Crs Galih Dr. Riswann Joni.docx

  • Uploaded by: Anonymous yVdItF
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Crs Galih Dr. Riswann Joni.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,313
  • Pages: 32
Case Report Session *Program Studi Profesi Dokter /G1A218021 **Pembimbing : dr. Riswan Joni , Sp. B

Appendisitis

Oleh : Muhammad Galihka Ayatullah G1A218021 Dosen Pembimbing : dr. Riswan Joni, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Apendisitis adalah suatu peradangan dari apendiks vermiformis yang oleh masyarakat awam sering disebut sebagai radang usus buntu dan ini merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis akut dapat dengan mudah didiagnosa tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit untuk ditegakkan. Apendektomi pertama yang berhasil dilakukan oleh Amyand yang melakukan insisi skrotum dan membuang apendiks yang perforasi pada tahun 1735. Pada tahun 1889, McBurney melaporkan terapinya terhadap apendisitis dengan melakukan apendektomi dengan menentukan posisi apendiks, yaitu sekitar 1,5-2 inci dari processus spina anterior dengan garis lurus dari umbilikus. Apendisitis masih menjadi masalah morbiditas pada anak. 1 Apendisitis akut dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling sering menyerang pada usia decade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi. Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan kejadian kasus apendisitis akut, selain itu faktor diet dan genetik juga memegang peranan yang penting. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks, penyebab obstruksi dapat berupa: hyperplasia limfonodi sub mukosa dinding appendiks, fekalit, benda asing, tumor. Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia. 2 Peradangan apendiks merupakan kausa laparotomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa muda. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang 2

terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun Insiden pria lebih banyak daripada wanita. Diagnosa harus ditegakkan secara dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan penyulit perforasi dengan segala akibatnya. Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis.2

3

BAB II ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat MRS

: Tn. D : 45 Tahun : Laki-laki : RT.17 Raja wali : 28 November 2018, Pukul 22.14 WIB

B. Anamnesis Keluhan Utama : nyeri perut bagian kanan bawah sejak ± 8 jam yang lalu SMRS. Riwayat Perjalanan Sekarang : Sejak ± 8 jam SMRS, Os mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah. Nyeri muncul secara tiba-tiba, pada ulu hati sampai sekitar pusar. Sejak ± 6 jam SMRS Nyeri dirasakan didaerah uluhati dan sekitar pusat, nyeri dirasakan terus menerus sepanjang hari dan kualitas nyeri tajam, semakin lama semakin berat bertambah berat serta pindah ke perut kanan bawah dan menetap. Nyeri hilang timbul dan dirasakan semakin memberat dengan aktivitas. Demam (+) dan turun dengan pemberian obat penurun panas. Keluhan juga disertai mual dan muntah serta nafsu makan yang berkurang. Os sudah muntah sebanyak 5 kali masin masing banyaknya ½ gelas belimbing. Os juga mengeluhkan sakit kepala dan badan yang terasa lemas. BAB tidak lancar sejak 3 hari yang lalu, dan BAB terakhir ±1 hari SMRS. Flatus (+), BAK disertai rasa yang tidak puas. Nyeri tidak menjalar ke punggung maupun ke selangkangan. Nyeri juga tidak dipengaruhi oleh makanan, baik setelah makan maupun sebelumnya nyeri tetap ada. Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat keluhan seperti ini - Riwayat sakit jantung - Riwayat Hipertensi - Riwayat Stroke - Riwayat DM

: Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

4

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ditemukan keluhan serupa.

Kebiasaan: 

Merokok (+)



Konsumsi alkohol disangkal



Tidak begitu suka makan sayur dan buah-buahan.



BAB tiap 1-2 hari sekali, pernah sulit BAB.

C. Pemeriksaan Fisik TANDA VITAL Keadaan Umum Kesadaran

: Tampak sakit sedang : Compos mentis

TD

: 110 / 70 mmHg

Nadi

: 92 x/menit

Suhu

: 38,30 c

RR

: 24 x/menit

STATUS GENERALISATA Kulit Warna

: Sawo matang

Suhu 38,3ºC

Efloresensi

: (-)

Turgor : Baik

Pigmentasi

: Dalam batas normal

Ikterus : (-)

Jar. Parut

: (-)

Edema

: (-)

Rambut

: Rambut tumbuh merata

Kelenjar Pembesaran Kel. Submandibula

: (-)

Jugularis Superior

: (-)

Submental

: (-) 5

Jugularis Interna

: (-)

Kepala Bentuk kepala

: Normocephali

Ekspresi muka

: Tampak sakit sedang

Simetris muka

: Simetris

Rambut

: Tampak hitam tumbuh merata

Perdarahan temporal

: (-)

Nyeri tekan syaraf

: (-)

Mata Exophthalmus/endopthalmus : (-/-) Edema palpebra

: (-/-)

Conjungtiva anemis

: (+)

Sklera Ikterik

: (-/-)

Pupil

: Isokor (+/+)

Lensa

: Tidak keruh

Reflek cahaya

: (+/+)

Gerakan bola mata

: Baik kesegala arah

Hidung Bentuk

: Normal

Selaput lendir : normal

Septum

: Deviasi (-)

Penumbatan

: (-)

Sekret

: (-)

Perdarahan

: (-)

Mulut Bibir

: Sianosis (-)

Gigi geligi

: Dbn

Gusi

: Berdarah (-)

Lidah

: Tremor (-)

Bau pernafasan : Dbn Leher Kelenjar getah bening

: Pembesaran (-)

6

Kelenjar tiroid

: Pembesaran (-)

Tekanan vena jugularis

: (5-2) cm H2O

Thorax Bentuk : Simetris 

Paru-paru 

Inspeksi

: Pernafasan simetris



Palpasi

: Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi

(-)





Perkusi

: Sonor (+/+)



Auskultasi

: Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung 

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat



Palpasi

: Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea

midclavicula sinistra 

Perkusi batas jantung



Kanan Kiri Atas Pinggang jantung Auskultasi

: ICS III Linea parasternalis dekstra : ICS V Linea midklavikularis sinistra : ICS II Linea parasternalis sinistra : ICS III Linea parasternalis sinistra : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-

) 

Abdomen 

Inspeksi : tampak datar, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)



Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah, nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba membesar.  Mc Burney (+)  Rovsing sign (+)  Blumberg Sign (+)  Obturator Sign (+)  Psoas Sign (-)



Perkusi : Timpani (+) pada keempat kuadran abdomen



Auskultasi : Bising usus (+) normal

7

Rectal Touche

: Tidak Dilakukan

Punggung dan Pinggang

:

Inspeksi

: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, maupun kifosis. Simetris dalam keadaan statis maupun dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan = stem fremitus kiri

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapangan paru, nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi

: Bunyi nafas vesikuler, Rh - / -, Wh -/ -

Ekstremitas Superior et Inferior : Look : Deformitas (-), Edema (-), Dalam Batas Normal Feel : Krepitasi (-), Akral hangat, CRT<2 detik, Dalam Batas Normal Move : ROM Aktif dan Pasif dalam batas normal. 5/5 D. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah Rutin WBC : 13,04 103/mm3 NEUT : 8,74 109/ L RBC : 3,59 106/mm3 HB : 10,9 g/dl HCT : 30,8 % PLT : 203 103/mm3 GDS : 105 mg/dl Kesan : Leukositosis 2. Kimia Darah Ureum Kreatinin

: 13 mg/dl : 1,3 mg/dl

3. Elektrolit o Na

: 142,35

o K

: 3,76

o Cl

: 104,89

o Ca

: 1,32

Skor Alvarado -

Migration of pain

:1 8

-

Anoreksia

:1

-

Mual/muntah

:1

-

Nyeri tekan

:2

-

Nyeri lepas

:1

-

Febris

:1

-

Leukositosis

:2

-

Left shift in leukocyte : -

TOTAL = 9 (Have a high likelihood Appendicitis) E. Diagnosa Kerja Appendicitis Akut F. Diagnosa Banding -

Gastritis

-

Urolithiasis

-

Meckel’s Diverticulitis

G. Tatalaksana Awal pengobatan Pre Op -

IVFD RL 20 gtt/ menit

-

Inj. Ceftriaxone 1x2 gram

-

Inj. Ranitidine 25mg/mL

-

Inj. Ondansentron 2mg/mL

-

USG

Operasi -

Laparotomi eksplorasi

-

Appendektomi

Post Op -

Inj. Ceftriaxone 1x2 gram

-

Inj. Ranitidine 2x 1 ampul

-

Inj. Ketorolac 3x 30mg

-

Jaringan di PA kan

-

Bed Rest 24 jam

H. Prognosis

9

-

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

-

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

-

Quo ad santionam

: dubia ad bonam

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisilogi Apendiks 2.1.1 Anatomi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu. Apendik vermiformis memiliki mesoapendiks yang menggantungnya pada mesenterikum bagian akhir ileum. Letak apendiks vermiformis berubah-ubah, tetapi biasanya apendiks terletak retrosekal. Letak pangkal apendiks lebih dalam dari titik pada batas antara bagian sepertiga lateral dan dua pertiga medial garis miring antara spina iliaca anterior superior dan annulus umbilikalis (titik McBurney). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1,3

Gambar 2.1 Anatomi Appendiks

11

Gambar 2.1 macam-macam letak appendiks

Gambar 2.1 titick Mcburney

Perdarahan sekum didapatkan melalui artero ileokolika, cabang arteria mesenterika superior dan apendiks vermiformis dipasok oleh arteria apendikularis, cabang arteri ileokolika. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. Vena ileokolika, anak cabang vena mesenterika superior, mengantar balik darah dari sekum dan apendiks vermiformis. Pembuluh limfe eferen di tampung oleh kelenjar limfoid mesenterika superior.1,3 Persarafan sekum dan apendiks berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis dari pleksus mesenterika superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut saraf parasimpatis berasal dari kauda nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks mengiringi

12

saraf simpatis ke segmen medulla spinalis Thorakal X, oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus atau epigastric. 1,3 2.1.2 Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya di curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sektretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue ) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. immunoglobulin sangat efektif terhadap infeksi.3 Karena apendiks merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan seperti traktus intestinalis lainnya secara normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada. Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach. Dengan adanya benda-benda asing yang terperangkap dalam lumen apendiks, posisinya yang mobile, dan adanya kinking , bands, adhesi dan lain-lain keadaan yang menyebabkan angulasi dari apendiks, maka keadaan akan semakin diperburuk. Banyaknya jaringan limfoid pada dindingnya juga akan mempermudah terjadinya infeksi pada apendiks.3

2.2 Apendisitis 2.2.1 Definisi Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.4 2.2.2 Epidemiologi Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.3,5

13

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai menanjak setelah umur 5 tahun. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih tinggi. 3,5 2.2.3 Etiologi Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor appendiks, cacing askaris. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendiks ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolytica.2,3 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.2,3 2.2.4 Patologi Tahapan peradangan apendisitis : 1. Apendisitis akut (sederhana, artinya tanpa perforasi) 2. Apendisitis akut perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangrene dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi). 5 Ada dua faktor utama yang menyebabkan timbulnya apendisitis akut yaitu faktor obstruksi dan faktor infeksi, dan dalam patofisiologinya dapat dibagi menjadi 3 fase: 1. Fase obstruksi Apendisitis disebabkan oleh adanya sumbatan yang menyebabkan obstruksi lumen yang mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mucus tidak dapat 14

keluar dan menumpuk di dalam lumen apendiks sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen yang menekan dinding apendiks. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran limfe dan vena sehingga menyebabkan ekstravasasi cairan dan terjadi edema. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri periumbilikal.1 2. Fase inflamasi Sekresi mucus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema. Dengan adanya edema maka celah antar sel epitel mukosa akan merenggang, akibatnya terjadi translokasi mikroorganisme dari dalam lumen masuk ke submukosa. Dengan masuknya kuman-kuman tersebut akan menimbulkan inflamasi, akibat inflamasi terbentuk pus (kumpulan kuman, neutrofil dan jaringan yang mati) yang masuk ke dalam lumen (supurasi). peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga timbul nyeri di daerah kanan bawah, suhu tubuh mulai naik. Pada saat itu terjadi apendisitis supuratif akut. Selanjutnya tekanan intraluminer bertambah tinggi lagi sehingga arteri yang ada di dinding juga ikut tertekan. 1 3. Fase perforasi Bila kemudian aliran arteri terganggu di dinding apendiks akan menyebabkan iskemik kemudian infark dinding dan gangrene. Stadium ini disebut apendisitis gengrosa yang bila rapuh dan pecah menjadi apendisitis perforasi. Meskipun bervariasi biasanya perforasi terjadi paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala.1 Infeksi pada apendiks yang dapat juga terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen dari tempat lain, misalnya pada phenomia, tonsillitis, dan sebagainya. Pada keadaan ini seluruh apendiks edema, tegang dan mengeras sehingga sering disebut “erectile apendiks” 1 Bila memiliki imunitas yang cukup baik, upaya pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Didalamnya, dapat terjadi nekrosis

15

jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Pada anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang dengan dinding lebih tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.6 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengkatan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. 6 2.2.5 Diagnosis Gejala Klinis : Apendisitis akut memiliki gejala khas yang berupa : 3 

Peradangan yang mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal



Ataupun gejala dapat berupa sakit disekitar umbilicus dan epigastrium disertai anoreksia, nausea dan sebagian dengan muntah. Beberapa jam kemudian diikuti oleh sakit perut kanan bawah dengan disertai kenaikan suhu tubuh ringan.



Pada bayi dan anak-anak berumur muda sering tidak dapat menunjukkan letak sakit dan dirasakan sakit perut yang menyeluruh. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Ia tidak dapat menggambarkan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas pada anak, apendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

16



Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar umbilicus. Keluhan ini disertai mual dan kadang ada muntah. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney yang akan dirasa lebih tajam nyerinya dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konsitipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Gambaran Klinis apendisitis akut3

Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal jika apendiks terletak di retrosekal retroperitoneal sehingga apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karna kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.3 Jika apendiks terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks 17

menempel di kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih. 3 Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di region lumbal kanan. 3 Pemeriksaan fisik :1,3,5 

Keadaan umum penderita benar-benar terlihat sakit.



Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis sederhana. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 37,5 C – 38,5 C atau lebih bila telah terjadi perforasi.



Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya. Dehidrasi berat pada apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan oleh kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal.



Abdomen : pada inspeksi, kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perut sebelah kanan. Waktu terlentang tidak ada yang khas terlihat pada abdomen. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan bisa disertai nyeri lepas Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Nyeri tekan dan lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah apendiks yang disebut titik McBurney (sepertiga distal garis antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk yang disebut tanda Durphy. Pada apenditsitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum ke

18

kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apensitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai pinggang kanan. Sedangkan Trimester I tidak berbeda dengan orang tidak hamil Karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergesaran uterus. 

Kadang dijumpai tanda obstruksi usus paralitik akibat peritonitis lokal ataupun umum.



Pemeriksaan uji Psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulka nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggung kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. Ten Horn Sign khusus pada penderita pria. Penderita dalam posisi terlentang kemudian testis kanan ditarik ke bawah, bila positif penderita akan merasa nyeri di perut kanan bawah.



Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk diarahkan ke kanan atas antara jam 10-11. misalnya pada apendisitis pelvika.

19

Gambar 2.4 Mc Burney Sign

Gambar 2.5 Rovsing Sign

Gambar 2.6 Psoas sign dan obturator sign

20

Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. 

Pemeriksaan darah : leukosit ringan pada umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000 mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis : terdapat pergesaran ke kiri.



Pemeriksaan urin : sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.5

Pemeriksaan Radiologi 

Ultrasonografi

dapat

digunakan

dengan

penemuan

diameter

anteroposterior apendiks yang lebih besar dari 6 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat dikompresi (lesi target), atau adanya apendikolit. 

Computed-Tomography Scan (CT Scan). Pada pemeriksaan ini, apendiks terlihat dilatasi dengan ukuran lebih dari 5 mm pada diameter lumen, dan dinding lumennya tampak menebal. Tampak juga gambaran inflamasi pada apendiks yaitu gambaran lemak kotor, penebalan mesoapendiks, dan bahkan terlihat gambaran plegmon.



Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan.



Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan, mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan-udara di sekum atau ileum).



Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit.



Foto folos pada apendisitis perforasi :

21

a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah; b. Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum c. Garis lemak pra peritoneal menghilang. d. Skoliosis ke kanan e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi. 

Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada umumnya, artinya dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila pada foto terlihat gambaran fekolit maka gambaran seperti tersebut diatas patognomonik akibat apendisitis.1,3,5,6

Gambar 2.7 foto polos abdomen : tampak adanya apendikolith (panah)

Alvarado Score Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan. Komponen Alvarado Score adalah :

22

Tabel 2.1 Alvarado skor1 DIAGNOSIS

SKOR

Migrasi nyeri menuju kuadran kanan bawah

1

Anoreksia

1

Mual atau muntah

1

Nyeri tekan pada kuadran kanan bawha

2

Nyeri tekan lepas

1

Peningkatan suhu (>37,50C)

1

Peningkatan jumlah leukosit >10.000

2

Neutrofilia bergeser ke kiri > 75%

1

Total

10

Interpretasi : 1. 1-4

: Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut

2. 5-6

:Dipertimbangkan kemungkinan diagnosis apendisitis

akut,

tetapi tidak membutuhkan tindakan operasi segera dan dinilai ulang 3. 7-8

: Dipertimbangkan kemungkinan mengalami apendisitis akut

4. 9-10

: Hampir definitive mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan

tindakan bedah. 2.2.6 Diagnosis Banding 3 

Apendisitis Kronik Diagnosis ini baru dapat ditegakkan jika semua syarat berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara mikroskopis maupun makroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik meliputi adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. 3

23



Apendisitis rekuren Diagnosis ini baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Pada apendisitis rekurens, biasanya dilakukan apendektomi karena penderita sering kali datang dalam serangan akut. 3



Gastroenteritis Mual, muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut. 3



Limfadenitis Mesenterika Didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan. 3



Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu selama dua hari. 3



Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. 3



Kista ovarium terpuntir

24

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis. 3 

Endometriosis eksterna Endometrium diluar rahim akan menimbulkan nyeri ditempatnya berada. 3



Urolitiasis pielum/ ureter kanan Riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis

sering

disertai

demam

tinggi,

menggigil,

nyeri

kostovertebral di sebelah kanan dan piuria. 3 2.2.7 Tatalaksana Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satusatunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. 3 1. Preoperative

Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotic intravena spektrum luas dan analgesic dapat diberikan. Pada perforasi apendiks perlu diberikan resuitasi cairan sebelum operasi. 6 2. Operatif

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan

25

ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparaskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. 6 3. Pasca operatif

Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa. 6 Kecurigaan apendisitis akut

Tidak jelas

Observasi aktif

Tidak jelas Apendisitis

Penyakit lain Usg dan lab

apendektomi

Tindakan yang sesuai

2.2.8 Komplikasi 

Massa Periapendikuler Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikrooperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga 26

peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. 3 Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis

ke massa atau abses

periapendikuler.

Apendektomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 3 Bila sudah menjadi abses, dianjurkan drainase saja; apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi. 3 

Apendisitis Perforata Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orangtua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan; peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Ultrasonografi dan foto Rontgen dada akan membantu membedakannya. 3

27

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram negative dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. 3 Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. 3 2.2.9 Prognosis Penegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak yang cukup sulit. Hal ini karena pada anak sulit mendapatkan riwayat penyakit yang akurat, dan gejalagejalanya yang mirip dengan kelainan lain pada anak. Lebih cepatnya terjadi rupture dan tidak adanya mekanisme walling-of membuat tingkat morbiditas. Kasus ini lebih tinggi pada anak dibanding orang dewasa. Faktor utama yang berpengaruh dalam mortalitas adalah apakah rupture dari apendisitis terjadi sebelum operasi dan usia pasien. Kematian biasanya berkaitan dengan sepsis yang tidak dapat dikendalikan, yaitu dihubungkan dengan peritonitis, abses intra abdomen, dan septicemia bakteri gram negatif. 1 Tingkat mortalitas dan morbaditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara 0,20,8% dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak, angka ini berkisar antara 0,1-1%. Sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini meningkat diatas 20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi. 6

28

BAB IV ANALISA KASUS Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah. Setelah dilakukan anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis appendisitis kronis eksaserbasi akut. Diagnosa bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat pada anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan penunjang. Anamnesis Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah nyeri perut kanan bagian bawah yang diawali nyeri di ulu hati, suhu tubuh yang naik, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri terasa tertusuktusuk, nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah nyeri jika sedang beraktivitas, pasien mengeluhkan sulit BAB, sedangkan BAK lancar. Keluhan ini pernah dirasakan oleh pasien pada 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio abdomen dari inspeksi abdomen terlihat datar, tidak distensi, pada aukustasi bunyi bising usus normal, ketika di palpasi terdapat nyeri tekan kanan bawah(mc burney sign), nyeri lepas pada kanan bawah (rebound sign), rovsing dan blumberg sign (+), obturator sign (+), saat di perkusi seluruh kuadran timpani dengan nyeri ketok pada kuadran kanan bawah. Pemeriksaan Penunjang Terjadi peningkatan dari WBC yaitu 15,49, pada pemeriksaan USG terdapat “target sign”. Diagnosa Diagnosa pada pasien ini adalah appendisitis kronis eksaserbasi akut Tatalaksana Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah tindakan bedah.. Penangan pada pasien ini selama observasi yaitu dipasang kateter, rehidrasi dengan Ringer Lactat ,pemberian antibiotic, dan pemberian anti-nausea.

Pre Op -

IVFD RL 20 gtt/ menit

29

-

Inj. Ceftriaxone 1x2 gram

-

Inj. Ranitidine 25mg/mL

-

Inj. Ondansentron 2mg/mL

-

USG

Operasi -

Laparotomi eksplorasi

-

Appendektomi

Post Op -

Inj. Ceftriaxone 1x2 gram

-

Inj. Ranitidine 2x ½ ampul

-

Inj. Ketorolac 3x 30mg

-

Jaringan di PA kan

-

Bed Rest 24 jam

30

BAB V KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Penyebab terbanyak disebabkan oleh adanya fekalit. Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tanda klinis merupakann alat diagnostic yang nilai sensitivitasnya paling tinggi dibandingkan cara diagnostic lain, yaitu laboratorium dan radiologis, meskipun memiliki tingkat spesifisitas dan nilai prediktif positif yang rendah. Penggunaan CT-scan merupakan alat diagnostic radiologis terbaik dalam mendiagnosis apendisitis akut pada anak. Bila diagnose klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa, atau apendisitis perforasi.Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Leecardo,Willy,Padli. Ilmu Bedah Anak kasus harian UGD, Bangsal & kamar operasi. 2016. Jakarta: EGC. 2. DR.dr. Warsinggih, Sp.B-KBD. Bahan ajar apendisitis akut. 2012. [online}. URL

:

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-

content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-AKUT.pdf

(diakses

pada

tanggal 22 agustus 2017) 3. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC. Jakarta. 2011. 4. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta; Erlangga Medical Series. 5. Reksoprodjo, Soelarto., dkk., editor., Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Binarupa Aksara. 6. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

32

Related Documents


More Documents from ""

The Pituitary Gland.docx
November 2019 18
Daftar Pustaka.docx
November 2019 18
Tugas Tifoid 2.docx
November 2019 16
Lampiran 5.docx
November 2019 18