DARURAT KEKERASAN TERHADAP ANAK DAN PEREMPUAN Oleh : Bella Dinar Lestari Berbagai perilaku menyimpang dan keji pada saat ini seakan sudah menjadi santapan sehari-hari bagi penikmat berita yang ditampilkan media massa. Dari data yang dilansir dari website resmi pikiran rakyat, yang memberitakan bahwasanya di Kabupaten Bandung saja dari awal hingga pertengahan tahun 2018 ini telah terjadi 150 kasus kekerasan dan sebanyak 44.6 % nya merupakan kasus pencabulan. Yang lebih memprihatinkan lagi yaitu sebanyak 136 pelakunya adalah berusia dibawah 18 tahun. Data yang diuraikan di atas merupakan hasil dari berbagai laporan dari masyarakat, dan dapat dipastikan di luar sana masih banyak kasus serupa yang tidak dilaporkan. Sehingga data diatas pun hanya yang terlihat dipermukaan saja. Serentetan kasus yang terjadi tentu menjadikan kekhawatiran para orangtua dan menambah daftar suram kehidupan bermasyarakat. Lebih mengerikan lagi, anak-anak saat ini tidak hanya menjadi objek kekerasan, bahkan telah menjadi subjek atau pelaku kekerasan. Perkembangan informasi yang ditunjang oleh teknologi mengakibatkan informasi tersebut hadir begitu cepat dan pesat. Di sisi lain individu penerima informasi tidak memiliki filter untuk membentengi dirinya dari pemahaman yang salah. Sehingga arus deras informasi terus masuk kedalam pemikiran pengaksesnya. Hasilnya malah akan membuat seseorang akan merasa malu ketika tidak mengikuti trend yang sedang beramai-ramai orang bagikan/lakukan. Padahal belum tentu yang dilakukan tersebut merupakan hal yang baik. Generasi saat ini banyak yang membebek kepada sensasi viral yang syarat akan muatan budaya asing yang menyimpang. Untuk mengatasi permasalahan ini, Kita tentu saja tidak dapat membendung arus globalisasi yang telah terjadi, sebagai pemecahkan permasalahan ini. Begitu pula dengan penggunaan gawai sebagai media untuk mendapatkan informasi. Karena gawai hanyalah sebuah media, yang sebernarnya bermuatan netral dan dapat digunakan secara positif, tergantung penggunanya. Apabila Kita ingin mengurai sumber yang mungkin memunculkan masalah akan hal ini, maka sebagai berikut : Individu yang adalah pengguna dari media tersebut, yang harus memiliki filter yang rapat untuk menyaring informasi yang bebas beredar di dunia maya. Keluarga yang menjadi pendidikan pertama dan utama anak. Masyarakat dan sekolah yang menjadi tempat anak menimba ilmu dan hidup bersosial. Negara yang mengatur kebijakan terkait, misalnya sistem pendidikan, media massa, ekonomi, dll.
Membentuk individu-individu manusia tentunya bukan hal yang mudah dan instan, apalagi dengan tantangan dari luar yang begitu massive menyerang pemahaman. Harus ada upaya yang dilakukan seluruh pihak selain individu, yaitu keluarga, masyarakat dan Negara. Seluruhnya memiliki peran yang harus dilaksanakan sesuai dengan porsinya, semakin besar cakupannya maka pengaruhnya pun semakin besar. Peran setiap pihak ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain atau dihilangkan salah satu perannya. Tidak hanya dengan melaksanakan program yang sifatnya fisik, namun juga harus ditanamkan pemahaman yang benar kepada setiap pihak. Asas pemahaman yang dianutpun haruslah sama, sehingga akan berjalan secara beriringan saling mendukung satu dengan yang lain. Karena apabila berbeda asasnya, maka akan menghadirkan bernturan dan akan saling menenggelamkan, yang pada akhirnya bukan solusi yang didapatkan, tetapi kebingungan yang akan ditemui masyarakat. Permasalahan sama yang terus berulang dengan jumlah yang tidak wajar (banyak) merupakan salahsatu indikasi bahwa hal tersebut adalah masalah sistemik. Merupakan anggapan yang salah ketika kita masih menyebut masalah tersebut hanya kasus yang tidak terkait dengan apapun. Kita harus mau membuka mata, bahwa tatanan hidup yang kita jalani saat ini banyak menimbulkan kekacauan. Terlihatlah kerusakan di berbagai lini kehidupan terpampang nyata. Sehingga menimbulkan keraguan, apakah ini memang tatanan hidup yang benar? Kebebasan dalam berperilaku yang hanya dibatasi oleh Hak Asasi Manusia, sepertinya tidak cukup untuk mewujudkan keteraturan hidup. Perlu ada tatanan hidup yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia. Sebagai seorang muslim, tentunya Kita akan sama-sama menyetujui bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang memliki solusi atas segala persoalan kehidupan. Karena bersumber dari Sang Maha Pemilik kehidupan yang menciptakan kehidupan itu sendiri. Belumlah dikatakan genap iman kita apabila masih ada keraguan dalam hal ini. Seperti yang tertulis dalam QS. AnNisaa ayat 65, yang artinya : “Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan”. Selain itu, Allah juga telah menyinggung orang-orang yang lebih memilih berperilaku diluar ketentuan Islam yaitu pada QS. Al-Mâ‘idah ayat 50, yang artinya :
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? “ Semoga kita semua bukan termasuk kepada golongan yang menentang hukum Allah dan menjadi orang yang beriman dengan menjadikan Islam sebagai satu-satunya jawaban atas segala
permasalahan. Katena pemisahan agama dengan pengaturan kehidupan ini merupakan pemahaman yang menyesatkan manusia, dan sedikit demi sedikit (tanpa terasa) menjerumuskan manusia pada kemunduran dan kehancuran. Sehingga solusi yang menyeluruh atas permasalahan ini adalah dengan meninggalkan segala hukum jahiliyyah dan mengambil Islam sebagai solusinya. Wallahu a'lam bish-shawab.