Definisi.docx

  • Uploaded by: Dwii Rahayu Iskandar
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Definisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,124
  • Pages: 13
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) A. Definisi IUFD (Intra Uterine Fetal Death) adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan (Bobak, 2005). kematian janin adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau infeksi (Prawirohardjo, 2014). A. Klasifikasi IUFD (Intra Uterine Fetal Death) Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Golongan I : Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal death) 2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death) 3.

Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)

4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas. B. Etiologi Menurut Norwitz & John (2007), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu: 1. 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).

1

2. Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus) berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin 3. Komplikasi plasenta dapat menyebabkan kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan pada kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi 32 minggu. 4. Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi IUFD Menurut Saifuddin dan Bari (2009), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan yaitu: a. Faktor ibu 1) Umur Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun. 2) Paritas Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin.

2

3) Pre-eklampsi dan eklampsi Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteri dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat tercukupi, Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. 4) Solusio plasenta Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelumnya terjadi nekrotis, spasme hilangnya darah kembali mengalir ke dalam intervirale, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin. 5) Ketuban pecah dini Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim. 3

b. Faktor bayi 1) Kelainan kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. 2) Kelainan Tali Pusat Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm. Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan. D. Manifestasi Menurut Prawirohardjo (2014) tanda dan gejala (Intra Uterine Fetal Death) 1. DJJ tidak terdengar 2. Uterus tidak membesar, fundus uteri turun 3. Pergerakan janin tidak teraba lagi dengan pemeriksa 4. Palpasi janin menjadi tidak jelas 5. Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari 6. Bila janin

yang mati

tertahan 5

hipofibrinogenemia 25%.

4

minggu

atau lebih, kemungkinan

E. Patofisiologi (Nugroho, 2011)

1. 2. 3. 4.

Faktor ibu: Penyakit : 1. DM 2. Malaria 3. Ginja 4. Trombofilia Komplikasi: 1. Pre-eklamsi 2. Eklamsi 3. Kehamilan ganda 4. Infeksi

Ibu hamil

8. 9. 10.

Faktor janin: 1. Gangguan pertumbuhan 5. 2. Kelainan kongenital 6. 3. Kelainan genetik 7.

Faktor plasenta 1. Kelainan tali pusat 2. Lepasnya plasenta 3. Ketuban pecah dini

Gejala klinis : 1. Rahim semakin mengecil 2. Tidak ditemukan DJJ 3. Tidak adanya gerakan janin 4. Uterus menjadi tidak tegas Menetapkan kematian janin dalam rahim : 1. Pemeriksaan terhadap DJJ (dengan menggunakan stetoskop laeneck, dopler). 2. Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin berhimpit., tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan USG). 3. Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan foto rontgen) IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Janin yang mati dalam rahim sebaiknya dikeluarkan, jika mempertahankan janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu 5 maka akan terjadi komplikasi DIC (Disseminated Coagulopathy)

Intravaskuler

F. Pemeriksaan Menurut Mochtar (2012) pemeriksaan IUFD yaitu: 1. Anamnesis Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya atau ibu belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan. 2. Inspeksi Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus. 3. Palpasi Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin. 4. Auskultasi Baik memamakai stetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar DJJ. 5. Rontgen Foto Abdomen Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin a. Tanda Nojosk

: adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.

b. Tanda Gerhard

: adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin

c. Tanda Spalding

: overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin

d. Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak e. Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat. 6

G. Penatalaksanaan

Menurut Mitayani (2009) pentalaksanaan UIFD yaitu: a. Terapi 1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini tenaga kesehatan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada. 2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka tenaga kesehatan seharusnya melakukan rujukan. 3. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan. a) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan Persiapan: 1. Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik. 2. Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin. Tindakan: 1. Kuretasi vakum 7

2. Kuretase tajam 3. Dilatasi dan kuretasi tajam. b) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu. Misoprostol 200 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.

Kombinasi

pematangan

batang

laminaria

dengan

misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan. c) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu. Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati. Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen. d) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan. Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai

8

20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida. Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan. b. Periksa ulangan (follow up) Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi. H. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu.akan tetapi,kasus janin yang meninggal dan tetap berada dirahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi hal ini dikrenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati,sehingga timbul proses persalinan adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: a. Disseminated intravascular coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding zat.zat pembekuan darahh atau fibrinogen bisa turun dan menyebabkan darah agak sulit membeku.bila ini terjadi,akan berakibat fatal kala ibu melahirkan.jika fibrinogen rendah (hipofibrinogenemia), maka perdarahan yang terjadi pada proses persalinan akan sulit berhenti.bila terjadi fibrinogenemia bahayanya adalah perdarahan post partum.terapi nya adalah dengan pemberian darah segar atau fibrinogen.

9

b. Infeksi Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin, oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD maka janin yang telah meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilakukan secara normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklamsia (Mochtar, 2012). I. Asuhan keperawatan a. Pengkajian 1.

Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun

2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang. 3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, anemia, perdarahan saat hamil. 4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi 5. integritas ego perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti: finansial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis. 6. Makanan Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pankreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis b. Diagnosa keperawatan 10

1. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan konstraksi uterus 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat perdarahan 3. Kecemasan berhubungan dengan faktor keturunan, krisis situasional, stress, status kesehatan, ancaman kematian c. Rencana tindakan keperawatan Diagnosa Keperawatan

NOC

NIC

Gangguan nyaman nyeri berhubungan Tujuan: dengan konstraksi uterus

menghilangi

Manajemen nyeri: nyeri

atau

nyeri berkurang

1. Kaji tingkat dan skala nyeri

KH:

2. Beri posisi nyaman

Nyeri teratasi

3. Ajarkan teknik

Klien merasa nyaman

relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri 4. Kalaborasi pemberian analgetik

Intoleransi aktivitas berhubungan

Tujuan:

dengan kelemahan akibat perdarahan

Dapat melakukan

dalam melakukan

perawatan secara mandiri

aktivitas

KH:

1. Kaji adanya batasan

2. Kaji adanya faktor

Mampu melakukan

yang menyebabkan

aktivitas sehari- hari secara

kelelahan

mandiri Keseimbangan aktivitas

11

3. Kaji klien akan adanya kelelahan fisik

dengan istirahat

dan emosional 4. Monitor nutrisi dan energi yang adekuat 5. kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat

Kecemasan berhubungan dengan faktor Tujuan: keturunan, krisis situasional, stress,

Kecemasan berkurang atau

status kesehatan, ancaman kematian

hilang KH: Klien mampu

1. kaji tingkat kecemasan 2. gunakan pendekatan yang menenangkan 3. instruksikan klien

mengungkapkan fakta-

menggunakan teknik

fakta

relaksasi

Klien mampu mengontrol kecemasan

4. kolaborasi dengan keluarga untuk selalu mendampingi klien

12

DAFTAR PUSTAKA Bobak. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC. Mochtar, R. (2012). Obstetri fisiologi obstetri patologi. Edisi ke 3, Jilid. Jakarta: EGC. Norwitz, E & John, S. (2007). Obstetri dan ginekologi. Edisi ke 2. Jakarta: Erlangga Medical Series. Nugroho, T. (2011). Asuhan keperawatan maternitas, anak, bedah dan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. : Salemba Medika Mochtar, R. (2012). Obstetri fisiologi obstetri patologi. Edisi ke 3, Jilid. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. Saifuddin & Bari, A. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

13

More Documents from "Dwii Rahayu Iskandar"