236485368-adenoma-hipofisis.docx

  • Uploaded by: Anonymous yVdItF
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 236485368-adenoma-hipofisis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,676
  • Pages: 38
MODUL SUSUNAN SARAF SEMESTER GENAP 2010/2011 “ SEORANG WANITA NYERI KEPALA DENGAN PENGLIHATAN MENURUN” KELOMPOK 10

03002007116 INDAH RAMADHANI MARTA A 0302008163 MIRIA NOOR SHINTAWATI 0302008303 SITI NASIRAH BT AHMAD SHAHROM 0302009021 ANGELINA GOENAWAN 0302009053 CHRISTOPHER R P SIAGIAN 0302009077 ELSHA HAMIDAWATI PUTRI 0302009101 GAMAR BJ 0302009133 LADY DIANA 0302009147 MAYA LIANA 0302009153 MICHAEL WONG 0302009187 PUTERI RAHMIA 0302009211 RIZCHA OCTAVIANI 0302009237 SISWANTO H. AZWAR 0302009265 VITA ALFIA SHAFADILLA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 22 Jakarta 2011

BAB I PENDAHULUAN Adenoma hipofisis merupakan neoplasma yang berasal dari sel-sel pada adenohipofisis. Dengan demikian adenoma hipofisis memiliki beberapa subtipe yaitu : 1) adenoma nonfungsional; 2) prolaktinoma; 3) adenomahormon pertumbuhan; 4) adenoma kortikotropin; dan 5) adenoma tiroropin. Sampai saat ini, asal adenoma hipofisis masih diperdebatkan apakah terjadi akibat respons yang tidak normal terhadap stimulasi hipotalamus atau berasal dari abnormalitas intrinsik di hipofisis. Aspek genetik tumor ini berkembang setelah ditemukan beberapa onkogen dan gen supresor tumor yang berperan dalam tumorigenesis adenoma hipofisis. Gejala awal adenoma hipofisis sangat bervariasi tergantung jenis sel yang terlibat dan ukuran tumor. Hollenhorst & Younger (1973) seperti yang dikutip oleh Brazis, Masdeu, dan Biller (2007) menyatakan ada beberapa gejala utama adenoma hipofisis. Gejala utama tersebut adalah : gangguan penglihatan, nyeri kepala, akromegali, berhubungan dengan hipopitutarisme, amenore, diplopia, lain-lain. MRI merupakan teknik pencitraan terpilih untuk tumor hipofisis. Gambaran MRI suatu adenoma hipofisis biasanya berupa massa hipofisis yang hiperdens. Makroadenoma secara khas menyangat dengan pemberian kontras dan terlihat berekspansi keluar sella turcica (ke sinus cavernosus, ruang suprasella, atau ruang infrasella). Terapi adenoma hipofisis sangat bergantung pada jenis tumor dan sejauh mana tumor tersebut mengganggu kualitas hidup pasien. Sering kali pemeriksaan radiologi yang ditujukan untuk hal lain justru menemukan tumor di hipofisis tanpa gejala klinis. Pada semua pasien dengan kasus seperti ini, tetap harus dilakukan pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan hormon. Bila hasilnya normal maka dilakukan observasi. Bila terdapat kelainan, segera diterapi. Tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas hidup, menghilangkan efek massa dan gejala serta tanda yang ditimbulkannya, normalisasi pola sekresi hormon, mempertahankan atau memulihkan fungsi hipofisis, dan mencegah rekurensi. Modalitas terapi berupa terapi bedah, medikamentosis, dan radioterapi. Terapi bedah merupakan terapi lini pertama untuk adenoma hipofisis kecuali prolaktinoma karena prolaktinoma sangat responsif terhadap terapi dengan Bromocriptine. Radioterapi dengan radiasi dan Gamma Knife telah dibuktikan merupakan terapi adjuvant yang efektif untuk mencegah rekurensi tumor.1

BAB II SKENARIO KASUS Sesi I Lembar 1 Seorang wanita 42 tahun, ibu rumah tangga, dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RS oleh keluarganya dengan keluhan sakit kepala dan penglihatan menurun. Sesi I Lembar 2 Sejak beberapa minggu terakhir pasien mengeluh nyeri kepala yang makin memberat, sampai 2 hari yang lalu pasien merasa nyeri kepala sangat berat dan disertai mual muntah sehingga pasien datang ke UGD. Pasien sudah merasakan nyeri sejak hampir 1 tahun yang lalu, hilang timbul dan sudah berobat ke puskesmas namun tidak ada perbaikan. Sejak 6 bulan yang lalu pasien merasa penglihatan mata kiri menjadi menurun, awalnya mata kiri masih bisa melihat, namun makin lama makin memberat sehingga hanya bisa melihat jarak 1 meter. Pasien mengeluh tidak mendapat haid sejak 1 tahun terakhir. Pada pemeriksaan didapatkan pasien dengan kesadaran compos mentis, tensi 140/90mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,5˚C. Jantung dan paru normal, abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologik, kaku kuduk (-), pupil bulat isokor, diameter ODS 3mm, refleks cahaya +/+, visus OD 6/60; OS 1/60, lapang pandang kanan dan kiri menyempit (hemianopsia bitemporal), funduskopi papil ODS batas kabur, gerak bola mata baik ke segala arah, motorik hemiparesis (-), refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, sensorik dalam batas normal. Sesi II Lembar 1 Pemeriksaan laboratorium: Hb: 13,4 gr/dl

Hematokrit: 41%

Na: 138 meq/l

Leukosit: 4200/ mm3

Ureum: 23 mg/dl

K: 3,3 meq/l

Trombosit: 208000/mm3

Kreatinin: 0,7 mg/dl

SGOT: 29

LED: 34/65 mm/jam

Gula darah sewaktu: 111 mg/dl

SGPT: 23

Ro thorax : Pembesaran jantung tanpa bendungan paru CT-Scan kepala dengan kontras :

Sesi II lembar 2 Prolaktin 10.000 ug/dl Cortisol 9,45 ug/dl

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI Otak

Otak terdiri dari cerebrum, cerebellum, dan truncus encephali yang dibentuk oleh mesencephalon, pons, dan medulla oblongata. Cavitas cranii ditempati oleh otak dan meningesnya. Atap cavitas cranii dibentuk oleh calvaria (tulang tengkorak), dan dasarnya oleh dasar cranium. Uraian singkat berikut mengenai struktur otak dalam garis-garis besar disajikan untuk menjelaskan hubungan antara otak dan cranium, nervus cranialis, cairan serebrospinal (CSS), dan meninges craniales. Bila calvaria dan durameter cranialis disingkirkan, di bawah lapisan arachnoidea dan piameter terlihat gyrus, sulcus dan fissure cortex cerebri. Sulcus dan fissure cerebri merupakan patokan distingtif yang membagi hemispherium cerebri menjadi daerah lebih kecil, seperti lobus. 

Hemispherium cerebri membentuk bagian otak terbesar; kedua hemisfer menempati fossa cranii anterior dan fossa cranii media dan ke posterior melewati tentorium cerebelli dan cerebellum (rongga dalam masing-masing hemisfer, ventriculus lateralis, termasuk dalam sistem ventricular)



Diencephalon (bagian terbesar yang terdiri dari thalamus dan hypothalamus) merupakan bagian sentral otak dan meliputi ventriculus tertius, yakni rongga sempit yang terdapat antara belahan kanan dan belahan kiri diencephalon.



Mesencephalon (midbrain), bagian rostral truncus encephali, terletak pada peralihan antara fossa cranii media ke fossa cranii posterior; rongga yang terdapat dalam mesencephalon, membentuk suatu terusan sempit, yakni aquaductus mesencephali (aquaductus cerebri), yang menyalurkan CSS dari ventriculus lateralis dan ventriculus tertius ke ventriculus quartus.



Pons, bagian tengah truncus encephali, terletak dalam bagian anterior fossa cranii posterior; ruang dalam pons membentuk bagian superior ventriculus quartus.



Medulla oblongata, bagian caudal truncus encephali, terletak dalam fossa cranii posterior dan bersinambungan dengan medulla spinalis; ruang medulla oblongata membentuk bagian inferior ventriculus quartus.



Cerebellum menutupi pons dan medulla oblongata dan terdapat di bawah tentorium cerebella dalam fossa cranii posterior.

Hipofisis

Hipofisis atau kelenjar pituitari berukuran kira kira 1×1 cm, tebalnya sekitar 1/2 cm, dan beratnya sekitar 1/2 gr pada pria, dan sedikit lebih besar pada wanita. Kelenjar ini terletak di dalam lekukan tulang sphenoid yang disebut sella tursika, di belakang kiasma optikum. Hipofisis memiliki dua subdivisi : (1) adenohipofisis, pada bagian anterior, hasil perkembangan dari evaginasi ektoderm dorsal atap faring embrionik (stomodeum); dan (2) neurohipofisis, hasil perluasan diensefalon. Selanjutnya adenohipofisis dan neurohipofisis menempel membentuk kelenjar tunggal. Secara topografis, kelenjar ini merupakan salah satu

yang paling dilindungi dan tidak terjangkau dalam tubuh. Hipofisis dilapisi duramater dan dikelilingi oleh tulang kecuali pada bagian infundibulum berhubungan dengan hipotalamus. Hipofisis mendapat perdarahan dari arteri karotis interna. Arteri hipofisial superior memperdarahi pars tuberalis, infundibulum, dan membentuk sistem pleksus kapiler primer pada bagian eminensia media. Arteri hipofisial inferior terutama memperdarahi lobus posterior walau memberi sedikit cabang ke lobus anterior. Aliran darah dari arteri hipofisial lalu akan membentuk pleksus kapiler sekunder pada pars distalis dan berlanjut ke vena portal hipofisial. Sekresi hormon hipofisis diregulasi oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri mendapat input dari berbagai area otak dan feedback dari kelenjar lain. Untuk mengatur kerja hipofisis, hipotalamus akan melepaskan messenger ke pleksus kapiler primer eminensia media, kemudian dialirkan ke pleksus kapiler sekunder pars distalis, di sini hormon meninggalkan kapiler, menyampaikan rangsang pada sel parenkim Nervus Optikus Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabutserabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.

Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabutserabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. HISTOLOGI Adenohypophysis 1. Parsdistalis 

Bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh kelenjar



Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel : Sel chromophobe (Sel utama) Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil. Sel ini biasanya berkelompok di bagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada dugaan bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah menjadi sel acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan. 1) Sel Acidophil Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin sitoplasmanya berwarna merah muda. dibedakan menjadi 2 sel : a. Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope)

Sel ini dapat dicat dengan orange-G, menghasilkan hormon GH b. Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope) Sel ini bereaksi baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ii meningkat selama dan setelah kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin. 2) Sel Basophil Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde – fuchsin, dapat dibedakan 2 macam sel : a. Sel beta basophil (sel thyrotrophic) Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone b. Sel delta basophil Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormone yang dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam : (1) Sel gonadotrophin type 1 Sel ini menghasilkan FSH. (2) Sel gonadotropin type 2 Sel ini menghasilkan LH. (3) Sel corticotrophic Sel ini menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk melanocyte stimulating hormone (MSH).

2. Pars intermedia Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan sel tipis yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi koloid. Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lbh bnyk. Tetapi hal ini masih dlm penelitian lbh lanjut.

Neurohypophyse Terdiri dari 2 macam struktur :

a. Pars nervosa : infundibular processus b. Infundibulum : neural stalk ( merupakan tangkai yang menghubungkan neuro hypophyse dengan hypothalamus )

Bagian ini tersusun dari : a. Sabut saraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract. b. Sel pituicyte : sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai pelanjutan-pelanjutan sitoplasma yang pendek. Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang disebut Herring’s Bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari hypotalamus yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse sebagai granul. Hormon–hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH (vasopressin), oxytocin.

FISIOLOGI Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi : 1) Hipofisis Anterior (Adenohipofisis) Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu : a) Hormon Pertumbuhan Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel. b) Adrenokortikotropin (Kortikotropin) Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak. c) Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin) Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.

d) Prolaktin Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu. e) Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya. 2) Hipofisis Posterior (Neurohipofisis) Ada 2 jenis hormon : a) Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin) Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh. b) Oksitosin Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan. 3) Pars Intermedia Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular, yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi. Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya, dan makanya disebut system portal.dalam hal ini system yang menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut juga system portal hipotalamus – hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang penting karena memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis , sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan penghambat. Hormon – hormon ini dilepaska kedalam pembuluh darah system portal dan akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang memodifikasi sekresi hormone.

Sistem porta hipothalamus – hipofisis 1. Sekresi hormon pelepas hipothalamus dan hormon penghambat ke eminensia mediana. Neuron-neuron khusus di dalam hypothalamus mensintesis dan mensekresi hormone pelepas hypothalamus dan hormone penghambat yang mengatur sekresi hormone hipofisis anterior. Neuron –neuron ini berasal dari berbagai bagian hypothalamus dan mengirimkan serat – serat sarafnya nenuju ke eminensia mediana da tuber sinerum , jaringan hypothalamus yang menyebar menuju tangkai hipofisis. Bagian ujung serat – serat saraf ini berbeda dengan ujung- ujung serat saraf umum yang ada di dalam system saraf pusat.dimana funsi serat ini tidak menghantarkan sinyal – sinyal yang berasal dari neuron ke neuron yang lain namun hanya mensekresi hormone pelepas dan hormone penghambat hypothalamus saja ke dalam cairan jaringan. Hormone- hormone ini segera diabsorbsi ke dalam kapiler system porta hypothalamus dan hipofisis dan langsung diangkut ke sinu kelenjar hipofisis anterior. 2. Fungsi hormon pelepas dan hormon penghambat dalam hipofisis anterior. Hormone –hormon pelepas dan hormone – hormone pnghambat berfungsi mengatur sekresi hormone hipofisis anterior. Untuk sebagian besar hormone hipofisis, yang penting adalah hormone pelepas ,tetapi untuk prolaktin, mungkin sebagian besar hormone penghambat yang mempunyai pengaruh paling banyak terhadap pengaturan hormone. Hormone – hormone pelepas dan penghambat hypothalamus yang terpenting adalah : 

TRH : hormone pelepas tiroid yang menyebabkab pelepasan hormone perangsang tiroid.



Hormone

pelepaS

kortikotropin(CRH)

:

menyebabkan

pelepasan

adenokortikotropin. 

Hormone pelepas hormone pertumbuhan (GHRH) : menyebabkan pelepasan hormone pertumbuhan dan hormone penghambat hormone pertumbuhan (GHIH) yang mirip dengan hormone somatostatin dan menghambat pelepasan hormone pertumbuhan.



Hormone pelepas gonadotropin(GnRH) : menyebabkan pelepasan dari dua hormone gonadotropik, hormone lutein dan hormone perangsang folikel.



Hormone penghambat prolaktin (PIH) : menghambat sekresi prolaktin.

3. Daerah–daerah spesifik dalam hipothalamus yang mengatur sekresi faktor pelepas dan faktor penghambat hipothalamus yang spesifik. Sebelum diangkut ke kelenjar hipofisis anterior, semua atau hamper semua hormone hypothalamus disekresi ke ujung serat saraf yang terletak di dalam eminensia mediana. Perangsangan listrik pada daerah ini merangsang ujung- ujung saraf dan oleh karena itu pada dasarnya menyebabkan pelepasan semua hormone hypothalamus. Akan tetapi badan sel neuron yang menyebar ke eminensia mediana ini terletak di daerah khusus dalam hypothalamus atau pada daerah yang berdekatan dengan bagian basal otak.2 TUMOR HIPOFISIS3 Epidemiologi Tumor hipofisis adalah neoplasma intrkranial yang relatif sering dijumpai, serta merupakan 10-15 % dari seluruh neoplasma intrkranial. Terutama terdapat pada usia 20-50 tahun, dengan insiden yang seimbang pada laki-laki dan wanita. Insidens per tahun dari neoplasma hipofisis bervariasi yaitu antara 1-7/100.000 penduduk. Adenoma hipofisis terutama timbul pada lobus anterior hipofisis,pada lobus posterior (neurohipofisis) jarang terjadi. Tumor ini biasanya jinak. Tumor jenis ini seringkali sulit diobati dan tidak jarang terjadi kekambuhan, meskipun telah dilakukan tindakan bedah. Klasifikasi Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk tumor hipofisis, yaitu: 1. Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan)

a. Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun pada kenyataannya memproduksi prolactin, GH atau TSH. Perbandingan insiden antara chromophobe dengan acidophil 4-20:1 b. Acidophil

(eosinophilic),

memproduksi

menyebabkan acromegaly dan gigantisme

prolactin,

TSH

dan

GH

yang

c. Basophil, memproduksi LH, FSH, beta lipoprotein dan terutama ACTH yang menyebabkan caushing’s disease.

2. Klasifikasi berdasarkan gambaran radiology :

1. Grade 0: tumor tidak terlihat secara radiologi 2. Grade I dan II: adenoma yang terbatas dalam sella turcica 3. Grade III dan IV: adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya

Berdasarkan penyebarannya tumor ke extrasellar maka dibagi lagi dalam subklasifikasi berikut: 1. A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar 2. D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus 3. E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intracranial

3. Klasifikasi berdasarkan hormon yang diproduksinya, tumor pada kelenjar ini dibedakan menjadi 2 jenis : 1. Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon) 2. Tumor hipofisis fungsional yang terdiri dari: a. adenoma yang bersekresi prolaktin b. adenoma yang bersekresi growth hormon (GH) c. adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH) d. adenoma yang bersekresiadrenokortikotropik hormon (ACTH)

4. Berdasarkan ukurannya adenoma dibagi sebagai berikut: 1. Mikroadenoma 

Ukuran kurang dari 1 cm



Lokasi selalu masih dalam sella turcica dan belum menginvasi struktur yang berdekatan seperti sphenoid dan sinus cavernosus



Ditemukan karena adanya endokrinopathy



Seringkali ketika diagnosa ditegakkan ukuran tumor 50% < 5mm

2. Makroadenoma



Ukuran lebih dari 1 cm



Bisanya sudah meluas dari sella turcica dan sudah menginvasi struktur yang berdekatan



Ditemukan karena adanya efek kompresi dari tumor, seperti bitemporal hemianopsi selain adanya gangguan endokrin, bisa hyper atau hypo sekresi. Pasien dengan gangguan endokrin yang tidak jelas, tetapi tumornya ada kadang-kadang memerlukan tindakan angiography untuk menyingkirkan adanya aneurisma a. karotis.

Tumor Hipofisis Non Fungsional Gejala klinis: a. Nyeri kepala b. Karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal. Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari chiasma optik melayani lapang pandang bagian temporal superior (Wilbrand’s knee), maka yang pertama kali terkena adalah lapang pandang quadrant bitemporal superior. Selanjutnya kedua papil akan menjadi atrophi. c. Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan NIII, IV, VI, V2, V1, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinus akan menyebabkan proptosis, chemosis dan penyempitan dari a. karotis (oklusi komplit jarang) d. Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis yang progressif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun berupa: 

Hypotiroidism, tidak tahan dingin, myxedema, rambut yang kasar



Hypoadrenalism, hipotensi ortostatik, cepat lelah



Hypogonadism, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan kesuburan



Diabetes insipidus, sangat jarang

Pemeriksaan : a. pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar, lantai sella menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor. Normal diameter AP dari kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masing-masing, sedang pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.

b. MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan chiasma tampak lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT scan lebih baik. c. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan fungsi dari kelenjar hipofisis. Diagnosa banding : a. Tubercullum sella meningiomas, mirip dengan adenoma hipofisis, tetapi pada foto lateral tengkorak tidak menunjukkan pembesaran dari sella. Tubercullum sella meningioma mungkin akan menyebabkan penipisan dari tubercullum b. Aneurisma a. carotis interna yang besar akan mengisi sella turcica, dengan MRI dan arteriografi akan tampak lebih jelas c. Craniopharyngioma walaupun biasanya supra sellar tetapi kadangkadang terdapat pada sella turcica. d. Tumor metastase ke sella, biasanya berhubungan dengan adanya parese otot extra oculer dan diabetes insipidus, pada adenoma hipofisis gejala ini jarang terdapat. e. Kista celah kantung Rathke’s kadang berupa masa yang besar di supra sellar atau sellar f. Tuberculoma g. Giant cell hypophysitis h. Sarcaidosis

Terapi : a. Operasi 

Operasi secara mikroskopik transsphenoidal, dengan indikasi adanya visual loss dan hypopituitarism yang progressif



Pada pasien dengan gangguan fungsi tiroid atau ACTH, operasi ditanguhkan 2-3 mg sampai pasien mendapat terapi tiroid atau terapi pengganti hidrocortison



Pada pasien dengan visual loss yang akut atau adenoma yang berhubungan dengan perdarahan atau abcess maka operasi segera perlu dipikirkan



Tujuan utama dari operasi transphenoidal yaitu mengangkat adenoma sekomplit mungkin, tetapi adanya invasi ke dura dan sinus kavernosus menyulitkan hal tersebut.

b. Radiasi

Indikasi : Pada pasien dengan usia yang lanjut dengan kesehatan yang tidak stabil, pada pasien post operasi dengan residual tumor yang besar atau tumor yang tumbuh kembali. Dosis

: 4000-5000 c Gy selama 5-6 minggu. Komplikasi terapi radiasi bisa menyebabkan nekrosis jaringan dan selanjutnya

timbul gangguan penglihatan yang progresif dan gangguan fungsi endokrin yang progresif sampai panhypopituitarism yang memerlukan terapi hormonal oleh seorang endokrinologist. Pada keadaan tumor menginvasi ke dural, pada kebanyakan kasus, tanpa terapi radiasi pasien tetap sehat untuk jangka lama. Terapi dengan teknik radiasi berfokus seperti Gamma Knife, Proton beam dan Linac acceleration sudah dilakukan dan hasilnya masih belum bisa ditentukan. c. Obat-obatan Dimasa mendatang terapi obat-obatan akan berperan pada penderita adenoma non fungsional, dimana pada kenyataannya ternyata adenoma ini memproduksi hormon glikoprotein atau subarakhnoid unit dari salah satu hormon tersebut. Terapi dengan somatostatin dan Gonadotropin releasing hormon antagonis mungkin menjadi kenyataan. d. Evaluasi 

Evaluasi dengan MRI dan CT scan sebaiknya dilakukan 4-6 mg post optikus, sesudah perdarahan dan intra seluler akan diikuti dengan perbaikan lapang pandang



Sekitar 20% pasien post optikus transphenoidal akan mengalami rekurensi, jika terapi ditambah dengan terapi radiasi rekurensi akan menurun sampai sekitar 13%



Sesudah operasi dekompresi, fungsi penglihatan akan membaik pada sekitar 80% pasien dan kembali normal pada sekitar 50% pasien, sedangkan status endokrin kadang-kadang membaik (miss kesuburan akan kembali pada sekitar 70% pasien)

Tumor Hipofisis Fungsional Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari: a. 52% merupakan tumor yang mengsekresikan prolactin

b. 27% tumor yang mengsekresikan GH c. 20% tumor yang mengsekresikan ACTH d. 0,3% tumor yang mengsekresikan TSH

a. Adenoma yang bersekresi Prolaktin Prolactin diperlukan untuk laktasi normal pada wanita post partum, dimana pada wanita menyusui kadarnya 150-200 ng/ml. Normal kadar prolactin pada laki-laki kurang dari 15 ng/ml, pada waita tidak hamil kurang dari 20 ng/ml. Selain oleh karena adanya adenoma kadar prolactin akan meningkat pada keadaan kehamilan, stress, hipoglikemi, gagal ginjal, hypothyroidism dan terapi dengan phenothiazine. Kadar prolactin yang berlebihan akan menyebabkan dilepaskannya dopamin /PIF oleh hypothalamus, kontrol inhibisi ini penting dalam terapi medis dari prolactinomas. Insiden tumor ini berkisar sekitar 40% dari semua adenoma hipofisis dan biasanya bersifat simptomatik pada wanita. Tumor ini merupakan mikroadenoma yang paling sering ditemukan. Gejala : Hyperprolactinemia

pada

wanita

didahului

amenorhoe,

galactorhoe,

kemandulan dan osteoporosis. Pada laki-laki biasanya asimptomatik atau timbul impotensi atau daya sexual yang menurun. Karena perbedaan gejala tersebut maka tumor ini pada laki-laki biasanya ditemukan jika sudah menibulkan efek kompresi pada struktur yang berdekatan. Diagnosa : Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara 25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada stalk effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena operasi), akibat obat-obatan misalnya phenothiazines dan pada hipotiroidisme primer. Diagnosa banding: 

Penyebab non patologik:  Kehamilan

 Stress  Menyusui 

Penyebab primer dari hipofisis:  Proclatinomas  Depresi tangkai hipofisis oleh nonpralcatin secreting adenoma  Trauma tangkai hipofisis  Empty sella syndrome  Tekanan sistematik  Gagal ginjal  Penyakit hati  Operasi dinding dada atau trauma



Penyebab pharmakologik  Gol phenothiazinne  MAO inhibitor  MAO depleters  Oral kontrasepsi

Terapi : 

Obat-obatan Bromocrptine (parlodel) suatu dopamin agonist, merupakan terapi pilihan untuk prolactin secreting adenoma, menggantikan terapi operasi. Obat ini secara langsung akan merangsang dopamin reseptor pada lactotrops (prolactin screeting cells). Respon terhadap terapi bromocrpitin sangat jelas, kadar prolactin akan menurun dalam beberapa hari, disertai dengan membaiknya lapang pandang, fungsi endokrin akan kembali normal, siklus mens kembali teratur dan fungsi libido pada laki-laki membaik. Selain kehamilan dan perburukan yang cepat dari fungsi penglihatan, tidak ada kontra indikasi lain dari pemakaian obat ini. Bromocriptine bukan merupakan tumoricidal sehingga kemungkinan tumor tumbuh kembali bisa terjadi setelah terapi dihentikan, sehingga setelah terapi berlangsung beberapa tahun perlu dievaluasi apakah terapi perlu dilanjutkan. Efek samping, mual dan muntah, efek teratogenik pada wanita hamil Wanita yang mempunyai ukuran tumor > 12 masing-masing sebaiknya menjalani

operasi reseksi sebelun dia hamil, untuk mencegah rangsangan pembesaran tumor oleh karena kehamilannya. 

Operasi Indikasi : Pasien yang intoleran atau respon yang minimal terhadap bromocriptine, pasien dengan perburukan yang cepat dari fungsi penglihatan dan pasien sesudah 2 bulan terapi medis tidak ada kemajuan. Terapi awal dengan bromocriptine untuk mengecilkan tumor lalu dioperasi, tidak memberikan hasil yang baik, karena sesudah pemakaian yang lama dari bromocriptin akan menimbulkan fibrosis yang menyulitkan dalam operasi.



Radiasi Indikasi primer : Pasien usia lanjut atau debil yang mempunyai tumor yang besar yang mengancam struktur neurovaskuler dimana dengan terapi medis tidak menolong. Sebagai terapi tambahan sesudah operasi, dimana masih terdapat residual tumor yang tidak membaik

dengan

bromocriptin.

Pada

pasien

dengan

microprolactinoma yang asimptomatik apakah perlu diterapi masih kontraversil. Beberapa pasien tanpa terapi ternyata ukuran tumor dan kadar prolactinnya menurun setelah beberapa tahun. b. Adenoma yang bersekresi growth hormon Gejala: Gejala timbul secara gradual karena pengaruh meningginya kadar GH secara kronik. Dari sejumlah kasus menunjukkan bahwa gejala yang timbul lebih karena efek kompresi lokal dari masa tumor, bukan karena gangguan somatiknya. Gejala dini berupa ukuran sepatu dan baju membesar, lalu timbul visceromegali, sindroma jeratan saraf, hiperhidrosis, macroglossia, muka yang kasar dan skin tags yaitu perubahan pada cutis dan jaringan subcutis yang lambat berupa fibrous hyperplasia terutama ditemukan pada jari-jari, bibir, telinga dan lidah. Adanya skin tags ini penting karena hubungannya dengan keganasan pada kolon, sekitar 40%

pasien dengan akromegali disertai polip kolon dimana lebih dari 50% adalah adenomatous. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa insiden Ca kolon lebih tinggi pada penderita akromegali dari pada populasi umumnya. Oleh karena itu pada penderita akromegali yang berusia > 50 tahun, pada pasien yang menderita acromegali > 10 tahun, penderita akromegali dengan lebih dari 3 skin tags sebaiknya menjalani skrining untuk penyakit kolon. Diagnosa: Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon ini yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar basal Gh <1 ng/ml, pada penderita acromegali bisa meningkat sampai > 5 ng/ml, walaupun pada penderita biasanya tetap normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih bisa dipercaya, karena kadarnya yang konstan dan meningkat pada acromegali. Normal kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali mebningkat sampai 6,8 U/ml. Dengan GTT kdar GH akan ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian glukosa oral (100 gr), kegagalan penekanan ini menunjukkan adanya hipersekresi dari GH. Pemberian GRF atau TRH perdarahan infus akan meningkatkan kadar GH, pada keadaan normal tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka pastikan sumbernya dengan MRI, jika dengan MRI tidak terdapat sesuatu adenoma hipofisis harus dicari sumber ektopik dari GH. Terapi: Penderita acromegali yang tidak diterapi umumnya akan berakibat fatal, pasien akan menderita kegagalan jantung, DM, disfigurement dan kemungkinan kebutaan yang semuanya ini akan memperpendek umur harapan hidupnya. Dengan operasi diharapkan adanya perbaiakn klinik, kadar GH < 5 ng/ml dan level somatomedin C yang normal. Beberapa jam atau hari post optikus 95% kadar GH akan kembali normal, tetapi untuk somatomedin C memerlukan beberapa minggu sampai bulan untuk kembali normal. Dengan terapi obat-obatan seperti estrogen, klorpromazin dan anti serotonergic agents menunjukkan efek yang sedikit Pada pemberian bromokriptin dengan dosis yang lebih tinggi dri pada yang diperlukan untuk mengontrol prolactinomas, bisa menurunkan kadar GH 5-10 ng/ml pada > 20% pasien, keluhan somatik membaik,pembengkakan jaringan lunak berkurang dan jumlah keringat menurun.

Idealnya hipersekresi dari GH ini bisa ditekan dengan pemberian somatostatin, tetapi ini memerlukan dosis yang multipel karena half life dari somatostatin yang sangat pendek. Sekarang dipakai analog somatostatin yaitu octreotide (sandostatin) yang mempunyai half life yang lebih panjang sehingga pemberian bisa dilakukan 3x/heroin 100-200 mg SC, pada acromegaly obat ini 90% efektif, efek sampingnya yaitu diarhea dimana insidennya meningkat seiring dengan bertambah lamanya pemakaian. Terapi radiasi pada pasien ini mempunyai resiko yang besar, dimana > 25% akan menyebabkan hypopituitarism, gangguan pada N opticus dan chiasma. Lethargy, gangguan daya ingat, cranial nerve palsies dan nekrosis tumor disertai perdarahan. Banyak pasien kadar Ghnya tetap tinggi sesudah terapi radiasi. c. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)

Gejala: 

Kecuali untuk tumor yang bersekresi TSH, yang menunjukkan hypertiroidism glycoprotein secreting adenoma tidak memberikan gejala yang spesifik sehubungan dengan hipersekresinya, sehingga adenoma ini biasanya baru ditemukan sesudah memberikan efek kompresi pada struktur didekatnya seperti chiasma optikum atau tangkai hipofisis



Hipertiroid yang disebabkan oleh TSH adenoma berbeda dengan Graves disease, graves disease merupakan penyakit yang diturunkan, dimana terdapat resistensi yang efektif terhadap hormon tiroid yang menyebabkan pengaruh umpan balik negatif dari hormon tiroid atau TSH lemah, sehingga timbul hipersekresi TSH. Kelainan ini sering bersamaan dengan bisu tuli, stipled epiphyse dan goiter, ini yang membedakan dengan hipertiroid akibat adanya adenoma.



Pada hipertiroid akibat TSH adenoma, biasanya lebih banyak mengenai wanita, gejala lainnya yaitu gangguan lapang pandang, pretibial edema dan kadar serum immunoglobulim stimulasi tiroid jumlahnya sedikit.

Diagnosa :

Hormon TSH, LH dan FSH masning-masing terdiri dari alpha dan beta subarakhnoid unit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk ketiga hormon, sedang beta subarakhnoid unitnya berebda. Dengan teknik immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar dari alpha subarakhnoid unit atau kadar alpha dan beta subarakhnoid unit. Pada tumor ini terdapat peninggian kadar alpha subarakhnoid unit, walaupun pada adenoma non fungsional 22% kadar alpha subarakhnoid unitnya juga meningkat. MRI dengan gadolinium, pada pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara adenoma yang satu dengan yang lainnya Terapi: Operasi sebaiknya dikombinasikan dengan terapi radiasi, walaupun hasilnya tidak menggembirakan sehingga indikasi terapi radiasi tetap kontroversi. Terapi percobaan dengan somatostatin analog dan bromocriptin hasinya tidak sebaik pada prolactinoma atau pada acronegali. d. Adenoma yang bersekresi ACTH Gejala: 

Biasanya menyerang wanita sekitar usia 40 tahun



Khas ditandai dengan truncal obesity, hipertensi, hirsutisme (waita), hyperpigmentasi, diabetes atau glukosa intoleran, amenorrhea, acne, striae abdominal, buffallo hump dan moon facies



Kelainan endokrinologik yang berat ini sudah muncul pada tahap sangat dini dari tumornya yang menyulitkan dalam mendeteksi dan identifikasi sumbernya.

Diagnosa: 

CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi ACTH dari adenihipofisis, ACTH akanmeningkatkan produksi dan sekresi cortisol dari adrenal cortex yang selanjutnya dengan umpan balik negatif akan menurunkan ACTH. Pada kondisi stres fisik dan metabolik kadar cortisol meningkat, secara klinik sulit mengukur ACTH, maka cortisol dalam sirkulasi dan metabolitnya dalam urine digunakan untuk status diagnose dari keadaan kelebihan adrenal.

Cushing’s syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit untuk menentukan etiologinya. 

Pengukuran plasma kortisol, kortisol urine dan derifatnya seacra basal maupun dalam respon terhadap dexametason, maupun penetuan plasma ACTH, bisa dipakai untuk menentukan apakah penyakitnya primer adrenal, hipofisis atau sumber keganasan ektopi.



Jika data tersebut seimbang maka diperlukan pengukuran CRH dan test perangsangan CRH dengan pengukuran ACTH dan cortisol perifer atau pada aliran vena sinus petrosus bilateral untuk membuktikan adanya Cushing’s disease. Jika sudah ditentukan sumbernya hipofisis, akan lebih sulit lagi menentukan bagian hipofisis yang mana yang memproduksi hipersereksi ACTH.

Terapi: 1) Operasi 2) Radiasi 3) Obat-obatan Terapi dengan obat-obatan bertujuan untuk memblok ACTH atau produksi cortisol, dimana terapi hanya mengobati gejalanya saja tanpa menghilangkan tumornya. Hal ini seringkali perbaikan yang didapat tidak lengkap dan sangat potensil untuk timbulnya efek samping yang berbahaya. Obat-obatan yang digunakan sebagai berikut: 

Ketoconazole



Cyproheptadin



Bromocriptine

KRANIOFARINGIOMA Kraniofaringioma merupakan tumor kongenital. Tumor ini berasal dari sisa Rathke’s pouch. Terutama terdapat pada anak dan dewasa muda. Letak tumor tersebut di suprasellar. Gejalanya mirip dengan tumor hipofisis. Biasanya tumor ini terjadi kalsifikasi atau membentuk kista

GLAUKOMA4 Definisi Glaukoma

adalah

kerusakan

penglihatan

yang

biasanya

disebabkan

oleh

meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga merusak jaringan-jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. Faktor Resiko Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan penanganan dini adalah jalan satusatunya untuk menghindari kerusakan penglihatan serius akibat glaukoma. Bagi Anda yang berisiko tinggi disarankan untuk memeriksakan mata Anda secara teratur sejak usia 35 tahun. Faktor risiko: 1. Riwayat glaukoma di dalam keluarga. 2. Tekanan bola mata tinggi 3. Miopia (rabun jauh) 4. Diabetes (kencing manis) 5. Hipertensi (tekanan darah tinggi) 6. Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk) 7. Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya 8. Menggunakan steroid (cortisone) dalam jangka waktu lama 9. Lebih dari 45 tahun Manifestasi Klinis Gejala yang dirasakan pertama kali antara lain : bila memandang lampu neon/sumber cahaya maka akan timbul warna pelangi di sekitar neon tersebut, mata terasa sakit karena posisi mata dalam keadaan membengkak, penglihatan yang tadinya kabur lama kelamaan akan kembali normal. Hal inilah yang membuat para penderita glaukoma tidak menyadari bahwa ia sudah menderita penyakit mata yang kronis.

Deteksi dan Diagnosa Glaukoma Pemeriksaan mata secara teratur dan deteksi dini adalah cara terbaik untuk mencegah kerusakan penglihatan akibat glaukoma. Riwayat penyakit Anda akan diteliti dokter spesialis mata Anda untuk mencari faktor resiko glaukoma. Sebuah alat khusus yang disebut Tonometer digunakan untuk mengukur tekanan pada mata. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk melihat luasnya kerusakan syaraf mata. Tatalaksana Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan penglihatan yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat ditangani dengan obat tetes mata, tablet, tindakan laser atau operasi yang bertujuan untuk menurunkan/menstabilkan tekanan bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan. HIPERTENSI5 Definisi Hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Klasifikasi Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori

Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah Diastolik

Normal

< 120 mmHg

(dan) < 80 mmHg

Pre-hipertensi

120-139 mmHg

(atau) 80-89 mmHg

Stadium 1

140-159 mmHg

(atau) 90-99 mmHg

Stadium 2

>= 160 mmHg

(atau) >= 100 mmHg

Etiologi Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis : 1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). 2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Manifestasi Klinis Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: 

sakit kepala



kelelahan



mual



muntah



sesak napas



gelisah



pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Pencegahan Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.

Pengobatan Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Pengobatan non obat (non farmakologis) 

Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh



Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.



Ciptakan keadaan rileks



Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu



Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) 

Diuretik



Betabloker



Vasodilator



Antagonis kalsium

BAB IV PEMBAHASAN KASUS Identitas Nama

: -

Usia

: 42 tahun

Jenis kelamin

: Wanita

Alamat

: -

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Status pernikahan : Keluhan utama : Sakit kepala dan penglihatan menurun. Berdasarkan keluhan utama pasien, timbulnya keadaan sakit kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit. Pembagian nyeri kepala menurut The Intenational Classification of Headache Disorders dibedakan menjadi 3 yaitu

The primary headaches The secondary headaches

Cranial neuralgias, central & primary facial pain & other headaches

•Migrain •Tension-type headche •Cluster headche

•Headache attributed to head and/or neck trauma •Headache attributed to cranial or cervical vascular disorders •Headache attributed to non-vascular intracranial disorders •Headache attributed to a substance or its withdrawal •Headache attributed to infection •Headache attributed to disorders of homeostatis •Headache or facial pain attributed disorder of facial or cranial structures •Headache attributed to psychiatric disorders

•Cranial neuralgias & central causes of facial pain •Others headache, cranial neuralgia & central or primary facial pain

Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-bangunan di wilayah kepala dan leher yang peka nyeri. Sakit kepala merupakan keluhan yang sangat sering dijumpai dan selalu memerlukan pemeriksaan yang cermat karena sejumlah kecil keluhan sakit kepala timbul akibat keadaan yang menyebabkan kematian. Deskripsi sakit kepala yang lengkap yang dialami pasien harus didapatkan. Atribut yang paling penting pada keluhan sakit kepala adalah pola kronologis dan tingkat keparahannya. Tanyakan tentang keluhan lain yang menyertainya. Khususnya tanyakan secara spesifik apakah sakit kepala tersebut disertai rasa mual serta muntah-muntah dan gangguan neurologi seperti perubahan penglihatan atau gangguan sensorimotorik. Pada pasien ini keluhan nyeri kepala disertai dengan perubahan penglihatan yang semakin menurun. Aura visual dapat menyertai migraine. Nausea dan vomitus dapat pula dijumpai pada tumor otak dan perdarahan subaraknoid. Berdasarkan keluhan utama pasien tersebut dapat dipikirkan beberapa penyakit yang bisa menyebabkan keluhan tersebut adalah tumor, meningitis, migraine. nyeri kepala cluster, DM yang berkomplikasi, galukoma dan trauma.6 Untuk menentukan penyebab keluhan utama pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan lanjut berupa anamnesis. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS): 

Apakah sakit kepalanya hanya satu sisi atau mengenail kedua sisi?



Apakah serangan terus-menerus atau hilang timbul?



Apakah keluhan ini baru dirasakan dan bersifat akut?



Apakah kronis dan hilang timbul disertai dengan sedikit perubahan pola sakit kepala?



Kronis dan kambuhan, tetapi disertai terjadinya perubahan pola yang baru atau yang menjadi progresif?



Apakah rasa sakit tersebut terjadi kembali pada saat yang sama setiap harinya?



Apakah penurunan pengliahatan bersifat mendadak atau terjadi secara berangsurangsur?



Apakah terdapat serangan seperti kejang?



Sudah berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut?



Apa pasien mempunyai keluhan tambahan selain keluhan utama?



Faktor apa yang memperberat dan memperingan keluhan pasien?



Apakah ada gejala peringatan terlebih dahulu?



Apakah pasien sedang berdiri, duduk atau tidur ketika kejadian itu mulai terasa?



Seberapa cepat pasien pulih kembali?



Apakah ada trauma yang menyertai?



Apakah ada keluhan badan panas sebelumnya?



Apakah disertai mual dan muntah?

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): 

Apa pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya?



Apakah ada penyakit lain yang menyertai? (hipertensi, DM, penyakit ginjal, hepatitis)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK): 

Apakah keluarga ada yang mengalami hal seperti ini?

Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK): 

Bagaimana pola hidup pada pasien ini?



Apa pekerjaan pasien?



Bagaimana keadaan lingkungan rumah pasien?



Bagaimana jadwal tidur pasien?

Dari hasil anamnesis didapatkan sejak beberapa minggu terakhir pasien mengeluh nyeri kepala yang makin memberat yang menandakan adanya suatu progresifitas dari nyeri kepala tersebut yang bisa disebabkan oleh tumor,abses, atau lesi massa lainnya. Sampai dua hari yang lalu pasien merasa nyeri kepala sangat berat dan disertai mual dan muntah yang menunjukkan adanya peningkatan intracranial yang menyebabkan mual muntah. Nausea dan vomitus sering terjadi pada migraine, tetapi dapat pula dijumpai pada tumor otak. Nyeri kepala dirasakan sejak satu tahun yang lalu dan dilakukan pengobatan namun tidak ada perbaikan, ini menunjukkan perjalanan penyakit ini kronis.

Sejak 6 bulan yang lalu pasien merasa penglihatan mata kirinya menurun, awalnya mata kiri masih bisa melihat namun makin lama memberat, sehingga hanya bisa melihat jarak 1 meter. Penurunan pengliahatan yang terjadi secara berangsur-angsur tetapi semakin lama semakin memburuk, yang tidak disebabkan oleh kausa oftalmogik, adalah karena penekanan pada nervus optikus atau khiasmanya. Penekanan tersebut dapat disebabkan oleh meningioma, aneurisma, karsinoma nasofaring dan adenoma hipofisis. Pasien juga mengeluh

tidak mendapat haid sejak 1 tahun terakhir yang bisa disebabkan oleh kelainan yang berhubungan dengan keluhan pasien yang lain atau pasien mengalami penyakit lain yang menyebabkan keluhan tersebut. Pemeriksaan Fisik 

Kesadaran : compos mentis



Tekanan darah : 140/90  meningkat, kemungkinan adanya riwayat hipertensi



Nadi : 84x/menit  Normal



Respirasi : 20x/menit  Normal



Suhu : 36,5 °C  Normal



Jantung dan paru-paru : Normal



Kaku kuduk (-)  Tidak ada rangsangan meningeal



Refleks cahaya +/+  Normal



Visus OD 6/60  N=6/6



Lapang pandang kanan dan kiri menyempit (Hemianopsia bilateral)



Papil sinistra kabur



Gerak bola mata : Normal

Hemianopsia bitemporal adalah penurunan kemampuan penglihatan mata akibat penekanan pada chiasma (N.II). Biasanya terjadi akibat adanya penekanan oleh tumor. Beberapa contoh tumor yang dapat menyebabkan hemianopsia bitemporal adalah meningioma, craniopharyioma, adenoma hipofisis. Hipotesis 

Tumor



Retinopati diabetikum



Glaukoma

Diagnosis kerja

: Tumor Intraserebral

Klinis

: Nyeri kepala, penglihatan menurun, mual, muntah, amenorre.

Topis

: Makroadenoma dengan pembesaran tumor hingga keluar dari fossa hipofisis di sella turicica

Patologis

: Neoplasma

Etiologi

: Adenoma hipofisis

Diagnosis banding : Glaukoma, DM berkomplikasi Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang ini dapat dibuat suatu diagnosis pasti pada pasien ini adalah Adenoma hipofisis dan hipertensi dengan diagnosa banding adalah Kraniofaringoma. Diagnosis ini dapat ditegakan dengan melihat hasil anamnesis yang menunjukan adanya nyeri kepala progresif yang disebabkan oleh tumor intracranial, penurunan penglihatan yang secara perlahan yang disebakan oleh tumor yang menekan chiasma opticum, dan ammenore yang dialami pasien karena overproduksi dari prolaktin yang diakibatkan oleh tumor pada hipofisis dan berdasarkan hasil pemeriksaan lab yang menunjukkan adanya peningkatan hormone prolaktin. Diagnosis ini juga ditegakan berdasarkan hasil CT SCAN yang menunjukan adanya tumor di sella turcica. Hipertensi esensial pada pasien ini ditegakan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukan adanya peningkatan tekanan darah dan hasil foto thorax yang menunjukkan adanya pembesaran jantung dikarenakan hipertensi dan hasil lab yang menunjukkan hormone kortisol dalam batas normal, ini menyingkirkan diagnosis kami bahwa hipertensi ini disebakan meningkatnya hormone cortisol yang disebakan oleh tumor pada hipofisis. Pemeriksaan penunjang yang disarankan : 

Lab darah rutin  Hb, LED, hitung jenis, leukosit



CT-scan kepala untuk melihat lokasi tumor pada kepala



Cek gula darah



Foto thorax



Cek hormon FSH/LH



Tonometer untuk mengukur tekanan intraorbital mata

Klasifikasi Ada beberapa klasifikasi yang digunakan untuk tumor hipofisis, yaitu: A. Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan) 1. Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun pada kenyataannya memproduksi prolactin, GH atau TSH. Perbandingan antara chromophobe dan acidophilic 4-201. B. Klasifikasi berdasarkan gambaran radiologi 1. Grade 0 : Tumor tidak terlihat secara radiologi 2. Grade I dan II : Adenoma yang terbatas dalam sella turcica 3. Grade III dan IV : Adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya. Berdasarkan penyebarannya tumor ke extrasellar maka dibagi lagi dalam subklasifikasi berikut: 1. A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar 2. D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus 3. E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intrakranial C. Klasifikasi berdasarkan hormon yang diproduksinya, tumor pada kelenjar ini dibedakan menjadi 2 jenis: 1. Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon) 2. Tumor hipofisis fungsional yang terdiri dari: a. Adenoma yang bersekresi prolaktin b. Adenoma yang bersekresi growth hormon (GH) c. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH) d. Adenoma yang bersekresiadrenokortikotropik hormon (ACTH)

1. Adenoma Hipofisis Non Fungsional Tumor ini berkisar sekitar 30% dari seluruh tumor pada hipofisis. Biasanya muncul pada dekade ke 4 dan ke 5 dari kehidupan, dan biasanya lebih sering

ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Nama lain dari tumor ini yaitu Null cell tumor, undifferentiated tumor dan non hormon producing adenoma. Karena tumor ini tidak memproduksi hormon, maka pada tahap dini seringkali tidak memberikan gejala apa-apa. Sehingga ketika diagnosa ditegakkan umumnya tumor sudah dalam ukuran yang sangat besar, atau gejala yang timbul karena efek masanya. Tumor biasanya solid walaupun bisa ditemukan tumor dengan campuran solid dan kistik 2. Tumor Hipofisis Fungsional Pada penelitian dari 800 pasien yang menderita tumor hipofisis, 630 pasien merupakan tipe functioning pituitary tumors yang terdiri dari : 

52% merupakan tumor yang mengsekresikan prolactin



27% tumor yang mengsekresikan GH



20% tumor yang mengsekresikan ACT



0,3% tumor yang mengsekresikan TSH

Pemeriksaan Laboratorium Tambahan 

Tes hormon prolaktin Prolaktin diperlukan untuk laktasi normal pada wanita post partum, dimana pada wanita menyusui kadarnya 150-200 ng/ml. Normal kadar prolaktin pada lakilaki kurang dari 15 ng/ml, pada waita tidak hamil kurang dari 20 ng/ml. Selain oleh karena adanya adenoma kadar prolaktin akan meningkat pada keadaan kehamilan, stress, hipoglikemi, gagal ginjal, hypothyroidism dan terapi dengan phenothiazine. Kadar prolaktin yang berlebihan akan menyebabkan dilepaskannya dopamin oleh hypothalamus, kontrol inhibisi ini penting dalam terapi medis dari prolactinomas. Prolaktin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel-sel kelenjar hipofisis di otak. Bila kadar prolaktin tinggi akan menyebabkan reaksi umpan balik negatif yang membatasi produksi dua hormon yang punya peran penting dalam proses ovulasi yakni hormon GnRH dan FSH. Kedua hormon ini yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan sel telur dalam ovarium. Bila kadar prolaktin dalam badan tinggi, ovulasi tidak akan terjadi dan menyebabkan susah hamil.

Penatalaksanaan

Kemoterapi 1.

Untuk mengatasi gejala-gejala keadaan umumnya, pasien ini bisa diberikan analgetik (untuk sakit kepalanya), antihipertensi, dan antiemetik (untuk mengatasi muntah).

2.

Untuk mengatasi hiperprolaktinemia pada pasien ini diberikan bromokriptin (parlodel), yaitu suatu dopamin agonis yang merupakan terapi pilihan untuk prolactin secreting adenoma, menggantikan terapi operasi. Respon terhadap terapi bromokriptin sangat jelas, kadar prolaktin akan menutun dalam beberapa hari, disertai dengan membaiknya lapang pandang, fungsi endokrin akan kembali normal, dan siklus mens kembali teratur.

Operasi Indikasi: -

Pasien yang intoleran atau respon yang minimal terhadap bromokriptin.

-

Pasien dengan perburukan yang cepat dari fungsi penglihatan.

-

Pasien sesudah 2 bulan terapi medis tidak ada kemajuan. Apabila terdapat indikasi-indikasi di atas pada pasien, maka terapi operasi bisa

dilakukan pada pasien ini dengan merujuk pasien ke bedah saraf. Radioterapi Sebagai terapi tambahan sesudah operasi, dimana masih terdapat residual tumor yang tidak membaik dengan bromokriptin. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) -

Memberitahukan dengan jelas dan benar mengenai penyakit pada pasien ini kepada pasien sendiri maupun pada keluarganya.

-

Memberikan edukasi mengenai dukungan/support kepada pasien ini.

-

Menjelaskan mengenai operasi (jika perlu dilakukan) yang akan dilakukan kepada pasien dan rujuk ke bedah saraf.

-

Edukasi kepada pasien tentang gaya hidup yang harus diubah setelah menjalani pengobatan.

Prognosis Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad functionam

: Dubia ad bonam

Ad sanationam

: Dubia ad bonam

BAB V KESIMPULAN

BAB VI SARAN

BAB VII KESIMPULAN 1. Adenoma hipofisis. Availabke at http://www.pdfcoke.com/doc/57833969/ADENOMAHIPOFISIS. accessed on July, 21st 2011. 2. Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 5th ed. In: Dimanti A, Hartanto H, editors. Jakarta: EGC; 2006. 3. Adenoma

Hipofise.

Accesed

on

july

21th

,

2011.

Available

at

:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1960/1/bedahiskandar%20japardi50.pdf 4. Glaukoma.

Accesed

on

july

21th

,

2011.

Available

at

:

http://www.klinikmatanusantara.com/index.php?option=com_content&task=view&id =124&Itemid=9 5. Hipertensi. Accesed on july 21th , 2011. Available at : http://www.rsbkbatam.co.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25 6. Bickley SL. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatanJakarta: EGC; 2009. p. 138-139.

More Documents from "Anonymous yVdItF"

The Pituitary Gland.docx
November 2019 18
Daftar Pustaka.docx
November 2019 18
Tugas Tifoid 2.docx
November 2019 16
Lampiran 5.docx
November 2019 18