Desentralisasi Kesehatan.docx

  • Uploaded by: Haryadi Kurniawan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Desentralisasi Kesehatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,531
  • Pages: 7
Pengaruh Kebijakan Desentralisasi terhadap Sistem Kesehatan Tim Penyusun Inovasi Layanan Kesehatan di Pemerintah Daerah (2008) mengatakan bahwa desentralisasi dilaksanakan oleh adanya dorongan politik yang bertujuan antara lain; (1) untuk meningakatkan wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, (2) meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan penyelenggaraan pelayanan masyarakat yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan penyelenggaraan pelayanan masyarakat yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, (3) memperkuat kerja sama dan integrasi pelayanan msyarakat di daerah, (4) restrukturisasi dan efisiensi pelayanan masyarakat, (5) mendukung inovasi dan pengembangan pelayanan masyarakat. Penerapan desentralisasi dalam urusan pemerintahan telah membuka ruang bagi pemerintahan di level daerah untuk menjalankan aktivitas kerjanya menurut kebutuhan daerahnya masing- masing tanpa ada paksaan dalam urusan- urusan pemerintahan yang berkaitan dengan kepentingan daerah, kecuali urusan yang bukan hak pemerintah daerah. Desentralisasi ini juga mengisyarakatkan kepada pemerintah daerah untuk bisa lebih optimal dalam melayani masyarakat terutama dalam layanan kesehatan. Desentralisasi kesehatan dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih mudah dan cepat dalam mendapatkan layanan kesehatan tanpa melalui prosedur birokrasi yang panjang sampai ke provinsi bahkan pusat. Hal ini mengingat bahwa layanan kesehatan merupakan kebutuhan yang mendesak yang akan berakibat fatal apabila prosedurnya terlalu panjang dan berbelit- belit. Sehingga, pemerintah daerah dituntut untuk lebih cepat dan prima dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. A. Kebijakan Layanan Kesehatan

Tim Penyusun Inovasi Layanan Kesehatan di Pemerintah Daerah (2008) dalam Undang- undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3, menyatakan bahwa telah ditegaskan adanya hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan kesehatan serta adanya kewajiban pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Undang- undang ini memberi kewajiban kepada pemerintah untuk berperan serta dalam peningkatan pelayanan kesehatan. Tujuannya untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat Indonesia yan lebih baik. Sejak otonomi daerah dimulai pada 1999 muncul optimisme reformasi dalam mencapai peningkatan kinerja di sektor pelayanan kesehatan. Perubahanperubahan kebijakan telah banyak dilakukan pemerintah dalam penyempurnaan keberhasilan desentralisasi. Optimalisasi peran daerah diharapkan membantu di dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan berkualitas. Desentralisasi sebagai salah satu asas dalam otonomi daerah telah memberikan ruang kepada pemerintah daerah untuk mengurusi masalah kesehatan di daerahnya. Tim Penyusun Inovasi Layanan Kesehatan di Pemerintah Daerah (2008) mengatakan bahwa sesuai dengan amanat undang- undang pemerintah daerah baik undang- undang no.22 tahun 1999 maupun undang- undang no.32 tahun 2004, dikatakan bahwa bidang kesehatan merupakan salah satu kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah. Penjelasan lebih detail mengenai pembagian peran dan fungsi kewenangan pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/ kota. Pemerintah pusat berkewajiban meningkatkan peran Dinas Kesehatan di provinsi dan kabupaten/ kota agar mampu menjadi regulator yang baik. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pelayanan primer bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan hal sensitif untuk menentukan kualitas kinerja pemerintah. Kesehatan merupakan persoalan yang dihadapi seluruh masyarakat sehingga menjadi sangat penting untuk terus memperbaiki standar pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian KPK (2008) dikatakan bahwa pemerintah pada tanggal 8 Juli 2002 mengeluarkan surat edaran menteri dalam negeri nomor 100/756/OTDA tentang konsep dasar penentuan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal, kemudian diikuti dengan terbitnya keputusan menteri kesehatan nomor 1457. Menkes/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/ kota, kemudian diperkuat dengan ditetapkannya peraturan pemerintah RI no.65 tahun 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal sebagai pedoman pelayanan dasar yang harus diadopsi dan diimplementasikan. Diharapakan dengan standar tersebut, pelayanan kesehatan yang mendasar dapat dipenuhi pada tingkat yang paling minimal. Standar pelayanan minimal harus mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada publik tanpa mengorbankan mutu pelayanan. B. Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setelah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, serta SE Menkes No. 1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan “otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Menurut aturan perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang kesehatan yang ada di indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi, devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan pemerintah pusat yang didekontrasikan di daerah propinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang giat dilakukan. Kandungan makna substansial dari desentralisasi adalah bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan bagi kehidupan masyarakat di daerah (Tagela, 2001). Selanjutnya, Simangunsong (2001). Mengatakan bahwa inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keluesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya. Dalam bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut; 1. Terwujudya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat 2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan 3. Optimalisasi potensi pembanmgunankesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap,

4. Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan 5. Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sector lain. Kesemuanya ini bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hakikat dari pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan, pengakuan martabat, dan peningkatan serta apresiasi terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan seyoganya dimaksudkan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara merata diseluruh Indonesia. Dengan adanya kebijakan desentralisasi maka terdapat keluwesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintah sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan kesehatan di daerahnya. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah daerah kabupaten/kota (pemerintah,DPRD, dan masyarakat) harus merencanakan dan merumuskan sendiri program pembangunan kesehatan di daerahnya tanpa harus menunggu kebijakan dari atas. Program pembangunan kesehatan harus bersifat bottom-up, yaitu berdasarkan aspirasi dari bawah. Hal ini tidak mudah, karena selama ini daerah sudah terbiasa dengan kebijakan pembangunan yang top-down tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Di satu sisi, pihak pemerintah daerah (Dinas Kesehatan) tidak terbisa merencanakan dan menyusun program pembangunan daerah. Di sisi lain, masyarakat sangat jarang dilibatkan dengan proses pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan kesehatan di era desentralisasi sangat tergantung pada kesiapan daerah untuk melaksanakannya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) untuk meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi dan melaksanakan desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah menata ulang struktur organisasi Dinas Kesehatan, menetapkan system kesehatan daerah, merencanakan dan menyusun program pembangunan secara bottom-up, menumbuhkan mental proaktif pada aparatur pemerintah, mengembangkan system informasi kesehatan, menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan kesehatan, mengembangkan model promosi kesehatan daerah, menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan kesehatan, meningkatkan kerjasama lintas sector, membentuk badan kerjasama antar kabupaten/kota, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan mengembangkan model pembiayaan kesehatan. Selain itu, DPRD kabupaten/kota harus mengawasi jalannya pembangunan kesehatan dan menghasilkan peraturan daerah yang memberikan suasana kondusif kepada proses pembangunan dan infestasi bidang kesehatan di derah. Akhirnya, dengan adanya kebijakan desentralisasi, pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama bahu-membahu menjalankan pembangunan kesehatan untuk mencapai kondisi kesehatan yang dicanangkan dalam Indonesia sehat 2010, yaitu masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sistem Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa perubahan tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang–undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat,

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat. Undang–undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi, pada daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan yang mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Mewujudkan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan potensi Daerah untuk kepentingan Daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai Indonesia Sehat 2010. Point dalam desentralisasi kesehatan : 1. Mendekatkan Pengambilan Keputusan 2. Pembangunan Kesehatan Lebih Sesuai Dengan Local Specific 3. Potensi Masyarakat Lebih Diberdayakan 4. Derajat Kesehatan Meningkat 5. Human Development Index Indonesia Meningkat 6. Indonesia Sehat 2010 – Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat Ditengah keterbatasan sumber daya dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah memprioritaskan bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, Depkes akan menempuh 4 strategi utama, yaitu : 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi. 2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; disetiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu. 3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.

4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin. Implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.

C. Peran Serta Masyarakat dalam Mendukung Kebijakan Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Makna substansial dari desentralisasi kesehatan adalah peran serta masyarakat, maka adanya kebijakan desentralisasi akan memberi ruang dan waktu bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah. Masyarakat berhak dimintai pendapatnya mengenai apa yang terbaik bagi mereka dan apa yang mereka butuhkan. Organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga adat, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus secara bersamasama dan bahu-membahu dengan pemerintah menjalankan pembangunan kesehatan di daerahnya.Pemerintah harus memberi akses yang sebesarbesarnya kepada masyarakat tentang kebijakan yang dilakukan, sehingga masyarakat merasa turut memiliki pembangunan dan diakui keberadaannya. Selain itu, masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan. D. Dampak dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat. 2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan 3. Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap 4. Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan 5. Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain. Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran. Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen dari aparatur pemerintah. Adapun dampak lainnya dari desentralisasi :

1. Segi ekonomi, dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah mengelolah sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelolah secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. 2. Segi sosial budaya, dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing-masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri. 3. Segi keamanan dan politik, dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerahdaerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintahan daerah lebih aktif dalam mengelolah daerahnya. Tetapi dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. E. Permasalahan Layanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang belum memadai, menjadi penyebab menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Biaya kesehatan yang mahal menjadikan kesehatan seolah-olah hanya menjadi hak orang-orang kaya. Ironinya mahalnya biaya kesehatan tidak dibarengi dengan peningkatan pelayanan yang baik. Akibat buruknya kualitas pelayanan menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat lebih memilih fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta, yang tentu saja biayanya relatif mahal. Desentralisasi merupakan tantangan dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Saat ini pemerintah daerah mempunyai peran yang sangat besar dalam peyediaan fasilitas kesehatan. Yang paling utama adalah perhatian yang sangat besar dari pemerintah terhadap kondisi kesehatan melalui peningkatan kelayakan serta akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sasaran utamanya antara lain peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas, rumah sakit,pemenuhan standar mutu pelayanan serta kualitas SDM yang memadai (Direktorat Litbang KPK, 2008). Pelayanan publik di bidang kesehatan menjadi isu yang cukup strategis. Perbaikan pelayanan publik di Indonesia sampai saat ini cenderung berjalan lambat. Banyaknya tuntutan perubahan seringkali ditujukan kepada aparatur pemerintah dan seringkali menyangkut masalah pelayanan yang diberikan. Masih

rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah menyebabkan buruknya citra pemerintah di mata masyarakat, sehingga keluhan dan kekecewaan terhadap mutu pelayanan yang diberikan kerap menjadi isu yang berkembang saat ini (Direktorat Litbang KPK, 2008).

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3 Depkes RI. 2001 tentang Pelayanan Kesehatan Direktorat Litbang KPK. 2008. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Kepmenkes No 128 tahun 2004 tentang Kebijaksanaan Dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/ Kota Dan Sistem Pemerintahan Daerah

Related Documents


More Documents from ""