

jernih

kemih

jika

3.

kemih

Membantu

klien

untuk

dengan

mengosongkan

mengaplikasikan

kandung kemih

kompres dingin di

4.

urine

A: tujuan tercapai

mengalami

e. Tidak

VU

kejadian

dalam rentang

c. Tidak

saat

perasaan

dysuria,

berkemih),

3.

dengan lancar, tidak

frequensi,

sering namun

urin

adanya

berkemih,

jika

b. Jumlah

Memonitor

Prevensi terjadinya

2.

warna

nokturia,

sudah bisa berkemih

tidak

Urinary

2.

S: pasien mengatakan

eliminasi

dan

:

Elimination

perubahan

volume,

Label

Evaluasi

Memandirikan klien

18

darah

ketika

perut,

berkemih i. Pasien

mengelus

paha tidak

dalam

merasa panas

dengan

ketika

mengalir

berkemih

bagian

2.

3.

dan keluarga 5.

atau

Memastikan apakah output

air

sesuai

dengan input cairan klien

Minta klien dan keluarga

Urinary Catheterization

memperhatikan

1.

Meningkatkan

input dan output

pengetahuan

cairan klien

dan keluarga serta

Memonitor input

menurunkan

dan output cairan

kecemasan

klien

terhadap

Urinary

yang

Catheterization

dilakukan

1.

Jelaskan prosedur

2.

pemasangan

3.

prosedur akan

Mencegah

3.

Menurunkan

rasa saat

Gunakan

teknik

nyeri

sterile

ketika

prosedur dilakukan,

pada

melakukan

mencegah

pemasangan

terjadinya

ruptur

kateter

pembuluh

darah

Gunakan kateter

selang dengan

pada saluran kemih. 4.

Mencegah

ukuran yg paling

terjadinya

kecil,

akibat pemasangan

tidak

memaksakan ukuran

yang Medication

Tunjukkan ajarkan

infeksi

kateter

besar 4.

klien

terjadinya infeksi

kateter 2.

klien

dan pasien

Management 1.

Penanganan

untuk melakukan

farmakologis untuk

perawatan kateter

penyebab

atau pengosongan

gangguan

urin bag. Medication Management

2.

Memantau keefektifan pemberian

19

1.

Berikan obat apa yang dibutujkan

medikasi 3.

Menghindari

dan

adanya

diadministrasikan

yang merugikan

menurut

resep

4.

dan prosedur 2. Monitor

Menghindari efek yang

efek

therapeutik

respon

dari

tidak

diinginkan 5.

obat

Monitoring perbaikan

3. Monitor

tanda

prilaku

untuk

dan gejala adanya

mempercepat

efek toksik

penyembuhan

4. Monitor

efek

6.

samping dari obat

Meningkatkan pengetahuan klien

5. Pantau

ketaatan

tentang

pasien

terhadap

yang diberikan

regiment

7.

medication

dan

klien tentang obat

keluarga

klien

keluarga

mengenai

7. Ajarkan klien dan

cara

penggunaan obat 8.

terapi

obat 8. Ajarkan

Meningkatkan pemahaman

6. Kaji pengetahuan

prosedur

medikasi

klien

Agar klien paham tentang

efek

samping

dan

penanganannya

tanda dan gelaja dari efek terapi,

Bladder Irrigation

efek samping dan efek toksik dari

1.

Agar tindakan yang dilakukan benar dan

regimen terapi

tidak membahayakan

Bladder Irrigation

kondisi pasien 1.

Pastikan

apakah

2.

irigasi akan terus berkelanjutan atau

intermiten

Untuk

mencegah

terjadinya infeksi 3.

Tujuan membersihkannya

(sesuai

adalah agar tidak

kebutuhan)

ada

kontaminasi

20

2.

3.

Lakukan

irigasi

bakteri yang dapat

dengan

teknik

menyebabkan

steril

infeksi

Bersihkan tempat

masuk

untuk memasukan

pasien

dan

cairan

4.

tubuh

Agar cairan yang masuk tidak kurang

cairan

dan tidak lebih serta

dengan

Monitor

dan

pertahankan

sesuai

dengan

kondisi

bladder

pasien.

kecepatan

5.

ke

mengeluarkan

alkohol 4.

apabila

aliran

5.

Jumlah cairan yang

yang sesuai

masuk

Catat cairan yang

seimbang

digunakan,

yang

karakteristik

sehingga tidak ada

output

dan

harus dengan keluar

cairan yang tertahan

jumlahnya.

di

dalam

tubuh

pasien. Karakteristik output mencerminkan keadaan

bladder

pasien

2

Nyeri

akut

berhubungan dengan

agen

cedera

Setelah dilakukan

NIC Label : Pain

asuhan

Management

keperawatan

biologis

diharapkan

(BPH)

klien dapat teratasi dengan

dengan

nyeri

kriteria

hasil

melaporkan nyeri

secara

Label

:

peningkatan nadi,

peningkatan

1 Kaji nyeri secara

skala

nyeri

pengalaman subjektif

(lokasi,

oleh

karakteristik,

Identifikasi

durasi, frekuensi,

karakteristik

nyeri

kualitas

dan

yang

dan

factor presipitasi)

pasien.

factor

memicu

yang penting untuk

pemberian terapi

berkurang

sampai hilang

O: tidak ada respon yang

menunjukkan adanya nyeri pada pasien

berhubungan dengan nyeri merupakan hal

3 Kalaborasi

sudah

nonverbal

factor

terjadinya nyeri

melaporkan

merupakan

dan harus dijelaskan

yang 1. Pasien

Nyeri

koprehensif

2 Eliminasi

Pain Level

verbal,

denyut

NOC

S: pasien mengatakan nyeri yang dialami

1

selama ...x 24 jam

ditandai

Pain Management

dikaji, untuk memilih intervensi yang tepat dan

A: tujuan tercapai

P:

pertahankan

kondisi pasien

mengevaluasi

21

frekuensi

berkurang

pernapasan,

2. Pasien

analgetik

tidak

secara

keefektifan dari terapi

tepat

yang diberikan

peningkatan

tampak

4 Anjurkan

tekanan darah,

melokalisasi

nonfarmakologi

dapat

meringis,

nyeri dan tidak

seperti relaksasi,

nyeri pasien

melokalisasi

tampak

distraksi,

Agen- agen analgetik

nyeri

meringis

dalam

3. Respiration rate

pasien

normal

(16-

teknik 2

napas 3 sebelum

nyeri terjadi atau

menghasilkan

meningkat

relaksasi umum

komunikasi

4. Tekanan darah

terapeutik

untuk

distraksi

dan

relaksasi

memungkinkan klien

memberikan

untuk

(120/80

terapi

rasa nyeri rasa nyeri

mmHg)

Nonfarmakologi

yang muncul secara

normal

5

Sign

100x/menit)

Label

tanda-

dalam menjalin BHSP

tanda vital pasien

:

(tekanan

Pain contol

nadi, Menggunakan

dan

darah,

suhu

memudahkan

perawat

dan

dalam

memberikan

respirasi)

intervensi

analgetik seperti

Komunikasi terapeutik diperlukan

1. Pantau NOC

mengontrol

mandiri

NIC Label : Vital

(60-

Vital Sign yang

tidak

2

Tindakan

normal

5. Nadi

1

meningkatkan

secara sistemik dapat

5 Gunakan strategi 4

20x /menit)

Faktor pencetus nyeri

1. Tanda-tanda

vital

direkomendasi

mampu

kan

perubahan-perubahan

Pasien

dapat

yang

melaporkan ketika

menentukan

terjadi

dalam

tubuh pasien.

tidak

dapat mengontrol nyeri 3

Risiko infeksi

Setelah dilakukan

NIC

berhubungan

tindakan

dengan

keperawatan

prosedur

selama .....x24 jam

lingkungan

terjadinya

invasive

status

setelah

nosocomial

kekebalan

NIC Label : Infection

S: pasien mengatakan

Infection Control

Control

tidak

1.

1.

tanda-tanda

Label

:

Bersihkan

dipakai

Mencegah infeksi yang

seperti

mengalami infeksi

kemerahan,

serta bengkak

22

(pemasangan

pasien meningkat

kateter)

dengan

kriteria

2.

pasien lain

dapat memperburuk

Batasi

kondisi pasien baru

O:

Mengurangi resiko

peningkatan WBC

hasil:

pengunjung bila

NOC Label:

perlu

infeksi

Instruksikan

mungkin ditularkan

pengunjung

oleh pengunjung

Risk

Control

:

3.

Infectious Process a.

b.

untuk

mengidentifi

tangan

kasi

berkunjung dan

melalui

risiko infeksi

setelah

pengunjung

Mampu

berkunjung

melaksanaka

anti

peningkatan

untuk

waktu

tangan

e.

4. sabun

yang

kondisi pasien

ditularkan

Membantu kuman

ditularkan

melalui tangan 5.

tangan

Mencegah terjadinya

dan

mempertaha

sesudah tindakan

intervensi

nkan

keperawatan

keperawatan

Gunakan

selama

infeksi

sebelum

6.

6.

melakukan

Mengurangi resiko

lingkungan

universal

Mengetahui

precaution

risiko infeksi

gunakan sarung

dengan kulit yang

personal

tangan

selama

tidak utuh

Mengetahui

kontak

dengan

kebiasaan

kulit yang tidak

dapat meningkatkan

yang

utuh

imunitas pasien

berhubungan

7.

dan

Tingkatkan intake nutrisi dan

risiko infeksi

cairan 8.

Berikan antibiotik

terapi bila

Observasi laporkan

terjadinya

infeksi

akibat

kontak

Nutrisi dan cairan

Mengurangi infeksi yang dialami pasien

9.

perlu 9.

7.

8.

dengan

pertahankan

tangan

yang

cuci

Cuci

P:

membunuh

mikroba

A: tujuan tercapai

Mengurangi kuman

Mampu

kebersihan

d.

5.

saat

Gunakan

n

istirahat c.

4.

3.

Agar

dapat

melakukan penanganan infeksi dengan segera

dan tanda

ada

yang

Dapat

factor

mencuci

2.

tidak

10. Perubahan temperature

dan gejal infeksi

merupakan

salah

seperti

satu

kemerahan,

terjadinya infeksi

indicator

23

panas,

nyeri,

11. Peningkatan

tumor

WBC

menunjukkan

10. Kaji temperatur

terjadinya

tiap 4 jam

infeksi

pada pasien

11. Catat

dan

laporkan

12. Istirahat yang cukup

hasil

dapat

membantu

laboratorium,

meningkatkan

WBC

imunitas pasien

12. Istirahat

yang

13. Memantau

adekuat

tanda-tanda infeksi

13. Kaji warna kulit, turgor

14. Karena mencegahan

dan

infeksi

harus

tekstur, cuci kulit

dilakukan

dengan hati-hati

semua pihak

14. Ajarkan dan

adanya

oleh

klien anggota

keluarga bagaimana mencegah infeksi 4

Kerusakan

Setelah dilakukan

NIC Label: Wound

Wound Care

integritas

asuhan

Care

1.

jaringan

keperawatan

1.

berhubungan

S: klien mengatakan

Untuk

mengetahui

Monitor

jenis

luka

selama ....x 24 jam

karakteristik luka

keadaan luka pasien.

O: tidak ada drainase

dengan

diharapkan terjadi

termasuk

Cairan normal saline

purulen, tidak terjadi

prosedur

perluasan

drainase, warna,

merupakan

cairan

peningkatan

pembedahan

regenerasi

ukuran, dan bau.

fisiologis

(mirip

temperatur

ditandai

dengan

Bersihkan

cairan

tubuh)

jaringan

dengan

hasil :

adanya

luka

NOC

sel kriteria

2.

dengan Label:

2.

luka normal

sehingga

lebih merasa nyaman

dan

aman

saline

untuk

digunakan,

kulit, granulasi

mulai terbentuk, tidak ada bau pada luka.

insisi

Wound Healing:

menggunakan

teknik

steril

pembedahan

Primary Intention

teknik steril

digunakan

untuk

Rawat kulit di

mencegah terjadinya

P:

sekitar luka

infeksi.

kondisi pasien.

a.

Pembentukan

3.

jaringan granulasi (luka

mulai

menutup) b. Tidak

4.

Gunakan

obat

3.

A: tujuan tercapai pertahankan

Mencegah

salep kulit sesuai

terjadinya

kebutuahan

pada

apabila

membantu

kulit

iritasi dan

24

ditemukan eksudat

5.

purulen

dan

ada

mempercepat proses

Terapkan balutan

penyembuhan luka.

yang disesuaikan

serousa c. Tidak

diindikasikan.

6.

Ajarkan

penyembuhan

pasien

eritema,

tentang prosedur

NOC

keluarga

perawatan luka 7.

dan

5.

luka

terpapar mikroorganisme. 6.

1.

Agar

Monitor

mandiri

adanya

tanda dan gejala

saat

tekstur

sistemik

rumah.

jaringan

local dari infeksi 2.

dan dapat

melakukan

ketebalan dan

normal

pasien

keluarga

Protection

jaringan

2.

Menjaga luka tetap tertutup serta tidak

NIC Label: Infection

normal

menjaga

kelembaban kulit

Label:

Perfusi

luka

Monitor keadaan

Tissue Integrity 1.

membantu

proses

dan

bau pada luka

Untuk

dengan tipe luka

pembekakan, dan

4.

atau 7.

secara terutama

dirawat

di

Mengetahui perkembangan luka

Anjurkan pemberian antibiotic sesuai

Infection Protection

resep dokter bila diperlukan 3.

Ajarkan dan

4.

1. pasien

keluarga

Mengetahui terjadinya infeksi

2.

Pemberian antibiotic

tentang tanda dan

adalah

gejala infeksi

membantu melawan

Ajarkan

mikroorganisme

pasien

untuk

untuk mencegah

pathogen penyebab

terjadinya infeksi

infeksi 3.

Agar dapat segera melaporkan

ke

pelayanan kesehatan serta

mencegah

terjadinya komplikasi 4.

Agar tidak terjadi infeksi.

25

6

Defisiensi

Setelah dilakukan

NIC

pengetahuan

tindakan

Teaching : Disease

Process

sudah

berhubungan

keperawatan

Proces

1.

Tingkat

tentang

dengan

selama .....x24 jam 1.

Berikan penilaian

pengetahuan pasien

yang dideritanya

kurang

pasien mengetahui

tentang

akan mempengaruhi

pajanan

tentang

proses

pengetahuan

perilaku

ditandai

penyakit

dengan

pasien

tentang

pasien

mampu

dengan

kriteria hasil:

proses

penyakit

Meningkatkan

perawatan

pengungkapan

NOC

yang spesifik

pengetahuan pasien

disiplin

masalah

Knowledge

Jelaskan

mengenai penyakit

Disease Process

patofisiologi dari

yang dialaminya

a.

penyakit

b.

Label: : 2.

Pasien

dan

:

Teaching

tingkat

dan

2.

3.

bagaiman hal ini

untuk

familiar

berhubungan

tanda

dengan nama

dengan

yang

penyakit

dan fisiologi

Pasien

dan 3.

anatomi

:

Disease

sehat

mengenal dan

gejala

Gambarkan tanda

4.

mampu

biasa

mengenai penyakit

mendeskripsik

pada penyakit

an

Gambarkan

muncul

5.

Identifikasi

sehingga

penyebab,

kemungkinan

pengobatan

yang

faktor

penyebab dengan

diberikan

dapat

efek penyakit,

cara yang tepat

tepat sasaran

tanda

Sediakan

6.

Agar

informasi tentang

mengetahui kondisi

perjalanan

kondisi pasien

penyakit

Sediakan

sedang dialaminya

Pasien

7. dan

keluarga

7.

Agar

keluarga

informasi tentang

mengetahui

mampu

kemajuan pasien

kemajuan

Diskusikan

pengobatan

mendeskripsik an

tindakan

8.

perubahan

gaya

untuk

hidup

yang

P:

pertahankan

kondisi pasien

menurunkan

mungkin

yang

keluarga

yang

dijalani pasien 8.

dengan

A: tujuan tercapai

pasien

gejala,

penyakit.

menjalani

Mengetahui penyebab penyakit

dan 6.

terlihat

yang dialaminya

proses penyakit

risiko,

pasien

Meningkatkan pengetahuan pasien

5.

penyakit

terjadi

dan gejala yang

faktor

O:

mengetahui

mungkin

keluarga

proses 4.

S: pasien mengatakan

Mengajarkan pasien

keluarga

penyakit,

c.

Label

Perubahan

gaya

hidup

dapat

26

progresifitas

diperlukan untuk

membantu

penyakit.

mencegah

mempercepat proses

komplikasi

di

masa yang akan

9.

penyembuhan 9.

Pilihan terapi yang

datang dan atau

tepat

proses

mempercepat proses

pengontrolan

penyembuhan

penyakit

pasien

Diskusikan pilihan terapi

10. Gambarkan

akan

10. Meningkatkan pengetahuan pasien dan

keluarga

rasional

mengenai intervensi

rekomendasi

yang

manajemen terapi

sehingga

diberikan mampu

menjalani intervensi dengan disiplin

27

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan BPH merupakan masalah kesehatan yang lebih sering terjadi pada usia lanjut, dan berlangsung lama seiring dengan pertambahan usia. Teknik pembedahan BPH bermacam-macan dan pilihan terapi disesuaikan dengan keadaan pasien. Setiap pasien akan mengalami masalah keperawatan yang berbeda meskipun dengan penyakit dan program pengobatan yang sama, hal ini dipengaruhi salah satunya oleh, pengalaman individu dalam hal tersebut, kematangan kedewasaan pasien, paparan informasi yang benar, koping dan ketahanan poasien terhadap suatu masalah. Apapun masalah yang muncul pada pasien maka wajib bagi kita untuk membantu dan menyelesaikan maslaah tersebut. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, analisa data, diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi merupakan langkah dalam asuhan keperawatan Pasien perlu mendapatkan asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional karena masalah keperawatan yang dialami oleh pasien juga sangatlah komplek dan berbeda-beda untuk setiap individu.

B. Saran 1. Perawat senantiasa meningkatkan keilmuan dan ketrampilan dalam pemberian asuhan keperawatan. 2. Perlu adanya kerjasama yang baik dengan tenaga akesehatan yang lain. 3. Perawat harus berusaha mengkaji segala aspek dan masalah yang ada pada pasien.

28

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. and Wagner, Cheryl M. 2013. Nursing Interventtions Classification (NIC), Sixth Edition.USA : Mosby Elsevier Davey, P. (2002). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series Grace, P.A., dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga, 169. Jakarta: Erlangga Hardjowidjoto, S. 2000. Benigna Prostat Hiperplasi.

Surabaya: Airlangga

University Press Heffner, Linda J et al. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series Herdman, T.H. and Kamitsuru, Shigemi. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification (NANDA) 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell McPhee, Stephen J., Ganong, William F.(2010). Patofisiologi Penyakit : Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta : EGC Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Edisi 7. Jakarta: EGC Pakasi, R. (2009) Total Prostate Spesific Antigen, Prostate Spesifik Antigen density and Histophatologic Analysis on benign Enlargent of Prostate. The Indonesian Journal of medical Science Volume 1 No.5. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC Rahardja, K. 2010. Obat-Obat Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari. Jakarta: Gramedia. Schwartz, S.I. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2 Edisi 8.Jakarta : EGC

29

More Documents from "Baiq Rista Ananta Pratiwi"